Tidak Tuntas ( < 75) Jumlah Persentase Jumlah Persentase

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Model pembelajaran merupakan suatu yang sangat penting dalam

  kegiatan belajar mengajar. Suasana belajar dan keberhasilan belajar peserta didik dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi pendidik untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas agar efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

  Model pembelajaran kooperatif yaitu suatu pembelajaran dimana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran ini mempermudah peserta didik dalam memahami dan menemukan masalah yang sulit dengan saling berdiskusi. Pembelajaran kooperatif juga mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam mengemukakan pendapat dan pertanyaan.

  Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil peserta didik yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas sehingga dengan bekerja secara bersama mudah untuk berpikir lebih kritis dalam menyelesaikan masalah.

  Berpikir kritis adalah keharusan dalam usaha menyelesaikan masalah,

  membuat keputusan, menganalisis asumsi-asumsi. Berpikir kritis diterapkan kepada peserta didik untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis, inovatif dan mendesain solusi yang mendasar. Dengan berpikir kritis peserta didik menganalisis apa yang mereka pikirkan, mensintesis informasi, dan menyimpulkan. Pendidik diharapkan dapat merancang pembelajaran yang melibatkan peserta didik dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis harus mendapat perhatian khusus dalam pembelajaran matematika.

  Dari hasil observasi dilakukan pada pada waktu melaksanakan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL), menunjukkan pembelajaran Matematika di kelas VIII SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok masih belum dapat memaksimalkan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik. Hal ini membuat kemampuan berpikir kritis peserta didik tergolong rendah. Pendidik masih menerapkan pembelajaran teacher-centered dimana pendidik yang menjelaskan materi sedangkan peserta didik memperhatikan saja. Hal ini dapat diidentifikasi dari kegiatan pada saat pendidik menjelaskan materi di depan kelas yang hanya menjelaskan saja tanpa mengamati keadaan peserta didik, sehingga peserta didik merasa bosan pada saat belajar dan pada Keadaan seperti ini juga berdampak kepada rendahnya kemampuan penyelesaian soal peserta didik, apabila diberikan soal-soal sebagian besar peserta didik tidak bisa menjawab soal dengan penyelesaian yang benar dan sistematis. Kemampuan berpikir kritis peserta didik pun masih tergolong rendah, tampak dari kurangnya peserta yang bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pendidik pada saat pembelajaran, selain itu rendahnya kemampuan peserta didik dalam berargumen juga menjadi indikator rendahnya kemampuan peserta didik dalam pembelajaran.

  Kemampuan berpikir kritis yang rendah, dampak akhirnya adalah rendahnya hasil belajar peserta didik. Terbukti dengan banyaknya peserta didik yang mendapatkan hasil belajar yang dibawah KKM.

Tabel 1.1 Persentase Jumlah Peserta Didik yang Tuntas dan Tidak Tuntas pada

  

Ujian Semester II Kelas VIII SMP 1 Kubung Kab. Solok Th. 2016/2017

Jumlah Tuntas ( ≥ ) Tidak Tuntas ( &lt; 75) N Kelas Peserta o Jumlah Persentase Jumlah Persentase Didik 1.

  VIII.1

  28 6 21% 22 79% 2.

  VIII.2

  29 6 21% 23 79% 3.

  VIII.3

  30 5 17% 25 83% 4.

  VIII.4

  29 4 14% 25 86% 5.

  VIII.5

  29 4 14% 25 86%

  6 VIII.6

  29 5 17% 24 83%

Sumber: Pendidik Mata Pelajaran Matematika SMPN1 Kubung Kabupaten Solok.

  Tabel tersebut menunjukkan banyaknya peserta didik pada kelas VIII di SMPN 1 Kubung tahun ajaran 2016/2017 yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada ujian akhir semester II. Berdasarkan keterangan pendidik di SMPN 1 Kubung, soal yang diberikan pada ujian akhir semester II bukan soal yang berbentuk essay, sehingga soal ujian akhir semester II tersebut belum termasuk soal kemampuan berpikir krits matematis, namun sebagian peserta didik banyak yang tidak mencapai KKM. Dengan demikian disimpulkan bahwa peserta didik belum memiliki kemampuan berpikir kritis matematis.

  Sehubungan dengan kemampuan berfikir kritis peserta didik, salah satu penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Desi Crisandi Pritasari(2011) dengan judul “Upaya meningkat kemampuan berpikir Kritis peserta didik

  

Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 8 Yogyakarta pada Pembelajaran Matematika

melalui pembelajaran Cooperative type Group Investigation(GI)” . Hasil yang

  ditemukannya adalah Pembelajaran group investigation dapat meningkatakan kemampuan berpikir kritis peserta didik Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 8 Yogyakarta pada Pembelajaran Matematika. Jadi, GI merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis matematis peserta didik.

  Diantara model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan Student Teams

  

Achievement Divissions (STAD), karena pembelajaran kooperatif tipe GI dan

  STAD memiliki sintak pembelajaran yang akan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik, khususnya pada tahapan investigasi dan presentasi. GI dan STAD memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama menggunakan kelompok kecil dalam pembelajaran dan saling membantu dalam menyeleseikan masalah dengan berpikir secara bersama-sama. Perbedaannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih menekankan kolaboratif peserta didik sehingga dalam berkolaboratif peserta didik dapat mengelurkan ide-ide untuk menyelesaikan masala-masalah yang telah diberikan, dimana peserta didik saling bekerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan pembelajaran kooperatif tipe GI menentut peserta didik untuk lebih berpikir dalam pembelajaran.

  Slavin (2005:218) mengemukakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terdiri dari enam tahap meliputi: grouping,

  

planning, investigation, organizing, presenting, dan evaluating. Pada tahap

investigation peserta didik dapat meningkatkan kemampuan mengatur

  strategi dan taktik meliputi menentukan solusi dari permasalahan dan menuliskan jawaban dari solusi permasalahan dalam soal. Selain itu, pada tahap investigation dan presentasi peserta didik dapat mengeluarkan kemampuan berpikir kritisnya dalam menemukan masala-masalah yang harus diselesaikan dan dalam menanggapi serta memberi alasan dalam berpendapat.

  

Sedangkan pembelajran kooperatif tipe STAD terdiri dari beberapa tahapan

meliputi: membentuk kelompok, pendidik menjelaskan proses pembelajaran,

menyelesaikan masalah yang didapatkan, presentasi kelompok, kuis, dan

membahas kuis pada kerja dengan tim dan presentasi kelompok peserta didik

harus mampu berpikir kritis dalam menemukan pemecahan-pemecahan

masalah dan menanggapi serta mengeluarkan pendapat saat presentasi

  Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan penelitian dengan judul

  “Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik yang

  belajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Student Teams Achievement Divissions (STAD) Pada Pembelajaran Matematika Kelas IX SMP Negeri 1 Kubung Kabupaten Solok”.

  B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah

  1. Kemampuan berpikir kritis peserta didik masih tergolong rendah.

  2. Model pembelajaran yang digunakan belum mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

  3. pembelajaran cenderung terpusat pada pendidik (Teacher Centered).

  4. Peserta didik tidak dapat menyeleseikan soal secara baik dan sistematis.

  5. Rendahnya minat peserta didik dalam belajar matematika.

  6. Masih rendahnya hasil belajar matematika peserta didik dan belum mencapai nilai ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan.

  C. Batasan Masalah Mengingat keterbatasan dari segi ilmu, waktu, tenaga, serta dana dan agar terfokusnya penelitian ini, maka dibuat batasan masalahnya pada kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Student Teams

  Achievement Divisions pada pembelajaran Matematika Kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok.

  D. Rumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang

  

dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi dari pada peserta didik yang belajar dengan pembelajaran biasa pada matematika kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok?.

  2. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada peserta didik yang belajar dengan pembelajaran biasa pada matematika kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok?.

  3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada matematika kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok?.

  E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

  1. Kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi dari pada peserta didik yang belajar dengan pembelajaran biasa pada matematika kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok.

  2. Kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada daripada peserta didik yang belajar dengan pembelajaran biasa pada matematika kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok.

  3. Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada matematika kelas IX SMPN 1 Kubung Kabupaten Solok.

F. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:

  1. Bahan masukan bagi pendidik matematika SMPN 1 Kubung Kab. Solok dalam memilih metode pembelajaran yang dapat diterapkan di sekolah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika peserta didik.

2. Pengalaman bagi penulis dalam mempersiapkan diri sebagai calon pendidik matematika.

  3. Memberikan kesempatan dan pengalaman belajar yang baru kepada peserta didik sehingga peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis matematis.