Studi Keragaan Agroekosistem untuk Pengembangan Potensi Pertanian di Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah

Jaka Suyana

Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, Jawa Tengah 57126

ABSTRACT

The research about habitual agroecosystem to develope agriculture potential at Sukoharjo Regency in Central Java. This research conducted from June until September, 2002. The results showed that Sukoharjo Regency regional base on the Schmidt‐Ferguson climate have C‐climate type (slightly wet) and D (moderate), can be separate into four (4) agroecosystem, e.i wet land, dry land, mixedfarm, and forest. Wet land agroecosystem grouped into types agroecosystem with parent rock Merapi Volcano, Aluvium, Lawu ejecta, and Wonosari‐Punung formation. Dry land agroecosystem grouped into types agroecosystem with parent rock Lawu ejecta, Aluvium, and Mandalika‐Wonosari‐Punung formation. Mixedfarm agroecosystem grouped into types agroecosystem with parent rock Lawu ejecta, and Mandalika‐Wonosari‐Punung formation. Whereas forest agroecosystem exist on the Wonosari‐Punung formation, and it management strategy toward as community based conservation regional.

Keywords : Agroecosystem, Agriculture potential, Sukoharjo Regency

PENDAHULUAN dengan mempertimbangkan keterbatasan Pengelolaan potensi daerah bagi kelembagaan, kapasitas dan prasarana, serta

sebesar ‐besarnya kemakmuran rakyat telah anggaran keuangan daerah. memasuki fase baru sehubungan dengan

Pembangunan atau pengelolaan potensi implementasi Undang‐Undang Nomor 22

sektor pertanian selama ini masih cenderung Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

mengejar peningkatan produktivitas dan dan Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 1999

kualitas hasil pertanian, namun kurang tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

memperhatitan kestabilan dan keberlanjutan. Daerah. Dimana daerah diberikan Pembangunan pertanian disamping untuk kewenangan untuk merencanakan penyediaan pangan dan gizi masyarakat,

pembangunan daerahnya sendiri sesuai peningkatan kesejahteraan petani, dengan aspirasi, potensi, permasalahan,

pembangunan wilayah, dan sumber retribusi peluang atau kebutuhan ekonomi yang dapat meningkatkan PAD; sebaiknya masyarakat. juga diarahkan agar tidak berdampak buruk

Esensi otonomi daerah pada dasarnya pada degradasi sumberdaya lahan dan air, adalah mengambil alih sejumlah kewenangan

tetapi bahkan dapat memperbaiki kualitas dan tanggung jawab negara dalam mengelola

lingkungan.

potensi dan sumberdaya alam daerah Ada tiga komponen utama yang harus masing ‐masing dengan memberdayakan

diperhatikan dalam upaya menciptakan kemampuan masyarakat setempat untuk

pertanian berkelanjutan, yaitu kegiatan kesejahteraan rakyat daerah itu sendiri.

pertanian harus menunjang terjadinya Pemerintah daerah harus mampu menggali

pertumbuhan ekonomi (economic growth), sumber ‐sumber pendapatan yang berasal

meningkatkan kesejahteraan sosial (social dari potensi daerah secara keseluruhan,

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008 83

Studi Keragaan Agroekosistem.... Suyana.

walfare), dan memperhatikan kelestarian

BAHAN DAN METODE

lingkungan (environmenta integrity). Oleh Penelitian telah dilakukan pada bulan karena itu implementasi pertanian Juni ‐September 2002, diwilayah Kabupaten berkelanjutan harus memperhatikan Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah.

ketahanan lingkungan (environmental Data yang diperlukan untuk identifikasi resilience), serta memberikan dampak positif

dan klasifikasi tipe‐tipe agroekosistem terdiri terhadap kehidupan masyarakat dan dari : data iklim, jenis tanah, geologi,

lingkungan fisik; seperti kualitas dan kuantitas fisiografi, dan penutupan/penggunaan lahan. air yang semakin baik, keanekaragaman

Data tersebut diperoleh dari peta tanah hayati yang makin pulih, dan degradasi lahan

(skala 1:250.000‐1:100.000), peta topografi yang makin berkurang (Sitorus, 2004).

(skala 1:50.000), peta geologi (skala Menurut FAO (1995), pertanian 1:100.000), data iklim (curah hujan) yang

berkelanjutan dan pembangunan pedesaan dikumpulkan dari data stasiun pengamat didefinisikan sebagai pengelolaan cuaca yang ada di lokasi penelitian (data

sumberdaya alam yang konservatif dengan sekunder), serta pengamatan langsung di orientasi teknologi dan perubahan institusi

lokasi/wilayah penelitian. sebagai suatu cara untuk mencapai hasil yang

Dari hasil interpretasi peta iklim, tanah, berkelanjutan dimana sumberdaya lahan, air,

geologi, fisiografi (topografi), dan genetik tanaman dan hewan terpelihara atau

penggunaan lahan; kemudian dilakukan lingkungan tidak terdegradasi, teknologi yang

overlay peta‐peta tersebut. Berdasarkan tepat, dan memberikan pendapatan yang

tersebut dapat tinggi secara terus menerus dan sesuai

overlay peta ‐peta

diidentifikasi/diklasifikasikan tipe ‐tipe dengan kondisi sosial budaya setempat.

agroekosistem di wilayah Kabupaten Pengelolaan potensi pertanian Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. Peta berdasarkan pendekatan agroekosistem agroekosistem tersebut memuat informasi

merupakan metode yang lebih menyeluruh, tentang faktor ‐faktor pendukung dan sederhana dan mendasar yang meliputi aspek

penghambat dalam memanfaatkan biofisik, sosial‐ekonomi, dan kelembagaan.

sumberdaya alam dan lingkungan, seperti : Demikian juga, masalah pembangunan

tinggi tempat, jenis tanah, bentuk pertanian tidak dilihat dari sisi peningkatan

lahan/kemiringan lahan, iklim, serta produktivitas belaka, tetapi juga penggunaan lahan/jenis tanaman. keberlanjutan (sustainability), stabilitas, dan kemerataan (equitability). Menurut KEPAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

(1988), agroekosistem didefinisikan sebagai

A. Kondisi Biofisik Wilayah

ekosistem yang dimodifikasi dan Kabupaten Sukoharjo berada di Propinsi dimanfaatkan secara langsung ataupun tidak

Jawa Tengah terletak pada posisi langsung

oleh manusia untuk memenuhi o 110 50’ BT dan 7 o 4’ LS. Sebelah utara kebutuhan atas pangan ataupun serat‐

berbatasan dengan Kotamadya Surakarta dan seratan. Analisis pendekatan agroekosistem

Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan bertujuan untuk meneliti hubungan antara

berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul karakteristik biofisik, pengelolaan (DIY) dan Wonogiri, sebelah timur berbatasan

sumberdaya alam, dan pola sosial ekonomi dengan Kabupaten Karanganyar, sedangkan yang ada.

sebelah barat dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten.

84 Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008

Studi Keragaan Agroekosistem.... Suyana.

Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas Tipe iklim dapat diketahui berdasarkan wilayah sekitar 46.666 ha atau 466,66 km 2 , nilai Q yang dihitung sebagai berikut: terbagi menjadi 12 kecamatan dan 167 desa/kelurahan. Jumlah penduduk pada

Jumlah rata‐rata bulan kering

x 100% tahun 2000 sebanyak 776.107 jiwa, dengan

Jumlah rata‐rata bulan kering angka pertumbuhan 1%. Pola penggunaan

lahan sebagian besar berupa sawah dengan Berdasarkan nilai Q, tipe iklim suatu daerah luas 21.439,5 ha, tegalan 7.305,7 ha, kebun

dapat diklasifikasikan menjadi 8, yaitu: campuran 3.354,6 ha, perkebunan 707,0 ha,

1) Tipe A, yaitu sangat basah (0% ≤Q ≤14,3%) hutan 374,5 ha, pekarangan 10.287,7 ha, dan

2) Tipe B, yaitu basah (14,3% ≤Q ≤33,3%) penggunaan lainnya (jalan, kuburan, dan

3) Tipe C, yaitu agak basah (33,3% ≤Q ≤60,0%) lainya) seluas 3.053,9 ha.

4) Tipe D, yaitu sedang (60,0% ≤Q ≤100%)

5) Tipe E, yaitu agak kering (100% ≤Q ≤167%)

1. Iklim

6) Tipe F, yaitu kering (167% ≤Q ≤300%) Untuk mengetahui keadaan iklim di

7) Tipe G, yaitu sangat kering (300% ≤Q Kabupaten Sukoharjo digunakan klasifikasi

iklim Schmidt‐Ferguson. Sistem klasifikasi ini

8) Tipe H, yaitu luar biasa kering (Q ≤700%) didasarkan pada rata‐rata bulan basah dan

Adapun data rata‐rata jumlah curah bulan kering selama satu tahun. Bulan basah

hujan, bulan basah, bulan lembab, bulan merupakan suatu bulan dengan curah hujan

kering dan tipe iklim di Kabupaten Sukoharjo lebih dari 100 mm, sedangkan bulan kering

disajikan pada Tabel 1.

merupakan suatu bulan dengan curah hujan Berdasarkan hasil klasifikasi iklim kurang dari 60 mm. Bulan lembab adalah

wilayah Kabupaten suatu bulan dengan curah hujan lebih besar

Schmidt ‐Ferguson,

Sukoharjo mempunyai tipe iklim C (agak atau sama dengan 60 mm tetapi lebih kecil

basah) dan tipe iklim D (sedang). Seluruh atau sama dengan 100 mm.

wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Tabel

1. Data curah hujan dan tipe lklim pada semua kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Nilai CH Nilai Nilai Nilai Tipe

No. Kecamatan Nilai Q (mm/tahun) BB BL BK IkIim*)

1. Weru 2279 7 2 3 42,8 C

2. Bulu 1953 7 0 5 71,4 D

3. Tawangsari 1989 7 1 4 57,1 C

4. Sukoharjo 2032

7 1 4 57,1 C

5. Nguter 1514 6 1 5 83,3 D

6. Bendosari 1994 7 1 4 57,1 C

7. Polokarto 2013 7 2 3 42,8 C

8. Mojolaban 2114

6 3 3 50,0 C

9. Grogol 2146 7 2 3 42,8 C

10. Baki 1926 6 3 3 50,0 C

11. Gatak 1988 7 1 4 57,1 C

8 1 3 37,5 C Sumber : Analisis data curah hujan dari tahun 1990‐2000 (Data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukoharjo) Ket : CH : Rata‐rata jumlah curah hujan setahun BL : Rata‐rata jumlah bulan lembab setahun BB : Rata‐rata jumlah bulan basah setahun BK : Rata‐rata jumlah bulan kering setahun *) : Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt & Ferguson

12. Kartosuro

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008 85

Studi Ker ragaan Agroek kosistem.... Suy yana.

Sukoharjo o memiliki ti ipe iklim C yaitu agak sedang. A Adapun sebara an keadaan i klim untuk

wilayah K Kabupaten Su ukoharjo disaj jikan pada Kecamata an Nguter me emiliki tipe ik lim

basah, ke ecuali untuk Kecamatan Bulu dan

D yaitu

Gambar 1 .

Gambar 1 1. Peta Tipe Ik klim di Kabup aten Sukohar rjo, Jawa Teng gah

Gambar 2 2. Peta Geolog gi Kabupaten Sukoharjo, Ja awa Tengah 86 Sa ains Tanah – Ju urnal Ilmiah Ilm mu Tanah dan A Agroklimatolo ogi 5(II)2008

Stud di Keragaan Ag groekosistem... .. Suyana.

2. G Geologi Gamb bar 2. Keadaan K geologi g di Kabupate en

Sukoh harjo, menu rut Peta Ge eologi Lemb bar 3. Je enis Tanah

Surak karta ‐Giritont ro (Pusat P Penelitian da an Keadaan K je nis tanah di wilaya ah Penge embangan G Geologi Ban ndung, Tahu un Kabup paten Sukoh arjo menuru ut Peta Tana ah 1992; ; Skala 1 : 100.000) s ebagian bes sar Tinjau u Propinsi Jawa Teng ah (Lembag ga

meru pakan Aluviu um (Qa), Laha ar Lawu (Qua a), Penel itian Tanah, Tahun 200 01; Skala 1 : Batua an Gunung A Api Merapi (Q Qvm), Forma asi 250.00 00) meliputi : regosol kela abu (9.948 ha a),

Mand dalika (Tomm m), dan Form masi Wonosa ri ‐ asosia asi aluvial k kelabu dan aluvial cokl at Punun ng (Tmwl).

kelabu u (11.162 ha a), grumosol coklat kelab bu

A Aluvium (Qa a) terdiri d dari lempun ng, (9.292 2 ha), grumo osol kelabu t ua (6.084 ha a), lumpu ur, lanau, p pasir, kerikil, kerakal, da an litosol l (4.035 ha), , mediteran coklat (1.96 65 beran ngkal. Lahar Lawu (Qua a) terdiri da an ha), a aluvial kelabu u (1.837 ha), latosol cokl at komp ponen andes it, basal dan n sedikit ba tu kemer rahan (1.652 2 ha), serta a asosiasi litos ol apung g beragam ukuran yan ng bercamp ur dan m mediteran co oklat (691 ha ). Untuk leb ih denga an pasir gunu ung api. Batu an Gunung A Api jelasn ya, penyeba ran jenis tan nah di wilaya ah Mera pi (Qvm) ter diri dari brek ksi gunung ap pi, Kabup paten Suko oharjo dis ajikan pad da

lava dan tuff. F ormasi Man dalika (Tomm m) Gamb bar 3.

terdir ri dari lava d dasit ‐andesit dan tuff das sit denga an retas d iorit. Forma asi Wonosa ri ‐

4. K Kemiringan Le ereng Punun ng (Tmwl) t terdiri dari b batu gampin ng, Wilayah W Kabupaten Sukoharj jo

batu gamping na palan ‐tufan, batu gampin ng berda sarkan kem miringan lere eng sebagia an kongl omerat, bat tu pasir tuf fan, dan ba tu besar terletak pad da kemiringan n lereng 0‐5 % lanau . Adapun pen nyebaran bat tuan geologi di seluas s 35.082 ha, kemiringan lereng 5‐15 5% Kabup paten Suk oharjo dis sajikan pad da seluas s 5.992 ha, kemiringan l lereng 15‐40 0%

Gamb bar 3. Peta Jen nis Tanah Kab bupaten Suko oharjo, Jawa T Tengah Sains Tanah – Jurna l Ilmiah Ilmu T Tanah dan Agro oklimatologi 5( (II)2008

Studi Ker ragaan Agroek kosistem.... Suy yana.

Gambar 4 4. Peta Kemiri ingan Lereng Kabupaten S ukoharjo, Jaw wa Tengah seluas 6.0 037

1. Agroe ekosistem Sa awah seluas 4 425

ha, dan k kemiringan le ereng >40%

ha. U Untuk lebih jelasnya Agroe ekosistem s sawah bera ada pada penyebar an kemiring gan lereng d di wilayah

wilayah de engan kemiri ingan lereng berkisar 0‐

Kabupate n Sukoharjo disajikan pad da Gambar

5% dan ke etinggian tem mpat antara 8 89 ‐ 175 m

4. Adapun n tempat tert tinggi diatas p permukaan dpl. Pada agraekosist em ini usah atani padi

air laut a adalah berad da di Kecam matan Bulu

merupaka an komodita as unggulan, sehingga yaitu 350 0 mdpl, dan t terendah di Kecamatan perlu dip perhatikan st trategi inten nsifikasinya

Grogol ya itu 89 mdpl. terutama irigasi, pola tana am, dan pengguna an pupuk (o organik dan a anorganik).

B. Kera agaan Tipe Ag groekosistem m Keragaan produksi padi di Kabupaten Wilay yah Kab bupaten Sukoharjo Sukoharjo o dari tahun 1997 ‐2001 m mengalami

perubaha n ritmis yai itu pada ta hun 1997 kerniringa an lereng dap pat dibagi da lam empat

berdasark kan jenis pe enggunaan lahan dan

sebesar 2 282.933 ton (6,388 ton/h ha), tahun agroekosi istem, yaitu agrokosiste em sawah,

1998 seb besar 227.19 5 ton (4,549 9 ton/ha), agroekosi istem tegalan n, agroekosist tem kebun

tahun 19 999 sebesar 261.822 to on (5,474 campuran n, dan hutan n. Selanjutny ya masing‐

ton/ha), t tahun 2000 sebesar 30 05.374 ton masing a groekosistem m berdasarka n keadaan

(5,948 ton n/ha), tahun 2001 sebesa ar 285.186 geologi ( (formasi bat tuan) dan tipe iklim

ton (5,707 7 ton/ha) (Ba appeda Kab. Sukoharjo,

terbagi d alam bebera pa tipe agro oekosistem. 2002).

Karakteris stik dari setia p tipe agroek kosistem di Agroe ekosistem s sawah di Kabupaten wilayah K Kabupaten Su ukoharjo disa ajikan pada

Sukoharjo o mempunya ai luas sekit tar 35.082 Tabel 2, sedangkan p peta tipolog gi tipe‐tipe

hektar, d dan terbagi dalam bebe erapa tipe agroekosi istem terse ebut disajik kan pada

agroekosis stem yaitu :

Gambar 5 5. 88 Sa ains Tanah – Ju urnal Ilmiah Ilm mu Tanah dan A Agroklimatolo ogi 5(II)2008

Sai n

2. Karakteristik tipe agroekosistem di Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah s Tana

Tabel

Agroekosistem/ Tipe Tinggi Kemiringan Penggunaan Lahan/

No. Agroekosistem Tempat Lahan (%)

Jenis Tanah

Iklim Jenis Tanaman

h (m dpl)

– Ju 1. Agroekosistem Sawah

Regosol, aluvial, grumosol,

CH :1.514‐2.606 mm/tahun; BK (< 60

Sawah

rnal

mediteran, latosol, litosol

mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

Padi, Il tembakau m

a. Batuan Gunung Api

Regosol CH : 1.926‐2.606 mm/tahun; BK (< 60

Merapi mm/bulan) : 3‐4; Tipe iklim : C*)

Padi, melon, semangka, bawang merah mu Il

ia b. Batuan Aluvium

Aluvial, regosol, grumosol,

h mediteran mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

CH : 1.514‐2114 mm/tahun; BK (< 60

Padi, T jagung, tebu ana

c. Lahar Lawu

Latosol, mediteran,

CH : 1.514‐2.114 mm/tahun; BK (< 60

Studi d. Formasi Wonosari‐

grumosol, aluvial

mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

Grumosol, litosol

CH : 1.953‐1.989 mm/tahun; BK (< 60

Padi, kedelai

Ker n

da h Punung mm/bulan) : 4‐5; Tipe iklim : C dan D*)

Tegalan a A g

2. Agroekosistem Tegalan 125‐225

Latosol, mediteran,

CH : 1.514‐2.013 mm/tahun; BK (< 60

aa g ro k

grumosol, alluvial, litosol

mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

Kacang tanah, jagung, ubikayu, kedelai, A n lim

a. Lahar Lawu

Latosol, mediteran,

CH : 1.514‐2.013 mm/tahun; BK (< 60

wijen, empon‐empon, tebu, karet g roekosi tolo a b. Batuan Aluvium

grumosol mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

Aluvial, grumosol

CH : 1.514‐1.989 mm/tahun; BK (< 60

Jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu,

g mm/bulan) : 4‐5; Tipe iklim : C dan D*)

wijen, tebu

Kedelai, jagung, ubikayu, kacang tanah, st e (II

i 5 c. Formasi Mandalika

Litosol, grumusol

CH : 1.953‐1.989 mm/tahun; BK (< 60

m. )20

dan Wonosari‐Punung

mm/bulan) : 4‐5; Tipe iklim : C dan D*)

wijen, tebu

3. Agroekosistem 150 ‐275

Latosol, mediteran,

CH : 1.514‐2.279 mm/tahun; BK (< 60

Kebun campuran

Su y

. Kebun campuran

grumosol, litosol

mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

a. Lahar Lawu

Latosol, mediteran

CH : 1.514 mm/tahun; BK (< 60

Jambu mete, nangka, kelapa, mangga, an

mm/bulan) : 5; Tipe iklim : D*)

pisang, jati, sengon, kapuk, turi, a

lamtoro

Jambu mete, mangga, nangka, pisang, dan Wonosari‐Punung

b. Formasi Mandalika

Litosol, grumosol,

CH : 1.953‐2.279 mm/tahun; BK (< 60

mediteran mm/bulan) : 3‐5; Tipe iklim : C dan D*)

akasia, jati, sengon, turi, lamtoro, kapuk

4 Agroekosistem Hutan

>40 Litosol CH : 1.953 mm/tahun; BK (< 60

Hutan/

mm/bulan) : 5; Tipe iklim : D*)

Hutan rakyat, agroforestry (wanatani)

*) : Tipe iklim menurut Klasifikasi Schmidt & Ferguson

Studi Ker ragaan Agroek kosistem.... Suy yana.

Gambar 5 5. Peta Agroek kosistem Kab upaten Suko harjo, Jawa T Tengah

c) Tipe agroekosist tem sawah h dengan batua an Gunung A pi Merapi

a) Tipe agroekosis stem sawah h dengan

batua an Lahar Law u. Wilay yah ini menu rut Schmidt & & Ferguson

WiIay yah ini menur rut Schmidt & & Ferguson mem mpuyai tipe ikl lim

C (agak b basah) dan tanah h sebagian besar reg gosol dan

C (agak ba asah). jenis

mem punyai tipe ik klim

D (se edang), denga an jenis tanah h sebagian sisan nya grumoso l. Wilayahny ya meliputi

besar r latosol, sisanya m mediteran,

grum mosol, dan aluvial. W Wilayahnya sebag gian Kecamat tan Baki. Jen is komoditi

Keca matan Kar rtasura, Ga atak, dan

metip puti seb bagian Kecamatan K yang spesifik yai itu tanaman padi dan

Mojo olaban, Polok karto, Bendo osari, dan temb bakau. Ngute er. Jenis kom oditi yang sp esifik yaitu

tanam man padi, jag gung, dan teb u. batua an Aluvium

b) Tipe agroekosis stem sawah h dengan

d) Tipe agroekosist tem sawah h dengan Wilay yah ini menu rut Schmidt & & Ferguson

batua an Formasi W Wonosari ‐Punu ung mem mpunyai tipe i klirn

C (agak basah) dan

Wilay yah ini menur rut Schmidt & & Ferguson

C (agak b basah) dan besa r aluvial d dan sisanya meliputi

D (se edang), denga an jenis tana h sebagian

mem punyal tipe ik klim

D (se dang), denga an jenis tanah h grumosol regos sol, medite eran, dan grumosol. dan litosol. W Wilayahnya meliputi Wilay yahnya melip puti Kecamat tan Grogol,

sebag gian Keca matan Bu ulu dan Suko oharjo, Mo ojolaban, Tawangsari, T Tawa angsari. Jenis komoditi ya ng spesifik Weru u, Bulu, Nguter, Bendosari, yaitu tanaman pad di dan kedela ai. Polok karto, dan se bagian kecam matan Baki. Jenis s komoditi yang spes sifik yaitu

2. Agroe ekosistem Te egalan tanam man padi, m melon, sema angka, dan

Agroe ekosistem t tegalan bera ada pada bawa ang merah.

wilayah de engan kemiri ingan lereng berkisar 6‐ 15%, dan ketinggian te empat antara a 125 ‐ 225

90 Sa ains Tanah – Ju urnal Ilmiah Ilm mu Tanah dan A Agroklimatolo ogi 5(II)2008

Studi Keragaan Agroekosistem.... Suyana.

m dpl. Pada agroekosistem ini usahatani (3,374 ton/ha) (Bappeda Kab. Sukoharjo, tanaman palawija (kacang tanah, jagung,

kedelai, dan ubi kayu) merupakan komoditas Agroekosistem tegalan di Kabupaten tumpuan, dengan frekuensi pertanaman dua

Sukoharjo mempunyai luas sekitar 7.629 kali setahun. Pada umumnya pola tanam

hektar, dan terbagi dalam beberapa tipe pertama terdiri atas monokultur atau

agroekosistem yaitu:

tumpangsari : kacang tanah + jagung + ubi

a) Tipe agroekosistem tegalan dengan kayu atau kedelai + jagung + ubi kayu, waktu

batuan Lahar Lawu tanamnya pada bulan September/Oktober

Wilayah ini menurut Schmidt & Ferguson dan panen pada bulan Desember/Januari.

mempunyai tipe iklim C (agak basah) dan Pada pola tanam kedua terdiri : kacang tanah

D (sedang), jenis tanah sebagian besar + jagung atau kedelai + jagung, waktu

latosol, sisanya mediteran dan grumosol. tanamnya Januari/Pebruari dan panen pada

Wilayahnya meliputi sebagian bulan April/Mei. Pupuk yang digunakan

Kecamatan Polokarto, Bendosari, dan petani biasanya hanya Urea dan TSP,

Nguter. Jenis komoditi yang spesifik pestisida jarang digunakan, serta jenis

tanaman kacang tanah, lainnya tanaman varietas yang ditanam petani rnasih varietas

jagung, ubi kayu, kedelai, empon‐ lokal. Strategi intensifikasi untuk empon, wijen, tebu, nangka, jambu

meningkatkan produksi terutama dengan

mete, dan karet.

penggunaan pupuk yang berimbang (Urea,

b) Tipe agroekosistem tegalan dengan TSP, KCI, dan ZA) dan varietas unggul.

batuan Aluvium

Keragaan produksi kacang tanah di Wilayah ni menurut Schmidt & Ferguson Kabupaten Sukoharjo dari tahun 1997‐2001

mempunyai tipe ikiim C (agak basah) dan mengalami perubahan ritmis yaitu pada

D (sedang), jenis tanah aluvial dan tahun 1997 sebesar 5.349 ton (1,093 ton/ha),

grumosol. Wilayahnya meliputi sebagian tahun 1998 sebesar 6.605 ton (1,054 ton/ha),

Kecamatan Tawangsari, Bulu, dan tahun 1999 sebesar 6.364 ton (1,087 ton/ha),

Nguter. Jenis komoditi yang spesifik tahun 2000 sebesar 9.683 ton (1,402 ton/ha),

tanaman jagung, lainnya tanaman tahun 2001 sebesar 8.110 ton (1,033 ton/ha).

kacang tanah, kedelai, ubi kayu, wijen, Keragaan produksi kedelai di Kabupaten

tebu, jambu mete, dan nangka. Sukoharjo dari tahun 1997‐2001 mengalami

c) Tipe agroekosistem tegalan dengan perubahan ritmis yaitu pada tahun 1997

batuan Formasi Mandalika dan sebesar 11.006 ton (1,544 ton/ha), tahun

Wonosari ‐Punung 1998 sebesar 13.082 ton (1,409 ton/ha),

Wilayah ini menurut Schmidt & Ferguson tahun 1999 sebesar 8.073 ton (1,241 ton/ha),

mempunyai tipe ikim C (agak basah) dan tahun 2000 sebesar 9.074 ton (1,537 ton/ha),

D (sedang), jenis tanah grumosol dan tahun 2001 sebesar 8.134 ton (1,488 ton/ha).

litosol. Wilayahnya meliputi sebagian Keragaan produksi jagung di Kabupaten

Kecamatan Tawangsari dan Bulu. Jenis Sukoharjo dari tahun 1997‐2001 mengalami

komoditi yang spesifik tanaman kedelai, perubahan ritmis yaitu pada tahun 1997

lainnya tanaman jagung, kacang tanah, sebesar 3.596 ton (2,081 ton/ha), tahun 1998

ubi kayu, wijen, tebu, jambu mete, dan sebesar 22.593 ton (2,851 ton/ha), tahun

nangka.

1999 sebesar 14.379 ton (2,782 ton/ha), tahun 2000 sebesar 12.346 ton (2,725 ton/ha), tahun 2001 sebesar 20.601 ton

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008 91

Studi Keragaan Agroekosistem.... Suyana.

3. Agroekosistem Kebun Campuran

Tawangsari. dan Weru. Jenis komoditi Agroekosistem kebun campuran berada

meliputi tanaman jambu mete, kelapa, pada wilayah dengan kemiringan lereng

nangka, pisang, mangga, jati, sengon, berkisar 16‐40%, dan ketinggian tempat

lamtoro, turi, kapuk, cengkeh, empon‐ antara 150‐ 275 m dpl. Pada agroekosistem

empon, kedelai, kacang tanah, jagung, ini jenis usahatani yang menjadi dan ubi kayu.

tumpuan/unggulan merupakan campuran tananaman semusim (palawija), buah‐buahan

4. Agroekosistem Hutan

(jambu mete, nangka, mangga, pisang), Agroekosistem hutan berada pada industri (cengkeh, kelapa, kapuk), dan kayu‐

wilayah dengan kemiringan lereng lebih 40%, kayuan (sengon, lamtoro). Pada umumnya

dan ketinggian tempat antara 275 ‐ 350 m populasi tanaman buah‐buahan dan tanaman

dpl. Wilayah ini berada pada Kecamatan Bulu industri masih sangat rendah, disamping juga

dengan luas sekitar 425 hektar, berada pada tidak/belum menggunakan bibit yang formasi Wonosari‐Punung, jenis tanah litosol,

bermutu/unggul. Strategi intensifikasi untuk dan memiliki tipe iklim D (sedang). Pada meningkatkan produktivitas, terutama agroekosistem ini difungsikan sebagai

dengan menggalakkan penanaman tanaman kawasan lindung, akan tetapi masih banyak buah ‐buahan dan tanaman industri, juga

dijumpai penduduk/petani bermukim di penggunaan bibit yang bermutu/unggul

kawasan ini. Sehingga strategi untuk semua jenis tanaman tahunan (buah‐

pengelolaannya diarahkan sebagai kawasan buahan, industri, dan kayu‐kayuan).

konservasi berbasis masyarakat (community Agrokosistem kebun campuran di

based conservation), dimana konservasi tidak Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas sekitar

hanya berarti perlindungan tetapi sekaligus 3.530 hektar, terbagi dalam beberapa tipe

juga pemanfaatan oleh masyarakat yang agroekosistem yaitu :

telah bermukim di kawasan agroekosistem

a) Tipe agroekosistem kebun campuran ini. Keberhasilan pembangunan konservasi dengan batuan Lahar Lawu

pada tipe agroekosistem ini diperlukan Wilayah ini menurut Schmidt & Ferguson

adanya dukungan masyarakat. Oleh karena mempunyai tipe iklim D (sedang),

itu, pengembangan program konservasi akan dengan jenis tanah latosol dan

lebih efektif apabila pengembangannya mediteran. Wilayahnya meliputi sejalan dengan pengembangan ekonomi lokal

sebagian Kecamatan Nguter. Jenis yang dilandasi jiwa kerakyatan, diantaranya komoditi meliputi tanaman jambu mete,

dengan pendekatan hutan kemasyarakatan mangga, kelapa, nangka, pisang, jati,

(social forestry).

sengon, turi, lamtoro, kapuk, cengkeh, kacang tanah, empon‐empon, jagung,

KESIMPULAN

dan ubi kayu. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari

b) Tipe agroekosistem kebun campuran penelitian ini dapat diambil kesimpulan, dengan batuan Formasi Mandalika dan

sebagai berikut :

Formasi Wonosari‐Punung

1. Wilayah Kabupaten Sukoharjo Propinsi Wilayah ini menurut Schmidt & Ferguson

Jawa Tengah berdasarkan klasifikasi iklim mempunyai tipe iklim C (agak basah) dan

Schmidt ‐Ferguson mempunyai tipe iklim

C (agak basah) dan D (sedang), dan dapat grumosol, dan mediteran. Wilayahnya

D (sedang), dengan jenis tanah litosol,

dibagi ke dalam 4 (empat) meliputi sebagian kecamatan Bulu,

agroekosistem, yaitu agroekosistem 92 Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008

Studi Keragaan Agroekosistem.... Suyana.

sawah, agroekosistem tegalan, pembuatan peta ‐peta di Kabupaten agroekosistem kebun campuran, serta

Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah. agroekosistem hutan.

2. Agroekosistem sawah dikelompokan ke

DAFTAR PUSTAKA

dalam tipe‐tipe agroekosistem sawah Bappedda Kabupaten Sukoharjo. 2002. dengan batuan Gunung Api Merapi,

Kajian Pengelolaan Potensi Pertanian Aluvium, Lahar Lawu, dan Formasi

Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli

Wonosari ‐Punung. Dengan produktivitas Daerah Kabupaten Sukoharjo. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama

lahan untuk tanaman padi (tahun 1997‐ Bappedda Kabupaten Sukoharjo dengan 2001) berkisar 4,549‐6,388 ton/ha.

LPM UNS. Surakarta.

3. Agroekosistem tegalan dikelompokan ke FAO. 1995. Planning for Sustainable Use of dalam tipe‐tipe agroekosistem tegalan

Land Resources. Toward a New dengan batuan Lahar Lawu, Aluvium,

Approach. FAO Land and Water Bulletin. serta Formasi Mandalika dan Wonosari‐

FAO, Rome.

Punung. Dengan produktivitas lahan KEPAS. 1998. Pendekatan Agroekosistem (tahun 1997‐2001) untuk tanaman

pada Pola Pertanian Lahan Kering. Hasil kacang tanah berkisar 1,033‐1,402

Penelitian di Empat Zona Agroekosistem ton/ha, untuk jagung berkisar 2,081‐

Jawa Timur. Kelompok Penelitian 3,374 ton/ha, dan untuk kedelai berkisar

Agroekosistem, Badan Penelitian dan 1,241 ‐1,544 ton/ha.

Pengembangan Pertanian dan The Foundation. Jakarta.

4. Agroekosistem

kebun campuran

dikelompokan ke dalam tipe‐tipe LPT. 2001. Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa agroekosistem dengan batuan Lahar

Tengah Skala 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.

Lawu, dan Formasi Mandalika dan Formasi Wonosari‐Punung.

Sitorus, S.R.P. 2004. Pengembangan

5. Sumberdaya Agroekosistem hutan berada pada Lahan Berkelanjutan. Edisi

Ketiga. Laboratorium Perencanaan Formasi Wonosari ‐Punung,

strategi

Pengembangan Sumberdaya Lahan, pengelolaannya diarahkan sebagai Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.

kawasan konservasi berbasis masyarakat

Bogor.

(community based conservation).

Surono,

B. Thoha, dan I. Sudarmo. 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta‐Giritontro,

UCAPAN TERIMAKASIH

Jawa. Pusat Penelitian dan Ucapan terimakasih kepada pihak

Pengembangan Geologi. Bandung. penyandang dana penelitian dari BAPPEDA

Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah (artikel ini merupakan bagian dari Penelitian Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Sukoharjo dengan LPM‐UNS Surakarta pada tahun 2002 dengan Judul : ”Kajian Pengelolaan Potensi

Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sukoharjo”); dan juga kepada staf

Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNS atas bantuannya dalam

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008 93

Studi Keragaan Agroekosistem.... Suyana.

94 Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 5(II)2008