MAKALAH PERAN MANANJEMEN INFORMASI BAGI

MAKALAH
PERAN MANANJEMEN INFORMASI
BAGI PERUSAHAAN PERTANIAN

Diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen Agribisnis
Dosen Pengajar : Teguh Iman Santoso, SP,. MEP.
Oleh : Nur Putri Ramadhani (542010111019)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU

2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa karena atas
izin-Nya makalah ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Teguh Iman Santoso, SP,. MEP. Selaku dosen Mata Kuliah Sistem Informasi

Manajemen Agribisnis yang telah menugaskan makalah ini, tak lupa juga temanteman fakultas pertanian yang memberikan banyak inspirasi kepada penulis.
Semoga semua amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
Akhir kata , semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya, tiada gading yang tak retak , demikian pula dengan makalah ini.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Indramayu ,

November 2013
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………

i

Daftar Isi ……………………………………………………………………….


ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………..……………………………...

1

1.1 Latar Belakang ………………....………………………………......

1

1.2 Tujuan ………………………......………………..………………...
1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………….

3

2.1 Keragaman Informasi Pertanian .....…………….……….………....
3
2.2 Sumber Informasi Teknologi Pertanian .…...……………………....
5

2.3 Alternatif Model Peningkatan Akses Informasi Pertanian …….......
9
BAB III PENUTUP…………………..............................................…………..

9

3.1 Simpulan ....................................................…...……………………

13

3.2 Saran .............................................................………………………

14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Informasi merupakan sumber daya penting dalam pertanian modern.
Perkembangan komputer dan perbaikan teknologi komunikasi memberikan petani
kesempatan untuk memperoleh informasi teknis dan ekonomi dengan cepat dan
menggunakannya secara efektif untuk pengambilan keputusan. Bertani bukan lagi
sekedar untuk hidup, tetapi sebagai usaha untuk memperoleh pendapatan yang
baik dengan menggunakan seluruh kesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan.
Untuk dapat bertahan, lahan pertanian harus dikelola secara efisien. Pelaku
pengembangan pertanian membutuhkan informasi inovasi pertanian yang
memadai

sebagai

dasar

strategi

perencanaan

dan


pertimbangan

untuk

pengembangan usaha tani lebih lanjut. Begitu banyak hasil penelitian bidang
pertanian yang telah dan sedang dilaksanakan, serta akan terus ada penelitianpenelitian pertanian lain di masa depan. Hasil penelitian bidang pertanian yang
berupa informasi pertanian pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki atau
memecahkan masalah yang ada dalam bidang pertanian.
1.2 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1. Mengidentifikasi informasi teknologi produksi dan pemasaran hasil
pertanian di tingkat petani.
2. Mempelajari permasalahan akses informasi teknologi produksi dan
pemasaran hasil pertanian.

3. Merumuskan alternatif model peningkatan akses petani terhadap informasi
pertanian.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Keragaman Informasi Pertanian
Kemiskinan penduduk di Indonesia sangat terkait erat dengan sektor
pertanian, khususnya di daerah pedesaan. Kantong-kantong kemiskinan di
pedesaan sangat signifikan dijumpai pada daerah lahan tadah hujan yang marjinal.
Upaya peningkatan pendapatan petani di daerah tersebut dihadapkan pada kendala
rendahnya kemampuan mereka untuk melakukan inovasi produksi dan
kemampuan menangkap peluang pasar, disamping berbagai faktor antara lain: (a)
sarana dan prasarana produksi serta pemasaran sangat kurang, (b) teknologi
spesifik untuk lahan marginal ini masih jauh lebih sedikit dari pada untuk lahan
beririgasi, (c) kelembagaan masih sangat lemah, dan (d) belum adanya insentif
yang memadai bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya. Kelangkaan
informasi horizontal dan vertikal juga ikut memperburuk akses petani terhadap

teknologi, pasar, sumber input produksi dan harganya, di samping kelangkaan
potensi pemecahan masalah yang dihadapi di tingkat lapang. Kondisi tersebut
menempatkan mereka semakin terpuruk dalam perangkap kemiskinan.
Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan dalam mengelola usahataninya. Gagasan tersebut yang
melandasi konsep sistem pengetahuan dan informasi pertanian atau agricultural

knowledge and information system (AKIS) yang dirumuskan sebagai:
peningkatan keserasian antar pengetahuan, lingkungan, dan teknologi yang
diperlukan melalui sinergi dari berbagai pelaku, jejaring kerja, dan lembaga yang
akan menciptakan proses kesinambungan dalam transformasi, transmisi,
dokumentasi (documentation), pencarian informasi (search), pemanggilan
(retrieval), integrasi, difusi, serta pemanfaatan bersama (sharing) inovasi. Dengan
demikian, untuk mengelola usaha taninya dengan baik, petani memerlukan
berbagai sumber informasi, antara lain (Van den Ban dan Hawkins, 1999):
kebijakan pemerintah; hasil penelitian dari berbagai disiplin ilmu; pengalaman
petani lain; dan informasi terkini mengenai prospek pasar yang berkaitan dengan
sarana produksi dan produk pertanian.
Sarana dan prasarana komunikasi telah berkembang begitu cepat seiring
dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung
proses pemanfaatan bersama informasi teknologi pertanian. Namun demikian,
petani di pedesaan khususnya yang berada di lahan marjinal masih banyak yang
luput dari upaya diseminasi informasi pertanian yang selama ini diselenggarakan.
Di samping itu, informasi yang berkaitan dengan hasil penelitian dari berbagai

disiplin ilmu, sebagian besar juga masih disajikan dalam bentuk publikasi yang
sulit dipahami oleh petani langsung. Mengingat media informasi yang ada saat ini

belum mampu menjangkau petani di pedesaan, diperburuk dengan institusi
kelembagaan yang seharusnya berperan untuk memfasilitasi akses informasi bagi
petani juga belum berfungsi dengan baik, maka petani di pedesaan cenderung
memanfaatkan sumber informasi teknologi pertanian yang terbatas ada di
lingkungannya.
2. 2 Sumber Informasi Teknologi Pertanian
Berdasarkan hasil studi pendasaran yang telah dilaksanakan, diketahui
bahwa sumber informasi yang digunakan oleh petani baik kategori pendapatan
rendah maupun tinggi cukup bervariasi, yaitu berasal dari media interpersonal,
media cetak, maupun audio visual. Sumber informasi interpersonal yang biasa
dimanfaatkan petani untuk memperoleh informasi teknologi pertanian adalah
sesama petani atau orang tua, petugas penyuluh lapangan, pedagang, dan
distributor saprodi, maupun pedagang. Ada beberapa yang juga memanfaatkan
staf BPTP yang kebetulan berada di desa pada saat melaksanakan kegiatan
pengkajian atau diseminasi teknologi pertanian. Sumber informasi melalui media
cetak yang biasa diakses oleh petani adalah koran, majalah, dan brosur/leaflet.
Sedangkan sumber informasi elektronis yang biasa dimanfaatkan petani adalah
radio dan televisi.
Media interpersonal ternyata merupakan media yang paling banyak
dimanfaatkan oleh petani dibandingkan dengan media tercetak dan audio visual.

Dominannya akses petani terhadap sumber informasi ini dilandasi oleh intensitas

proses interaksi yang dapat terjadi melalui komunikasi tatap muka. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan lebih tingginya akses petani terhadap sesama petani dan orang
tua dibandingkan dengan sumber informasi interpersonal lainnya yaitu penyuluh,
distributor sarana produksi, dan pedagang (Gambar 1). Hampir seluruh (90%)
responden baik yang berpendapatan rendah maupun tinggi menyatakan bahwa
petani lainnya merupakan sumber informasi utama untuk memperoleh informasi
teknologi pertanian. Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) merupakan sumber
informasi potensial yang juga banyak dimanfaatkan petani untuk memperoleh
informasi teknologi pertanian, khususnya di kabupaten yang masih memiliki Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP).
Kemudahan dalam akses informasi teknologi pertanian dari sumber
informasi yang digunakan juga merupakan faktor tingginya pemanfaatan sumber
informasi dari sesama petani, orang tua, dan petugas penyuluh lapangan oleh
petani. Sebagian besar (90%) petani merasakan sangat mudah dan mudah dalam
memperoleh informasi teknologi pertanian dari petani lainnya dan orang tua.
Hasil studi ini memperkuat hasil penelitian yang telah dilaksanakan dimana
seluruh (100%) responden (petani) menyatakan bahwa petani lain merupakan
sumber informasi utama untuk membantu kegiatan usahataninya dengan sekitar

95% di antaranya menyatakan sangat mudah dan mudah dalam akses sumber
informasi ke petani lain dibandingkan dengan penyuluh, distributor sarana
produksi, dan pedagang.

Gambar Rataan Sebaran Responden Berdasakan Sumber Informasi Interpersonal
untuk Informasi Teknologi Pertanian.

Namun demikian, untuk jenis informasi pasar, ternyata pedagang
merupakan sumber informasi utama yang mampu melampaui sumber informasi
dari sesama petani untuk kelompok petani kategori pendapatan tinggi (Gambar 2).
Hal ini dapat dipahami karena dalam hal pemasaran produk usahatani, petani akan
lebih sering berinteraksi dengan pedagang daripada dengan penyuluh maupun
dengan orang tua. Responden pun sebagian besar merasakan sangat mudah dan
mudah dalam akses informasi teknologi pemasaran kepada pedagang.
sumber informasi dalam media audio visual dan media cetak sangat sedikit
dijadikan sebagai sumber informasi teknologi pertanian. Kurang dimanfaatkannya
sumber informasi dalam media cetak disebabkan di samping oleh tidak
terjangkaunya media tersebut sampai di tingkat petani juga karena dirasa kurang
praktis bagi responden yang tidak lulus Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah
mengikuti pendidikan formal. Sebagian besar (di atas 85%) responden


menyatakan bahwa sumber informasi pertanian dalam media cetak belum / tidak
cukup tersedia dan belum ada sampai di tingkat pedesaan.

Gambar Rataan Sebaran Responden
Berdasarkan Sumber Informasi Interpersonal untuk Informasi Teknologi
Pemasaran Hasil Pertanian di Lima Kabupaten, Indonesia, 2004.
Sumber informasi dalam audio visual hanya terbatas pada radio dan televisi yang
sudah banyak tersedia di tingkat petani meskipun tingkat pemanfaatannya sebagai
sumber informasi pertanian masih sangat sedikit. Radio dan televisi yang dimiliki
petani, sebagian besar hanya digunakan sebagai sarana hiburan. Kurang
dimanfaatkannya radio dan televisi sebagai sumber informasi pertanian
disebabkan media tersebut kurang atau bahkan tidak pernah memberikan
informasi pertanian serta responden tidak mengetahui adanya informasi pertanian
yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan usahataninya. Hal ini kita sadari bahwa
saat ini sebagian besar stasiun televisi dan radio belum atau tidak memberikan
siaran khusus untuk mendukung pertanian dan pembangunan pedesaan.
Beberapa petani juga menyatakan bahwa informasi yang berasal dari
media radio sulit dipahami karena sifatnya yang satu arah dan selintas. Untuk di
kabupaten tertentu yang kondisi sosial ekonominya sangat minim sebagian besar

(di atas 70%) untuk Ende dan di atas 50% untuk Donggala menyatakan belum
memiliki pesawat televisi maupun radio. Adapun untuk di tiga kabupaten lainnya,
sekitar 30% responden menyatakan tidak memiliki pesawat televisi atau radio.
Institusi pemerintah (BPPT-LIPI dengan Warintek-nya dan Deptan),
maupun lembaga swasta yang berkaitan dengan layanan informasi pertanian telah
mendiseminasikan informasi pertanian melalui media elektronis berupa website
yang dapat diakses secara online melalui internet maupun dalam media CD dan
VCD. Melalui media ini, sumber informasi pertanian diharapkan dapat
menyebarkan informasi pertanian yang dimilikinya secara cepat dan luas tanpa
hambatan geografis dan tidak mengenal out off print. Namun demikian, untuk
jenis sumber informasi yang dikemas dalam media VCD/CD dan internet,
sebagian besar petani masih merasa asing dan tidak mengetahui apabila ada
informasi pertanian yang dikemas dalam media tersebut. Media ini belum
memasyarakat di tingkat petani karena masih dianggap terlalu canggih
(sophisticated).
Upaya mempercepat arus informasi teknologi pertanian melalui media
elektronis dalam media VCD/CD, dan internet akan lebih sesuai untuk pengguna
antara (petugas dinas pertanian atau penyuluh pertanian) bukan untuk petani
langsung. Hal ini disebabkan oleh masih dibutuhkannya prasyarat tertentu untuk
dapat dimanfaatkannya sumber informasi ini, misalnya peralatan komputer dan
tersedianya jaringan untuk memfasilitasi koneksi kesumber informasi melalui
akses online. Di beberapa kabupaten bahkan instalasi listrik pun masih juga

menjadi salah satu faktor penghambat dalam operasionalisasi perangkat
elektronis.
Sumber informasi teknologi pertanian yang dikemas dengan media VCD
masih memungkinkan untuk disampaikan langsung ke petani, karena alat ini
sudah mulai tersedia di tingkat petani di seluruh kabupaten, meskipun dengan
jumlah yang relatif masih sangat terbatas.
2.3 Alternatif Model Peningkatan Akses Informasi Pertanian
Berdasarkan hasil studi pendasaran, sumber informasi melalui media
interpersonal masih mendominasi petani dalam mendapatkan informasi teknologi
pertanian. Namun demikian, dari segi efisiensi penyebaran inovasi pertanian,
media interpersonal akan membutuhkan biaya dan waktu yang cukup tinggi. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kualitas informasi pertanian yang sampai kepada
petani perlu dirumuskan model peningkatan akses petani terhadap informasi
pertanian dengan mengoptimalkan dan menggabungkan media informasi yang
biasa dimanfaatkan oleh petani dengan teknologi informasi dan komunikasi
modern.
Alternatif model peningkatan akses informasi yang ditawarkan adalah
model intermediate akses. Intermediate akses dengan media komunikasi melalui
beberapa tahapan (multi-step flow communication) merupakan strategi yang
dirasa cukup ideal untuk mempercepat proses peningkatan akses petani terhadap
informasi pertanian. Fasilitator dari Lembaga Swadaya Masyarakat, petugas
penyuluh pertanian di kabupaten maupun kecamatan, operator pusat informasi

pertanian di tingkat kabupaten, petugas pelayanan informasi pertanian, kontak tani
andalan dapat bertindak sebagai pengguna antara (intermediaries users) untuk
menjembatani petani dalam akses informasi pertanian. Intermediate akses ini
cukup efisien, mengingat keterbatasan petani dari segi ekonomi, pengetahuan, dan
letak geografi tidak memungkinkan petani dapat langsung akses informasi yang
dibutuhkan tanpa dibantu oleh fasilitator. Secara fungsional, mekanisme
peningkatan akses informasi teknologi pertanian sampai di tingkat petani
disinergikan dengan kegiatan diseminasi informasi teknologi pertanian (dalam
bentuk pengetahuan, produk, maupun layanan informasi) dari berbagai institusi
pemerintah (Badan Litbang Pertanian melalui PUSTAKA dan BPTP) maupun non
pemerintahan, media, dan aktivitas kelembagaan potensial daerah yang
mendukung pembangunan pertanian.
Dalam strategi diseminasi sistem informasi pertanian untuk peningkatan
akses petani terhadap informasi teknologi pertanian, terdapat tiga tahapan utama
dengan asumsi pusat informasi pertanian di tingkat kabupaten dapat operasional
secara optimal. Tahap pertama, pengguna dan pengguna antara (operator,
penyuluh, fasilitator) dapat akses informasi pertanian dari berbagai media yang
tersedia di pusat informasi pertanian, baik secara elektronis (online dan offline)
maupun tercetak. Pada tahap kedua, informasi yang telah diperoleh dilakukan
proses: pengelolaan, perakitan kembali, dan penyederhanaan ke dalam bentuk
yang mudah diterima oleh pengguna sesuai dengan karakteristik pengguna (user
friendly) dengan biaya yang murah. Untuk mendukung ketersediaan informasi
tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, institusi terkait Deptan

(khususnya Badan Litbang Pertanian, melalui PUSTAKA dan BPTP) dan luar
Departemen Pertanian akan mendukung kegiatan ini. Pada tahap ketiga,
diharapkan informasi yang telah dikemas dalam berbagai media dapat disebarkan
ke pengguna melalui kombinasi dari media terbaru (digital media), konvensional,
termasuk media tradisional yang populer di tingkat masyarakat. Pada tahap ini
diharapkan peran petugas dari LSM (fasilitator) dapat bersinergi dengan tokoh
masyarakat untuk mendukung operasionalisasi diseminasi informasi pertanian
(siaran radio, telepon seluler, papan pengumuman desa, media personal) sampai di
tingkat petani. Seluuruh media potensial yang mampu menjangkau pengguna
(siaran radio, telepon seluler, papan pengumumam desa, dan media personal)
sampai di tingkat desa perlu dioptimalkan untuk mempercepat diseminasi
informasi pertanian.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan dalam mengelola usahataninya. Gagasan tersebut yang
melandasi konsep sistem pengetahuan dan informasi pertanian atau agricultural
knowledge and information system (AKIS) yang dirumuskan sebagai:
peningkatan keserasian antar pengetahuan, lingkungan, dan teknologi yang
diperlukan melalui sinergi dari berbagai pelaku, jejaring kerja, dan lembaga yang
akan menciptakan proses kesinambungan dalam transformasi, transmisi,
dokumentasi (documentation), pencarian informasi (search), pemanggilan
(retrieval), integrasi, difusi, serta pemanfaatan bersama (sharing) inovasi.

Kemudahan dalam akses informasi teknologi pertanian dari sumber
informasi yang digunakan juga merupakan faktor tingginya pemanfaatan sumber
informasi dari sesama petani, orang tua, dan petugas penyuluh lapangan oleh
petani. Sebagian besar (90%) petani merasakan sangat mudah dan mudah dalam
memperoleh informasi teknologi pertanian dari petani lainnya dan orang tua.
Dimana seluruh (100%) responden (petani) menyatakan bahwa petani lain
merupakan sumber informasi utama untuk membantu kegiatan usahataninya
dengan sekitar 95% di antaranya menyatakan sangat mudah dan mudah dalam
akses sumber informasi ke petani lain dibandingkan dengan penyuluh, distributor
sarana produksi, dan pedagang.
3.2 Saran
sumber informasi melalui media interpersonal masih mendominasi petani
dalam mendapatkan informasi teknologi pertanian. Namun demikian, dari segi
efisiensi penyebaran inovasi pertanian, media interpersonal akan membutuhkan
biaya dan waktu yang cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas
informasi pertanian yang sampai kepada petani perlu dirumuskan model
peningkatan akses petani terhadap informasi pertanian dengan mengoptimalkan
dan menggabungkan media informasi yang biasa dimanfaatkan oleh petani dengan
teknologi informasi dan komunikasi modern.

Daftar Pustaka
Damanik, Rikson. “Alternatif Model Diseminasi Informasi Teknologi
Pertanian”.

(online)

http://Alternatif

Model

Diseminasi

Informasi

Teknologi Pertanian _ KumpulanArtikel Online.html. Diakses 19
November 2013