BAB II LANDASAN TEORI - Perilaku Balok Beton Bertulang Dengan Perkuatan Pelat Baja Dalam Memikul Lentur

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Umum

  Beton merupakan salah satu bahan/ material yang paling banyak dan mendominasi pemakaian bahan konstruksi di bidang teknik sipil, baik pada bangunan gedung, jembatan, bendung, maupun konstruksi yang lain. Hal ini disebabkan bahan pembuatan beton mudah didapat, lebih murah, peraktis dalam pengerjaannya dan mampu memikul beban yang cukup besar.

  Secara sederhana, beton dibentuk oleh pengerasan campuran antara semen, air, agregat haluas (pasir), dan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). Terkadang ditambahkan pula campuran bahan lain (admixture) untuk memperbaiki kualitas beton. Campuran antara semen dan air akan membentuk pasta semen, yang berfungsi sebagai bahan ikat, sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen. Ikatan antara pasta semen dengan agregat ini menjadi satu kesatuan yang kompak dan akhirnya dengan berjalan waktu akan menjadi keras serda padat

  Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar antara 9%- 15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan beton sebagai komponen struktural bangunan, umumnya diperkuat dengan batang seperti tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dalam hal ini batang tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan menahan gaya tekan. Komponen dengan susunan tersebut disebut dengan struktur beton bertulang.

  8 Universitas Sumatera Utara didasarkan pada keadaan sebagai berikut:

  1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.

  2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat pada baja.

  3. Angka muai kedua bahan hampir sama, di mana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat celcius angka muai beton 0,00001 sampai 0,000013, sedangkan baja 0,000013, sehingga perbedaan nilai muai dapat diabaikan.

2.2. Sifat Bahan

2.2.1. Bahan Beton

  Pada beton bertulang, yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana perilaku komponen struktur pada waktu menahan berbagai beban antara lain: gaya aksial, lenturan, gaya geser, puntiran ataupun merupakan gabungan dari gaya-gaya tersebut. Perilaku tersebut tergantung pada hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada beton dan juga jenis tengangan yang dapat ditahannya. Karena kelemahan beton, maka yang diperhitungkan adalah beban yang bekerja dengan baik pada daerah tekan penampang, dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan.

  Hubungan tegangan-regangan pada beton di daerah yang mengalami tekan dapat dilihat pada gambar berikut:

  Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Regangan-Tegangan Beton

  Kuat tekan beton diwakili dengan tegangan tekan maksimum (f’c) dengan satuan

  2

  2 N/mm atau Mpa dan dalam satuan SI menjadi kg/cm . Dan untuk struktur beton

  bertulang pada umur 28 hari umumnya memiliki kuat tekan 17-30 Mpa, dan struktur beton pratekan dibutuhkan memiliki kuat tekan 30-45 Mpa. Untuk keperluan khusus, beton ready-mix mampu menghasilkan 62 Mpa.

  Kuat tekan bton (f’c) yang diperoleh dari pengujian standar ASTM (American C39-86, bukanlah tegangan yang timbul pada saat beton

  Society for Testing Materials)

  hancur, melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton ( ) mencapai nilai ±

  b ε 0,002.

  Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada beton dengan berbagai mutu.

  Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Berbagai Kuat Tekan Beton

  Sesuai dengan teori elastisitas bahwa kemiringan kurva kuat tekan beton pada tahap awal menggambarkan nilai modulus elastisitasnya. Karena kurva pada beton berbentuk lengkung, berarti nilai regangan tidak berbanding lurus dengan tegangan berarti bahan beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan nilai modulus elastisitas berubah- ubah sesuai dengan kekuatannya. Sesuai dengan SNI T–15–199–03, bahwa penetapan modulus elastisitas beton sebagai berikut:

  .........................................................................2.2 Dimana: Ec = modulus elastisitas beton (Mpa)

  Wc = berat isi beton Kg/M f’c = kuat tekan beton (MPa).

  Rumus empiris tersebut hanya untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500–2500 Kg/M .. Untuk beton dengan kepadatan normal berat isi ± 23 Kg/M .

  '

  dapat digunakan nilai Ec 4700√f c.

  Universitas Sumatera Utara

  

f’c (Mpa) Ec (Mpa)

  17 19500 20 21000 25 23500 30 25700 35 27800 40 29700

  Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo.

2.2.2. Bahan Baja Tulangan.

  Sifat umum dari beton, yaitu sangat kuat terhadap beban tekan, bersifat getas/mudah patah atau rusak terhadap beban tarik. Untuk itu agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang akan timbul di dalam struktur tersebut.

  Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan leleh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Suatu diagram hubungan regangan-tegangan tipikal untuk batang tulangan baja dapat dilihat pada gambar berikut:

  Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja

  Tegangan leleh (fy) adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Menurut SK–SNI T–15– 199–03 bahwa modulus elastisitas baja (Es) adalah 200000 Mpa, sedangkan modulus elastisitas untuk beton prategang harus dibuktikan melalui pengujian.

2.3. Lentur Murni

  Bila suatu penampang beton bertulang yang dibebani lentur murni dianalisis, pertama-tama perlu dipakai sejumlah kriteria agar penampang itu mempunyai probabilitas keruntuhan yang layak pada keadaan batas hancur.

  Anggapan-anggapan yang digunakan dalam menganalisis beton bertulang yang diberi beban lentur murni adalah :

  1. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai kekuatan tarik.

  Universitas Sumatera Utara tarik dan tekan) pada serat-serat penampang, berbanding lurus dengan jarak tiap serat ke sumbu netral. Ini merupakan kriteria yang kita kenal, yaitu penampang bidang datar akan tetap berupa bidang datar.

  3. Hubungan antara tegangan (σs) dan regangan (εs) dapat dinyatakan secara skematis. Untuk menentukan kuat lentur berlaku rumus sebagai berikut :

  1

  wac

  2

  lt (1) ∂ =

  I M . c lt (2) ∂ =

  1 3

  bh

  2 Tinjauan sebuah balok beton bertulang tertumpu bebas dengan dua beban terpusat P di atasnya, bila berat balok sendiri diabaikan, maka diagram gaya lintang dan diagram momen lentur disajikan dalam gambar sebagai berikut:

  P P A B L-2.a a a V= +P

  V= -P M = Va

Gambar 2.4 Balok Dibebani Lentur Murni

  Di antara kedua beban P gaya lintang V adalah nol dan momen lentur M konstan, sehingga balok ini mendapat beban lentur murni.

  Universitas Sumatera Utara pengujian regangan, tegangan dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang menahan momen lentur, yaitu momen akibat beban luar yang timbul akibat keruntuhan.

  Selama tegangan tarik pada penampang tidak melebihi kuat tarik beton f’c penampang tersebut belum retak, di mana kuat tarik beton sekitar 0,7 √f'c. . Keadaan ini disajikan pada gambar 2.5 untuk penampang balok yang diberi beban momen lentur dengan lebar b dan tinggi efektif d. Tinggi daerah (yang diarsir) adalah c, sedangkan regangan tekan dan regangan tarik (dalam beton dan baja) berbanding lurus dengan jarak terhadap garis netral (gambar 2.6). Gambar 2.4. Menyatakan distribusi tegangan pada bagian yang belum retak. Tegangan tarik maksimum beton fc masih kecil, diagram distribusi masih linier.

  Bila beban P pada balok diperbesar, σc akan melebihi fc, beton akan retak, akibat gaya tarik dilawan tulangan, sedangkan diagram distribusi tegangan tekan pada beton berubah menjadi bentuk lengkung yang lebih mendekati diagram tegangan- regangan yang sebenarnya. Pada saat balok hancur distribusi tegangan pada penampang adalah sesuai dengan gambar 2.5. pada daerah tekan, hubungan antara tegangan- regangan sesuai dengan diagram σ–ε yang sebenarnya bagi beton. Tegangan pada serat atas sama dengan tegangan tekan hancur σ’cu, sedangkan pada daerah tekan telah mencapai tinggi minimum cu, bagian daerah tarik yang tidak retak sangat kecil dan dapat diabaikan, tegangan pada tulangan beton dapat dianggap sama dengan tegangan leleh σy.

  Universitas Sumatera Utara

  15

  ɛ c σ c f’c

  ND h d c cu NT

  ɛ s b σ s ≤ f c (b)

  (c) (a)

Gambar 2.5. Distribusi Tegangan-Regangan Pada Penampang Beton Bertulang Dengan Momen Yang Semakin Besar

2.4. Kuat Lentur Balok Persegi

  Telah ditemukan bahwa distribusi tegangan tekan beton pada penampang bentuknya setara dengan kurva tegangan-regangan tekan beton. Bentuk distribusi tegangan tersebut berupa garis lengkung dengan nilai nol pada garis netral, seperti pada gambar berikut : c ɛ’ c = 0,003 h d ND

  z NT b

  ɛ s ≥ ɛ y f s = f y

Gambar 2.6. Diagram Tegangan Dan Regangan

  Berdasarkan anggapan-anggapan seperti yang telah dikemukakan di atas, dapat dilakukan pengujian regangan, tegangan dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang bekerja menahan momen batas yaitu momen akibat beban luar yang timbul tepat pada saat terjadi hancur.

  Universitas Sumatera Utara tegangan-regangan dalam yang timbul di dalam balok, pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam. N adalah resultante gaya tekan dalam, merupakan

  D

  resultante gaya tekan pada daerah di atas garis netral. Sedangakan N adalah resultante

  T

  gaya tarik dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk daerah di bawah garis netral. Kedua gaya ini arah garis netralnya sejajar, sama besar tapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk Koppel kuat lentur, atau momen tahanan penampang komponen struktur tersebut.

  Menentukan momen tahanan dalam merupakan hal yang kompleks sehubung dengan diagram tegangan tekan di atas garis netral yang membentuk garis lengkung.

  Kesulitan tidak hanya pada waktu menghitung besarnya N , tetapi juga menentukan

  D letak garis netral kerja gaya relatif terhadap pusat berat tulangan baja tarik.

  Untuk tujuan penyederhanaan, Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai distribusi tegangan tekan beton ekivalen. Standard SK–SNI T–15–199– 03 juga menetapkan bentuk tersebut sebagai ketentuan, meskipun pada ayat 6 tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk-bentuk yang lain, sepanjang hal tersebut merupakan hasil-hasil pengujian.

Gambar 2.7. Diagram Tegangan Universitas Sumatera Utara

  17 intensitas tegangan tekan beton rata-rata ditentukan sebesar 0,85f’c dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b dan sedalam a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus : a = β .c…………………………………………………………….……2.1

  1 Dimana : c = jarak serat terluar ke garis netral β = konstanta merupakan fungsi dari kuat tekan.

  1 Standar SK–SNI T–15–199–03, menetapkan nilai β1 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 Mpa,

  berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 Mpa kuat beton dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

2.5 Metode Perkuatan Struktur Beton Bertulang

  Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah :

  a. Memperpendek bentang ( L ) dari struktur dengan konstruksi beton ataupun dengan konstruksi baja.

  b. Memperbesar dimensi l e b a r b a l o k ( b ) d a n t i n gg i b a l ok ( h ) dari pada konstruksi beton.

  c. Menambah plat baja.

  Dari metode perkuatan di atas, ada beberapa kendala yang dijumpai di lapangan sebagi berikut:

  1. Waktu pelaksanaan yang lama (menunggu proses pengeringan dari material perkuatan hingga mampu memikul beban).

  2. Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehingga harus menghentikan aktifitas dan juga harus membongkar terlebih dahulu plumbing maupun

  Universitas Sumatera Utara

  3. Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara dll.

  4. Adanya sambungan-sambungan apabila bentang yang harus diperkuat cukup panjang (metode perkuatan dengan plat baja).

  5. Perlunya lapisan pelindung untuk meningkatkan keawetan terhadap korosi.

  Sejak tahun 90-an, mulai banyak digunakan metode baru dalam melakukan perkuatan yaitu dengan menggunakan “Fiber Reinforced Plastic (FRP)”. Prinsip metode perkuatan dengan menggunakan FRP menyerupai penggunaan Pelat Baja. Tiga prinsip penggunaan FRP dalam perkuatan struktur adalah

  :

  1. Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambahkan FRP pada bagian tarik.

  2. Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan FRP di bagian sisi pada daerah geser.

  3. Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambahkan FRP di sekeliling kolom.

  FRP dapat digunakan pada perkuatan : Lentur baik pada balok dan plat, bagian tumpuan maupun - lapangan

  Geser pada balok dan kolom - Axial pada kolom - Lentur pada dinding (dinding penahan, silo dll) -

  Universitas Sumatera Utara Apabila balok beton bertulang dibebani secara berangsur–angsur mulai dari nol hingga mencapai suatu harga yang menyebabkan balok tersebut, maka hubungan antara beban defleksi pada balok beton bertulang dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier seperti berikut:

Gambar 2.8. Hubungan Antara Beban Dan Defleksi Pada Balok Beton Bertulang

  Keterangan : Daerah I : Taraf praretak, di mana batang-batang strukturnya bebas retak.

  Daerah II : Taraf paska retak, di mana batang-batang strukturalnya mengalami retak terkontrol baik distribusinya maupun lebarnya.

  Daerah III : Taraf paska serviceability, di mana tegangan pada tulangan tarik sudah mencapai tegangan lelehnya.

  Pada praretak, kurva dari beban defleksi masih merupakan garis lurus yang memperlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik maksimum pada balok dalam daerah ini masih lebih kecil dari tegangan tarik ijinnya. Kekuatan lentur EI balok dapat diestimasi dengan menggunakan modulus young (Ec) dari beton dan momen inersia penampang beton bertulang tak retak.

  Universitas Sumatera Utara menuju daerah II pada gambar 2.8 di atas. Hampir semua balok beton bertulang berada di daerah ini pada saat beban bekerja. Taraf keretakan di sepanjang balok bervariasi sesuai dengan taraf regangan dan defleksi pada masing–masing bagian. Untuk suatu balok di atas tumpuan sendi-rol retak akan semakin lebar pada daerah lapangan dan semakin ke arah tumpuan retak semakin kecil. Pada daerah tumpuan kemungkinan hanya mengalami retak halus yang tidak lebar.

  Apabila terjadi retak, konstribusi kekuatan tarik beton sudah dikatakan tidak ada lagi. Berarti kekuatan lentur penampangnya telah berkurang hingga kurva beban defleksi di daerah ini semakin landai dibandingkan dengan taraf praretak. Semakin besar retaknya, akan semakin berkurang kekuatannya hingga mencapai suatu harga berupa batas bawah. Pada saat mencapai keadaan limit beban retak bekerja, distribusi beton tarik terhadap kekuatan dapat diabaikan. Momen inersia penampang retak (Icr) dapat dihitung dengan menggunakan prinsip dasar matematika.

  Diagram beban defleksi pada daerah II gambar 2.8 jauh lebih datar dibanding dengan daerah sebelumnya. Ini diakibatkan oleh berkurangnya luasan penampang karena retak yang cukup banyak dan lebar di sepanjang batang.

  Jika beban terus bertambah, regangan tulangan pada sisi yang tertarik akan terus bertambah melebihi regangan lelehnya tanpa adanya tegangan tambahan. Bisa terus mengalami defleksi tanpa adanya beban tambahan dan retaknya semakin terbuka hingga garis netralnya terus mendekati garis tepi yang tertekan. Pada akhirnya terjadi keruntuhan tekan sekunder yang dapat mengakibatkan kehancuran total pada daerah momen maksimum dan diikuti keruntuhan.

  Universitas Sumatera Utara Menurut catatan sejarah, sebenarnya perencanaan kuat batas adalah yang pertama digunakan dalam perencanaan struktur beton. Itu dapat dimengerti karena beban atau momen batas (ultimate) dapat dicari langsung berdasarkan percobaan uji beban tanpa perlu mengetahui besaran atau distribusi tegangan internal pada penampang struktur yang di uji. Untuk menjelaskan defenisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan kekuatan batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur balok beton bertulang yang diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan beban lagi).

  Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang diletakkan simetri sehingga di tengah bentang struktur tersebut hanya timbul momen lentur saja (tidak ada gaya geser). Region Show in

  P P Reinforcement Strains Stresses P P (b) Stage A – Before craking Compressive P

  P Crack Tensil Strain Stresses P P (a) Stage C – After craking, before yield, service load

  P Crushed concrete P Shear Cracks Strains F s > f y Stresses P P (c) Stage E - Failure

Gambar 2.9. Balok Yang Dibebani Sampai Runtuh Universitas Sumatera Utara

  22 yang terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dilakukan pencatatan lendutan di tengah bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan untuk setiap tahapan beban sampai beton maksimum sebelum balok tersebut runtuh .

Gambar 2.10 Kurva Momen-Kelengkungan Balok

  Baja leleh terlebih dahulu (Titik D). Jika beban terus ditingkatkan, meskipun besarnya peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar dibandingkan lendutan sebelum leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak mengalami rusak (pecah atau spalling) sedemikian sehingga jika beban ditambah sedikit saja maka balok tidak dapat lagi menahan beban dan akhirnya runtuh. Beban batas/maskimum yang masih dapat dipikul oleh balok dengan tetap berada pada kondisi keseimbangan disebut beban batas (ultimate) ditunjukkan oleh titik E.

  Universitas Sumatera Utara diperlihatkan pada balok di atas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan sehingga pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur tersebut sebelum benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat dihindari.

  Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda :

  1. Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu apabila regangan baja (ε ) lebih besar dari regangan beton (ε ). penampang

  s y

  seperti itu disebut penampang under-reinforced, perilakunya sama seperti yang diperlihatkan pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar sebelum runtuh). Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan berperilaku seperti itu.

  2. Keruntuhan Tekan, terjadi bila jumlah tulangan relatif banyak maka keruntuhan dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis, yaitu apabila regangan baja (ε s ) lebih kecil dari regangan beton (ε y ). Penampang seperti itu disebut penampang over-reinvorced, sifat keruntuhannya adalah getas (non-daktail). Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur tersebut mau runtuh, sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya terlebih dahulu.

  3. Keruntuhan Seimbang, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu apabila regangan baja (ε ) sama besar denga regangan beton (ε ). Jumlah

  s y

  penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan

  Universitas Sumatera Utara keruntuhan daktail atau sebaliknya.

Gambar 2.11 Perilaku Keruntuhan Balok

  (Dikutip dari buku Wiryanto Dewobroto, Aplikasi Rekayasa Konstruksi) Struktur pada balok memiliki pola vertikal dan diagonal, selain itu terdapat juga pola retak–retak rambut, retak lentur, retak geser seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.12 Keruntuhan Geset yang Getas Pada balok dengan pelat

  Daerah Lepasnya Selimut Beton Retak Geser

Kritis

Pelat Lem TENGAH BALOK Retak Horizontal Sejajar Tulangan Lentur P/2 Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13 Pola Retak Geser Saat Runtuh di Tengah Bentang Pada Balok

  Keretakan balok dapat dikategorikan menjadi retak struktur yang terdiri dari: a. Retak lentur yang memiliki pola vertikal atau tegak.

  Retak lentur biasanya terjadi disebabkan oleh beban yang melebihi kemampuan balok.

  b. Retak geser yang memiliki pola diagonal/miring. Retak geser terjadi setelah adanya retak lentur yang memiliki pola vertikal. Retak geser terjadi pada balok yang menggunakan perkuatan dengan pelat baja

  Universitas Sumatera Utara

a. Balok Beton Tanpa Menggunakan Pelat Baja

  Dianggap bahwa tulangan logitudinal telah meleleh, maka fs’=fy dan fs=fy As = As’

  2 As = A + A s1 s2

  As = A – A ’

  1 s s

  Dianggap bahwa tulangan logitudinal telah meleleh, maka fs’= fy dan fs = fy fy 368,24 ε 0,0018 s = = =

  E 200000 s Menentukan letak garis netral

  ( , 003 ). d

  c =

  • , 003

  ε y

  a = β. c β =0,85 (SKSNI pasal 3.3.2, β = 0,85 ) f’c ≤ 30 Mpa

  1

  ε ′ 0,003

  Universitas Sumatera Utara

  27

  ′

  c − d

  ′

  f 600 c Dengan kesetimbangan gaya: N = N

  D T

  M = As1*fy (d–½.a)

  n1

  Dari pasangan kopel tulangan baja tekan dan tambahan tulangan tarik: M = A ’fs’(d–d’)

  n2 s

  M = M + M

  u n1 n2 Menghitung Reaksi

  M = 0

  B Σ

  R * L – P(2/3L) – P(1/3 L) = 0

  A

  R * L = 2/3PL + 1/3PL

  A

  R = P

  A

a. Menghitung Momen

  x = 1/3L Mu = R * x

  A

  = P x 1/3 L = 1/3 PL x = 2/3L Mu = R * x – P (x – 1/3L)

  A

  = Ra* x – P (2/3L – 1/3L) = 2/3PL – 1/3PL = 1/3 PL

  Mu = 1/3 PL Dengan kesetimbangan gaya : N = N

  D T

  M = A * fy (d- ½ a)

  n1 s1 Universitas Sumatera Utara

  28 M = A ’fy(d-d’)

  n2 s

  M = M + M

  u n1 n2

  Mu = 1/3

b. Balok Beton Dengan Menggunakan Pelat Baja Setelah retak, saat beban ultimate

  Dianggap bahwa tulangan logitudinal telah meleleh, maka fs’=fy dan fs=fy Tetapi tegangan pelat baja belum meleleh As = As’

  2 As = A + A s1 s2

  As = A – A ’

  1 s s

  A

  pelat baja

  fy ε s1 =

  E s

  Universitas Sumatera Utara

  ε s s = ε 1

  • E s

  Menentukan letak garis netral ( , 003 ). h

  c =

  , 003 y

  • a = β. c β =0,85 (SKSNI pasal 3.3.2, β = 0,85 ) f’c ≤ 30 Mpa

  ε

  1 ′

  c − d ε ′ 0,003 c

  ′

  c − d

  ′

  f 600 c Dengan kesetimbangan gaya: Dari pasangan kopel tulangan baja tekan dan tambahan tulangan tarik: N = N

  D T

  M = A * fy (d–½a) + A ’fy(d–d’) + A .fy (h–½a) n s1 s pelat baja pelat baja. Mu = 1/3 PL

2.9. Momen Inersia Penampang Retak

  Untuk menghitung momen inersia penampang retak I beton bertulang yang

  cr merupakan bahan komposit digunakan metode transformasi luas penampang bahan.

  Luas penampang batang tulangan baja yang terdapat pada penampang bahan. Luas penampang batang tulangan baja yang terdapat pada penampang komponen fiktif setara A , yang dianggap mampu menahan gaya tarik. Penentuan nilai A didasarkan pada

  eq eq

  teori mekanika bahan, di mana apabila dua bahan elastik yang berbeda mengalami regangan yang sama, tegangan yang terjadi pada masing–masing bahan akan setara dengan nilai banding modulus elastisitasnya. Dengan menggunakan notasi sebagai berikut:

  Universitas Sumatera Utara s

  f = tegangan tarik beton teoritis pada kedudukan tulangan baja tarik

  ct(tarik)

  E = modulus elastisitas baja

  s

  E = modulus elastisitas beton

  c

  f f E E

  E f f n f E

  Secara teoritis tulangan baja digantikan fungsinya oleh suatu luasan beton fiktif yang setara, yang dengan sendirinya harus mampu menahan gaya tarik yang sama pula.

  Maka didapatkan, f A = f A

  ct eq s s

  A = n A

  eq s

Gambar 2.14. Penampang Trasformasi Universitas Sumatera Utara

  31 Penetapan letak garis netral tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan keseimbangan momen statis luas efektif terhadap serat tepi terdesak, sebagai berikut:

  2

  • nA ’y – n A ’d’ – nA d + n A y = 0

  s s s s ½ by

  Dan momen inersia terhadap garis netral dihitung dengan persamaan berikut:

  1 & &

  I + n A ′ y − d 3 b y + n A d − y

  Pusat transformasi tampang dihitung dengan persamaan berikut:

  

/

. d′ )b. h. h2- + n − 1 As.d + n − 1 As y(

  

/

  b. h + n − 1 As + n − 1 As

  Sehingga di peroleh = h –

  dasar

  y( y( Momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh batang tulangan diabaikan, maka inersia penampang transformasi adalah:

1 I =

  g 0 b. h

  12

  di mana : y = letak titik berat penampang kebagian tepi atas serat terdesak I = momen inersia penampang retak transformasi

  cr

  I = momen inersia penampang utuh

  g

  Ditetapkan bahwa lendutan dapat dihitung dengan menggunakan nilai momen inersia efektif I berdasarkan persamaan berikut :

  e

  M M Ie 2

  4 I + 61 − 2 4 7 I

  5 M M

  3

  3

  di mana : I = momen inersia efektif

  e

  I = momen inersia penampang retak transformasi

  cr

  I = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang,

  g

  seluruh batang tulangan diabaikan

  Universitas Sumatera Utara a

  M = momen pada saat timbul retak pertama kali

  cr

2.10. Lendutan Pada Balok

  Lendutan pada komponen struktur terjadi apabila segera setelah beban bekerja seketika itu pula terjadi lendutan. Lendutan tersebut disebabkan oleh sifat atau perilaku susut pada beton, yang mengakibatkan bertambahnya regangan.

  a. Bidang momen pada balok dengan beban terpusat P P h

  C D B A b

  1/3l 1/3l 1/3l 1/3l P P

  θ A 1/3P θ B C

  δ D δ

  A

  3

  1/3P Bidang Momen

  A

1 A

  2 Gambar 2.15. Bidang Momen Sebagai Muatan Pada Beban Terpusat

2 A = ½ .1/3L.1/3PL = 1/18 PL

  1

2 A = 1/3L.1/3PL = 1/9 PL

  2 A 3 = A

  1

  2

  = A + ½ A = 1/9 PL

  1

2 Dengan demikian,

  M = . 1/3L – A (1/3 . 1/3L)

  1/3L

1 Universitas Sumatera Utara

  3 M = . 1/2L – A ((1/3 . (1/3L) + ½ . (1/3L)) – ½ A (1/2 . 1/3L) 1/2L

  1

  2

  2

  2

  2

  = 1/9 PL (1/2L) – 1/18 PL (1/9L + 1/6L) – ½ (PL /9) (1/12L)

  3

  2

  3

  = 1/18 PL – 1/18 PL .(15/54L) – 1/216 PL

  3

  3

  3

  = 1/18 PL – 15/972 PL – 1/216 PL

  < 8,9 .:;

  = =>& ?@

  M = . 2/3 L – A (1/3 . 1/3L+1/3L) – A ( ½ . 1/3L)

  2/3L

  1

  

2

  3

  = 5/162 PL

  < D

E/FG 9:;

  Maka = δ =

B3C

  ?@ HI&?@

  Bidang momen pada balok dengan beban terbagi rata h q

  ½ L C D B A EI b

  ½ L L

  B

θ

  M =

  A θ max

  δ

  A A

Gambar 2.16. Bidang Momen Sebagai Muatan Pada Beban Terbagi Rata Universitas Sumatera Utara

  2

  2

  2

  = = A = 1/24 qL Lendutan maksimum di tengah bentang pada beban terbagi rata adalah,

  δ max

  4

  = . ½ L – A . 3/16L = 5/384 qL

  δ max K D

  9J;

E/FG

  Maka =

  =

  δ

B3C

  ?@ L8?@ Universitas Sumatera Utara