BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Representasi Matematis - NAELUSSYFA ROHANA BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) Kemampuan representasi matematis yaitu

  kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol matematis dan melakukan pemodelan matematis.

  Menurut Gagaits dan Ellia (2004) representasi didefinisikan menjadi beberapa bentuk susuan dari karakter, gambar- gambar, dan benda nyata yang dapat menggambarkan atau mewakili benda lain.

  Menurut Pape (2001) representasi dianggap sebagai abstraksi ide

  • –ide matematika yang dikembangkan melalui pengalaman berupa angka, aljabar, persamaan, grafik, tabel, dan diagram. Menurut Hwang (2007) dalam psikologi umum, representasi berarti proses membuat model konkret dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol.

  Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis adalah kemampuan mengemukakan ide-ide atau Representasi dibagi menjadi dua yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal pada umumnya sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya. Namun, representasi internal dapat diduga dan disimpulkan dari representasi eksternalnya melalui pengungkapan kata

  • –kata, simbol, gambar,
grafik, dan tabel. Jadi, antara representasi internal dan eksternal ada hubungan timbal balik dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

  National Council of Teacher of Mathematics ( NCTM) menetapkan

  program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 adalah bahwa harus memungkinkan siswa untuk : (1) Membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika; (2) Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan antar representasi matematika untuk memecahkan masalah; (3) Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterprestasikan fenomena fisik, sosial, dan matematika.

  Adapun indikator kemampuan representasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mencatat dan menerapkan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar; (2) Menyelesaikan masalah dengan melibatkan simbol-simbol matematika; (3) Menterjemahkan fenomena fisik, sosial, dan matematika dalam bentuk model.

B. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

  Barrow (1978) mendefinisikan Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai masalah. Masalah tersebut dipertemukan melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama dalam proses pembelajaran.

  Menurut Arends (2008), PBM merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Menurut Kemendikbud (2013) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan msalah dunia nyata.

  Menurut Arends (2008), model pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.

  Pembelajaran Berbasis Masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

  b. Penyelidikan autentik.

  Pembelajaran Berbasis Masalah mengharuskan peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan percobaan (bila diperlukan), dan menarik kesimpulan. c. Kolaborasi Pembelajaran Berbasis Masalah ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompok- kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan ketrampilan sosial. Menurut Arends (2008), sintaks untuk model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat disajikan seperti pada Tabel 1.

   Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Fase Perilaku Guru

  Fase 1 : Memberikan orientasi tentang Guru membahas tujuan pelajaran , permasalahannya kepada siswa mendeskripsikan berbagai kebutuhan yang penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah

  Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk Guru membantu siswa belajar mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya

  Fase 3 : Membimbing penyelidikan Guru mendorong siswa untuk individual maupun kelompok mendapatkan informasi yang tepat , melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi

  Fase 4 : Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang akan dipresentasikan. Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu siswa untuk proses mengatasi masalah melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses- proses yang mereka gunakan. Sumber : (Arends, 2008 ) Dalam pelaksanaannya , PBM tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan.

  Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari PBM menurut Arends (2008) :

  1. Kelebihan PBM

  a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata b. Siswa memiliki kmampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

  c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannnya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi bebas siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

  d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

  e. Siswa terbiasa menggunakan sumber- sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet , wawancara, dan observasi.

  f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

  g. Siswa memiliki kemampuan untk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau prsentasi hasil pekerjaan mereka.

  h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok.

  2. Kekurangan PBM

  a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

  b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas. c. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh materi yang diharapkan walaupun PBM berfokus pada masalah bukan materi.

  d. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memiliki kemampuan memotivasi siswa dengan baik.

  e. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

C. Pembelajaran Langsung

  Menurut Trianto (2011) pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang bersifat teacher center. Sedangkan menurut Arends (2008) Pembelajaran langsung adalah sebuah model yang berpusat pada guru , yang dimaksudkan untuk membantu siswa mempelajari berbagai ketrampilan dan pengetahuan dasar yang dapat diajarkan secara langsung langkah demi langkah.

  Menurut Trianto (2011) ciri-ciri model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:

  1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasukprosedur penilaian belajar.

  3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

  

Tabel 2Sintaks Model Pembelajaran Langsung

  Fase Peran Guru Fase 1 Guru menjelaskan TKP, informas latar Menyampaikan tujuan dan belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa mempersiapkan siswa untuk belajar.

  Fase 2 Mendemostrasikan pengetahuan dan ketrampilan

  Guru mendemostrasikan ketrampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap. Fase 3 Membimbing pelatihan

  Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal. Fase 4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

  Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik. Fase 5 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.

  Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari hari

  Kelebihan pembelajaran langsung menurut Arends (2008) adalah sebagai berikut:

  a. Model pembelajaran langsung dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun, tetapi yang paling tepat untuk mata pelajaran yang berorientasi kinerja, seperti membaca, menulis, matematika, musik, dan pendidikan jasmani.

  b. Model pembelajaran langsung cocok untuk komponen- komponen ketrampilan dalam mata pelajaran yang lebih berorientasi- informasi, seperti sejarah atau sains. Kelemahan pembelajaran langsung menurut Arends (2008) adalah sebagai berikut: a. Banyaknya waktu yang digunakan untuk menjelaskan informasi, mendemonstrasikan sesuatu, dan melaksanakan tanya-jawab.

  b. Pembelajaran langsung terlalu menekankan teacher center (berpusat pada guru). c. Pembelajaran langsung terbatas pada pembelajaran ketrampilan dasar dan informasi tingkat rendah dan tidak begitu berguna untuk mencapai tujuan- tujuan yang lebih tinggi.

  d. Siswanya kurang aktif dalam pembelajaran.

D. Materi Pelajaran Matematika

  Standar Kompetensi : Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya.

  Kompetensi Dasar : Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

  Indikator :

  1. Mengihutng keliling segiempat serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ,menghitung keliling segiempat

  2. Menghitung luas segiempat ( persegi, persegi panjang dan jajar genjang) serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung luas segiempat ( persegi, persegi panjang, dan jajar genjang).

  3. Menghitung luas segiempat ( belah ketupat, trapesium, dan layang- layang ) serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung luas

E. Kerangka Berpikir

  Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pembelajaran yang memberikan masalah-masalah yang dapat merangsang siswa untuk berpikir dan menyampaikan ide-idenya pada suatu masalah yang berorientasi pada dunia nyata. Dalam pembelajaran ini, dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan ketrampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh. Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa memahami konsep atau materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan menggunakan nalarnya untuk berpikir dan mengaitkan topik-topik matematika dalam mencari solusi dari situasi yang diberikan.

  Kegiatan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu melibatkan siswa dalam investigasi terhadap situasi masalah sehingga memungkinkan mereka menginterprestasikan dan menjelaskan kejadian dari situasi masalah dan membangun pemahamannya tentang kejadian itu. Semua itu tentang bagaimana pembelajaran berbasis masalah membantu siswa mengembangkan keterampilan mengungkapkan gagasan atau ide-ide, untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata. Dalam pembelajaran ini, masing-masing siswa mendapatkan kesempatan yang sama. Mereka diharuskan memberi peran aktif dan mendengarkan pemikiran siswa lain di dalam kelompok belajarnya, dalam kelompok siswa berdiskusi menyelesaikan masalah yang disajikan disini siswa dapat menyampaikan gagasan permasalahan yang diberikan. Selain itu di dalam proses penyampaian ide matematisnya, siswa dapat menggunakan serta menerapkan gambar yang terkait dengan permasalahan serta memecahkan masalah sebagai suatu solusi penyelesaian. Hal tersebut dapat mengoptimalkan kemampuan representasi mereka sehingga Pembelajaran Berbasis Masalah diduga dapat memberikan pengaruh lebih baik terhadap kemampuan representasi matematis siswa dalam memahami serta menyerap materi pembelajaran matematika.

  Sedangkan pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang bersifat

  

teacher center , guru berperan sebagai pembicara utama dalam proses

  pembelajaran. Pada hakikatnya pembelajaran yang ideal di dalam kelas adalah pembelajaran yang menimbulkan adanya interaksi guru dengan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengeluarkan dan mengungkapkan ide-ide yang dimiliki untuk menerapkan serta menggunakan gambar sebagai penjelasan suatu masalah.

  Hal tersebut bertujuan agar pemerataan kemampuan representasi matematis siswa dapat tersebar merata. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka Pembelajaran Berbasis Masalah diduga lebih baik untuk mengoptimalkan kemampuan representasi matematis siswa.

F. Hipotesis

  Sesuai dengan masalah yang dirumuskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik daripada kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.