ARTIKEL PENGEMBANGBIAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL MENGGUNAKAN MEDIA AIR CUCIAN BERAS DAN PATOGENISITASNYA TERHADAP JENTIK Culex quinquefasciatus

ARTIKEL

PENGEMBANGBIAKAN Bacillus thuringiensis H-14
GALUR LOKAL MENGGUNAKAN MEDIA AIR CUCIAN
BERAS DAN PATOGENISITASNYA TERHADAP
JENTIK Culex quinquefasciatus
R.A. Yuniarti,* Blondine Ch.P.
Abstrak
Bacillus thuringiensis H-14 telah banyak digunakan dalam pengendalian vektor penyakit. namun
memerlukan biayayang relatif mahal. Penggunaan media air cucian beras dapat digunakan sebagai
alternatif untuk mengembangbiakan B. thuringiensis H-14 galur lokal. Penelitian ini bertujuan
mengembangbiakan B. thuringiensis H-14 galur lokal dalam media air cucian beras dan mengevaluasi
patogenisitasnya terhadapjentik nyamuk Culex quinquefasciatus di laboratorium.
Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Desember 2005 di laboratorium Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga. Sampel penelitian adalah jentik Cx.
quinquefasciatus instar III akhir, dan media yang digunakan adalah air cucian beras Mentik.
Pandanwangi, dan C4 Super. Pengambilan sampel dilakukan secara completely randomized sampling
dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan. Data kematian jentik sebesar 90% (LC90) setelah 24 jam
pengamatan, dianalisis dengan menggunakan analisis probit dan program SPSS 10.0 menggunakan
univariate analysis of variance. Untuk mengetahui perbedaan kemaknaan antar berbagai perlakuan
digunakan uji Duncan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis terendah B. thuringiensis H-14 galur lokal pada media air
cucian beras C4 Super yang membunuh jentik Cx. quinquefasciatus 90% (LC 90) setelah 24 jam
pengamatan adalah sebesar 3,38 ppm. Jumlah sel dan spora hidup B. thuringiensis H-14 galur lokal
yang paling banyak adalah media air cucian beras C4 Super (20,5 x 106 sel/ml dan 22,7 x l(f spora/ml)
dan paling sedikit pada media air cucian beras Pandanwangi (6 x 106 sel/ml dan 6,3 x 106 spora/ml).
Efek residu B. thuringiensis H-14 galur lokal pada LC90 pada media air cucian beras Mentik.
pandanwangi dan C4 Super masing-masing sebesar 5 hari, 3 hari dan 5 hari. Kematian jentik Cx.
quinquefasciatus setelah 24 jam pengamatan pada ketiga media pertumbuhan dan berbagai konsentrasi
B. thuringiensis H-14 galur lokal menunjukkan adanyaperbedaan kemaknaan (p < 0,05).
Kata kunci: Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal, Culex quinquefasciatus, media air cucian beras.

Pendahuluan

S

ampai saat ini, filariasis masih merupakan
masalah di beberapa daerah di Indonesia.
Pengendalian vektor filariasis Culex
quinquefasciatus menggunakan insektisida kimia
dapat menimbulkan resistensi vektor dan

menimbulkan efek samping yang buruk terhadap
manusia dan lingkungan. Untuk mencegah
penggunaan insektisida yang berlebihan sehingga
tidak menimbulkan pengaruh samping yang

buruk, baik terhadap pekerja, maupun masyarakat
dan lingkungan maka insektisida liayati disarankan untuk digunakan.
Bacillus thuringiensis H-14 saat ini, banyak
digunakan sebagai jasad pengendali jentik
nyamuk. B. thuringiensis H-14 bersifat spesifik
target, tidak toksik terhadap lingkungan dan
organisme bukan sasaran, khususnya predator jen
tik nyamuk dan vertebrata lain, serta aman bagi

* Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jalan
Hasanudin 123 Salatiga.

14

Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 4 Tahun 2007


manusia.1'2 Sifat yang ditunjukkan oleh B.
thuringiensis H-14 adalah adanya kristal
paraspora yang terbentuk selama pertumbuhan
spora di luar eksosporium.3 B. thuringiensis H-14
galur lokal berhasil ditemukan dan diisolasi dari
habitat tanah di laboratorium mikrobiologi Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit (B2P2VRP),
Salatiga.
Formulasi B. thuringiensis H-14 galur lokal
tersebut dalam bentuk liquid dan powder menggunakan media kimia Tryptose Phosphate Broth
(TPB) efektif untuk mengendalikan jentik
Anopheles aconitus, Cx. quinquefasciatus dan
Aedes aegypti di laboratorium dan An. maculatus
pada uji skala kecil (small trial) pada kobakankobakan perindukan jentik vektor di Kokap,
Kabupaten Kulon Progo.4
Upaya mengganti media kimia (TPB) telah
dilakukan antara lain menggunakan media seperti
air kelapa dan air rendaman kedelai yang relatif

murah harganya tetapi efektif membunuh jentik
vektor An. maculatus. An. aconitus, Ae. aegypti
dan Cx. Quinquefasciatus5 Media lain yaitu air
cucian beras ternyata dapat pula digunakan
sebagai alternatif untuk mengembangbiakan B.
thuringiensis H-14 galur lokal. Bahan-bahan
seperti protein, lemak kasar, karbohidrat dan asam
amino, calcium (Ca), phosphor (P), Ferrum (Fe)
dan magnesium (Mg), serta vitamin Bl yang
terkandung di dalam beras tersebut,6 juga dapat
merangsang pertumbuhan B.thuringiensis H-14
dan
menunjang
perkembangbiakan
B.
thuringiensis H-14. Penggunaan media air cucian
beras digunakan sebagai alternatif untuk
mengembangbiakan B.thuringiensis H-14 galur
lokal, didasarkan setiap hari masyarakat mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Beberapa
beras seperti beras Mentik, Pandanwangi, dan C4

Super banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada
umumnya. Bertitik tolak pada permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian tentang
pengembangan B.thuringiensis H-14 galur lokal
menggunakan media air cucian berbagai varietas
beras terhadap jentik Cx. quinquefasciatus di
laboratorium.
Penelitian bertujuan menentukan LC90 B.
thuringiensis H-14 galur lokal yang terhadap
jentik Cx. quinquefasciatus, mengetahui jumlah
sel dan spora hidup B. thuringiensis H-14 yang
dikembangbiakan dalam media lokal air cucian
berbagai varietas beras dan mengetahui perbedaan
kemaknaan kematian jentik Cx quinquefasciatus
terhadap B. thuringiensis H-14 galur lokal setelah

Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 4 Tahun 2007

24 jam pengamatan, serta mengetahui efek residu
B. thuringiensis H-14 galur lokal terhadap jentik
Cx quinquefasciatus.

Bahan dan Cara Kerja
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
sampai Desember 2005, di laboratorium Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Veektor dan
Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga.
B. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah experimental, untuk mengkaji pengembangbiakan B.
thuringiensis H-14 galur lokal dalam media air
cucian berbagai varietas beras (Mentik, C4 Super,
dan Pandanwangi) dan patogenisitasnya terhadap
jentik Cx quinquefasciatus.
C. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah jentik Cx
Quinquefasciatus instar III akhir (umur 6 hari)
dan B. thuringiensis H-14 galur lokal dalam
media cair cucian beras.
D. Cara Pengambilan Sampel
1. Pengambilan sampel dilakukan secara
completely randomized sampling, karena

percobaan bersifat homogen. Randomisasi
dilakukan dengan menempatkan perlakuan
secara random terhadap unit percobaan.7
2. Ulangan (Replikasi)
Banyaknya ulangan atau replikasi yang diambil dihitung menggunakan rumus Federer
(1955),8 sebagai berikut:
(t-1) ( r - l ) > 1 5
Keterangan:
t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
Berdasar rumus di atas, maka dengan 10
perlakuan, diperoleh banyaknya ulangan
minimal sebanyak 3.

E. Cara Kerja
1. Pembuatan Media dan Kultur B.
thuringiensis H-14 Galur Lokal.
Jenis beras yang digunakan adalah
beras yang dikonsumsi masyarakat seperti
beras Mentik, Pandanwangi, dan C4

Super. Satu kg beras C4 dicuci menggunakan 500 ml akuades. Beras diremas-

15

remas dan dibolak-balik sebagaimana
layaknya mencuci beras bila hendak memasak nasi. Air cucian beras disaring agar
sekam dan kotoran lainnya tersaring.
Kemudian air cucian beras ditampung
dalam Erlenmeyer untuk disterilkan pada
suhu 121°C selama 15 menit. Kemudian
dilakukan dengan cara yang sama seperti
di atas terhadap beras Pandanwangi dan
Mentik.
Air cucian berbagai beras (C4,
Pandanwangi, dan Mentik) yang telah
disterilkan tadi, masing-masing diambil
50 ml dan ditambahkan 2 ose kultur B.
thuringiensis H-14 galur lokal kemudian
digojog menggunakan shaker selama 2 x
24 jam pada suhu kamar (sebagai larutan

stok). Setelah itu dilakukan penghitungan
jumlah sel dan spora hidup B.
thuringiensis H-14 galur lokal yang
dibiakkan menggunakan media nutrien
agar.
2. Patogenisitas B. thuringiensis H-14
Galur Lokal dalam Media Air Cucian
Beras di Laboratorium
Patogenisitas B. thuringiensis H-14
galur lokal di laboratorium dilakukan
menurut prosedur WHO (1989) guna
mendapatkan konsentrasi B. thuringiensis
H-14 yang efektif (LC90) untuk
mengendalikan jentik nyamuk vektor.
Pengujian efikasi B. thuringiensis H-14
galur lokal sebagai berikut:
Larutan stok kultur murni B.
thuringiensis H-14 galur lokal yang
diperoleh di atas dan air cucian beras
pertama kali, diambil 1 ml dan

dimasukkan ke dalam beaker glass yang
berisi 99 ml akuades, dikocok sampai
homogen. Kemudian dari larutan tersebut
diambil berturut-turut sebanyak 7 ul, 10
111, 30 ul, 50 ul, 70 ul, 90 ul, 110 ul, 130
ul, dan 150 ul, menggunakan Gilson
micropippete E 20680 A, selanjutnya
dimasukkan ke dalam mangkok plastik
yang berisi 20 ekor jentik Cx.
quinquefasciatus instar III akhir, hasil
kolonisasi di laboratorium dalam volume
total akuades 100 ml, untuk mendapatkan
konsentrasi final yang dibutuhkan yaitu
0.7 ppm, 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9
ppm, 11 ppm, 13 ppm, dan 15 ppm.

16

Sebagai kontrol, mangkok plastik diisi
dengan 100 ml aquades yang tidak diberi

B. thuringiensis H-14 dan 20 ekor jentik
nyamuk. Kematian jentik nyamuk diamati
setelah 24 jam pengujian.
3. Efek Residu B. thuringiensis H-14 Galur
Lokal dalam Media Air Cucian berbagai Varietas Beras di Laboratorium
Efek residu B. thuringiensis H-14 galur
lokal yang dikembangbiakkan dalam
media air cucian berbagai varietas beras
terhadap berbagai jentik Cx. Quinquefasciatus dilakukan menurut prosedur
Salamun dkk (1994).9
Efek residu B. thuringiensis H-14 galur
lokal yang dikembangbiakan dalam media
air cucian berbagai varietas beras terhadap
jentik Cx quinquefasciatus dilakukan
setelah diperoleh konsentrasi yang tepat
pada LC90. Percobaan dilakukan menggunakan wadah plastik yang berisi 500 ml
air dan 20 ekor jentik Cx. quinquefasciatus
instar III akhir. Untuk kontrol, wadah
plastik hanya diisi air 500 ml dan
dimasukkan 20 ekor jentik nyamuk Cx.
quinquefasciatus. Pengamatan kematian
jentik dilakukan 24 jam sesudah perlakuan.
Jentik yang man' dan yang masih hidup
dikeluarkan dari wadah plastik. Penggantian jentik dilakukan sesudah pengamatan, sebanyak 20 ekor. Setiap 3 hari
dilakukan penambahan air agar volume air
tetap seperti semula (500 ml). Selama
percobaan wadah ditutup dengan kain kasa.
Pengamatan dilakukan setiap 24 jam,
sampai kematian jentik nyamuk menurun
kurang dari 70%.
4. Analisa Kandungan Ai r Cucian Beras
Untuk mengetahui berbagai kandungan air
cucian beras dilakukan oieh Balai
Laboratorium
Kesehatan
Semarang.
Kandungan karbohidrat diketahui dengan
metode jodometri-luff schrol, Kandungan
protein dengan metode Kjaidal, Kandungan
lemak dengan metode soklet dan ferum
menggunakan metode phenotrolin seita
Kandungan magnesium dan calsium
dengan metode AAS-komplexometri.
F. Pcngolahan dan Analisis Data
Data kematian jentik nyamuk Cx. Quinquefasciatus setelah 24 jam pengamatan sebesar 90%

Media Litbang Kesehatan Volume XV11 Nomor 4 Tahun 2007

(LC90) oleh B. thuringiensis H-14 galur lokal,
dianalisis secara statistik menggunakan analisis
probit.10 Untuk mengetahui perbedaan kemaknaan
antar berbagai perlakuan digunakan univariate
analysis of variance dan dilanjutkan dengan
menggunakan uji Duncan 5%."
Hasii Penelitian
Analisa kandungan air cucian beras Mentik,
Pandanwangi, dan C4 Super seperti karbohidrat,
protein, lemak, besi (Fe), magnesium (Mg) dan
calsium (Ca) yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan B. thuringiensis H-14 galur lokal
disajikan pada Tabel 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah sel dan spora B. thuringiensis H-14 galur
lokal yang paling tinggi terdapat pada media
pertumbuhan air cucian beras C4 Super yaitu
masing-masing sebesar 20,5 x 106 sel/ml dan 22,7
x 106spora/ml.
Hasil
pengujian
patogenisitas
B.
thuringiensis H-14 galur lokal selama 24 jam
pengujian, yang ditumbuhkan dalam beberapa
media air cucian beras terhadap jentik nyamuk
Cx. quinquefasciatus berbeda-beda. Dosis yang
tertinggi B. thuringiensis H-14 galur lokal pada

LC90 pada media beras Pandanwangi yaitu
sebesar 16,14ppm.
Efek residu B.thuringiensis H-14 galur
lokal yang ditumbuhkan dalam media air cucian
beras Mentik, Pandanwangi dan C4 Super
terhadap kematian jentik Cx. quinquefasciatus,
ditunjukkan pada Gambar 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek
residu B. thuringiensis H-14 pada LC90 terhadap
jentik Cx. quinquefasciatus pada media air cucian
beras Mentik, Pandanwangi dan C4 Super
berturut-turut mencapai 5 hari (70,00%), 3 hari
(85,00%) dan 5 hari (71,66%).
Hasil analisis data secara statistik menggunakan univariate analysis of variance data
kematian jentik Cx. quinquefasciatus setelah 24
jam pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata
kematian jentik Cx. Quinquefasciatus pada ketiga
media pertumbuhan dan masing-masing konsentrasi B. thuringiensis H-14 galur lokal yang di
gunakan ternyata ada perbedaan yang bermakna
(p < 0,05). Demikian pula antara kelompok media
pertumbuhan dan konsentrasi B. thuringiensis H14 galur lokal yang digunakan ternyata juga
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p <
0,05).

Tabel 1. Analisa Kandungan Air Cucian Beras Mentik, Pandanwangi, dan C4 Super
yang Digunakan untuk Pertumbuhan B. thuringiensis H-14 Galur Lokal
No.

Nutrient

Kandungan Air Cucian Beras
Mentik
0,12
0,02

Pandanwangi
0,13
0,04

C4 Super
0,04
0,04

Lemak (%)

0,01

0,01

0,01

4.

Besi (mg/1)

5.
6.

Magnesium (mg/1)
Calsium (mg/1)

0,11
35,39

0,22
28,76
80,08

24,33
69,16

1.
2.

Karbohidrat (%)
Protein (%)

3.

42,22

0,43

Tabel 2. Efikasi dan Efek Residu R thuringiensis H-14 Galur Lokal Menggunakan Media
Air Cucian Beras Mentik, Pandanwangi, dan C4 Super terhadap Jentik Nyamuk
Cx. quinquefasciatus di Laboratorium
No.

1

Media Pertumbuhan Bt.
H-14 Galur lokal
Beras Mentik

Beras Pandanwangi
Beras C4 Super
3
Kondisi laboratorium:
PHair
: 7.0-7,2

2

Total Volume Sel & Spora (ml)
Sel

Dosis yang
diperoleh
padaLC90(ppm)

Efek Residu
pada LC 90
(Hari)

18,lxl06

9,47

5

6,3 xlO 6
22,7x10*

16,14

3
5

Spora

15,4 x l O 6
6

6,0 xlO
20,5 xlO 6

Suhu udara dan air: 23 - 28,5°C

Media Lit bang Kesehatan Volume XVII Notnor 4 Tahun 2007

3,38

Kelembaban ruangan: 48,1 69,1%

17

Mentik, Pandanwangi, dan C4 Super telah dilakukan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit,
Salatiga. Pengukuran faktor abiotik seperti suhu,
kelembaban ruangan dan pH air cukup bervariasi.
Suhu air dan ruangan berkisar antara 23 - 28,5°C,
derajat keasaman (pH) air antara 7,0 - 7,2 dan
kelembaban ruangan berkisar antara 48,1-69,1%.
Faktor-faktor abiotik tersebut sangat mendukung
pertumbuhan B. thuringiensis H-14 galur lokal
dan jentik Cx. quinquefasciatus. PH air berpengaruh terhadap pertumbuhan B. thuringien sis.
Dilaporkan bahwa kebanyakan mikroba patogen
mempunyai pH optimum 7,2-7,6 dengan kisaran
pH antara 6-8.' Dilaporkan pula, pada pH 8
pertumbuhan B. thuringiensis meningkat dengan

Hasil analisis lanjutan secara statistik
menggunakan Uji Duncan 5% data rerata
kematian jentik Cx. quinquefasciatus setelah 24
jam pengamatan pada berbagai media pertumbuhan diperlihatkan pada Tabel 3.
Hasil analisis lanjutan secara statistik
menggunakan Uji Duncan 5% data rata-rata
kematian jentik Cx. quinquefasciatus setelah 24
jam pengamatan pada media beras Mentik,
Pandanwangi dan C4 Super dan pada berbagai
konsentrasi B. thuringiensis H-14 galur lokal
diperlihatkan pada Tabel 4.
Pembahasan
Pengembangan B. thuringiensis H-14 galur
lokal menggunakan media air cucian beras

Waktu (Hari)

Gambar 1. Efek Residu B. thuringiensis H-14 Galur Lokal yang Ditumbuhkan dalam
Berbagai Media Air Cucian Beras terhadap Kematian Jentik Cx. quinquefasciatus
Tabel 3. Hasil Analisis Lanjutan Secara Statistik Menggunakan Uji Duncan 5%
Data Rerata Kematian Jentik Cx. quinquefasciatus Setelah 24 Jam
Pengamatan pada Berbagai Media Pertumbuhan
Rerata Kematian Jentik Cx quinquefasciatus

Media

No.
1.

Beras Mentik

13,40"

2.

Beras Pandanwangi

11,13'

3.

Beras C4 Super

16,63C

4.

Rerata

Keterangan:...*

13,72
b

c

. = Hurufyang berbeda menunjukkan adanya perbedaan kemaknaan.

Tabel 4. Hasil Analisis Lanjutan Secara Statistik Menggunakan Uji Duncan 5% Data Rerata
Kematian Jentik Cx. quinquefasciatus Setelah 24 Jam Pengamatan
Konsentrasi B. thuringiensis H-14 galur lokal (ppm)
Media

1

0

3

0,00"

1,66°

Beras Pandanwangi

0,00"

2,6r

Beras C4 Super

0,00"

10,67"

Rerata
Keterangan:..."

0,00"

Beras Mentik

18

b

7

5
b

6,00

2,00*
C

16,67

C

15,33

bc

7,00

d

\9,6T

9
cd

16,33
12,33cd

cd

19,33

11

13

cd

17,67

cd

17,67*

18,33

12,33

e

20,00

cd

20,00'

16,00*
16,89ef
14,00"
18,44^
c
= Hurufyang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan kemaknaan.
5,00b

8,22C

IS
d

20

19,67

d

19,33

19,67d

17,33*

20,00'

20,00'

20,00'

e

20,00

20,00'

19,00*

19,78*

19,89*

Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 4 Tahun 2007

cepat. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan B.
thuringiensis berkisar antara 20 - 30°C, dengan
suhu optimum antara 28 - 30°C.13 Kisaran suhu
yang mendukung perkembangan jentik nyamuk
adalah 21 - 30°C, dengan suhu optimum berkisar
antara 2 5 - 2 7 °C M
Pada uji pendahuluan, ternyata menunjukkan bahwa tidak terdapat kematian jentik Cx.
quinquefasciatus di dalam ketiga macam media
air cucian beras (beras Mentik, Pandanwangi, dan
C4 Super).
Jumlah sel dan spora hidup B. thuringiensis
H-14 galur lokal yang ditumbuhkan pada media
air cucian beras Mentik, Pandanwangi, dan C4
Super berbeda-beda. Pada media beras Pandanwangi jumlah sel dan spora hidup B. thuringiensis
H-14 galur lokal paling rendah masmg-masing
sebesar 6,0 x 106 sel/ml dan 6,3 x 106 spora/ml
dan tertinggi pada media beras C4 Super berturutturut sebesar 20,5 xlO6 sel/ml dan 22,7 xlO6
spora/ml.
Banyaknya jumlah sel dan spora B.
thuringiensis H-14 galur lokal yang tumbuh
dalam media air cucian beras Mentik, Pandanwangi, dan C4 Super, dipengaruhi oleh banyak hal
seperti zat gizi yang mengandung sumber karbon
(gula), sumber nitrogen (protein), lemak dan
mineral (Mg+2, Mn+2, Fe+2, Zn+2 dan Ca+2). Gula
dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan
menurunkan pH, dalam kondisi asam akan
menghambat atau bahkan dapat menghentikan
pertumbuhan baik sel maupun spora B.
thuringiensis H-14 galur lokal.15 Dilaporkan
bahwa kandungan asam ammo seperti leusin dan
lisin yang cukup tinggi, dapat merangsang pertumbuhan bakten, sehingga berpengaruh terhadap
jumlah sel dan spora B. Thuringiensis.is
Ketersediaan O2 (Oksigen) juga sangat
berpengaruh pada pertumbuhan sel dan spora B.
thuringiensis} s']6
Hasil analisis, secara statistik menggunakan
analisis univariat, data kematian jentik Cx
quinquefasciatus setelah 24 jam pengamatan pada
ketiga media pertumbuhan dan masing-masing
konsentrasi B. thuringiensis H-14 galur lokal yang
digunakan
menunjukkan
perbedaan
yang
bermakna (p < 0,05). Demikian pula antara
kelompok media pertumbuhan menunjukkan
adanya interaksi dengan konsentrasi B.
thuringiensis H-14 galur lokal yang digunakan.
Untuk mengetahui perbedaan kemaknaan
antar berbagai media pertumbuhan digunakan Uji
Duncan 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa

Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 4 Tahun 2007

rata-rata kematian jentik Cx. quinquefasciatus
pada media beras Mentik dan Pandanwangi
terdapat perbedaan bermakna dengan C4 Super
(p< 0,05), namun antara media beras Mentik tidak
berbeda bermakna dengan media beras
Pandanwangi (p > 0,05) (label 3.).
Rata-rata kematian jentik Cx quinquefasciatus terhadap beberapa konsentrasi B.
thuringiensis H-14 galur lokal yang digunakan
menunjukkan ada perbedaan kemaknaan (p<
0,05). Kontrol berbeda bermakna dengan
konsentrasi lain dari B. thuringiensis H-14 galur
lokal yang digunakan. Konsentrasi 1 ppm menunjukkan perbedaan bermakna dengan konsentrasi yang lain (p< 0,05). Konsentrasi 11 ppm
tidak menunjukkan perbedaan kemaknaan dengan
konsentrasi 13 ppm, 15 ppm dan 20 ppm (p >
0,05) (label 4).
Adanya perbedaan kemaknaan rata-rata
kematian jentik nyamuk vektor, setelah 24 jam
pengamatan, pada berbagai media air cucian beras
yang digunakan, diduga disebabkan adanya perbedaan kandungan air cucian beras, seperti karbohidrat, protein, lemak dan Iain-lain, sangat
dibutuhkan
untuk
perkembangbiakan
B.
thuringiensis H-14 (Tabel 1). Sedangkan adanya
perbedaan yang bermakna terhadap berbagai
konsentrasi B. thuringiensis H-14 terhadap
kematian jentik Cx quinquefasciatus setelah 24
jam pengamatan, diduga disebabkan adanya
perbedaan jumlah kristal spora B. thuringiensis H14 pada masing-masing konsentrasi
B.
thuringiensis H-14 yang digunakan.
Efek residu B. thuringiensis H-14 galur
lokal yang ditumbuhkan dalam media air cucian
beras Mentik dan C4 Super terhadap kematian
jentik Cx quinquefasciatus lebih lama dibandingkan dalam media air cucian beras Pandanwangi
(Tabel 2). Perbedaan efek residu B. thuringiensis
H-14 galur lokal yang ditumbuhkan dalam ketiga
media air cucian beras terhadap jentik nyamuk
Cx quinquefasciatus dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain disebabkan adanya perbedaan
kepekaan jentik, keinginan makan dari jentik yang
diuji sangat bervahasi,'7 tersedianya toksin di
daerah makan jentik, dan formulasi khususnya
tingkat sedimentasi atau pengendapan.'

Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis
terendah B. thuringiensis H-14 galur lokal pada

19

media air cucian beras C4 Super yang membunuh
jentik Cx. quinquefasciatus 90% (LC 90) setelah
24 jam pengamatan adalah sebesar 3,38 ppm.
Jumlah sel dan spora hidup B. thuringiensis H-14
galur lokal yang paling banyak adalah media air
cucian beras C4 Super (20,5 x 106 sel/ml dan 22,7
x 106 spora/ml) dan paling sedikit pada media air
cucian beras Pandanwangi (6 x 10 sel/ml dan 6,3
x 106 spora/ml). Efek residu B. thuringiensis H-14
galur lokal pada LC90 pada media air cucian
beras Mentik, Pandanwangi dan C4 Super
masing-masing sebesar 5 hari, 3 had dan 5 hari.
Kematian jentik Cx. quinquefasciatus setelah 24
jam pengamatan pada ketiga media pertumbuhan
dan berbagai konsentrasi B. thuringiensis H-14
galur lokal menunjukkan adanya perbedaan
kemaknaan (p < 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian disarankan
bahwa untuk pemeliharaan B. thuringiensis H-14
galur lokal di laboratorium paling baik digunakan
media air cucian beras Mentik.

Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala
dan Panitia Pembina Ilmiah Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit (B2P2VRP), Salatiga yang telah membimbing, membina dan memberi masukan dalam
pembuatan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para teknisi yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
1. Mulla M.S., Darwazeh A.M., dan Aly C.
Laboratory and Field studies on hew
formulations of two microbial control agent
Bull.Soc.
Vector
Ecol.
mosquitoes.
1986.11(2): 255-263.
2. Garcia R., Rochers B.D., dan Tozer W.
Biology and ecology of Aedes squamiger in
the San Francisco Bay Area. Mosquito
Control Research. Annual Report. University
of California. 1983.
3. Soesanto. Prospek Bacillus thuringiensis dalam
pengendalian hama. Kumpulan makalah
seminar Bacillus thuringiensis. Komisi
Pestisida. Departemen Pertanian. Jakarta. 1994.
4. Blondine Ch.P. dan Damar T.B. Pengendalian
vektor (larva) demam berdarah dengue,
malaria dan filariasis menggunakan strain

20

lokal Bacillus thuringiensis varietas israelensis.
Jumal Kedokteran Yarsi. 2000. 8(1): 72-79.
5. Blondine Ch.P., Damar T.B., dan Rendro W.
Pertumbuhan
strain
lokal
Bacillus
thuringiensis israelensis pada media alternatif
(air kelapa dan rendaman kedelai) untuk
mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti.
Sen Penelitian Fakultas Biologj. 1999. 2: 133138.
6. Direktorat Gizi Depkes R.I. Daftar komposisi
bahan makanan. Bhatara Karya Aksara.
Jakarta. 1981.
7. Nasir M. Metode penelitian. Ghalia Indonesia.
Jakarta. 1983.
8. Hanafiah K.A. Rancangan percobaan: Teori
dan aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
1991.
9. Salamun, Mardihusodo S.J. dan Romas M.A.
Residual toxicity of Bacillus thuringiensis H14 (VCRC 17) in some types of breeding
places of Aedes aegypti. Bull. Pen. Kes. 1994.
22 (2): 63- 68
10. Finney D.J. Probit analysis. 3 rd.ed.
Cambridge Univ. Press. London. 1971.
11. Santoso S. SPSS Mengolah data statistik
secara profesional, Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia. Jakarta. 2000.
12. Chatim A. dkk. Mikrobologi Kedokteran.
Binarupa Aksara. Jakarta. 1993.
13. Dulmage T. dkk. Gidelines for production of
Bacillus thuringiensis H-14 and Bacillus
sphaericus. UNDP/WORLD BANK/WHO
Special Program for Research and Training in
Tropical Diseases (TDR). USA. 1990. 22 -36.
14. Depkes R.I. Pedoman ekologi dan aspek
perilaku vektor. Ditjen P2MPL. Jakarta. 2004.
15. Jawetz E., Melnick J.L., dan Adelberg E.A.
Mikrobiologi untuk profesi kesehatan (review
of medical microbiology). Edisi 16. EGC
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 1986.
16. Cheung P.Y.K dan Hammock B.B. Immunochemical analysis of Bacillus thuringiensis
toxin. Mosquito control research. Annual
Report. University of California. 1983.
17. Sastrodihardjo S., Permana AD. dan Adi
Pancoro. Uji Biologis Bacillus thuringiensis
terhadap serangga. Kumpulan makalah
seminar Bacillus thuringiensis. Komisi
Pestisida. Departemen Pertanian. Jakarta.
1994.

Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 4 Tahun 2007