LaporanAwal Recomndasi PMB ITB REV2

  

LAPORAN KAJIAN DAN SURVEY AWAL

PASCA GEMPABUMI TASIK JAWA BARAT

2 SEPTEMBER 2009

  

Disiapkan Oleh:

Satuan Tugas Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat

Pusat Mitigasi Bencana

  • – Institut Teknologi Bandung

  

LPPM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

  

September, 2009

  

LAPORAN KAJIAN DAN SURVEY AWAL

PASCA GEMPABUMI TASIK JAWA BARAT

2 SEPTEMBER 2009

  

Tim Penyusun:

Dr. Ir. I Wayan Sengara

Dr. Ir. F.X. Toha

  

Dr. Ir. Made Suarjana

Dr. Ir. Ridolva

Dr. Ir. Dyah Kusumastuti

Dr. Imam Sadisun

  

Dr. Afnimar

Km. Abuhuroyroh, ST

LPPM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

  

September 2009

  

DAFTAR ISI

1.1. L ATAR B ELAKANG .................................................................... E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  

  5.2. R EKOMENDASI

  

5.1. K ESIMPULAN ............................................................................. E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  

  

  

  2 S EPTEMPER 2009 ............................................................... E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  I NVESTIGASI P ASCA B ENCANA G EMPA T ASIKMALAYA

  3.5. R EKAPITULASI R APID A SSESMENT P ADA

  

  

  

  

  

  

  

  1.2. T UJUAN S URVEY R EKONESANS

  

  3.2.1. Rekahan Tanah ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

  

3.2. P ERMASALAHAN G EOTEKNIK .................................................... E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  ....................................................................................... E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  3.1. U MUM

  

  2.1.4. Atenuasi dan Zonasi Gempa Tasikmalaya 2 September 2009 .. Error! Bookmark not defined.

  2.1.3. Zonasi Gempa Jawa Barat ........................................................ Error! Bookmark not defined.

  2.1.2. Sejarah Kegempaan Pulau Jawa .............................................. Error! Bookmark not defined.

  2.1.1. Tektonik Setting Wilayah Pulau Jawa dan Sejarah Kegempaan .............Error! Bookmark not defined.

  

2.1. T ECTONIC S ETTING DAN S EJARAH K EGEMPAAN J AWA B ARAT .. E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  

KAJIAN AWAL GEMPABUMI .............................................. ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

  1.3. L INGKUP S URVEY R EKONESANS ................................................ E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  ................................................. E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  ........................................................................... E RROR ! B OOKMARK NOT DEFINED .

  

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Pada tanggal 2 September 2009, pukul 07:55:01 (UTC) atau pukul 14:55:01 (WIB) waktu setempat, telah terjadi gempabumi besar dengan moment magnitude Mw = 7.0 dengan kedalaman 49.9 km pada posisi 7.777°S, 107.326°E (Sumber : USGS). Gempabumi ini mengakibatkan kerusakan berbagai prasarana dan sarana fisik serta sekitar 74 orang korban jiwa manusia di Propinsi Jawa Barat.. Kerusakan bangunan secara umum yang teramati di daerah survey (Kabupaten Tasikmalaya dan Pangalengan) bervariasi dari kerusakan ringan, keruskan parah, sampai runtuh. Bangunan- bangunan sekolah, kantor pemerintah, rumah sakit/puskesmas, dan perumahan juga banyak yang mengalami kerusakan parah. Prasarana jalan, jembatan, tanggul, instalasi listrik dan telepon diidentifikasi masih dalam kondisi baik dan beberapa hanya mengalami kerusakan ringan.

Gambar 1.1. Epicenter Gempa Tasik 2 September 2009

  Institut Teknologi Bandung memiliki ahli-ahli di bidang bencana alam seperti kegempaan dan tsunami perlu memberikan suatu kontribusi untuk rehabilitasi serta rekonstruksi pasca bencana Jawa Barat. Sebagai bagian dari program kerja ITB untuk memberikan suatu masukan-masukan atau rekomendasi teknis untuk tahapan rehabilitas dan rekonstruksi, kajain awal mengenai kejadian gempa Tasik dan survey awal identifikasi cepat kerusakan bangunan telah dilakukan. Pada tanggal 3 September 2009, kami melakukan survey awal ke daerah Pangelengan dan pada tanggal 5-7 September 2009 telah dilakukan survey ke Kabupaten Tasikmalaya. Team dari ITB telah melakukan suatu kajian-kajian awal, pengumpulan data-data serta survey ke daerah bencana untuk melakukan pengamatan langsung secara visual dampak-dampak dari gempa yang terjadi. Kajain-kajian awal dan survey ini dilakukan untuk dapat memberikan suatu rekomendasi-rekomendasi teknis serta langkah-langkah yang tepat untuk dilakukan selanjutnya dalam rangka pemulihan (recovery), fase pembangunan kembali (rekonstruksi), serta pada jangka panjangnya fase pencegahan (prevention), mitigasi (mitigation) dan kesiapan (preparedness).

  1.2. Tujuan Kajian dan Survey Awal

  Hasil yang diharapkan dari kajian dan survey awal gempabumi dan keluaran-keluarannya adalah sebagai berikut: a. Melakukan kajian singkat dan survey awal (investigasi lapangan pasca bencana) untuk mengkaji pengaruh dari besaran gempa yang terjadi serta mengidentifikasi kerusakan bangunan-bangunan dan sarana prasarana akibat gempa. Bangunan-bangunan kritis menjadi prioritas dalam survey awal ini yakni seperti bangunan-bangunan fasilias kesehatan (Puskesmas), sekolah, tempat ibadah (masjid), dan bangunan/sarana umum lainnya. Selain itu, juga untuk melakukan survey kerusakan bangunan rumah penduduk. Pada umumnya setelah pasca bencana gempa, ruangan-ruangan tempat ibadah dan juga sekolah tidak digunakan, umumnya sekolah akan diliburkan beberapa hari. Pada saat aktivitas sekolah (kegiatan belajar mengajar) dimulai kembali, aktivitas tersebut diadakan di tempat-tempat yang dianggap aman.

  b. Melakukan kaji cepat kelayakan bangunan pasca bencana gempa (rapid assessment) untuk meyakinkan para pihak terkait. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengelompokan bangunan-bangunan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni: o

  Aman: Bangunan yang bisa digunakan langsung (layak huni). o

  Pemakaian Terbatas: Bangunan yang masih bisa digunakan (layak huni) setelah dilakukan perbaikan non-struktural. o

  Tidak Aman: Bangunan yang tidak bisa digunakan kembali/tidak layak huni (rusak berat/rubuh) atau bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan perbaikan struktural.

  c. Hasil dari investigasi lapangan dan kajian ini diharapkan akan dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi teknis untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah di bencana yang mengalami kerusakan.

  1.3. Lingkup Survey Awal

  Survey Awal (investigasi lapangan) tersebut dilakukan melalui kegiatan pengumpulan data dan kajian sebagai berikut: Kajian gempabumi, yaitu memberikan analisis gempa bumi yang terjadi dengan 1. pengumpulan data-data : o

  Kondisi geologi o Kondisi Kegempaan (seismisitas dan mekanisme fokus) o Kondisi geoteknik lokal dan liquefaction o Kondisi kerusakan bangunan dan infrastruktur akibat gempa. Melakukan kaji cepat kelayakan bangunan pasca bencana gempa (rapid assessment) untuk 2. meyakinkan para pihak terkait. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengelompokan bangunan-bangunan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:

  (a) Aman: Bangunan yang bisa digunakan langsung. (diberi sticker warna HIJAU) (b) - Pemakaian Terbatas: Bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan perbaikan non-struktural. (diberi sticker warna KUNING Type-1 )

  • Pemakaian Terbatas: Bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan perbaikan struktural. (diberi sticker warna KUNING Type-2 )

  (c) Tidak Aman: Bangunan yang tidak bisa digunakan kembali (rusak berat/rubuh) atau bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan perbaikan struktural. (diberi sticker warna warna MERAH)

  Hasil dari investigasi lapangan dan kajian ini diharapkan akan dapat memberikan 3. rekomendasi-rekomendasi teknis untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah di Kabupaten Tasikmalaya yang mengalami kerusakan.

4. Memberikan rekomendasi mengenai upaya yang harus dilakukan baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

KAJIAN AWAL GEMPABUMI

2.1. Tectonic Setting dan Sejarah Kegempaan Jawa Barat

2.1.1. Tektonik Setting Wilayah Pulau Jawa dan Sejarah Kegempaan

  Kepulauan Indonesia merupakan tempat pertemuan empat lempeng tektonik yaitu :Lempeng Eurasia, Indian-Australian, Pacific dan lempeng Philippine. Interaksi dari lempeng-lempeng ini berpengaruh pada kondisi seismo-tektonik wilayah Indonesia. Jalur penunjaman Lempeng Indian-Australian bergerak ke arah utara relatif terhadap lempeng Eurasia, sementara Lempeng Pasific bergerak ke arah barat relatif terhadap lempeng Indian-Australian dan Eurasia. Beberapa mekanisme subduksi dan mekanisme patahan permukaan terjadi di wilayah Indonesia.

  

Sunda Arc adalah salah satu zone gempa yang paling aktif di Indonesia, yang terbentang

sekitar 5600 km antara Kepulauan Andaman di barat laut dan Band Arc di Timur. Pulau

itu terbentuk dari pertemuan dan subduksi Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia

dan Lempeng Pasifik. Arah pergerakan lempeng antara Asia Tenggara dan lempeng

Indo-Australia diperkirakan sekitar utara-selatan dengan kecepatan pergerakan adalah

sekitar 7.7 cm/tahun (DeMets et.al, 1990). Berdasarkan perkiraan arah pergerakan

lempeng dan fakta geologis, pergerakan relatifnya adalah normal terhadap busur di

Pulau Jawa dan memiliki sudut miring di dekat Sumatera dimana komponen pergerakan

paralel terhadap busur diakomodasi sepanjang sistem strike-slip fault Sumatera (Fitch,

1972).

  

Selat Sunda merupakan daerah transisi dari segmen lajur benturan normal di Jawa ke

zona benturan miring di Sumatera. Daerah ini sangat terbebani oleh perubahan pola

sesar mendatar yang lebih cepat ke arah Andaman, ke gerak normal di Jawa. Oleh

karena itu daerah ini berkecenderungan bentangan dan perluasan Selat Sunda, lebih

didominasi oleh suatu deformasi lokal seperti diantaranya gerak graben dan sejumlah

patahan normal. Lajur kemiringan gempa mencapai 350 km dan kesenjangan terjadi

pada kedalaman 200 km (Kertapati, 1987, Gambar 2.1). Maksimum magnitude gempa

(Mmax) dari aktifitas penunjaman di Selat Sunda mencapai 7.9, pada kedalaman 80 km

(Vera Schlindwein, 2003).

Di daerah Jawa Barat dan di daerah Jawa Timur penunjaman Lempengan Samudera

Hindia- Australia relatif tegak lurus terhadap Lempengan Eurasia dengan kecepatan

lebih rendah daripada dibagian Sumatera yaitu hanya sekitar 60 mm/tahun dan 49

mm/tahun (Katili, 1973), mengakibatkan di Jawa lebih berkembang pola sesar-sesar

normal dan naik sejajar busur pulau. Maksimum magnitudo gempa dalam sistem

penunjaman di daerah ini mencapai 8,0 dengan perioda ulang sekitar 181 tahun (Haresh

& Boen, 1996).

Gempabumi dangkal dalam zona penunjaman lempeng samudera ini terjadi di daerah

tepian parit yang dikenal sebagai trench slope break, dan mekanisme gempabuminya

sangat berhubungan dengan patahan normal yang berkembang dalam zona patahan naik

  

akibat tegasan tensional yang dihasilkan oleh penukikan lempeng kerak samudera. Di

daerah tersebut berkembang gerakan vertikal. Gerakan pengangkatan ini berupa naiknya

daratan yang dinyatakan dengan adanya undak-undak pantai, terangkatnya terumbu-

terumbu koral sebagai manifestasi dari pengangkatan Kuarter (Quarter Uplift). Juga

ada beberapa gempabumi besar dari mekanisme yang disebabkan oleh sobekan

lempeng kerakbumi yang dikenal sebagai hinge

  • –faulting (Isacks drr., 1969 dan Kanamori 1971).

  

Lajur kegempaan menerus sampai 700 km dan kesenjangan gempabumi terjadi pada

kedalaman 300 km dan 500 km (Kertapati, 1987).

Gambar 2.1. Model penampang hiposentrum gempa, terlihat mulai dari penampang model

  Surabaya terus ke timur (Bali), mulai muncul hunjaman balik dari aktivitas gempa akibat kegiatan sesar busur belakang (Kertapati, 1987).

  

Hunjaman lempeng kerakbumi di daerah Nusa Tenggara Barat - Timur dimulai sejak 3

juta tahun lalu (Bowin, 1980). Karakteristik lajur hunjaman di daerah ini lebih menukik

(Vera Schlindwein, 2003) dengan frekuensi kejadian gempabumi dangkal semakin

berkurang (Cardwell dan Isack, 1978) dan umur hunjaman Lempengan Samudera

Hindia

  • – Australia relatif lebih muda apabila diperbandingkan dengan segmen disebelah Barat.

    Akibat dari hunjaman lempengan ini, di laut Flores, yaitu di sebelah utara Pulau Flores,

    terjadi hunjaman balik yang terjadi didalam busur kepulauan sehingga menimbulkan

    sesar naik. Silver E.A.,dan D.Reed, R.McCaffrey (1983) menyebutnya sebagai Sesar

    Busur Belakang Flores dan sesar ini cenderung menerus ke Barat di utara Jawa

    (McCafrey, dalam Crouse 1992). Hunjaman balik tersebut, terjadi akibat tegasan/gaya-

    gaya kompresi serta adanya intrusi magma panas sehingga menimbulkan kelemahan

  

kerakbumi yang mudah melentur (Fitch, T.J. & Molnar, P., 1970; Silver, D. Reed &

McCaffrey, 1983). Dan gempabumi yang terjadi di daerah ini cenderung menunjukan

dari suatu mekanisme sesar naik (McCaffrey, unpublished data, 1983).

  

Gambar 2.2: Tatanan Tektonik Indonesia dengan arah dan kecepatan gerak

  lempeng Samudera Indo-Australia dan Samudera Pasifik (Engkon K Kertapati , modifikasi dari beberapa sumber)

Gambar 2.3. Gempabumi besar dengan hiposentrum dangkal (M≥7.5) pada abad

  ke 20, sepanjang Busur Sunda (Kelleher and McCann, 1976). Catatan kesenjangan aktivitas gempa untuk gempa besar terletak diposisi 106 -122 E. Daerah ini tidak memiliki sejarah gempabumi dahsyat (McCann, W.et.al., 1978)

2.1.2. Sejarah Kegempaan Pulau Jawa

  

Rekaman gempa-gempa besar yang pernah terjadi dilaporkan berasal dari zona sumber

subduksi di sepanjang Pulau Jawa. Gempa besar ini antara lain Gempabumi Banten, 27

Febuari 1903, Mw = 8.1.

  Pemetaan gempa-gempa merusak untuk Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara ditunjukkan seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 : Hubungan Struktur seismogenik dengan historik gempa merusak wilayah

  Sumatra, Jawa dan Nuas Tenggara

Gambar 2.5. Gempa Di Sekitar Jawa Barat (Sumber: USGS)

  Di daerah Jawa Barat dan di daerah Jawa Timur penunjaman Lempengan Samudera Hindia- Australia relatif tegak lurus terhadap Lempengan Eurasia dengan kecepatan lebih rendah daripada dibagian Sumatera yaitu hanya sekitar 60 mm/tahun dan 49 mm/tahun (Katili, 1973)

Gambar 2.4 memperlihatkan ringkasan kejadian gempa-gempa besar di Pulau Jawa, danGambar 2.5 menunjukkan kegempaan di sekitar Jawa Barat. Dari data-data ini kegempaan di

  Pulau Jawa dipengaruhi dari aktivitas zona subduksi (benioff dan megathrust) dan zona patahan dangkal pulau jawa antara lain : Cimandiri fault, Lembang Fault dan Opak Fault.

  2.1.3. Zonasi Gempa Jawa Barat

  Perlu diuraikan disini bahwa berdasarkan zonasi kegempaan Indonesia (SNI-1726, 2002), di sepanjang pantai Pulau Jawa diklasifikasikan sebagai zona 4 sampai 5 dengan PBA (Peak Baserock Acceleration) berkisar 0.2 sampai 0.3g untuk periode ulang 500 tahun atau 10 % kemungkinannya terlewati dalam kurun waktu 50 tahun, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Peta Wilayah gempabumi Indonesia (SNI 1726-2002)

  Mengacu kepada Peta Wilayah Gempabumi Indonesia SNI 1726-2002 tersebut, secara umum nilai percepatan gempa di batuan dasar di Jawa Barat dipengaruhi oleh sumber gempa subduksi Megathrust dan Benioff, serta patahan-patahan dangkal di daerah Jawa Barat. Kejadian gempabumi 2 September 2009 bersumber dari Subduksi Megathrust Segmen Jawa Barat.

  2.1.4. Atenuasi dan Zonasi Gempa Tasik 2 September 2009

Hypocenter gempa Tasik 2 September 2009 diplot dalam sebaran gempa-gempa Jawa

Barat pada Gambar 2.7 di bawah ini. Demikian pula potongan pada zona subduksinya

ditunjukkan pada Gambar 2.8 untuk melihat asosiasi pusat gempa dengan zona subduksi

tersebut. Informasi ini diperlukan juga untuk mengevaluasi mekanisme gempa dalam

kaitannya dengan atenuasi atau sebaran getaran dari pusat gempa ke daerah-daerah di

Jawa Barat. Selanjutnya dilakukan analisis atenuasi dan sebaran besarnya getaran

gempa pada batuan dasar dan perkiraan pada batuan dasar di daerah Jawa Barat

disajikan.

Gambar 2.7. Hypocenter Gempa Tasik 2 September 2009Gambar 2.8. Potongan 1-

  1’ Lokasi Hypocenter Gempa Tasik 2 September 2009

  Atenuasi dari Penjalaran Gelombang Seismik Secara Deterministik

  Untuk memperkirakan besarnya nilai percepatan gempa puncak di batuan dasar (peak baserock acceleration, PBA) di Jawa Barat, suatu analisis atenuasi dari gelombang gempa perlu dilakukan dimana fungsi attenuasi tersebut memiliki kecocokan dengan kondisi kegempaan sumber gempa Tasik. Gempa ini termasuk type dari sumber gempa subduksi megathrust interface, Oleh karena itu, fungsi-fungsi atenuasi yang merepresentasikan sumber gempa yang mirip perlu digunakan.

  Suatu fungsi atenuasi mengkorelasikan intensitas gempa dengan perpindahan tanah local (I), magnitude (M) and jarak (R) dari suatu sumber gempa di dalam suatu areal sumber gempa. Beberapa fungsi atenuasi gempa telah dipublikasikan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan pencatatan gempa-gempa yang pernah terjadi. Fungsi ini secara spesifik memberikan hubungan antara parameter-parameter gempa seperti sumber gempa dan kondisi- kondisi geologi local. Secara umum, suatu fungsi atenuasi tergantung dari faktor-faktor berikut ini:

   Type mekanisme sumber gempa  Jarak epicenter  Kondisi kerak bumi di mana gelombang gempa menjalar  Kondisi geologi lokal di sekitar areal sumber gempa Rumus atenuasi yang diturunkan dari data gempa suatu areal tertentu, belum tentu bisa diaplikasikan untuk areal yang lain meskipun keduanya terletak pada suatu setting tektonik yang sama. Untuk gempa Jawa Barat 2 September 2009, berhubung dengan tidak adanya fungsi atenuasi yang diturunkan dari sumber gempa di daerah ini, maka fungsi atenuasi yang dipertimbangkan mewakili kondisi tektonik sumber gempa Tasik digunakan dalam analisis ini adalah fungsi attenuasi Yo ung’s Interface (1997) dan Crouse (1991) untuk merepresentasikan mekanisme sumber gempa subduksi Tasik tersebut.

  Fungsi Attenuasi Young’s Interface (1997) Youngs et al. (1997)

  3 0.554M

ln (y) = 0.2418 + 1.414 .M + C + C (10 + C ln(r + 1.7818e ) + 0.00607.H

  1

  2 3 rup

  • – M)
    • 0.3846.Z T

  Dimana : Y = Percepatan Puncak (g) M = Momen Magnitude R = Jarak terdekat dari lokasi rupture dalam Km H = Kedalaman Dalam Km Zt = variable ( 0 jika gempa interface, dan 1 untuk gempa intraslab ) Hasil analisis atenuasi kejadian gempa Tasik didapatkan sebaran nilai-nilai percepatan getaran gempa di batuan dasar (PBA) untuk lokasi 0 km < R < 300 km di daerah Jawab Barat dan sikitarnya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.9 Distribusi besarnya getaran gempa di batuan dasar (PBA) akibat gempa Jawa Barat

  2 September 2009 Besarnya percepatan/getaran gempa di permukaan tanah akan sangat tergantung dari kondisi geologi dan geoteknik lokal yang dapat mengamplifikasi getaran gempa dari batuan dasar ke permukaan tanah. Lapisan tanah keras akan mengamplifikasi getaran gempa di batuan dasar relatif kecil. Sedangkan pada kawasan dengan klasifikasi tanah lunak akan ada amplifikasi getaran gempa dari batuan batuan dasar ke permukaan tanah yang tinggi, dan akan makin tinggi amplifikasi yang terjadi pada getaran gempa dengan percepatan yang rendah. Pada kawasan dengan klasifikasi tanah lunak, Suatu tingkat percepatan yang rendah di bawah 0.05g dapat mengampifikasi getaran gempa dari batuan dasar ke permukaan tanah sampai 3-4 kali. Kawasan Jakarta Utara dan kawasan Cekungan Bandung misalnya tergolong dalam klasifikasi Lunak, oleh karena pada kawasan ini diperkirakan terjadi amplifikasi getaran gempa sampai 3 kali dari nilai PBA yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Khusus untuk kawasan Bandung Selatan dan Jakarta Utara dengan klasifikasi site Lunak dan juga daerah-daerah lain yang klasifikasi site nya tergolong Lunak, diprediksi bahwa tingkat getaran gempa di permukaan tanah lebih tinggi.

SURVEY REKONESANS

3.1. Umum

  Pada tanggal 2 September 2009, pukul 07:55:01 (UTC) atau pukul 14:55:01 (WIB) waktu setempat, telah terjadi gempabumi besar dengan moment magnitude Mw = 7.0 dengan kedalaman 49.9 km pada posisi 7.777°S, 107.326°E (Sumber : USGS). Di Propinsi Jawa Barat Gempabumi ini mengakibatkan kerusakan berbagai prasarana dan sarana fisik serta sekitar 79 orang meninggal dunia, 21 orang hilang, 1254 orang luka-luka, dan 210.292 orang diungsikan 1 yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, yaitu sebanyak 142.577 orang.

  Survey Rekonesan yang dilakukan oleh Satgas ITB, dimana Satgas Teknis mengkaji fenomena- fenomena yang terjadi akibat gempa. Kegiatan Satgas Teknik berkonsentrasi kepada kegiatan rapid assessment terhadap bangunan-bangunan fasilitas umum dan sosial yang dianggap kritis seperti misalnya tempat ibadah, sekolah, dan rumah sakit atau puskemas. Selain itu, Satgas Teknik berusaha untuk menginventarisis jenis kerusakan dan penyebab kerusakan pada bangunan, bangunan engineered, dan bangunan infrastruktur lainnya.

  Survey awal pengamatan visual pada tanggal 3 September dilakukan ke daerah Pangalengan oleh Dr. I Wayan Sengara. Pada pengamatan lapangan ini ditemukan adanya retakan-retakan tanah pada lereng-lereng dan baru jalan menuju Pangalengan. Di Pangalengan sendiri diidentifikasi banyak bangunan rumah penduduk yang mangalami kerusakan dari ringan sampai berat, serta cukup banyak yang rubuh. Selanjutnya, Tim Satgas yang lebih besar terdiri atas Dr. I Wayan Sengara, Dr. F.X. Toha, Dr. Made Suarjana, Dr. Dyah Kusumastuti, Dr. Ridolva, Km.Abuhuroyroh, ST, serta 5 mahasiswa

  ITB Teknik Sipil yaitu : Dwi, Nabila, Ikhsan, Remon, dan Faisal. Tim Satgas berangkat ke Kabupaten Tasikmalaya pada hari Sabtu pagi, tanggal 5 September 2009. Sebelum keberangkatan ke lokasi – lokasi spesifik terjadinya bencana, tim satgas berkoordinasi terlebih dahulu dengan Asisten Daerah I, Kepala Dinas PU, dan Kepala Dinas Pertambangan mengenai lokasi kritis yang diprioritaskan untuk diperiksa, khususnya adalah daerah kritis yang terkena pengaruh gempa. Secara umum, kegiatan Tim Satgas selama di Tasik antara lain:

   Sesampai di Tasikmalaya, tim satgas ITB berkunjung ke kantor Balai Kota Tasik untuk berkordinasi mengenai tujuan kedatangan tim Satgas ITB serta perizinan menuju wilayah – wilayah yang terkena dampak gempa bumi tasik.  Setelah melakukan kordinasi di Balai Kota, tim Satgas ITB langsung menuju kantor

  Kabupaten Tasikmalaya untuk melakukan kordinasi lebih lanjut dan meminta pengarahan ke beberapa lokasi yang kritis. Disampaikan 3 (tiga) lokasi yang memerlukan dukungan survey dan rekomendasi teknis, yaitu: Kecamatan Sukahening, di mana ditemukan adanya Semburan Lumpur), Rekahan Gunung Galungung, dan Kecamatan Cigalontang, di mana banyak rumah penduduk yang mengalami keruntuhan dan rusak berat. 1  Untuk mengefisienkan proses invetigasi dengan lokasi yang tersebar maka selanjutnya

  www.tvone.co.id tim Satgas ITB dibagi menjadi dua team, satu team yang terdiri dari ahli Geoteknik, Struktur dan beberapa asisten mahasisawa ( Dr. Wayan Sengara, Dr. FX. Toha, Dr. Made Suarjana, Dr, Dyah Kusumastuti, Dr. Ridolva, Km. Abuhuroyroh, Ikhsan dan Faisal ) dan tim kedua yang terdiri dari ahli geologi dan beberapa asisten mahasiswa ( Dr. Imam Sadisun, Dr. Afnimar, Dwi, Nabila ).

   Team pertama dipandu oleh bapak Ade Setiadi (Dinas Pertambangan) menuju ke daerah Sukahening dimana terjadi proses Semburan Lumpur dingin dari dalam bumi. Team kedua dipandu oleh warga setempat menuju ke Rekahan Kawah Galunggung, dan selanjutnya secara bersama – sama kedua tim Satgas bertemu kembali di lokasi kritis ke tiga yaitu di Kecamatan Cigalontang.

   Hari kedua survey pada tanggal 6 September 2009, tim yang terdiri dari mahasiswa melanjutkan survey ke daerah kerusakan akibat gempa di kecamatan Sodong Hilir. Pada kecamatan Sodong Hilir terdapat 12 desa yang terkena dampak gempa, dan survey dilakukan ke Desa Sodong Hilir dan Desa Raksa Jaya. Setibanya di kecamatan Sodong Hilir, tim survey berkoordinasi terlebih dahulu dengan camat Sodong Hilir.

   Hari ketiga survey pada tanggal 7 September 2009, survey dimulai dengan berkoordinasi dengan pihak dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu Bpk. Pepen. Beliau bersama Bpk. Atep dari dinas Pertambangan. Survei dilakukan ke daerah rekahan tanah di Desa Taraju, Kecamatan Taraju dan Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang. Setelah melakukan survei tim mendatangi Kantor Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya untuk memberikan laporan kegiatan yang telah dilaksanakan selama tiga hari.

  Gempabumi Tasik menimbulkan goncangan tanah (ground shaking) yang telah menyebabkan dampak yang bersifat destruktif baik terhadap bangunan maupun infrastruktur bangunan. Beberapa jenis dampak yang ditimbulkannya goncangan gempa yang teramati antara lain:  Keretakan tanah dan potensi kelongsoran.

   Semburan lumpur dingin  Kerusakan bangunan. Dampak gempabumi lainnya seperti kerusakan infrastruktur jalan, jaringan telpon, listrik, dan air minum relatif kecil tingkat kerusakannya, walau di beberapa lokasi listrik mengalami pemadaman pada saat survey. Sedangkan kejadian likuifaksi, berdasarkan hasil pengamantan, tidak teridentifikasi di lapangan karena daerah yang mengalami kerusakan merupakan daerah pegunungan dan secara umum lapisan tanah permukaan merupakan lempung atau lanau.

3.2. Permasalahan Geoteknik

3.2.1. Rekahan Tanah dan Potensi Kelongsoran

  Keretakan tanah diidentifikasi pada beberapa ruas jalan menuju Pangalengan seperti ditunjukkan pada Gambar di bawah ini. Selain itu, survey ke lokasi Kawah Galunggung juga telah diiedentifikasi adanya keretakan yang dikhawatirkan dapat membahayakan masyarakat. Secara umum, kondisi lereng pada bebarapa kawasan, khusunya pada bahu dan lereng jalan menuju Pangalengan dan daerah-daerah lainnya pasca kejadian gempa masih berpotensi untuk mengalami kelongsoran jika terjadi hujan karena adanya rekahan dibagian atas lereng akan mudah terinfiltrasi air dan menurunkan kapasitas tahanan geser dari lerengnya.

Gambar 3.1 Keretakan tanah dan potensi longsor di kawasan bahu dan lereng jalan dari Bandung menuju Pangalengan.

  Di kawasan Kabupaten Tasikmalaya ditemukan adanya rekahan tanah permukaan pada halaman dan rumah penduduk serta bangunan umum, retakan melintang pada badan jalan, yang mengindikasikan adanya zona patahan aktif. Rekahan tanah permukaan ini diamati terjadi di Kawah Gunung Galunggung, Kecamatan Taraju, dan Kecamatan Puspahiang. Rekahan tanah yang terjadi akibat gempabumi tersebut ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 (a) Rekahan tanah arah melintang pada tepi kawah Gunung GalunggungGambar 3.1 (b) Rekahan tanah arah memanjang pada tepi kawah Gunung GalunggungGambar 3.1 (c) Rekahan tanah di Desa Taraju, Kecamatan Taraju o o

  (Koordinat: S 07 27'40,6" & E 107 58'33,5" )

Gambar 3.1 (d) Rekahan tanah di Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang o o

  

(S 07 24'35,2" & E 107 59'12,8")

3.2.2. Kelongsoran Lereng dan Potensi Kelongsoran

  Kelongsoran lereng banyak diidentifikasi terjadi pada lereng-lereng yang cukup terjal di tepi jalan, dan juga lereng-lereng yang sangat dekat dengan rumah atau pemukiman penduduk. Secara umum, kondisi kelongsoran lereng pasca kejadian gempa masih berpotensi untuk mengalami kelongsoran susulan jika terjadi hujan karena banyak terdapat rekahan dibagian atas lereng yang mudah terinfiltrasi air dan menurunkan kapasitas tahanan geser dari lerengnya. Kelongsoran lereng terjadi di Desa Taraju, Kecamatan Taraju dan Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang, kelongsoran lereng terbanyak terjadi di dekat rumah penduduk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Kelongsoran lereng pada pemukiman warga Desa Taraju

  (S 07 o 27'42,9" & E 107 o 58'36,8")

  Hal yang dapat diamati pada lokasi ini adalah:  Rumah dan Bangunan umum dibangun pada daerah perbukitan sehingga mudah mengalami kelongsoran pada saat terjadi guncangan .

   Rumah dan Bangunan umum dibangun pada tanah yang  Adanya beberapa rumah yang berada di tebing yang curam, dimana beberapa lereng sudah mengalami kelongsoran permukaan akibat gempa.

Gambar 3.3 Kelongsoran lereng di sekitar pemukiman atau rumah penduduk yang sangat rentan meimbulkan kelongsoran susulan jika terjadi hujan di Desa Taraju

  o o

  

(S 07 27'42,9" & E 107 58'36,8")

  Permasalahan geoteknik lainnya yang diidentifikasi adalah permasalah kegagalan dinding penahan tanah yang rubuh/rusak karena tidak mampu menahan tegangan tambahan akibat gempa. Kegagalan dinding penahan tanah umumnya terjadi kerena strukturnya yang langsing atau berada pada lapisan tanah yang lunak seperti ditunjukan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Kegagalan dinding penahan tanah o o

  

(S 07 27'42,9" & E 107 58'36,8")

3.2.3. Semburan Lumpur Dingin

  

Sesuai dengan pengarahan dari Dinas Pertambahan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya,

maka tim survey pergi meninjau lokasi semburan lumpur di Kecamatan Sukahening.

Setelah meninjau lokasi ditemukan adanya semburan lumpur dengan debit yang relatif

besar sehingga lumpur meluap dan dialirkan menjauh dari perumahan penduduk.

Semburan lumpur ini muncul setelah terjadinya gempa 2 September 2009. Gambar ..

menunjukkan lokasi titik semburan lumpur di Kecamatan Sukahening. Semburan

lumpur ini terjadi diperkirakan adanya keretakan pada lapisan bawah permukaan yang

berbatasan dengan sumber tekanan air pada suatu lapisan akuifer. Akibat keretakan

yang terjadi dan akibat tekanan air tersebut, lumpur tertekan ke luar permukaan tanah.

Belum dapat diberikan penjelasan lebih jauh karena diperlukan suatu investigasi yang

  

lebih mendalam. Ada kekhawatiran dari warga setempat dan juga dari Pemerintah

Kabupaten mengenai terjadinya semburan lumpur ini, terutama apakah semburan

lumpur tersebut akan bertambah besar atau tidak, serta apakah lumpur tersebut

berbahaya atau tidak. Oleh karena itu, dalam survey awal ini diambil 1 liter sample

lumpur untuk dibawa ke laboratorium Teknik Lingkungan di ITB.

Gambar 3.5. Semburan Lumpur Dingin di Desa Sukahening Temuan awal berdasarkan hasil test laboratorium lingkungan dengan katalis organisme

  

menunjukkan bahwa sampel lumpur yang diambil dari semburan lumpur Sukahening

tidak toxic (tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya). Namun demikian,

penelitian laboratorium lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk sampel dalam skala

yang lebih besar berupa test toksisitas, uji TCLP, dan test uji kualitas air.

  

Tergantung dari kondisi semburan lumpur selanjutnya (apakah akan membesar atau

mengecil), maka jika masih diperlukan suatu investigasi geologi dan geoteknik

lapangan mungkin diperlukan untuk merekomendasikan langkah-langkah mitigasi yang

diperlukan untuk mengamankan masyarakat.

3.3. Kerusakan Bangunan

  Berdasarkan pengamatan lapangan, secara umum rentang daerah yang terkena dampak gempa cukup luas adalah daerah yang terdapat di punggung bukit dan di lereng-lereng bukit. Kerusakan bangunan banyak terjadi karena struktur bangunannya yang tidak kuat (kerentanannya terhadap gempabumi tinggi, yaitu tidak adanya perkuatan sloof, kolong, dan balok yang memadari yang terbuat dari beton bertulang untuk kerusakan struktural dan Plesteran tembok yang kekurangan campuran semen untuk kerusakan non-struktural). Selain itu juga diamati bahwa ikatan penulangan bangunan yang ada tidak memenuhi persyaratan bangunan tahan gempa.

  

Foto-foto lapangan berikut ini menunjukkan jenis-jenis kerusakan yang terjadi di

Kabupaten Tasikmalaya.

Gambar 3.6. Kegagalan Bangunan Masjid di Desa CigalontangGambar 3.7. Kegagalan Bangunan GOR PGRI di Desa Sodong Hilir, Kecamatan Sodong Hilir

  (S 07 o 29'22,0" & E 108 o 03'15,1")

Gambar 3.8. Kegagalan Bangunan Sekolah di Desa Raksajaya

  (S 07 o 29'23,4" & E 108 o 05'00,4")

Gambar 3.9. Kegagalan Bangunan Sekolah di Desa Raksajaya o o

  

(S 07 29'24,2" & E 108 05'01,0")

Gambar 3.10. Kegagalan Bangunan Rumah Warga Kampung Cikole, Desa Raksajaya,

  Kecamatan Sodong Hilir o o

  

(S 07 29'57,7" & E 108 05'13,7")

Gambar 3.11. Kegagalan Bangunan Rumah di Desa Taraju, Kecamatan Taraju

  (S 07 o 27'40,4" & E 107 o 58'33,7")

Gambar 3.12. Kegagalan Bangunan GOR di Kantor Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang

  (S 07 o 24'24,2" & E 107 o 59'19,4")

3.4. Kondisi dan Kerusakan Infrastruktur

  3.4.1. Jalan dan Jembatan

  Secara umum jalan-jalan di Kabupaten Tasikmalaya tidak mengalami kerusakan akibat adanya gempa bumi. Beberapa bagian jalan yang mengalami kerusakan akibat gempa umumnya terjadi berupa rekahan/retakan bahu jalan pada lereng yang relaitif terjal akibat lateral spreading, settlement. Untuk jembatan, secara umum tidak terjadi kerusakan pada jembatan akibat goncangan tanah yang teridentifikasi selama survei.

  3.4.2. Lifelines (Fasilitas penunjang vital kehidupan)

  Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, secara umum dampak kerusakan pada fasilitas penunjang seperti saluran air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, dan fasilitas penunjang lainnya akibat gempa Tasikmalaya relatif bersifat lokal dan minor, namum demikian untuk beberapa lokasi saluran listrik dan komunikasi sempat terganggu.

  3.4.3 Rangkuman hasil Survey Awal Kerusakan Bangunan Pasca Bencana (Rapid Damage Assessment

Dari survey awal yang telah dilakukan, telah dilakukan rapid damage assessment

terhadap berbagai jenis bangunan yang meliputi Puskesamas, Mesjid, bangunan sekolah

dan bangunan rumah penduduk. Survey rapid damage assessment ini telah dilakukan

terhadap sebanyak 65 bangunan dengan kategori yang bervariasi sesuai kondisi yang

telah disurvey, dengan rincian seperti ditunjukkan pada Tabel di bawah ini.

  Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 27

  

Tabel 1. Rangkuman Hasil Survey Rapid Damage Assessment di Kabupatan Tasikmalaya

Survey Hari Pertama

  No. Nama Tempat Koordinat Kondisi Bangunan

  1 Kantor Bupati Tasikmalaya S 07 o19 '36,8" & E 108 o 13'14,8" Layak Huni

  2 Kantor Walikota Tasikmalaya Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural (atap dan dinding)

  3 Madrasah Diniyah Awaliyah (Desa Jayapura) S 07 o 21'01,3" & E 108 o 01'47,6" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural (atap, dinding, dan lantai 2) 4 Ruang Perpustakaan (SDN Nagalintang, Kec.

  Cigalontang) S 07 o 21'06,6" & E 108 o 01'54,8" Layak Huni dengan Perbaikan Struktural (atap, kolom)

  5 KUD Girimukti (Kec. Cigalontang) S 07 o 20'59,5" & E 108 o 01'48,7" Layak Huni dengan Perbaikan Struktural (kolom, dinding)

  6 Masjid Jami' Al-hikmah (Kecamatan Cigalontang) S 07 o 21'00,6" & E 108 o 01'47,3" Tidak Layak Huni

  7 Ruang Pramuka/PJOK (SDN Nagalintang, Kec.

  Cigalontang) S 07 o 21'07,2" & E 108 o 01'54,5" Tidak Layak Huni

  8 SDN 2 Cigalontang S 07 o 21'07,1" & E 108 o 01'54,3" Tidak Layak Huni

  9 Rumah Depan Posko S 07 o 21'08,5" & E 108 o 01'56,2" Tidak Layak Huni

  10 Puskesmas Kec. Cigalontang S 07 o 21'09,5" & E 108 o 01'55,8" Tidak Layak Huni Survey Hari Kedua

  Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 28 No. Nama Tempat Koordinat Kondisi Bangunan

  16 Ruang Multimedia (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'25,3" & E 108 o 02'59,3" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  28 Ruang Guru SMAN 1 Sodong Hilir S 07 o 30'05,1" & E 108 o 04'59,5" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  27 SMAN 1 Sodong hilir S 07 o 30'06,1" & E 108 o 04'58,2" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  26 Kantor Kades Sodong Hilir S 07 o 30'05,6" & E 108 o 04'58,0" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  25 Kantor Kades Sodong Hilir (Ruang Kades) S 07 o 29'17,4" & E 108 o 02'56,6" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  24 Madrasah (samping Masjid Pasar) S 07 o 29'19,0" & E 108 o 03'07,8" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  23 SDN Margarahayu S 07 o 29'18,9" & E 108 o 03'12,8" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  22 Masjid S 07 o 29'26,4" & E 108 o 03'02,3" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  21 Ruang Kelas di luar kompleks SMPN 1 Sodong Hilir S 07 o 29'25,6" & E 108 o 02'59,2" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  20 Ruang Kesenian (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'25,6" & E 108 o 02'59,8" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  19 Kelas 7A s/d 7F (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'25,7" & E 108 o 03'00,2" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  18 Kelas 7B (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,9" & E 108 o 02'59,3" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  17 Ruang Wakasek (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'25,1" & E 108 o 02'59,2" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

  15 Kelas 1-2 & ex. Ruang OR S 07 o 29'37,5" & E 108 o 05'10,5" Layak Huni

  1 Lab. IPA (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,4" & E 108 o 02'59,4" Layak Huni

  14 H14 (Undefined Building) S 07 o 29'25,3" & E 108 o 03'00,0" Layak Huni

  13 H13 (Undefined Building) S 07 o 29'25,0" & E 108 o 03'00,0" Layak Huni

  12 H12 (Undefined Building) S 07 o 29'19,2" & E 108 o 03'09,3" Layak Huni

  11 Masjid Pasar S 07 o 29'19,5" & E 108 o 03'01,1" Layak Huni

  10 Kelas 9F (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,1" & E 108 o 03'00,1" Layak Huni

  9 Kelas 9D (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'23,8" & E 108 o 02'59,8" Layak Huni

  8 Kelas 9F (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,4" & E 108 o 02'59,3" Layak Huni

  7 Kelas 7A (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,6" & E 108 o 02'59,3" Layak Huni

  6 Kelas 9C & 9D (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,7" & E 108 o 03'00,1" Layak Huni

  5 Kelas 9E & 9F (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,4" & E 108 o 03'00,1" Layak Huni

  4 Kelas 8B (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'23,8" & E 108 o 02'59,5" Layak Huni

  3 Kelas 8C (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'23,9" & E 108 o 02'59,2" Layak Huni

  2 Kelas 8D (SMPN 1 Sodong Hilir) S 07 o 29'24,1" & E 108 o 02'59,0" Layak Huni

  29 Asrama S 07 o 30'08,1" & E 108 o 05'07,5" Layak Huni dengan perbaikan Non-Struktural

38 K25

  44 Gedung PGRI S 07 o 29'22,0" & E 108 o 03'15,1" Tidak Layak Huni

  55 Ponpes Miftahul Khoer (ga sempet nempel stiker) S 07 o 27'44,9" & E 107 o 58'38,8" Tidak Layak Huni

  54 Masjid AS-Salam S 07 o 29'20,9" & E 108 o 05'23,8" Tidak Layak Huni

  53 Ruang Guru (SDN Salacau) S 07 o 29'36,8" & E 108 o 05'09,4" Tidak Layak Huni