POTENSI INDUSTRI KREATIF TEKSTIL BERBASI

POTENSI INDUSTRI KREATIF TEKSTIL BERBASIS BUDAYA LOKAL
SEBAGAI KONFIGURASI REVOLUSI MENTAL
DAN FORTIFIKASI BRANDING
UNTUK DESTINASI PASAR INTERNASIONAL
Andi Anugerah1, Arus Reka Prasetia2
1. Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21, Jatinangor
anugerahandi@gmail.com
2. Fakultas Desain Komunikasi Visual
Universitas Widyatama
Jalan Cikutra 204A, Bandung
reka.prasetia@widyatama.ac.id

ABSTRAK
Budaya merupakan salah satu kajian yang senantiasa dinamis dan memberikan distingsi,
karena bersifat kompleks, abstrak, ensiklopedis, serta menentukan perilaku komunikatif.
Konstruksi kebudayaan meliputi sistem gagasan dalam pikiran manusia sebagai pernyataan
intelektual dan artistik, sehingga menjadi sarana hasil karya, rasa dan cipta, termasuk halhal yang bersifat nyata, seperti pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, teknologi, struktur
sosial, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, dan lainnya yang menentukan ciri khas
maupun karakteristik masyarakat. Tekstil merupakan salah satu entitas kebudayaan,

termasuk tekstil khas Indonesia. Hasil tekstil dari Indonesia mulai digandrungi oleh
masyarakat internasional saat ini. Hal tersebut menjadi prospek bagi pelaku industri kreatif
bidang sandang untuk melakukan eksplorasi dan memberdayakan budaya Indonesia guna
memperoleh potensi ekonomi dan memperkuat positioning tekstil Indonesia di mancanegara.
P-fuze merupakan suatu proyek budaya dan socialpreuneur yang diinisiasi oleh generasi
muda Bandung yang beraktivitas pada bidang industri kreatif tekstil dengan memberdayakan
potensi masyarakat. Produk dari proyek P-fuze berupa inovasi tas berbahan dasar sampah
kantong plastik daur ulang yang dikemas dengan sentuhan kain tradisional Indonesia,
sehingga branding dari P-fuze ini telah cukup dikenal di luar negeri. Artikel ini disusun
dengan menggunakan metodologi kualitatif, agar dapat lebih memahami fenomena yang
diteliti, serta menggunakan pendekatan induktif dan observatif dalam menganalisis
masalahnya. Tujuan dari penelitian ini agar masyarakat dapat menyadari potensi
keragaman budaya Indonesia guna mencapai masa depan yang lebih kokoh, tangguh secara
ekonomi, serta memiliki identitas maupun karakteristik khas nusantara. Gerakan dari P-fuze
ini adalah maujud dari revolusi mental yang telah dicanangkan pemerintah, melalui aktivitas
kreatif dengan menggunakan sumber budaya lokal, sehingga diharapkan mampu
melestarikan budaya Indonesia secara berkesinambungan. Perlu upaya implementatif dan

1


peran serta masyarakat guna mempertahankan dan mengembangkan ciri khas Indonesia
agar tidak tergerus oleh invasi budaya asing.

Kata kunci: branding, budaya, industri kreatif tekstil, revolusi mental, socialpreuneur .

1. PENDAHULUAN
Budaya merupakan suatu konsepsi luhur yang mampu membangkitkan minat
persona, serta telah diturunkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya di
masyarakat dalam suatu komunitas atau kelompok. Manusia acap kali hanya melihat,
menilai, dan memahami suatu kebudayaan hanya dari entitas yang kasat mata di
permukaan, seperti dari tradisi, musik tradisional, pakaian tradisional, upacara adat,
dan sebagainya. Padahal, budaya merupakan kaidah manusia hidup dan berinteraksi
dengan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama,
alam, dan lainnya, yang kemudian dipegang teguh dan dimanifestasikan oleh
sekelompok orang atau komunitas serta diturunkan dari suatu generasi ke generasi
berikutnya, sehingga budaya dapat diartikan sebagai suatu sekumpulan pengalaman
hidup, pemrograman kolektif, system sharing, serta tipikal karakteristik perilaku dari
setiap individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk didalamnya tentang
penerapan sistem nilai, norma, simbol-simbol, dan kepercayaan atau keyakinan dari
komunitasnya masing-masing.

Industri kreatif menggambarkan salah satu industri berbasis ekonomi dan sosial
yang saat ini berkembang dengan pesat di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah
memberikan perhatian khusus untuk perkembangan dan kemajuan industri kreatif,
dengan mendirikan dan mendeklarasikan Badan Ekonomi Kreatif, yang diharapkan
dapat memacu maupun memicu industri kreatif Indonesia agar dapat bersaing dan
memiliki keunggulan kompetitif di pasar internasional. Budaya, dalam hal ini budaya
lokal, dan industri kreatif Indonesia merupakan dua ihwal yang dapat saling
mendukung satu sama lainnya, karena produk dari industri kreatif dapat digunakan
sebagai salah satu alat guna mengenalkan budaya, dan budaya dapat menjadi basis
inspirasi pelaku industri kreatif dan dapat membantu memperkuat branding dari
produknya, sehingga memiliki diferensiasi bila dibandingkan dengan produk sejenis
dari negara lain.
Pelaku industri kreatif di Indonesia saat ini masih banyak yang berstatus UMKM,
sehingga terkadang memiliki kendala berarti dalam hal promosi yang terintegrasi.
Kondisi ini semakin mempersulit langkah dari para pelaku industri kreatif dalam
bersaing dengan produk lainnya dari luar negeri. Hal tersebut semakin diperparah
dengan perilaku konsumen lokal yang lebih banyak memilih produk-produk dari luar
negeri, dengan alasan lebih “bergengsi” dan “berkualitas”. Realitas sosial dan
ekonomi seperti ini jelas memprihatinkan, karena hambatan bagi para pelaku industri
kreatif tidak hanya berasal dari luar negeri, tetapi dari dalam negeri pun memperoleh

tantangan yang cukup besar. Perlu upaya strategis dan konsisten guna menangani
realitas ini secara tepat, salah satunya melalui konsepsi revolusi mental yang telah

2

dideklarasikan oleh pemerintah saat ini. Konsepsi revolusi mental menjadi konsep
yang tepat guna meningkatkan kinerja dari para pelaku industri kreatif di dalam
negeri. Kecintaan masyarakat Indonesia kepada produk kreatif dalam negeri akan
meningkatkan animo maupun inspirasi dari para pelaku industri kreatif guna
menghasilkan produk-produk kreatif yang lebih bermutu dan berkualitas.
P-fuze merupakan salah satu proyek budaya dan socialpreuneur yang berbasis
sosial dan ekonomi, diinisiasi secara aktif oleh generasi muda Bandung, melalui
berbagai aktivitas produktif pada bidang industri kreatif tekstil, yakni dengan
memadukan unsur budaya lokal setempat dan memberdayakan potensi masyarakat
secara optimal dan berkesinambungan. Produk-produk kreatif dari proyek P-fuze
berupa inovasi tas berbahan dasar sampah kantong plastik daur ulang yang dikemas
dan dipadupadankan dengan sentuhan kain khas tradisional Indonesia, sehingga
branding dari P-fuze ini memiliki diferensiasi nyata bila dibandingkan dengan produk
sejenis. P-fuze telah berupaya dalam mengimplemetasikan kemampuan yang dimiliki
oleh masyarakat setempat melalui produk-produk kreatif berbasis budaya lokal,

sekaligus sebagai entitas konfigurasi revolusi mental dan fortifikasi branding,
sehingga mampu dikenal secara baik pada level atau pasar internasional.
2. PEMBAHASAN
Industri kreatif merupakan salah satu jenis industri berbasis ekonomi dan sosial
yang saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia, karena pemerintah pun berupaya
mendorong pertumbuhan positif dari industri kreatif, dengan mendirikan dan
meresmikan Badan Ekonomi Kreatif yang bersifat independen serta langsung berada
di bawah kendali dan bertanggung jawab kepada presiden. Budaya lokal dapat
menjadi salah satu faktor pendukung dalam berkembangnya industri kreatif di
Indonesia, karena melalui budaya lokal, produk dari hasil industri kreatif ini dapat
menghasilkan produk yang memiliki perbedaan nyata dengan produk sejenis dari
negara lain. Potensi ekonomi dari industri kreatif ini sangat menjanjikan, hal ini dapat
dilihat dengan cukup banyaknya produk industri kreatif yang berbasis budaya lokal
dan telah dikenal di mancanegara. P-fuze telah menjadi salah satu industri kreatif
yang menjanjikan, hasil kerja keras antara sekelompok generasi muda Bandung dan
penduduk setempat. Kerja sama brilian ini mampu menghasilkan produk yang unik,
yakni tas hasil olahan dari bahan dasar sampah kantong plastik yang telah didaur
ulang, dengan diberikan sentuhan kain khas tradisional Indonesia untuk menambah
nilai estetika, sehingga tas tersebut menjadi lebih elegan dan menawan.
2.1 Budaya dan Budaya Lokal

Budaya merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup manusia,
sehingga secara formal dapat didefinisikan sebagai bentuk tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan hak milik yang
diperoleh sekelompok besar orang, yang kemudian diturunkan dari suatu generasi
ke generasi berikutnya, yang disebut superorganik, melalui usaha atau peran serta

3

individu dan kelompok (Porter dan Samovar, dalam Mulyana dan Rakhmat,
2014:12). Selama ini, konsep budaya lebih sering didefinisikan oleh masyarakat
awam hanya terbatas pada kesenian, bahasa, atau adat yang terlihat secara kasat
mata, padahal bila mengacu pada definisi tersebut, budaya merupakan entitas yang
jauh lebih besar dan luhur dari sekedar kesenian, bahasa, atau adat. Budaya, secara
luas merupakan nilai-nilai yang dianut dan dipercaya oleh suatu komunitas
tertentu. Nilai tersebut tidak jarang dapat tercermin dari adat istiadat dan/atau
kesenian dari suatu komunitas, salah satunya dapat terlihat dalam corak atau ragam
hias dari kain-kain tradisional yang masih ada hingga sekarang. Kain tradisional di
Indonesia memiliki banyak jenis, corak, dan ragam hias, karena masing-masing
dari ragam hias atau motif tersebut memiliki berbagai makna nilai dan maksud

tertentu yang terkandung sendiri-sendiri.
Kebudayaan suku bangsa adalah sama atau mirip dengan budaya lokal atau
budaya daerah. Kebudayaan umum lokal tergantung pada aspek ruang, karena hal
ini dapat dianalisis pada ruang perkotaan. Realitas ini hadir melalui berbagai
budaya lokal atau daerah yang dibawa oleh setiap pendatang, namun tetap ada
budaya dominan yang berkembang, misalnya budaya lokal yang telah ada di kota
atau tempat tersebut. Kebudayaan nasional merupakan bentuk akumulasi dari
budaya-budaya daerah. Kebudayaan daerah bukan hanya termanifestasikan dari
konstruksi dan manifesto rasa kemuliaan melalui kesenian belaka, tetapi termasuk
segala entitas, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola anggapan yang
berada jauh di belakang dari yang tampak tersebut. Bentuk proses meningkatkan
atau mempertahankan kebiasaan yang ada pada masyarakat dan lingkungan, dalam
kajian pengembangan masyarakat, selalu menggambarkan entitas budaya dan
masyarakat tersebut, karena telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang
diakibatkan sebagai pengaruh global. Elaborasi budaya dikembangkan secara luas
melalui kepentingan transnasional. Segala format kesenangan ikut berpartisipasi
dalam upaya pengembangan budaya. Guna menghadapi globalisasi budaya, sangat
sulit bagi suatu masyarakat untuk melestarikan budaya lokal sendiri yang menjadi
keunikan wilayahnya, namun globalisasi budaya ini merupakan komponen penting
dalam pengembangan masyarakat pada wilayahnya sendiri.

Maju mundurnya atau timbul tenggelamnya satu budaya, termasuk budaya
lokal, sangat tergantung pada perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Hal
ini tergantung pula pada nilai-nilai, pandangan hidup atau sistem kehidupan yang
tumbuh subur dalam masyarakatnya. Perubahan dalam masyarakat merupakan
konsekuensi dari 'pertemuan' nilai-nilai. Perubahan tersebut merupakan salah satu
side effect dari 'interaksi mutualisme' antara nilai yang satu dan nilai yang lain.
Perubahan merupakan pula hasil 'dialog' antara pandangan hidup yang satu dan
pandangan hidup yang lain. Masyarakat akan berpikir dan bertindak sesuai dengan
nilai dan pandangan hidup yang diterima.

4

Diagram 1. Culture Change and Genesis Advisers
Sumber:
Watkins, Michael. 2013. But the First 90 Days. New York: Harvard Business Review Press.

Pada diagram dari Watkins (2013:37) di atas, dapat terdeskripsikan dengan
jelas, bahwa proses tindakan masyarakat ini merupakan bentuk pancaran dari
sistem kehidupan yang diyakini. Masyarakat yang berpikir, bertindak, bekerja,
menggunakan waktu, berkeluarga, berkehidupan sosial, bertetangga, dan

melakukan aktivitas lainnya, merupakan realitas dari nilai-nilai yang diterima
masyarakat tersebut. Tidak perlu berwalang hati bila terjadi alterasi dalam budaya
nasional. Meskipun pada akhirnya budaya daerah akan tereliminasi, maka tidak
perlu cemas berlebihan selama nilai-nilai yang unggul tersebut dapat diterima dan
berkembang secara baik dalam masyarakat lokal. Tidak ada hukum bahwa budaya
'kecil' harus terus bertahan atau dipelihara selamanya. Masyarakat yang telah
mampu menerima nilai-nilai yang lebih tinggi, akan mampu menghadirkan dan
merefleksikan budaya-budaya yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah diterima.
Masyarakat yang memiliki keinginan untuk maju akan semakin terbuka terhadap
nilai-nilai yang tinggi. Masyarakat yang demikian lambat laun akan melepaskan
nilai-nilai yang dianggap 'kurang bermutu'. Ungkapan lain, bahwa budaya yang
hanya berdasarkan pada nilai-nilai “kebenaran yang parsial” tidak dapat bertahan
dalam jangka waktu yang lama. Metamorfosis budaya merupakan resultan dari
benturan nilai-nilai antara budaya yang „lebih tinggi‟ dengan budaya yang „lebih
rendah‟. Hakikat dari metamorfosis budaya ini adalah suatu bentuk akseptasi nilainilai dari budaya yang lebih tinggi, untuk kemudian mengejawantahkannya secara
nyata dalam aktivitas sehari-hari. Inilah yang disebut sebagai sebuah bentuk
“petualangan budaya”.
2.2 Industri Kreatif
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (dalam Mahasiswa Ekonomi,
2014) mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang mampu memanfaatkan

kreativitas, keterampilan, dan bakat dari individu-individu tertentu dalam upaya

5

untuk membangun dan menciptakan lapangan pekerjaan baru, dengan cara
memproduksi dan mengeksploitasi perilaku kreatif dan daya cipta dari individuindividu tersebut.
UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) telah
melakukan klasifikasi mengenai industri kreatif sebagai berikut:

Diagram 2. UNCTAD Classification of Creative Industries
Sumber:
Blumenthal, Howard. 2011. 1 in 25 Works as Creative Pros., tersedia pada
http://diginsider.com/2011/11/22/1-in-31-people-work-as-creative-professionals/,
diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 15.45 (GMT +7)

Selain itu, industri kreatif menurut Howkins (dalam Mahasiswa Ekonomi,
2014), dibagi menjadi 15 (lima belas) bidang yang terdiri dari bidang periklanan,
arsitektur, seni, kerajinan, fashion, desain, film, musik, seni pertunjukan,
penerbitan, penelitian dan pengembangan, perangkat lunak (software), mainan dan
permainan, televisi dan radio, serta permainan video (video game), yang

dijabarkan sebagai berikut:
1. Periklanan (Advertising)
Advertising merupakan salah satu format komunikasi berbayar yang dilakukan
oleh komunikator, berisikan berbagai pesan informatif dan/atau persuasif yang
ditujukan untuk komunikannya, dalam konteks calon audience yang dianggap
potensial (Naomi, 2011).
2. Arsitektur (Architecture)
Arsitektur, menurut Farmer (dalam Prasetya, 2012), merupakan seni dalam
merancang dan membangun suatu konstruksi yang apik, atraktif, terencana,
mempunyai nilai estetika, layak huni, dan terbangun dengan baik, serta sesuai
dan memiliki faedah bagi masyarakat.

6

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Seni (Art)
Seni merupakan tindakan dan ciptaan yang mencuat dari perasaan dan bersifat
artistik, sehingga tindakan tersebut dapat menggerakkan jiwa dan perasaan
manusia (Sinaga, 2014).
Kerajinan (Craft)
Kerajinan, menurut Winarti (2014), diartikan sebagai segala formasi kegiatan
atau aktivitas yang berasosiasi dengan objek eksklusif, kemudian dari objek
tersebut dapat diolah dan menghasilkan suatu entitas produk kreatif melalui
keterampilan tangan.
Fashion
Fashion dapat diartikan sebagai gaya yang dapat diterima dan digunakan oleh
sebagian besar anasir kelompok/komunitas atau masyarakat dalam kurun
waktu tertentu (Savitrie, 2008).
Desain (Design )
Sachari (dalam Mahasiswa Belajar, 2011), beranggapan, bahwa desain atau
reka bentuk merupakan entitas daya manusia untuk memberdayakan diri
melalui konstruksi ciptaannya, serta mampu memberikan manfaat bagi target
penggunanya.
Film (Movie)
Film menurut Ahira (2014), dapat diartikan sebagai lelakon audio-visual
hidup yang dinamis serta memiliki elemen keindahan di dalamnya.
Musik (Music)
Musik oleh Rusyanti (2013), didefinisikan sebagai segenap perihal yang
memiliki hubungan dengan bunyi yang memiliki ritme, melodi, dan harmonis.
Seni Pertunjukan (Performance Art)
Seni pertunjukan merupakan seni yang merupakan unifikasi dari seni musik,
dialog, kostum, tata artistik panggung, tata cahaya, dan tata rias, karena aktor
atau aktrisnya sangat menonjolkan peran atau lakonnya (Anwar, 2013).
Penerbitan (Publishing)
Penerbitan, menurut Syahid (2014), merupakan bentuk aktivitas intelektual
dan profesional dalam menyusun manuskrip, hingga menjadi berbagai jenis
bahan publikasi yang kemudian disebarluaskan untuk kepentingan umum.
Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
Sugiyono (2012:297), mendefinisikan penelitian dan pengembangan sebagai
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu serta
menguji efisiensi dan efektivitas dari produk tersebut.
Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak merupakan data atau fakta yang telah diprogram khusus dan
disimpan secara digital aplikasi dan berbagai informasi yang dapat dibaca,
disunting, dan ditulis oleh perangkat komputer (Syaifurrahman, 2014).
Mainan dan Permainan (Toys and Games)
Mainan adalah objek yang digunakan untuk bermain, sedangkan permainan
adalah aktivitas bermain yang terdapat peraturan tertentu (Lestari, 2010).

7

14. Televisi dan Radio (Television and Radio)
Televisi merupakan sistem penyiaran visual yang disertai audio melalui kabel
dan/atau melalui angkasa (Dilihatya, 2014), sedangkan radio adalah suatu
sistem penyiaran audio melalui teknik modulasi dan radiasi elektromagnetik
(Dilihatya, 2014).
15. Permainan Video (Video Game)
Permainan video, menurut Lestari (2010), merupakan sebuah jenis permainan
berbasis program digital yang secara cerdas memungkinkan pemainnya
berinteraksi dengan suatu sistem, konflik buatan, dan kecerdasan buatan.
2.3 Revolusi Mental
Revolusi mental menjadi sebuah gagasan yang mulai ramai dibicarakan pada
Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia 2014, karena gagasan tersebut
diungkapkan oleh calon presiden saat itu, kini Presiden Republik Indonesia untuk
masa bakti 2014-2019, yakni Joko Widodo, agar perilaku rakyat Indonesia dapat
bertransformasi menuju transfigurasi ke arah yang lebih baik. Gagasan revolusi
mental yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo merupakan gagasan revolusi
untuk keseluruhan lapisan, dimulai dari lapis makna, lapis kebiasaan, hingga
materialitas karya cipta manusia (Supelli, 2015:6).
Revolusi dalam konteks sosial dapat diartikan sebagai metamorfosis yang
berproses cepat, cenderung radikal, dan tidak jarang disertai kekerasan. Mental
merupakan materi/objek yang menyangkut kaidah hidup manusia yang bersifat
abstrak, termasuk di dalamnya adalah aktivitas berpikir, bernalar, menimbangnimbang, memutuskan, dan lainnya. Revolusi mental bagi Supelli (2015:6) adalah
transformasi manusia yang menyangkut integritas 3 (tiga) gatra manusia, yaitu
“aku yang percaya”, “aku yang berpikir”, dan “aku yang bertindak”. Revolusi
mental dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa transformasi dari sebuah
gagasan “revolusi mental”, tidak hanya harus menyentuh sisi kognisi dari publik,
tetapi juga sisi afeksi, dan bahkan sisi perilaku.
Revolusi mental dalam hal industri berarti mengharuskan pelaku usaha, dalam
hal ini pelaku industri kreatif, untuk mampu meningkatkan kualitas produk, dan
meningkatkan kepercayaan diri agar dapat bersaing secara kompetitif di pasar
internasional. Konsumen lokal, dalam konteks revolusi mental, berarti harus dapat
bertransformasi untuk lebih mencintai dan mengonsumsi produk-produk lokal,
dibandingkan dengan produk luar negeri.
2.4 Branding
Branding, menurut Chiaravalle dan Schenck (2007:22) adalah proses untuk
membangun sekumpulan persepsi positif dalam benak konsumen. Definisi tersebut
menjelaskan bahwa branding divergen dengan brand, karena brand didefinisikan
sebagai janji dan kelebihan yang disampaikan kepada konsumen, ketika konsumen
tersebut berhubungan atau melakukan „komunikasi‟ dengan suatu produk tertentu.
Branding merupakan proses yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan

8

agar suatu brand dapat dipersepsikan positif oleh konsumen.
Branding memiliki beberapa aturan yang dapat membantu dalam proses
pembentukannya, karena salah satu dari aturan tersebut adalah aturan klaim pada
keautentikan. Aturan ini memaklumatkan bahwa klaim pada keautentikan menjadi
penting, terutama untuk proses publisitas (Ries dan Ries, 2000:43). Klaim ini
dapat membantu suatu produk untuk mendiferensiasikan diri dari produk-produk
pesaingnya, dan akan meningkatkan citra suatu produk di antara produk pesaing.

Diagram 3. The Branding Process
Sumber:
O’Malley, Kerry. 2014. What You Need to Know Before You Develop a Brand Strategy: Part 2 , tersedia pada
http://marketectsinc.com/what-you-need-to-know-before-you-develop-a-brand-strategy-part-2/,
diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 20.15 (GMT +7).

O‟Malley (2014) berpendapat bahwa suatu brand akan mencapai kesuksesan
apabila mampu melampaui beberapa tahapan branding secara tepat, seperti pada
diagram 3. (The Branding Process) di atas. Proses branding merupakan suatu
proses iterasi yang dilakukan oleh setiap brand, sehingga kesuksesan brand akan
ditentukan oleh kemampuan brand dalam mengadaptasi diri dan lingkungannya
secara berkesinambungan.
Tahap publisitas juga memegang peranan penting dalam membangun sebuah
branding, dimana publisitas tersebut dibuat tidak hanya melalui iklan. Publisitas
dapat juga diperoleh dari artikel-artikel yang muncul pada berbagai media, seperti
koran, majalah, dan internet, serta wawancara dan/atau liputan di radio dan televisi
(Ries dan Ries, 2000:18). Publisitas akan membantu suatu produk untuk semakin
dikenal oleh publik, dan sebuah branding, dalam konteks proses persepsi publik
terhadap suatu produk, juga akan terbangun olehnya. Produk akan dipersepsikan
oleh publik, salah satunya berdasarkan tahap publisitas mengenai produk tersebut,
dengan memperoleh nilai persepsi positif atau negatif.

9

2.5 P-fuze Project
P-fuze merupakan sebuah social-enterpreneurship project yang diinisiasi oleh
sekelompok pemuda Bandung yang memiliki kepedulian distingtif terhadap isu-isu
lingkungan dan memiliki animo untuk dapat berkontribusi terhadap lingkungan
sekitarnya. Produk dari P-fuze saat ini adalah berupa handmade totebag dengan
bahan dasar sampah kantong plastik yang telah didaur ulang, serta dilapisi kain
dengan berbagai motif khas tradisional Indonesia, seperti batik dan ragam hias
tradisional lainnya, untuk menambah nilai estetika dari produk dan memberikan
karakteristik khusus pada produknya, serta menanamkan persepsi branding P-fuze
secara definit. P-fuze juga secara antusias mengampanyekan perilaku bisnis yang
eco-friendly melalui jejaring media sosialnya.
Kelompok kerja P-fuze ini sejak tahun 2014 telah memulai proyeknya dengan
merangkul ibu-ibu di sekitar wilayah Sekre Angkih dan memulai programnya
dengan memberikan pelatihan mendaur ulang sampah kantong plastik menjadi
bahan dasar pembuatan tas serta pelatihan menjahit, karena dalam proses produksi
tas olahan P-fuze ini pun, ibu-ibu di wilayah Sekre Angkih dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok, yakni kelompok yang mendaur ulang kantong plastik, dan kelompok
penjahit. Karakteristik masyarakat di wilayah Sekre Angkih sebagian besar adalah
sebagai pemulung di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jatinangor,
sehingga dengan kehadiran P-fuze akan memiliki harapan baru dan produktif
untuk dapat meningkatkan taraf hidup ekonomi dan kesejahteraannya.

Gambar 1. Hasil Karya Peserta Pelatihan P-fuze
Sumber:
Dokumentasi Pribadi

Gambar di atas (Gambar 1.) merupakan salah satu produk tas P-fuze hasil
karya dari seorang ibu peserta pelatihan di wilayah Sekre Angkih. Proyek P-fuze
ini memiliki beberapa harapan sebagai berikut:

10

1.
2.

3.

4.

Mengurangi limbah kantong plastik secara signifikan dengan mendaur ulang
kantong plastik tersebut menjadi bahan dasar pembuatan tas P-fuze.
Membuat dan menciptakan tas tangan yang ramah lingkungan, namun tetap
dengan desain menarik dan elegan, serta memiliki nilai ekonomis dan manfaat
sosial bagi para pembuatnya.
Menyediakan sarana untuk pembuangan sampah kantong plastik alternatif
bagi masyarakat sekitarnya saat ini, khususnya bagi masyarakat di sekitar
wilayang Jatinangor, Sumedang.
Menyediakan atau memberikan penghasilan tambahan yang cukup bagi ibuibu pemulung di sekitar wilayah Sekre Angkih, yang terlibat dalam proses
pembuatan/produksi tas P-fuze.

2.6 P-fuze dan Potensi Produk Industri Kreatif Indonesia
P-fuze merupakan salah satu produk industri kreatif Indonesia yang memiliki
keunikan tersendiri, sehingga dapat menarik minat konsumen pada level/pasar
internasional, karena P-fuze mampu memadukan isu “peduli lingkungan” dengan
unsur budaya lokal secara baik. Apabila keunikan tersebut dapat dipertahankan
oleh tim P-fuze, akan membantu dalam menguatkan branding dari produknya.
Klaim terhadap produknya sebagai tas yang peduli lingkungan, akan membantu
meningkatkan publisitas dari produk P-fuze, karena produk P-fuze telah mendapat
perhatian dari beberapa media, baik nasional maupun internasional. Produk P-fuze
saat ini telah dipasarkan di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
Konsumen tertarik terhadap produk P-fuze, diantaranya adalah karena adanya
publisitas bahwa produk ini yang eco-friendly, serta terbuat dengan cara mendaur
ulang sampah kantong plastik. P-fuze juga secara aktif menggunakan media
sosialnya untuk mengampanyekan tentang perilaku peduli lingkungan, diantaranya
adalah dengan melakukan kampanye untuk mengurangi konsumsi kantong plastik.

Gambar 2. Perwakilan P-fuze dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia
Sumber:
Dokumentasi Pribadi

11

Gambar di atas (Gambar 2.) merupakan salah satu dokumentasi ketika seorang
inisiator dari P-fuze diundang secara resmi oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk
Indonesia, Robert Blake, dalam acara jamuan makan malam di kediamannya, dan
inisiator P-fuze memberikan sebuah cenderamata berupa produk dari P-fuze. Fakta
dari dokumentasi ini memperlihatkan bahwa eksistensi dari produk P-fuze telah
diterima oleh masyarakat internasional.
Kendala yang tengah dihadapi oleh P-fuze saat ini adalah kurang berminatnya
konsumen lokal terhadap produk P-fuze. Hal tersebut menjadi ironi tersendiri,
karena pasar internasional ternyata lebih memiliki minat yang tinggi terhadap
produk-produk yang menyajikan unsur budaya lokal Indonesia, bila dibandingkan
dengan pasar lokal. Kendala lainnya yang dihadapi adalah belum adanya suatu
standarisasi untuk beragam produk industri kreatif tekstil dari produsen Indonesia
untuk pasar internasional, terutama dalam kurun waktu terdekat adalah untuk pasar
ASEAN dengan diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Produk
industri yang telah memiliki standarisasi untuk pasar ASEAN atau MEA hingga
saat ini hanya terdapat 7 (tujuh) jenis produk, antara lain produk karet, obat
tradisional, kosmetik, pariwisata, sayur dan buah segar, udang dan budidaya
perikanan, dan ternak (Saputra, 2014).
Kondisi ini jelas kurang menguntungkan bagi para pelaku industri kreatif
tekstil di Indonesia. Para pelaku industri ini harus mampu menampilkan perbedaan
dan senantiasa inovatif dalam memperkenalkan produknya kepada masyarakat,
sehingga tercipta persepsi positif di benak konsumen dan diferensiasi produk yang
utuh. Konsep dan strategi pengenalan dan penguatan produk ini harus dilakukan
para pelaku industri, guna memperkuat (fortifikasi) branding yang dimiliki saat
ini. Kemandirian para pelaku industri dalam meningkatkan kualitas dan citra
produk secara berkesinambungan menjadi entitas konfigurasi revolusi mental,
sehingga produk asal Indonesia semakin dikenal di mancanegara, bahkan dicintai
oleh bangsa Indonesia.
3. PENUTUP
Industri kreatif dan budaya lokal dapat bersinergi untuk menghasilkan produk
yang mampu bersaing di pasar internasional. Kendala yang dihadapi oleh para
pelaku industri kreatif di Indonesia adalah adanya persepsi di masyarakat
Indonesia, bahwa produk asing memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan
produk lokal. Brand P-fuze menjadi salah satu bukti, bahwa produk lokal dengan
membawa unsur budaya lokal atau tradisional Indonesia, mampu menarik minat
konsumen internasional. P-fuze yang diinisiasi oleh sekelompok pemuda Bandung
telah berhasil „menggandeng‟ masyarakat sekitar Sekre Angkih untuk melakukan
aktivitas yang lebih produktif dan memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, serta
mampu mengolah dan menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Aktivitas
yang telah digalang ini dapat menjadi percontohan bagi generasi muda lainnya di
Indonesia, yang mampu mengedepankan kemandirian dalam melakukan alterasi
pada suatu daerah dengan aktivitas sosial dan bernilai ekonomis, bahkan mampu

12

meningkatkan harkat dan derajat masyarakat di sekitarnya, sekaligus mengangkat
citra Indonesia pada level internasional.
Konfigurasi revolusi mental memegang peran kunci untuk keberhasilan dalam
proses penciptaan produk-produk industri kreatif tekstil berbasis budaya lokal,
sehingga para pelaku industri dapat melakukan fortifikasi branding, agar eksistensi
produk industri kreatif ini semakin diterima pada pasar internasional dan memiliki
keunggulan kompetitif dan keunikan budaya lokal yang tidak dimiliki oleh produk
dari negara lain. Para pelaku industri kreatif harus dapat meningkatkan kualitas,
inovasi, dan kreativitas dari produk-produk yang dihasilkan, sembari tetap dan
terus menggunakan unsur budaya lokal khas tradisional Indonesia sebagai unsur
keunikan utama dari produk yang dihasilkan. Masyarakat Indonesia harus lebih
sering diberikan pengertian yang mendalam bahwa produk industri kreatif lokal
memiliki kualitas yang sama baiknya dengan produk luar negeri. Gerakan revolusi
mental yang konsisten dan berkesinambungan dalam pengembangan industri
kreatif di Indonesia dapat membawa bangsa ini menjadi karakter yang kuat, jujur,
dan beretos kerja tinggi, sehingga mampu menyusul keberhasilan negara-negara
maju di dunia.
Saran untuk pihak-pihak terkait, baik kalangan pemerintah, masyarakat sipil,
media, pekerja budaya, dunia pendidikan, dan pelaku usaha, agar industri kreatif
Indonesia dapat bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif pada pasar
internasional antara lain:
1) Pemerintah dan/atau masyarakat sipil di luar pemerintahan dapat memberikan
program mengenai kesadaran kualitas produk, melalui berbagai pelatihan
mengenai standarisasi kualitas produk yang sesuai dengan keinginan pasar
internasional.
2) Pemerintah dan/atau masyarakat sipil di luar pemerintahan dapat memberikan
pembinaan kreativitas secara konsisten dan berkesinambungan kepada
kelompok-kelompok usaha industri kreatif.
3) Pemerintah dan/atau masyarakat sipil di luar pemerintahan dapat secara aktif
membantu dalam mempromosikan secara teritegratif mengenai produk-produk
dari industri kreatif di Indonesia.
4) Pemerintah dan/atau masyarakat sipil di luar pemerintahan dapat mengadakan
aktivitas strategis, berupa pameran dengan skala nasional atau internasional, di
dalam atau luar negeri, untuk mengenalkan dan meningkatkan citra produkproduk industri kreatif kepada khalayak luas.
Manakala seluruh komponen pada bangsa Indonesia dapat bersatu padu guna
meningkatkan industri kreatif Indonesia, maka konsep Trisakti yang pernah
diutarakan oleh Bung Karno dalam pidato politiknya tahun 1963 yang berisi pilar
mengenai “Indonesia yang mandiri secara ekonomi” dan “Indonesia yang
berkepribadian sosial-budaya” niscaya akan segera terwujud dalam waktu singkat
pada era pemerintahan saat ini.

13

4. DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. 2014. Mengenal Lebih Jauh Pengertian Film., tersedia pada
http://www.anneahira.com/pengertian-film.htm, diakses pada tanggal 27 September
2015 Pukul 21.07 (GMT +7).
Anwar, Mas. 2013. Pengertian Seni Pertunjukan dan Jenisnya ., tersedia pada
http://www.lintasjari.com/2013/07/pengertian-seni-pertunjukan-dan-jenisnya.html,
diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 Pukul 20.57 (GMT +7).
Blumenthal, Howard. 2011. 1 in 25 Works as Creative Pros., tersedia pada
http://diginsider.com/2011/11/22/1-in-31-people-work-as-creative-professionals/,
diakses pada 30 Oktober 2015 Pukul 15.45 (GMT +7).
Chiaravalle, Bill., and Barbara Findlay Schenck. 2007. Branding For Dummies.
Indianapolis: Wiley Publishing Inc.
Dilihatya.com. 2014a. Pengertian Radio Menurut Para Ahli., tersedia pada
http://dilihatya.com/2207/pengertian-radio-menurut-para-ahli, diakses pada tanggal 28
Oktober 2015 Pukul 19.08 (GMT +7).
____________. 2014b, Pengertian Televisi Menurut Para Ahli ., tersedia
http://dilihatya.com/2397/pengertian-televisi-menurut-para-ahli, diakses
tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 18.59 (GMT +7).

pada
pada

Lestari, Dewi. 2010. Definisi Game., Universitas Muhammadiyah Sukabumi, tersedia pada
http://www.ummi.ac.id/ti/konvert-pdf.php?kode=VGxFOVBRPT0,
diakses
pada
tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 18.47 (GMT +7).
Mahasiswa
Belajar.
2011.
Definisi
Desain.,
tersedia
https://mahasiswabelajar.wordpress.com/2011/09/12/definisi-desain/, diakses
tanggal 27 Oktober 2015 Pukul 16.59 (GMT +7).

pada
pada

Mahasiswa Ekonomi. 2014. Definisi Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif., tersedia pada
http://mahasiswaekonomi.com/belajar-ekonomi/definisi-ekonomi-kreatif-dan-industrikreatif/, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015, Pukul 19.47 (GMT +7).
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. 2014. Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya . Bandung: Rosda.
Naomi, Maria. 2011, Definisi Periklanan dan Manajemen Periklanan., tersedia pada
http://fikomankom.blogspot.com/2011/02/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015, Pukul 20.16 (GMT +7).
O’Malley, Kerry. 2014. What You Need to Know Before You Develop a Brand Strategy:
Part 2., tersedia pada http://marketectsinc.com/what-you-need-to-know-before-youdevelop-a-brand-strategy-part-2/, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 20.15
(GMT +7).
Prasetya,
Heri
Echo.
2012.
Pengertian
Arsitektur .,
http://heppras.blogspot.com/2012/03/pengertian-arsitektur-08.html,
tanggal 29 Oktober 2015 Pukul, 20.02 (GMT +7).

tersedia
diakses

pada
pada

Ries, Al., and Laura Ries. 2000. The 22 Immutable Laws of Branding: Strategi Membangun
Produk atau Jasa Menjadi Merek Berkelas Dunia . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

14

Rusyanti, Hetty. 2013. Pengertian Musik Menurut Ahli., kajianteori.com, tersedia pada
http://www.kajianteori.com/2013/02/pengertian-musik-definisi-musik.html,
diakses
pada tanggal 26 Oktober 2015 Pukul 21.15 (GMT +7).
Saputra, Doddy. 2014. Apa Itu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)? , tersedia pada
http://www.marketing.co.id/apa-itu-masyarakat-ekonomi-asean-mea/, diakses pada
tanggal 26 Oktober 2015 Pukul 17.47 (GMT +7).
Savitrie, Dian. 2008. Pola Perilaku Pembelian., Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
tersedia
pada
http://www.digilib.ui.ac.id/file-file=digital/126658-6027-Pola-20perilaku-Literatur.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 20.51 (GMT +7).
Sinaga, Alexa. 2014. Pengertian Seni Menurut Bahasa, 10 Pendapat Para Ahli Lengkap .,
silontong.com, tersedia pada http://silontong.com/2014/11/07/pengertian-senimenurut-bahasa-10-pendapat-para-ahli-lengkap/, diakses pada tanggal 27 Oktober
2015 Pukul 20.23 (GMT +7).
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Bandung: Alfabeta.
Supelli, Karina. 2015. Revolusi Mental sebagai Paradigma Strategi Kebudayaan ., dalam
Semiarto Aji Purwanto, Revolusi Mental sebagai Strategi Kebudayaan. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan.
Syahid, Muhammad. 2014. Paper Pengantar Ilmu Penerbitan., Politeknik Negeri Media
Kreatif, tersedia pada https://www.academia.edu/9433778/PAPER-PENGANTARILMU-PENERBITAN, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 Pukul 21.12 (GMT +7).
Syaifurrahman. 2014. Pengertian Software Komputer Paling Lengkap Disini!, tersedia pada
http://webberbagi.blogspot.com/2014/10/pengertian-software-komputer-palinglengkap.html#.VQFbIjGUfzE, diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 21.41
(GMT +7).
Watkins, Michael. 2013. But the First 90 Days. New York: Harvard Business Review Press.
Winarti, Fajar. 2014. Pengertian Prakarya, Kerajinan, Pengolahan, Budidaya, Rekayasa .,
tersedia pada https://fajarwinarti21.wordpress.com/2014/09/01/pengertian-prakarya/,
diakses pada tanggal 27 Oktober 2015, Pukul 20.26 (GMT +7).

15