Departemen Fisika-FMIPA Univeristas Indonesia 2007
Dr. Eng. Supriyanto, M.Sc
Edisi I
Departemen Fisika-FMIPA Univeristas Indonesia 2007
Kata Pengantar
Buku ini semula merupakan diktat perkuliahan mata kuliah Analisis Data Geofisika yang diberikan kepada mahasiswa Geofisika pada Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia.
Acuan utama untuk edisi perdana ini adalah buku Geophysical Data Analysis: Understanding Inverse Problem Theory and Practice yang ditulis oleh Max A. Meju dan diterbitkan oleh Society
of Exploration Geophysicists pada tahun 1994.
Semoga keberadaan buku ini dapat membantu mahasiswa geofisika untuk memiliki ke- mampuan memformulasikan masalah, menyusun hipotesis, metode dan solusi sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah geofisika secara mandiri.
Terima kasih yang tak terhingga ingin saya sampaikan kepada Dede Djuhana yang telah
bersedia berbagi memberikan file format buku dalam L A TEX sehingga tampilan buku ini menjadi jauh lebih baik.
Depok, 15 Maret 2007 Supriyanto S.
Daftar Isi
Lembar Persembahan i Kata Pengantar
v Daftar Isi
vii Daftar Gambar
ix Daftar Tabel
xi
1 Pendahuluan
1.1 Definisi dan Konsep Dasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.2 Proses geofisika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.3 Eksplorasi geofisika dan inversi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.4 Macam-macam data geofisika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.5 Deskripsi proses geofisika: Model matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.6 Diskritisasi dan linearisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 Formulasi Masalah Inversi
2.1 Klasifikasi masalah inversi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2 Inversi Model Garis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.3 Inversi Model Parabola . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.4 Inversi Model Bidang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
2.5 Contoh aplikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
2.5.1 Menghitung gravitasi di planet X . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
2.5.2 Analisa data seismik pada reflektor tunggal horizontal . . . . . . . . . . . 28
2.5.3 Analisa data seismik pada reflektor tunggal miring . . . . . . . . . . . . . 29
2.6 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
3 Penyelesaian Masalah Overdetermined
3.1 Regresi linear sederhana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
3.2 Metode least square .................................. 31
3.3 Aplikasi regresi linear pada analisis data seismik refraksi . . . . . . . . . . . . . . 34
3.4 Regresi linear dengan pendekatan matriks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
3.5 Soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39 3.5 Soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
4 Constrained Linear Least Squares Inversion
4.1 Inversi dengan informasi awal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
4.1.1 Memformulasikan persamaan terkonstrain . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
4.1.2 Contoh aplikasi inversi terkonstrain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
4.2 Inversi dengan Smoothness . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
4.2.1 Formulasi masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
4.2.2 Solusi masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47
Daftar Pustaka
49 Indeks
Daftar Gambar
1.1 Alur pemodelan inversi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.2 Alur pemodelan forward . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.3 Alur eksperimen lapangan dan eksperimen laboratorium . . . . . . . . . . . . . .
1.4 Konfigurasi elektroda pada metode Schlumberger . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1 Data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman dari permukaan tanah . . . 10
2.2 Hasil inversi atas data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman ...... 14
2.3 Data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman dari permukaan tanah . . . 15
2.4 Hasil inversi atas data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman. Tanda titik merah adalah data observasi sementara kurva biru adalah kurva hasil inversi 18
2.5 Data observasi perubahan nilai terhadap posisi koordinat x dan y . . . . . . . . . 20
2.6 Hasil inversi berbentuk bidang. Saya sebut saja sebagai bidang inversi . . . . . . 23
2.7 Ini adalah hasil inversi yang sama, hanya saja bidang inversi diputar (di-rotasi) pada suatu arah sehingga kita bisa saksikan dan pastikan bahwa sebaran titik data observasi berada di-dekat permukaan bidang inversi . . . . . . . . . . . . . 23
2.8 Grafik data pengukuran gerak batu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
2.9 Grafik hasil inversi parabola . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
2.10 Reflektor mendatar pada kedalaman z. Kecepatan gelombang v dianggap kon- stan. S adalah sumber gelombang seismik dan R adalah penerima gelombang seismik. Jarak antara S dan R disebut offset (x). Sementara garis merah yang ada panahnya adalah lintasan gelombang seismik. ................. 29
2.11 Reflektor miring dengan sudut kemiringan sebesar α. Kecepatan gelombang v dianggap konstan. S adalah sumber gelombang seismik dan R adalah penerima gelombang seismik. Jarak antara S dan R disebut offset (x). Sementara garis merah yang ada panahnya adalah lintasan gelombang seismik. .......... 30
3.1 Hasil plotting data observasi dalam sumbu-x dan sumbu-y . . . . . . . . . . . . . 32
3.2 Contoh solusi regresi linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Definisi dan Konsep Dasar
Dalam geofisika, kegiatan pengukuran lapangan selalu dilakukan berdasarkan prosedur yang sudah ditentukan. Kemudian, hasil pengukuran dicatat dan disajikan dalam bentuk tabel angka- angka pengukuran. Hasil pengukuran tersebut sudah barang tentu sangat tergantung pada kondisi dan sifat fisis batuan bawah permukaan. Tabel angka-angka itu selanjutnya disebut data observasi atau juga biasa disebut data lapangan .
Kita berharap data eksperimen dapat memberi informasi sebanyak-banyaknya, tidak sekedar mengenai sifat fisis batuan saja, melainkan juga kondisi geometri batuan bawah permukaan dan posisi kedalaman batuan tersebut. Informasi itu hanya bisa kita dapat bila kita mengetahui hubungan antara sifat fisis batuan tersebut dan data observasinya. Penghubung dari keduanya
hampir selalu berupa persamaan matematika atau kita menyebutnya sebagai model matem-
atika. Maka dengan berdasarkan model matematika itulah, kita bisa mengekstrak parameter fisis batuan dari data observasi. Proses ini disebut proses inversi atau istilah asingnya disebut inverse modelling, lihat Gambar 2.9. Sementara proses kebalikannya dimana kita ingin mem- peroleh data prediksi hasil pengukuran berdasarkan parameter fisis yang sudah diketahui, maka proses ini disebut proses forward atau forward modelling, lihat Gambar 1.2.
Proses inversi adalah suatu proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik penye- lesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai dis- tribusi sifat fisis bawah permukaan. Di dalam proses inversi, kita melakukan analisis terhadap data lapangan dengan cara melakukan curve fitting (pencocokan kurva) antara model matem- atika dan data lapangan. Tujuan dari proses inversi adalah untuk mengestimasi parameter fisis batuan yang tidak diketahui sebelumnya ( unknown parameter ). Proses inversi terbagi dalam level-level tertentu mulai dari yang paling sederhana seperti fitting garis untuk data seismik refraksi sampai kepada level yang rumit seperti tomografi akustik dan matching (pencocokan) kurva resistivity yang multidimensi. Contoh problem inversi dalam bidang geofisika adalah
1. Penentuan struktur bawah tanah
2. Estimasi parameter-parameter bahan tambang
2 BAB 1. PENDAHULUAN
Gambar 1.1: Alur pemodelan inversi
Gambar 1.2: Alur pemodelan forward
1.2. PROSES GEOFISIKA
3. Estimasi parameter-parameter akumulasi sumber energi
4. Penentuan lokasi gempa bumi berdasarkan waktu gelombang datang
5. Pemodelan respon lithospere untuk mengamati proses sedimentasi
6. Analisis sumur bor pada hidrogeologi
1.2 Proses geofisika
Perambatan gelombang seismik, perambatan gelombang elektromagnetik di bawah tanah dan juga aliran muatan (arus listrik) ataupun arus fluida pada batuan berpori adalah contoh-contoh proses geofisika. Data lapangan tak lain merupakan refleksi dari kompleksitas sistem geofisi- ka yang sedang diamati, yang dikontrol oleh distribusi parameter fisis batuan berikut struktur geologinya.
1.3 Eksplorasi geofisika dan inversi
Tujuan utama dari kegiatan eksplorasi geofisika adalah untuk membuat model bawah per- mukaan bumi dengan mengandalkan data lapangan yang diukur bisa pada permukaan bumi atau di bawah permukaan bumi atau bisa juga di atas permukaan bumi dari ketinggian tertentu. Untuk mencapai tujuan ini, idealnya kegiatan survey atau pengukuran harus dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan terintegrasi menggunakan sejumlah ragam metode geofisika.
Seringkali –bahkan hampir pasti– terjadi beberapa kendala akan muncul dan tak bisa di- hindari, seperti kehadiran noise pada data yang diukur. Ada juga kendala ketidaklengkapan data atau malah kurang alias tidak cukup. Namun demikian, dengan analisis data yang paling mungkin, kita berupaya memperoleh informasi yang relatif valid berdasarkan keterbatasan data yang kita miliki.
Dalam melakukan analisis, sejumlah informasi mengenai kegiatan akuisisi data juga diper- lukan, antara lain: berapakah nilai sampling rate yang optimal? Berapa jumlah data yang diperlukan? Berapa tingkat akurasi yang diinginkan? Selanjutnya –masih bagian dari pros- es analisis– model matematika yang cocok mesti ditentukan yang mana akan berperan ketika menghubungkan antara data lapangan dan distribusi parameter fisis yang hendak dicari.
Setelah proses analisis dilalui, langkah berikutnya adalah membuat model bawah permukaan yang nantinya akan menjadi modal dasar interpretasi. Ujung dari rangkaian proses ini adalah penentuan lokasi pemboran untuk mengangkat sumber daya alam bahan tambang/mineral dan oil-gas ke permukaan. Kesalahan penentuan lokasi berdampak langsung pada kerugian meter- il yang besar dan waktu yang terbuang percuma. Dari sini terlihat betapa pentingnya proses analisis apalagi bila segala keputusan diambil berdasarkan data eksperimen.
1.4 Macam-macam data geofisika
Data geofisika bisa diperoleh dari pengukuran di lapangan atau bisa juga dari pengukuran di laboratorium. Gambar 1.3 memperlihatkan alur pengambilan data dari masing-masing pen-
4 BAB 1. PENDAHULUAN
Gambar 1.3: Alur eksperimen lapangan dan eksperimen laboratorium
gukuran. Pada pengukuran lapangan, data geofisika yang terukur antara lain bisa berupa densitas, kecepatan gelombang seismik, modulus bulk, hambatan jenis batuan, permeabilitas batuan, suseptibilitas magnet dan lain sebagainya yang termasuk dalam besaran fisis sebagai karakter- istik bawah permukaan bumi.
Pada pengukuran di laboratorium, model lapisan bumi ataupun keberadaan anomali dalam skala kecil dapat dibuat dan diukur respon-nya sebagai data geofisika. Diharapkan hasil uji laboratorium tersebut bisa mewakili kondisi lapangan yang sesungguhnya yang dimensinya jauh lebih besar.
Jika suatu pengukuran diulang berkali-kali, entah itu di lapangan maupun di laboratorium, seringkali kita temukan hasil pengukuran yang berubah-ubah, walaupun dengan variasi yang bisa ditolerir. Variasi ini umumnya disebabkan oleh kesalahan instrumen pengukuran ( instru- mental error ) atau bisa juga dikarenakan kesalahan manusia ( human error ). Seluruh variasi ini bila di-plot kedalam histogram akan membentuk distribusi probabilistik.
1.5 Deskripsi proses geofisika: Model matematika
Seluruh proses geofisika dapat dideskripsikan secara matematika. Sebagaimana yang telah dise- butkan diawal, suatu formulasi yang bisa menjelaskan sistem geofisika disebut model. Namun perlu ditekankan juga bahwa istilah model memiliki ragam konotasi berbeda di kalangan geo- saintis. Misalnya, orang geologi kerapkali menggunakan istilah model konseptual, atau istilah model fisik yang digunakan untuk menyebutkan hasil laboratorium, atau dalam catatan ini kita menggunakan istilah model matematika yang merupakan istilah umum dikalangan para ahli
1.6. DISKRITISASI DAN LINEARISASI
geofisika. Kebanyakan proses geofisika dapat dideskripsikan oleh persamaan integral berbentuk
K i (z)p(z)dz
dimana d i adalah respon atau data yang terukur, p(z) adalah suatu fungsi yang berkaitan den- gan parameter fisis yang hendak dicari (misalnya: hambatan jenis, densitas, kecepatan, dan lain-lain) yang selanjutnya disebut parameter model, dan K i disebut data kernel. Data kernel menjelaskan hubungan antara data dan parameter model p(z). Parameter model (misalnya ke- cepatan, resistivitas dan densitas) bisa jadi merupakan fungsi yang kontinyu terhadap jarak atau posisi. Sebagai contoh, waktu tempuh t antara sumber gelombang seismik dengan penerimanya sepanjang lintasan L dalam medium, yang distribusi kecepatan gelombangnya kontinyu v(x, z), ditentukan oleh
L v(x, z)
Deskripsi matematika terhadap sistem geofisika seperti contoh di atas disebut forward mod- elling. forward modelling digunakan untuk memprediksi data simulasi berdasarkan hipotesa
kondisi bawah permukaan. Data simulasi tersebut biasanya dinamakan data teoritik atau data
sintetik atau data prediksi atau data kalkulasi. Cara seperti ini disebut pendekatan forward atau lebih dikenal sebagai pemodelan forward (Gambar 1.2).
1.6 Diskritisasi dan linearisasi
Dalam banyak kasus, model bumi selalu fungsi kontinyu terhadap jarak dan kedalaman. Mari kita ambil kasus massa dan momen inersia bumi. Keduanya terkait dengan densitas bawah permukaan sesuai rumus-rumus berikut
M assa = 4π 2 r ρ(r)dr
Z 8π R
M oment inersia = 4 r ρ(r)dr
dimana R adalah jejari bumi dan ρ(r) merupakan fungsi densitas terhadap jarak r. ρ(r) juga berhubungan dengan p(z) pada persamaan (1.1). Persamaan (1.4 dan 1.4) dapat dinyatakan dalam formulasi yang lebih umum yaitu
K i (r)p(r)dr
sama persis dengan persamaan (1.1). Integral ini relatif mudah dievaluasi secara komputasi dengan matematika diskrit. Pendekatan komputasi memungkinkan kita untuk menyederhanakan
ρ(r)dr menjadi m, sementara K i menjadi G i sehingga persamaan (1.5) dapat dinyatakan seba- gai
G ij m j
6 BAB 1. PENDAHULUAN
Gambar 1.4: Konfigurasi elektroda pada metode Schlumberger
Ini adalah bentuk diskritisasi. Secara umum, memang pada kenyataannya ketika melakukan eksperimen di lapangan, data pengukuran maupun paremeter model selalu dibatasi pada inter- val tertentu. Kita sering berasumsi bahwa bawah permukaan bumi terdiri dari lapisan-lapisan yang masing-masing memiliki sifat fisis atau parameter fisis p(z) yang seragam. Misalnya lapisan tertentu memiliki densitas sekian dan ketebalan sekian. Langkah praktis ini yang terkesan menyederhanakan obyek lapangan disebut langkah parameterisasi. Dalam kuliah ini, kita akan selalu memandang model yang diskrit dan juga parameter yang diskrit daripada model dan paremeter yang kontinyu. Sehingga proses inversi yang akan kita lakukan disebut sebagai teori inversi diskrit dan bukan teori inversi kontinyu.
Dalam bentuk diskrit, persamaan (1.2) bisa dinyatakan sebagai
Perlu dicatat disini bahwa waktu tempuh t tidak berbanding lurus dengan parameter model v, melainkan berbanding terbalik. Hubungan ini dinamakan non-linear terhadap v. Namun
demikian, jika kita mendefinisikan parameter model c = 1/v, dimana c adalah slowness gelom- bang seismik, maka problem ini bisa dinyatakan sebagai
Hubungan ini disebut linear. Persamaan memenuhi bentuk d = Gm. Operasi transformasi seper- ti itu dinamakan linearisasi parameter. Dan proses menuju kesana dinamakan linearisasi.
Sekarang mari kita lihat problem dari pengukuran resistivitas semu dengan metode Schlum- berger untuk mengamati lapisan bawah permukaan yang diasumsikan terdiri dari dua lapisan. Formula model yang diturunkan oleh Parasnis, 1986 adalah
ρ a (L) = ρ 1 1 + 2L 2 K(λ)J 1 (λL)λdλ
1.6. DISKRITISASI DAN LINEARISASI
dimana L = AB/2 adalah jarak masing-masing elektroda terhadap titik tengah, J 1 adalah fungsi Bessel orde 1 dan K(λ) adalah fungsi parameter (resistivitas masing-masing lapisan yaitu ρ 1 dan ρ 2 serta ketebalan lapisan paling atas t) dari sistem yang kita asumsikan. K(λ) dinyatakan sebagai
−k (−2λt) K(λ) = 1,2
1 + −k (−2λt)
Kita bisa lihat bahwa persamaan (1.9) tidak bisa didekati dengan d = Gm sebagaimana yang dilakukan pada persamaan (1.2). Oleh karena itu persamaan resistivitas semu di atas disebut highly non-linear.
Bab 2
Formulasi Masalah Inversi
2.1 Klasifikasi masalah inversi
Dalam masalah inversi, kita selalu berhubungan dengan parameter model ( M ) dan data (N ); yang mana jumlah dari masing-masing akan menentukan klasifikasi permasalahan inversi dan cara penyelesaiannya. Bila jumlah model parameter lebih sedikit dibandingkan data observasi ( M < N ), maka permasalahan inversi ini disebut overdetermined. Umumnya masalah ini dis- elesaikan menggunakan pencocokan ( best fit ) terhadap data observasi. Dalam kondisi yang lain dimana jumlah parameter yang ingin dicari ( M ) lebih banyak dari pada jumlah datanya (N ), maka masalah inversi ini disebut underdetermined. Dalam kasus ini terdapat sekian banyak model yang dapat sesuai kondisi datanya. Inilah yang disebut dengan masalah non-uniqness. Bagaimana cara untuk mendapatkan model yang paling mendekati kondisi bawah permukaan? Menurut Meju, 1994 persoalan ini bisa diselesaikan dengan model yang parameternya berben- tuk fungsi kontinyu terhadap posisi. Kasus yang terakhir adalah ketika jumlah data sama atau hampir sama dengan jumlah parameter. Ini disebut evendetermined. Pada kasus ini model yang paling sederhana dapat diperoleh menggunakan metode inversi langsung.
Pada bab ini, saya mencoba menyajikan dasar teknik inversi yang diaplikasikan pada model garis, model parabola dan model bidang. Uraian aplikasi tersebut diawali dari ketersediaan data observasi, lalu sejumlah parameter model (unknown parameter) mesti dicari dengan teknik inversi. Mari kita mulai dari model garis.
2.2 Inversi Model Garis
Secara teori, variasi temperatur bawah permukaan akan semakin meningkat ketika temper- atur tersebut diukur semakin kedalam permukaan bumi. Misalnya telah dilakukan sebanyak sepuluh kali ( N = 10) pengukuran temperatur (T i ) pada kedalaman yang berbeda beda ( z i ) sebagaimana ditunjukan datanya pada Tabel 2.6.
10 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
Tabel 2.1: Data temperatur bawah permukaan tanah terhadap kedalaman Pengukuran ke- i Kedalaman (m) Temperatur ( O C)
Variasi Suhu vs Kedalaman
Suhu (Celcius) 100
Kedalaman (m)
Gambar 2.1: Data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman dari permukaan tanah Source code untuk menggambar grafik tersebut dalam Matlab adalah
1 clc 2 clear 3 close
5 % Data observasi 6 z = [5 16 25 40 50 60 70 80 90 100]; 7 T = [35.4 50.1 77.3 92.3 137.6 147.0 180.8 182.7 188.5 223.2];
9 % Plot data observasi 10 plot(z,T,’*r’); 11 grid; 12 xlabel(’Kedalaman (m)’); 13 ylabel(’Suhu (Celcius)’); 14 title(’\fontsize{14} Variasi Suhu vs Kedalaman’);
2.2. INVERSI MODEL GARIS
Lalu kita berasumsi bahwa variasi temperatur terhadap kedalaman ditentukan oleh rumus berikut ini:
m 1 +m 2 z i =T i
dimana m 1 dan m 2 adalah konstanta-konstanta yang akan dicari. Rumus di atas disebut mod-
el matematika. Sedangkan m 1 dan m 2 disebut parameter model atau biasa juga disebut unknown parameter. Pada model matematika di atas terdapat dua buah parameter model, (M = 2). Sementara jumlah data observasi ada empat, (N = 10), yaitu nilai-nilai kedala- man, z i , dan temperatur, T i . Berdasarkan model tersebut, kita bisa menyatakan temperatur dan kedalaman masing-masing sebagai berikut:
m 1 +m 2 z 1 =T 1 m 1 +m 2 z 2 =T 2 m 1 +m 2 z 3 =T 3 m 1 +m 2 z 4 =T 4 m 1 +m 2 z 5 =T 5 m 1 +m 2 z 6 =T 6 m 1 +m 2 z 7 =T 7 m 1 +m 2 z 8 =T 8 m 1 +m 2 z 9 =T 9
m 1 +m 2 z 10 =T 10
Semua persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam operasi matrik berikut ini:
Lalu ditulis secara singkat
Gm = d
(2.3) dimana d adalah data yang dinyatakan dalam vektor kolom, m adalah model parameter, juga
dinyatakan dalam vektor kolom, dan
G disebut matrik kernel. Lantas bagaimana cara menda-
12 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI patkan nilai m 1 dan m 2 pada vektor kolom m? Manipulasi 1 berikut ini bisa menjawabnya
G T Gm = G T d (2.4) dimana T disini maksudnya adalah tanda transpos matrik. Selanjutnya, untuk mendapatkan
elemen-elemen m, diperlukan langkah-langkah perhitungan berikut ini:
G T Gm = G T d [G T G] − 1 G T Gm = [G T G] − 1 G T d
m = [G T G] − 1 G T d (2.5)
1. Tentukan transpos dari matrik kernel, yaitu G T
2. Lakukan perkalian matriks G T G
dimana N = 10 atau sesuai dengan jumlah data observasi; sementara i = 1, 2, 3, ..., 10.
1 Matrik G biasanya tidak berbentuk bujursangkar. Akibatnya tidak bisa dihitung nilai invers-nya. Dengan menga- likan matrik G dan transpose matrik G, maka akan diperoleh matrik bujursangkar
2.2. INVERSI MODEL GARIS
3. Kemudian tentukan pula G T d
4. Dengan menggunakan hasil dari langkah 2 dan langkah 3, maka persamaan (2.4) dapat dinyatakan sebagai
Berdasarkan data observasi pada tabel di atas, diperoleh
Operasi matriks di atas akan menghasilkan nilai m 1 = 24.9 dan m 2 = 2.0. Perintah di Matlab untuk menghitung elemen-elemen m, yaitu
m=inv(G’*G)*G’*d Secara lebih lengkap, source code Matlab untuk melakukan inversi data observasi adalah
1 clc 2 clear 3 close
5 % Data observasi 6 z = [5 16 25 40 50 60 70 80 90 100]; 7 T = [35.4 50.1 77.3 92.3 137.6 147.0 180.8 182.7 188.5 223.2];
14 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
9 % Plot data observasi 10 plot(z,T,’*r’); 11 grid; 12 xlabel(’Kedalaman (m)’); 13 ylabel(’Suhu (Celcius)’); 14 title(’\fontsize{14} Variasi Suhu vs Kedalaman’);
16 % Membentuk matrik kernel G dan vektor d 17 n = length(z); 18 for k = 1:n
19 G(k,1) = 1; 20 G(k,2) = z(k);
21 end 22 d = T’;
24 % Perhitungan inversi dengan general least-squares 25 m = inv(G’*G)*G’*d;
27 % Plot hasil inversi (berupa garis least-squares) 28 hold on; 29 zz = 0:0.5:z(n); 30 TT = m(1) + m(2)*zz; 31 plot(zz,TT);
Variasi Suhu vs Kedalaman
Suhu (Celcius) 100
Kedalaman (m)
Gambar 2.2: Hasil inversi atas data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman
Demikianlah contoh aplikasi teknik inversi untuk menyelesaikan persoalan model garis. An-
da bisa mengaplikasikan pada kasus lain, dengan syarat kasus yang anda tangani memiliki bentuk model yang sama dengan yang telah dikerjakan pada catatan ini, yaitu model garis: y=m 1 +m 2 x. Selanjutnya mari kita pelajari inversi model parabola.
2.3. INVERSI MODEL PARABOLA
2.3 Inversi Model Parabola
Kembali kita ambil contoh variasi temperatur terhadap kedalaman dengan sedikit modifikasi data. Misalnya telah dilakukan sebanyak delapan kali (N = 8) pengukuran temperatur (T i ) pada kedalaman yang berbeda beda (z i ). Tabel pengukuran yang diperoleh adalah: Data observasi
Tabel 2.2: Data temperatur bawah permukaan tanah terhadap kedalaman Pengukuran ke- i Kedalaman (m) Temperatur ( O C)
tersebut selanjutnya di-plot ke dalam grafik variasi suhu terhadap kedalaman.
Variasi Suhu vs Kedalaman
50 Suhu (Celcius)
Kedalaman (m)
Gambar 2.3: Data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman dari permukaan tanah
Lalu kita berasumsi bahwa variasi temperatur terhadap kedalaman memenuhi model matem- atika berikut ini:
(2.8) dimana m 1 , m 2 dan m 3 adalah unknown parameter. Jadi pada model di atas terdapat tiga buah
m 1 +m 2 z i +m 3 z 2 i =T i
model parameter, (M = 3). Adapun yang berlaku sebagai data adalah nilai-nilai temperatur T 1 , T 2 ,..., dan T 8 . Berdasarkan model tersebut, kita bisa menyatakan temperatur dan kedalaman
sebagai sistem persamaan simultan yang terdiri atas 8 persamaan (sesuai dengan jumlah data
16 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI observasi):
m 1 +m 2 z 1 +m 3 z 2 1 =T 1 m 1 +m 2 z 2 +m 3 z 2 2 =T 2 m 1 +m 2 z 3 +m 3 z 2 3 =T 3 m 1 +m 2 z 4 +m 3 z 2 4 =T 4 m 1 +m 2 z 5 +m 3 z 2 5 =T 5 m 1 +m 2 z 6 +m 3 z 2 6 =T 6 m 1 +m 2 z 7 +m 3 z 2 7 =T 7 m 1 +m 2 z 8 +m 3 z 2 8 =T 8
Semua persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam operasi matrik berikut ini:
1z 1 z 2 1 1z 2 z 2 2 1z 3 z 2 3 1z 4 z 2 4 1z 5 z 2 5 1z 6 z 2 6 1z 7 z 2 7 1z 8 z 2 8
Lalu ditulis secara singkat
Gm = d
(2.10) dimana d adalah data yang dinyatakan dalam vektor kolom, m adalah model parameter, juga
dinyatakan dalam vektor kolom, dan
G disebut matrik kernel. Lantas bagaimana cara menda- patkan nilai m 1 , m 2 dan m 3 pada vektor kolom m? Manipulasi berikut ini bisa menjawabnya
G T Gm = G T d (2.11) dimana t disini maksudnya adalah tanda transpos matrik. Selanjutnya, untuk mendapatkan
elemen-elemen m, diperlukan langkah-langkah perhitungan berikut ini:
2.3. INVERSI MODEL PARABOLA
1. Tentukan transpos dari matrik kernel, yaitu T G
2. Tentukan G T G
dimana N = 8 dan i = 1, 2, 3, ..., 8.
3. Kemudian tentukan pula T G d
4. Sekarang persamaan (2.16) dapat dinyatakan sebagai
N Pz
Pz i
m 1 PT i
Pz i Pz 2 Pz 3
= Pz i T i
Pz 2 Pz i 3 i Pz 4 i
m 3 Pz 2 i T i
18 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI Berdasarkan data observasi pada tabel di atas, diperoleh
Matlab telah menyediakan sebuah baris perintah untuk menghitung elemen-elemen m, yaitu
m=inv(G’*G)*G’*d Sehingga operasi matriks di atas akan menghasilkan nilai m 1 = 21, m 2 = 0, 05 dan m 3 =
0, 02. Gabungan antara data observasi dan kurva hasil inversi diperlihatkan oleh Gambar 2.4 Script
Variasi Suhu vs Kedalaman
Suhu (Celcius)
Kedalaman (m)
Gambar 2.4: Hasil inversi atas data observasi perubahan suhu terhadap kedalaman. Tanda titik merah adalah data observasi sementara kurva biru adalah kurva hasil inversi
Matlab yang lengkap untuk tujuan ini adalah
1 clc 2 clear 3 close
5 % Data observasi 6 z = [5 8 14 21 30 36 45 50]; 7 T = [20.8 22.6 25.3 32.7 41.5 48.2 63.7 74.6];
9 % Plot data observasi 10 plot(z,T,’*r’);
2.3. INVERSI MODEL PARABOLA
11 grid; 12 xlabel(’Kedalaman (m)’); 13 ylabel(’Suhu (Celcius)’); 14 title(’\fontsize{14} Variasi Suhu vs Kedalaman’);
16 % Membentuk matrik kernel G dan vektor d 17 n = length(z); 18 for k = 1:n
19 G(k,1) = 1; 20 G(k,2) = z(k); 21 G(k,3) = z(k).^2;
22 end 23 d = T’;
25 % Perhitungan inversi dengan general least-squares 26 m = inv(G’*G)*G’*d;
28 % Plot hasil inversi (berupa garis least-squares) 29 hold on; 30 zz = 0:0.5:z(n); 31 TT = m(1) + m(2)*zz + m(3)*zz.^2; 32 plot(zz,TT);
Demikianlah contoh aplikasi teknik inversi untuk menyelesaikan persoalan model parabola. Anda bisa mengaplikasikan pada kasus lain, dengan syarat kasus yang anda tangani memiliki bentuk model yang sama dengan yang telah dikerjakan pada catatan ini, yaitu model garis:
y=m 1 +m 2 x + +m 3 x 2 . Selanjutnya mari kita pelajari inversi model bidang atau model 2- dimensi (2-D).
20 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
2.4 Inversi Model Bidang
Misalnya telah dilakukan sebanyak sepuluh kali ( N = 10) pengukuran suatu nilai parameter pada suatu area sebagaimana ditunjukan datanya pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3: Distribusi suatu nilai dalam area tertentu Pengukuran ke- i X (m) Y (m) Nilai
Sebaran nilai terhadap X dan Y
Gambar 2.5: Data observasi perubahan nilai terhadap posisi koordinat x dan y Source code untuk menggambar grafik tersebut dalam Matlab adalah
1 clc 2 clear 3 close
5 % Data observasi 6 x = [2 5 7 4 1 3 6 9 8 4]; 7 y = [3 6 2 7 8 9 4 1 5 5]; 8 nilai = [10.6 23.5 27.3 20.8 11.1 18.9 25.4 33.5 33.2 24.1];
2.4. INVERSI MODEL BIDANG
10 % Plot data observasi 11 plot3(x,y,nilai,’*r’); 12 grid; 13 xlabel(’X (m)’); 14 ylabel(’Y (m)’); 15 zlabel(’Nilai’); 16 title(’\fontsize{14} Sebaran nilai terhadap X dan Y’);
Model matematika untuk 2-dimensi berikut ini digunakan untuk analisa data tersebut:
(2.14) dimana m 1 , m 2 dan m 3 merupakan unknown parameter yang akan dicari. Adapun yang berlaku
m 1 +m 2 x i +m 3 y i =d i
sebagai data adalah d 1 ,d 2 ,d 3 , ..., d N . Berdasarkan model matematika tersebut, kita bisa ny- atakan
Semua persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam operasi matrik berikut ini:
Lalu ditulis secara singkat
(2.15) dimana d adalah data yang dinyatakan dalam vektor kolom, m adalah unknown parameter,
Gm = d
juga dinyatakan dalam vektor kolom, dan
G disebut matrik kernel. Lantas bagaimana cara mendapatkan nilai m 1 , m 2 dan m 3 pada vektor kolom m? Sama seperti sebelumnya, kita harus membuat persamaan matriks berikut ini
G T Gm = G d (2.16)
dimana T disini maksudnya adalah tanda transpos matrik. Selanjutnya, untuk mendapatkan elemen-elemen m, diperlukan langkah-langkah perhitungan berikut ini:
22 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
1. Tentukan transpos dari matrik kernel, yaitu T G
G= 1 x 3 y 3
⇒ G = x 1 x 2 x 3 ···x N
y 1 y 2 y 3 ···y N
1x N y N
2. Tentukan G T G
G T G= x x x ···x N 1 x 3 y 3 = Px i Px 2 1 2 3 i Px i y i
1 y 2 y 3 ···y N . ..
dimana N = jumlah data. dan i = 1, 2, 3, ..., N .
3. Kemudian tentukan pula G T d
Pd
x 1 x 2 x 3 ···x N d 3 = Px i d i
1 y 2 y 3 ···y N
Py
4. Sekarang, persamaan (2.16) dapat dinyatakan sebagai
5. Sampai disini, jika tersedia data observasi, maka anda tinggal memasukan data tersebut ke dalam persamaan di atas, sehingga nilai elemen-elemen m dapat dihitung dengan perintah matlab
m=inv(G’*G)*G’*d
Langkah-langkah selanjutnya akan sama persis dengan catatan sebelumnya ( model linear
dan model parabola) Gabungan antara data observasi dan kurva hasil inversi diperlihatkan oleh Gambar 2.6
2.4. INVERSI MODEL BIDANG
Sebaran nilai terhadap X dan Y
Gambar 2.6: Hasil inversi berbentuk bidang. Saya sebut saja sebagai bidang inversi
Gambar 2.7: Ini adalah hasil inversi yang sama, hanya saja bidang inversi diputar (di-rotasi) pada suatu arah sehingga kita bisa saksikan dan pastikan bahwa sebaran titik data observasi berada di-dekat permukaan bidang inversi
Script Matlab yang lengkap untuk tujuan ini adalah
1 clc
24 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
2 clear 3 close
5 % Data observasi 6 x = [2 5 7 4 1 3 6 9 8 4]; 7 y = [3 6 2 7 8 9 4 1 5 5]; 8 nilai = [10.6 23.5 27.3 20.8 11.1 18.9 25.4 33.5 33.2 24.1];
10 % Plot data observasi 11 plot3(x,y,nilai,’*r’); 12 grid; 13 xlabel(’X (m)’); 14 ylabel(’Y (m)’); 15 zlabel(’Nilai’); 16 title(’\fontsize{14} Sebaran nilai terhadap X dan Y’);ndata = length(nilai);
18 % Membentuk matrik kernel G dan vektor d 19 ndata = length(x); 20 for k = 1:ndata
21 G(k,1) = 1; 22 G(k,2) = x(k); 23 G(k,3) = y(k);
24 end 25 d = nilai’;
27 % Perhitungan inversi dengan general least-squares 28 m = inv(G’*G)*G’*d;
30 % Plot hasil inversi (berupa garis least-squares) 31 hold on; 32 [X,Y] = meshgrid(min(x):max(x),min(y):max(y)); 33 Z = m(1) + X.*m(2) + Y.*m(3); 34 surf(X,Y,Z);
Anda bisa mengaplikasikan data pengukuran yang anda miliki, dengan syarat kasus yang anda tangani memiliki bentuk model yang sama dengan yang telah dikerjakan pada catatan ini, yaitu memiliki tiga buah model parameter yang tidak diketahui dalam bentuk persamaan bidang
(atau 2-dimensi): d=m 1 +m 2 x+m 3 y.
2.5 Contoh aplikasi
2.5.1 Menghitung gravitasi di planet X
Seorang astronot tiba di suatu planet yang tidak dikenal. Setibanya disana, ia segera mengelu- arkan kamera otomatis, lalu melakukan ekperimen kinematika yaitu dengan melempar batu vertikal ke atas. Hasil foto-foto yang terekam dalam kamera otomatis adalah sebagai berikut Plot data pengukuran waktu vs ketinggian diperlihatkan pada Gambar 2.8. Anda diminta un- tuk membantu proses pengolahan data sehingga diperoleh nilai konstanta gravitasi di planet tersebut dan kecepatan awal batu. Jelas, ini adalah persoalan inversi, yaitu mencari unkown parameter (konstanta gravitasi dan kecepatan awal batu) dari data observasi (hasil foto gerak sebuah batu).
Langkah awal untuk memecahkan persoalan ini adalah dengan mengajukan asumsi model
2.5. CONTOH APLIKASI
Tabel 2.4: Data ketinggian terhadap waktu dari planet X Waktu (dt) Ketinggian (m) Waktu (dt) Ketinggian (m)
matematika, yang digali dari konsep-konsep fisika, yang kira-kira paling cocok dengan situasi pengambilan data observasi. Salah satu konsep dari fisika yang bisa diajukan adalah konsep tentang Gerak-Lurus-Berubah-Beraturan (GLBB), yang formulasinya seperti ini
h o +v o t− gt =h
Berdasarkan tabel data observasi, ketinggian pada saat t = 0 adalah 5 m. Itu artinya h o = 5 m. Sehingga model matematika (formulasi GLBB) dapat dimodifikasi sedikit menjadi
v o t− gt 2 =h−h o
2 Selanjut, didefinisikan m 1 dan m 2 sebagai berikut
m 1 =v o
m 2 =− g (2.19)
sehingga persamaan model GLBB menjadi
(2.20) dimana i menunjukkan data ke-i.
m 1 t i +m 2 t 2 i =h i −5
Langkah berikutnya adalah menentukan nilai tiap-tiap elemen matrik kernel, yaitu dengan memasukan data observasi kedalam model matematika (persamaan (2.20))
m 1 t 1 +m 2 t 2 1 =h 1 −5 m 1 t 2 +m 2 t 2 2 =h 2 −5
1 t 3 +m 2 t 3 =h 3 −5
m 1 t 20 +m 2 t 2 20 =h 20 −5
26 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
Tinggi (meter) 4
Waktu (detik)
Gambar 2.8: Grafik data pengukuran gerak batu
Semua persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam operasi matrik berikut ini:
Operasi matrik di atas memenuhi persamaan matrik
Gm = d
Seperti yang sudah dipelajari pada bab ini, penyelesaian masalah inversi dimulai dari proses
G menghasilkan matriks bujur- sangkar
manipulasi persamaan matrik sehingga perkalian antara t G dan
G t Gm = G d (2.21) Selanjutnya, untuk mendapatkan m 1 dan m 2 , prosedur inversi dilakukan satu-per-satu
2.5. CONTOH APLIKASI
1. Menentukan transpos matrik kernel, yaitu t G
t 1 t 2 t 3 t 4 ...t 19 t 20
G= t 4 t
t 1 t 2 t 3 t 4 ...t 19 t 20 .
2. Menentukan G t G
t 1 t 2 t 3 t 4 ...t 19 t 20
1 2 t 3 t 4 ...t 19 t 20
dimana N = 20 dan i = 1, 2, ..., N .
3. Kemudian menentukan hasil perkalian G t d
t 1 t 2 t 3 t 4 ...t 19 t 20
Pt i h i
t 2 1 t 2 2 t 2 t 3 2 4 ...t 2 t 19 2 20
4. Sekarang persamaan (2.21) dapat dinyatakan sebagai
Berdasarkan data observasi, diperoleh
Hasil operasi matriks ini dapat diselesaikan dengan satu baris statemen di matlab yaitu
28 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
Ketinggian (m) 4 3
Waktu (dt)
Gambar 2.9: Grafik hasil inversi parabola
m=inv(G’*G)*G’*d Hasil inversinya adalah nilai kecepatan awal yaitu saat batu dilempar ke atas adalah sebesar
m 1 = v o = 3,2009 m/dt. Adapun percepatan gravitasi diperoleh dari m 2 dimana m 2 = − 1 2 g=
-0,8169; maka disimpulkan nilai g adalah sebesar 1,6338 m/dt 2 .
Gambar 2.9 memperlihatkan kurva hasil inversi berserta sebaran titik data observasi. Garis berwarna biru merupakan garis kurva fitting hasil inversi parabola. Sedangkan bulatan berwar- na merah adalah data pengukuran ketinggian (m) terhadap waktu (dt). Jelas terlihat bahwa garis kurva berwarna biru benar-benar cocok melewati semua titik data pengukuran. Ini me- nunjukkan tingkat akurasi yang sangat tinggi. Sehingga nilai kecepatan awal dan gravitasi hasil inversi cukup valid untuk menjelaskan gerak batu di planet X.
2.5.2 Analisa data seismik pada reflektor tunggal horizontal
Suatu survei seismik dilakukan untuk mengetahui kedalaman sebuah reflektor mendatar seba- gaimana tampak pada gambar
Waktu tempuh gelombang ( t), yang bergerak sesuai dengan lintasan warna merah, memenuhi model matematika berikut ini
4z 2 x 2 2
(2.23) Data observasi yang berhasil dihimpun dari survei tersebut adalah
=t
Berdasarkan data tersebut, tuliskan langkah demi langkah proses inversi selengkap mungkin untuk menentukan:
• kecepatan gelombang seismik (v) pada lapisan • kedalaman reflektor mendatar (z) terhadap permukaan (surface)
2.5. CONTOH APLIKASI
29 S
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8
Gambar 2.10: Reflektor mendatar pada kedalaman z. Kecepatan gelombang v dianggap konstan. S adalah sumber gelombang seismik dan R adalah penerima gelombang seismik. Jarak antara S dan R disebut offset (x). Sementara garis merah yang ada panahnya adalah lintasan gelombang seismik.
Tabel 2.5: Data variasi offset ( x) dan travel time (t) Receiver R ke-i Offset (x), meter Travel time (t), detik
Petunjuk: sederhanakan model matematika di atas menjadi m 1 +m 2 x 2 =t 2 (2.24) Hasil yang benar adalah: kecepatan = 2797 m/dt ; kedalaman = 719 meter. Jika anda tidak
mendapatkan kedua angka tersebut, maka proses inversi anda mungkin masih keliru!
2.5.3 Analisa data seismik pada reflektor tunggal miring
Suatu survei seismik dilakukan untuk mengetahui keberadaan sebuah reflektor miring seba- gaimana tampak pada gambar
Waktu tempuh gelombang ( t), yang bergerak sesuai dengan lintasan warna merah, memenuhi model matematika berikut ini
4z 2 4xz sin α
Data observasi yang berhasil dihimpun dari survei tersebut adalah Berdasarkan data tersebut, tentukan:
• kecepatan gelombang seismik (v) pada lapisan • kedalaman reflektor miring (z) terhadap permukaan (surface) — jarak terdekat ke sumber
gelombang seismik • sudut kemiringan reflektor (α)
30 BAB 2. FORMULASI MASALAH INVERSI
Surface Surface
R1 R1
R2 R2
R3 R3
R4 R4
R5 R5
zv
Reflektor Reflektor
Gambar 2.11: Reflektor miring dengan sudut kemiringan sebesar α. Kecepatan gelombang v dianggap konstan. S adalah sumber gelombang seismik dan R adalah penerima gelombang seismik. Jarak antara S dan R disebut offset (x). Sementara garis merah yang ada panahnya adalah lintasan gelombang seismik.
Tabel 2.6: Data variasi offset ( x) dan travel time (t) Receiver R ke-i Offset (x), meter Travel time (t), detik
Petunjuk: sederhanakan model matematika di atas menjadi m 1 +m 2 x+m 3 x 2 =t 2 (2.26)
2.6 Kesimpulan
Dari sejumlah contoh pada bab ini, terlihat bahwa matrik kernel kerap kali berubah-ubah, sesuai dengan model matematika. Jadi, model matematika secara otomatis akan mempengaruhi ben- tuk rupa matrik kernelnya.
Bab 3
Penyelesaian Masalah Overdetermined
3.1 Regresi linear sederhana
Jika suatu masalah inversi dapat direpresentasikan kedalam persamaan d = Gm, maka ia dise- but linear. Kita dapat menjalankan prosedur yang sederhana untuk memperoleh nilai m dari data observasi. Dalam kenyataannya, tidak semua data observasi berhimpit dengan satu garis lurus. Jika kita mencoba melakukan fitting terhadap semua titik data observasi kepada satu garis, maka garis yang didapat disebut garis regresi. Misalnya, ada satu set data observasi yang
ditulis sebagai (x 1 ,y 1 ),(x 2 ,y 2 ),...,(x n ,y n ), garis regresi dinyatakan sebagai
(3.1) dan setiap data memenuhi relasi berikut
y=a 0 +a 1 x
(3.2) dimana e i disebut error, residual, atau sering juga disebut misfit atau kesalahan prediksi ( pre-
y i =a 0 +a 1 x i +e i
diction error ). Garis regresi tidak akan berhimpit dengan setiap data observasi dan biasanya untuk kasus inversi seperti ini selalu overdetermined . Secara umum, tipe masalah inversi seper- ti ini diselesaikan dengan metode least squares . Dengan metode least squares , kita mencoba
meminimalkan error , e i , dengan cara menentukan nilai a 0 dan a 1 sedemikian rupa sehingga diperoleh jumlah-kuadrat- error ,( S), yang minimal.
3.2 Metode least square
Diketahui data eksperimen tersaji pada Tabel 3.1 Lalu data tersebut di-plot dalam sumbu x dan y. Sekilas, kita bisa melihat bahwa data yang telah di-plot tersebut dapat didekati dengan
sebuah persamaan garis, yaitu a 1 x i +a 0 . Artinya, kita melakukan pendekatan secara linear, dimana fungsi pendekatan-nya adalah
P (x i )=a 1 x i +a 0 (3.3)
32 BAB 3. PENYELESAIAN MASALAH OVERDETERMINED
Tabel 3.1: Contoh data observasi yang dapat diolah oleh least squares
Gambar 3.1: Hasil plotting data observasi dalam sumbu-x dan sumbu-y
Problemnya adalah berapakah nilai konstanta a 1 dan a 0 yang sedemikian rupa, sehingga po- sisi garis tersebut paling mendekati atau bahkan melalui titik-titik data yang telah di-plot di atas? Dengan kata lain, sebisa mungkin y i (pada persamaan (3.2)) sama dengan P (x i ) (pada persamaan (3.3)) atau dapat diformulasikan sebagai
dimana jumlah data, m = 10. Suku yang berada disebelah kiri dinamakan fungsi error (error function), yaitu
Semua data yang diperoleh melalui eksperimen, fungsi error-nya tidak pernah bernilai nol. Ja- di, tidak pernah didapatkan garis yang berhimpit dengan semua titik data ekperimen. Namun demikian, kita masih bisa berharap agar fungsi error menghasilkan suatu nilai, dimana nilai tersebut adalah nilai yang paling minimum atau paling mendekati nol. Harapan tersebut di- wujudkan oleh metode least square dengan sedikit modifikasi pada fungsi error-nya sehingga
3.2. METODE LEAST SQUARE
Agar fungsi error bisa mencapai nilai minimum, maka syarat yang harus dipenuhi adalah: ∂E(a 0 ,a 1 )
dimana i = 0 dan 1, karena dalam kasus ini memang cuma ada a 0 dan a 1 . Maka mesti ada dua buah turunan yaitu:
∂E(a m
i −a 1 x i −a 0 )(−1) = 0
∂E(a m
i −a 1 x i −a 0 )(−x i )=0
i =1
i +a
x 2 0 X 1 i = x i y i (3.10)
Akhirnya persamaan (3.9) dan (3.10) dapat dicari solusinya berikut ini:
Berdasarkan data ekperimen yang ditampilkan pada tabel diawal catatan ini, maka didapat:
dan
34 BAB 3. PENYELESAIAN MASALAH OVERDETERMINED Jadi, fungsi pendekatan-nya, P (x i ), adalah
P (x i ) = 1, 538x i − 0, 360
Nilai a 0 dan a 1 disebut koefisien regresi. Lebih jauh lagi a 0 disebut intercept (titik perpoton- gan) terhadap sumbu y sedangkan a 1 adalah gradient atau slope (kemiringan garis). Gambar di bawah ini menampilkan solusi regresi linear tersebut berikut semua titik datanya
14 P(x) = 1.538*x − 0.36
Gambar 3.2: Contoh solusi regresi linear
Teknik diatas diterapkan secara rutin dalam analisis data geofisika, khususnya ketika kita mencoba meng-esktrak satu atau dua parameter model dari data observasi. Teknik ini disebut analisis regresi linear ( linear regression analysis ) atau classical least squares fitting . Teknik ini pertama kali dipakai oleh Gauss pada tahun 1809. Teknik ini pada mulanya digunakan untuk mencari solusi dari masalah overdetermined namun pada perkembangannya teknik ini diterap- kan juga pada underdetermined problem setelah dimodifikasi. Ketika kita ingin mendapatkan lebih dari 2 parameter maka teknik ini disebut analisis regresi multipel ( multiple regression analysis ).
3.3 Aplikasi regresi linear pada analisis data seismik refraksi
Tabel 3.2 menampilkan data survei seismik refraksi yang dilakukan dengan jarak offset x i dan waktu tempuh gelombang dari source ke receiver dicatat dalam t i . Anggap saja persamaan travel time adalah
+T h (3.13)
Parameter x i dan t i berperan sebagai known parameter (parameter yang diketahui). Semen- tara kecepatan gelombang pada medium, v, dan waktu tempuh gelombang secara vertikal, T h bertindak sebagai unknowm parameter (parameter yang tidak diketahui). Metode regresi linear, atau yang juga akrab disebut least square, dilakukan untuk memecahkan unknown parameter
tersebut, artinya metode regresi linear berupaya mencari nilai v dan T h . Pertama-tama proses
3.3. APLIKASI REGRESI LINEAR PADA ANALISIS DATA SEISMIK REFRAKSI
Tabel 3.2: Data seismik refraksi: waktu-datang gelombang, t i , dan jarak antara source dan receiver atau jarak offset, x i
Trace x i (m) t i (ms)
linearisasi dilakukan terhadap persamaan (3.13) sehingga menjadi
t i =a 0 +a 1 x i
dimana a 0 =T h dan a 1 =
Kesalahan ( error ) diasumsikan hanya berasal dari cuplikan waktu gelombang datang. Pen- erapan metode regresi linear yang berusaha meminimalkan jumlah kuadrat dari error, e i = t i − (a 0 +a 1 x i ), dapat dinyatakan sesuai persamaan (3.11) dan (3.12). Dengan jumlah data, m = 4, maka
Dengan demikian kecepatan gelombang seismik pada medium tersebut 1 adalah v = 1/a 1 = 623, 053 m/dt. Adapun standard error χ 2 a 1 dan χ 2 a 0 ditentukan oleh rumus berikut
Sebagai catatan tambahan, χ 2 adalah nilai deviasi rms ( root mean square ) dari data t i terhadap garis regresi hasil analisis ( a 0 +a 1 x i ) dengan faktor ( m − 2) karena dalam masalah ini
hanya dicari 2 parameter model ( a 0 dan a 1 ).
1 Nilai kecepatan yang diperoleh adalah nilai hasil analisis regresi linear. Namun itu bukan nilai yang mutlak, kare- na bisa jadi, pengukuran kecepatan gelombang menggunakan (misalnya) sonic-log memperoleh hasil yang berbeda,
walaupun perbedaan tersebut tidak boleh terlalu jauh atau masih bisa diterima
36 BAB 3. PENYELESAIAN MASALAH OVERDETERMINED
3.4 Regresi linear dengan pendekatan matriks
Metode regresi linear dapat didekati dengan operasi matriks. Caranya sama persis dengan yang telah dibahas pada Bab 2. Pendekatan matrik ini dimulai dari upaya membuat persamaan ma- trik d = Gm dari persamaan model (persamaan (3.13)). Unknown parameter, yang hendak dipecahkan, terkandung pada elemen-elemen vektor m. Jika data yang kita miliki sangat ideal dalam arti tidak ada error sama sekali, maka m bisa diperoleh sebagai berikut
m=G − 1 d
Akan tetapi, pada kenyataannya semua data pengukuran pasti memiliki error yang besarnya relatif bervariasi. Karenanya, data observasi tak akan pernah fit secara sempurna dengan model. Itu artinya keberadaan misfit tidak pernah bisa dihindari. Konsekuensinya, misfit (baca: error) tersebut mesti disertakan pada d = Gm
(3.17) dan selanjutnya, solusi regresi linear diupayakan dengan cara meminimalkan jumlah kuadrat
d = Gm + e i
dari error, e i . Cara ini tak lain berupaya untuk memperoleh misfit terkecil yaitu jarak perbedaan terkecil antara data survei dan model. Dalam formulasi matematika, kuadrat error tersebut dinyatakan dengan
(3.18) Dimana simbol T maksudnya adalah operasi transpose. Agar kuadrat error di atas menghasilkan
q=e T e = (d − Gm) (d − Gm)
nilai minimal, maka persamaan (3.18), diturunkan terhadap m dan hasilnya harus sama dengan nol
akhirnya diperoleh
2G T Gm = 2G T d
G T Gm = G d (3.19) Persamaan (3.19) disebut persamaan normal 2 . Dengan persamaan normal, estimasi unknown
parameter yang terkandung pada vektor m ditentukan oleh
− 1 m= T G G d (3.20)
Persamaan (3.20) disebut unconstrained least squares terhadap masalah inversi d = Gm. − Bagian 1 T G G T dinamakan Generalized Inverse yang mengolah data d untuk memperoleh
2 Sebetulnya kita sudah menuliskannya di Bab 2 sebagai persamaan (2.4), namun tanpa penurunan rumus
3.4. REGRESI LINEAR DENGAN PENDEKATAN MATRIKS
parameter model m. Untuk menyelesaikan persamaan (3.20) dengan operasi matriks secara numerik atau komputasi bisa menggunakan beberapa metode, diantaranya metode Eliminasi Gauss, LU-Decomposition, Iterasi Gauss-Seidel, dan Singular Value Decomposition.
3.4.0.1 Aplikasi pada data survei seismik refraksi
Kembali kita tampilkan Tabel 3.3 merupakan data survei seismik refraksi yang dilakukan dengan jarak offset x i , dan persamaan travel time adalah
+T h
Tabel 3.3: Data seismik refraksi: waktu-datang gelombang ( t i ) pada empat posisi geophone ( x i )
Trace x i (m) t i (ms)
Pertama-tama proses linearisasi dilakukan terhadap persamaan travel time sehingga menjadi
t i =a 0 +a 1 x i
dimana a 0 =T h dan a 1 =
Berdasarkan linearisasi tersebut, kita bisa menyusun sistem persamaan linear sebagai berikut:
t 1 =a 0 +a 1 x 1 t 2 =a 0 +a 1 x 2 t 3 =a 0 +a 1 x 3 t 4 =a 0 +a 1 x 4
Semua persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam operasi matrik ( d = Gm) berikut ini:
1 1x 1
t 2 1x 2 a 0
t 3 1x 3 a 1
t 4 1x 4
dimana
1 1x 1
d= 2 1x G= 2
dan
m= 0
1x 3
t 4 1x 4
38 BAB 3. PENYELESAIAN MASALAH OVERDETERMINED Selanjutnya, unknown parameter, a 0 dan a 1 , dipecahkan dengan menggunakan persamaan (3.20).
Untuk menuju kesana, langkah-langkah penyelesaian berikutnya adalah
1. Menentukan transpos dari matrik G, yaitu G T
2. Melakukan perkalian matriks G T G
dimana N = 4 dan i = 1, 2, 3, 4.
3. Kemudian menentukan perkalian G T d
4. Sekarang persamaan (3.20) dapat dinyatakan sebagai
Berdasarkan data survei pada Tabel 3.3 di atas, diperoleh
Operasi matriks di atas akan menghasilkan nilai a 0 = 2, 25 dan a 1 = 1, 605. Dengan
demikian v = 1/a 1 = 623, 053 m/dt
39
3.5. SOAL
3.5 Soal
Diketahui data temperatur borehole sebagai berikut. Tentukan slope dan intercept pada z-axis dan kemudian perkirakan temperatur pada kedalaman 390m.
Depth, z(m) Temp, t( o C)
30 25,0
70 26,2
180
29,7
250
34,3
300
35,5
Bab 4
Constrained Linear Least Squares Inversion
Geofisika merupakan ilmu yang bertujuan untuk memahami kondisi bawah permukaan bu- mi dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu fisika. Karena letaknya yang berada dibawah permukaan bumi, maka obyek geofisika tidak bisa diamati dengan mata telanjang. Sebagai gantinya, mau tidak mau obyek tersebut dipelajari dengan mengamati respon bawah permukaan bumi ketika suatu gangguan fisis diberikan padanya. Selanjutnya, respon tersebut dianalisis hingga diperoleh solusi yang nantinya siap menjadi acuan interpretasi.
Masalahnya, pada kebanyakan pengamatan geofisika, sangat mungkin mendapatkan solusi yang berbeda-beda, yang semuanya itu bisa saja dipakai untuk menjelaskan data observasi. Inilah yang disebut dengan istilah non-uniqueness problem atau non-unik. Namun demikian pada akhirnya, kita harus memilih satu buah solusi yang paling baik menurut kita. Karena kita sadar bahwa obyek yang sedang kita incar dibawah sana, pastilah hanya berada dalam satu kondisi tertentu yang unik.
Untuk mendapatkan solusi yang unik, kita harus menambahkan sejumlah informasi yang sebelumnya tidak ada pada persamaan least square d = Gm. Informasi tambahan ini disebut
a priori information, yang selanjutnya akan digunakan untuk meng-constrain solusi sehingga diperoleh solusi yang dianggap paling tepat untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan.