HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan

  

ANALISIS PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN DAN

KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS) DI RSUP RATATOTOK BUYAT

RATATOTOK KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

  

THE ANALYSIS OF HOSPITAL OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY SERVICE

STANDARD (K3RS) IMPLEMENTATION IN RATATOTOK BUYAT HOSPITAL,

RATATOTOK, SOUTH EAST MINAHASA REGENCY

  Melany Chriselda Porajow *, A.A.T Tucunan.*, Paul A.T Kawatu*

  • *Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi

  ABSTRAK

Latar belakang rumah sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor biologi, kimia, fisik,

ergonomi dan psikososial yang mengharuskan rumah sakit menerapkan K3RS untuk mencegah

terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Hasil observasi dan wawancara awal

menunjukkan belum lengkapnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan K3 serta pelaksanaan

program K3 belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan standar

pelayanan K3RS di RSUP Ratatotok Buyat dengan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data

melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen. Informan berjumlah 6 orang. Analisis data

melalui tahap reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian standar pelayanan

kesehatan kerja yang sesuai standar adalah peningkatan kesehatan badan, kondisi mental dan

kemampuan fisik SDM, penanganan bagi SDM yang sakit, dan koordinasi dengan tim panitia

pencegahan pengendalian infeksi. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala, khusus,

pendidikan/pelatihan tentang kesehatan kerja, pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi, evaluasi,

pencatatan dan pelaporan belum sesusai standar. Surveilans kesehatan kerja belum dilaksanakan.

Standar pelayanan keselamatan kerja yang sesuai standar adalah pembinaan dan pengawasan

kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan, lingkungan kerja, sanitair,

dan perlengkapan keselamatan kerja. Pelatihan keselamatan kerja untuk SDM, memberi rekomendasi

mengenai perencanaan, desain tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya, sistem pelaporan

kejadian, pembinaan dan pengawasan terhadap MSPK, evaluasi, pencatatan dan pelaporan belum

sesuai standar. Pembinaan dan pengawasan penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit

belum dilaksanakan. Kesimpulan penerapan standar pelayanan K3RS belum terlaksana dengan

maksimal. Disarankan untuk membuat kebijakan dan mengawasi penerapan K3RS.

  Kata Kunci : standar pelayanan, K3RS ABSTRACT

Background hospitals have a danger potential that caused by biological, chemical, physical,

ergonomic, and psychosocial factors that require the hospital to implement the occupational health

and safety service standards to prevent work accidents and work-caused diseases. The result of the

initial observation and interview shows that the infrastructures related with K3 and the execution of

K3 program are not yet optimal. This research aims to analyze the implementation of the occupational

health and safety service standard in Ratatotok Buyat Hospital with a qualitative research method.

The data are collected through in-depth interviews and literature studies. The data are analyzed

through several stages which are reduction, data presentation and conclusion. This research resulted

in the service standard of occupational health that qualifies with the standard are body health

enhancement, mental condition and physical ability of the human resource, the handling of injured

human resource, coordination with the committee of infection prevention and control. The pre-work

fitness test, periodic, distinctive, the education/training about occupational health, work environment

and ergonomic monitoring, evaluation, recording and reporting are unqualified with the standard. The

occupational health surveillance is not yet conducted. The service standard of occupational safety that

qualifies with the standard are guide and supervision of safety and health, infrastructure and health

equipment, working environment, sanitary,and occupational safety equipment. Occupational safety

  

training for the human resources, recommendation for plans, workplace design and equipment choice

and its procurement, incident reporting system, guide and supervision of MSPK, evaluation, recording

and reporting are not yet qualified with the standard. Guide and supervision of working equipment

adaptation for the hospital’s human resources is not conducted yet. Conclusion the occupational

health and safety service standards are unoptimally implemented. It is suggested to create a policy and

supervise the implementation of K3RS.

  Keywords: service standards, K3RS PENDAHULUAN

  Rumah sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor biologi, kimia, ergonomi, fisik, dan psikososial yang dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja (Sucipto,2014).

  Rumah sakit juga memiliki bahaya potensial lain yaitu peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, radiasi, bahan kimia yang berbahaya, dan gas-gas anastesi. Semua potensi bahaya ini dapat membahayakan dan mengancam jiwa dan kehidupan para karyawan rumah sakit, pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit (Kepmenkes No. 432 Tahun 2007).

  World Health Organization

  (WHO) menyatakan secara global dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah. 2 juta terpajan virus HBV, 0,9 terpajan virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS. 8-12% pekerja rumah sakit sensitif terhadap lateks dan lebih dari 90% terjadi di Negara berkembang. (Kepmenkes No. 1087

  Tahun 2010). Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera

  musculoskeletal 4,62/100 perawat per

  tahun (Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007).

  Banyaknya potensi bahaya, mengharuskan rumah sakit untuk menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dan menjadi perhatian utama sebagai upaya preventif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja, pasien dan keluarga pasien dan juga sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) (Supriyanto dan Suhariono, 2015).

  Hasil observasi awal sarana dan prasarana yang berkaitan denga K3 sudah ada tetapi belum lengkap. Untuk lantai jalur evakuasi masih berupa tehel yang licin. Hasil wawancara dengan salah satu perawat di peroleh informasi bahwa pembentukan K3RS belum lama dilakukan. Program K3RS telah dijalankan tapi belum maksimal. Untuk sosialisasi dan pelatihan mengenai K3 baru mengenai penggunaan APAR.

  Pernah terjadi kebakaran dengan intensitas kecil. Perawat juga sering merasakan kelelahan dan sakit belakang saat bekerja karena waktu kerja yang terkadang berlebihan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Penerapan Standar Pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di RSUP Ratatotok Buyat Ratatotok

  ”.

METODE PENELITIAN

  Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis kualitatif. Penelitian ini dilakukan di RSUP Ratatotok Buyat Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara, pada bulan Agustus-Desember 2016. Informan dalam penelitian berjumlah 6 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara, alat perekam suara, dan alat tulis menulis. Analisis data melalui tahap reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk menguji validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan

  Secara umum karakter informan dilihat dari usia 21-30 Tahun terdapat 3 orang, 31-40 Tahun 1 orang dan < 40 Tahun terdapat 2 orang. Berdasarkan jenis kelamin 4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Untuk lebih jelasnya karakter informan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Informan

  

Umur Jenis Kelamin Jabatan Pendidikan

terakhir Singkatan Informan 1

  51 Tahun Perempuan Direktur Rumah Sakit S2 P1 Informan 2

  45 Tahun Laki-laki Kabid Pelayanan S2 P2 Informan 3

  26 Tahun Perempuan -Pegawai Sanitasi

  • Sekretaris K3RS D-III Kesling P3 Informan 4
  • Wakil Ketua K3RS D-III Farmasi P4 Informan 5
meliputi pemeriksaan fisik, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru, laboratorium, dan pemeriksaan lain yang di anggap perlu. Jadi seharusnya, semua SDM saat baru akan bekerja harus di periksa kesehatannya terlebih dahulu.

  25 Tahun Laki-laki -Asisten Apoteker

  31 Tahun Laki-laki Dokter Umum S1 P5 Informan 6

  24 Tahun Laki-laki Perawat Pelaksana D-III Keperawatan P6

  Sumber : data primer 2016 Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

  Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja di lakukan hanya pegawai honor dengan pemeriksaan darah lengkap. Tidak sesuai dengan Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 yang menyatakan bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan adalah melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM rumah sakit

  Pemeriksaan kesehatan berkala telah dilakukan seperti pada bagian radiologi dengan jenis pemeriksaan laboratorium dan rontgen, untuk bagian gizi dan laboratorium hanya pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun. Hasil wawancara lain menyatakan dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk honor disetiap perpanjang kontrak tetapi hanya pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan kesehatan berkala belum di terapkan untuk seluruh SDM rumah sakit dan jenis pemeriksaannya masih terbatas karena dalam Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 menyatakan pemeriksaan kesehatan berkala harus meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru- paru dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu serta pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.

  Pemeriksaan kesehatan khusus apabila terjadi kejadian kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum atau ada tenaga kerja yang tiba-tiba sakit. Hasil wawancara dengan direktur menyatakan terdapat program pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus apabila terjadi insiden. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan pada tenaga kerja yang pernah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu, tenaga kerja berusia di atas 40 tahun, tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat, tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu dan tenaga kerja yang terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatannya (Permenakertrans No 02 Tahun 1980).

  Pendidikan dan pelatihan tentang kesehatan kerja bagi SDM telah dibuat tetapi secara periodik. Pelatihan dan penyuluhan yang telah dilakukan mengenai APAR dan kebakaran. Sesuai dengan UU No

  13 Tahun 2003 menjelaskan pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi dan pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.

  Pemberian bantuan kepada SDM dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjaannya adalah dilakukan orientasi pada awal bekerja, hal ini sesuai dalam UU No 1 Tahun 1970 yang menyatakan pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerja, cara kerja dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

  Program Peningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik SDM telah dilaksanakan, yaitu pemberian makanan tambahan dilakukan setiap tiga bulan, olahraga, dan ibadah rutin setiap minggu. Program ini dilakukan untuk seluruh SDM dan telah sesuai Kepmenkes No 1087 Tahun 2010 dimana pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM rumah sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling. Pemberian imunisasi bagi SDM rumah sakit, olahraga, senam kesehatan dan rekreasi, pembinaan mental/rohani.

  Penanganan bagi SDM yang menderita sakit pihak rumah sakit memberikan pengobatan awal gratis dan di berikan BPJS. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 dimana pihak rumah sakit harus memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM. Jaminan kesehatan merupakan hal penting untuk SDM rumah sakit karena pekerja disini diperhadapkan dengan pasien yang sedang sakit juga sehingga tidak menutup kemungkinan untuk para pekerja bisa terjangkit dengan sumber penyakit.

  Koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, rumah sakit telah membentuk tim khusus yaitu Komite PPI. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit telah siap untuk melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap infeksi di rumah sakit. Berbeda dengan hasil studi yang dilakukan oleh Herman dan Handayani (2016), yang menunjukkan banyak rumah sakit yang belum siap untuk melaksanakan PPI, terutama dalam sarana dan prasarana sterilisasi, pengolahan limbah dan air bersih dan rumah sakit yang dimaksudkan adalah rumah sakit tipe C dan D. Untuk kegiatan surveilans kesehatan kerja belum di laksanakan karena peran dari tim K3 belum berjalan dengan baik.

  Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan kerja belum terlaksana karena tidak ada SDM yang berkompeten di bidang ergonomi, tapi untuk pemantauan lingkungan kerja rumah sakit melakukan kerja sama dengan BTKL dan telah dilakukan pengukuran antara lain pemeriksaan kualitas air, udara dan pencahayaan. Hasil observasi dokumen yang dilakukan untuk hasil pemantauan dan pengukuran dari lingkungan rumah sakit menunjukkan tidak melewati NAB sehingga lingkungan rumah sakit di anggap aman. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan kerja telah dilakukan antara lain evaluasi dan pencatatan tapi untuk pelaporan kepada direktur belum dilaksanakan. Hal itu dikarenakan peran dari tim K3 yang belum maksimal dalam pelaksanaan program K3 dan kurangnya pemantauan atau pengawasan dari pimpinan rumah sakit terhadap bawahannya.

  Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

  Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit. Persyaratan teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan da keselamatan bagi semua orang. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala (UU No 44 Tahun 2009). Hasil wawancara, pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, terlihat dari lokasi rumah sakit yang sudah memenuhi standar, rumah sakit sudah sesuai fungsi, alat-alat diuji dan di kalibrasi setiap tahun, dan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan telah memilki izin.

  Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit belum dilaksanakan karena upaya ini menyangkut dengan ergonomi dan SDM rumah sakit belum ada yang memiliki kompetensi di bidang ergonomi.

  Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja telah dilakukan yaitu pemantauan lingkungan kerja fisik, kimia, dan biologi serta melakukan evaluasi. Hal itu dilihat dari adanya pengukuran bakteri, kekeruhan air, ambient udara, cahaya, dan suhu. Upaya ini telah sesuai dengan Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 dimana manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial lewat kegiatan pemantauan secara rutin dan berkala.

  Sanitasi lingkungan rumah sakit merupakan upaya menciptakan kesehatan lingkungan yang baik melalui pelaksanaan program sanitasi, terdiri dari penyehatan makanan dan minuman, penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan air, pengelolaan sampah, penyehatan tempat pencucian, sterilisasi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan dan pengendalian infeksi nosokomial

  (Adisasmito, 2012). Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair diawasi langsung oleh bagian sanitasi dan telah dilakukan penyehatan air, penanganan sampah dan limbah infeksius, sterilisasi, perlindungan radiasi, dan penyuluhan kesehatan lingkungan.

  UU No 1 Tahun 1970 menyatakan pengurus diwajibkan memasang dalam tempat kerja semua gambar keselamatan kerja dan semua bahan pembinaan, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang di wajibkan pada tenaga kerja. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja yang telah dilakukan yaitu tersedianya APD dengan SPO pemakaian, APAR dengan SPO penggunaan, dibuat jalur evakuasi, titik kumpul. Penggunaan APD diawasi

  IPCN dan yang tidak menggunakan di berikan teguran.

  Pelatihan keselamatan kerja untuk SDM rumah sakit telah dilakukan pelatihan mengenai APAR, APD dan cara menyuntik yang aman. Pelatihan khusus untuk petugas K3 baru ketua tim K3. Hal itu sangat disayangkan karena seharusnya semua tim K3 harus terlatih dan tersertifikasi. Seperti hasil penelitian dari Effendy (2013), untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman K3 terhadap personil yang perlu dilakukan adalah pelatihan untuk personil, pemantauan langsung dengan kegiatan personil dan sosialisasi untuk kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja.

  Pemberian rekomendasi mengenai perencanaan, desain pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan mempunyai alur tersendiri mulai dari perencanaan sampai evaluasi berdasarkan formulir persyaratan dan yang terlibat dalam proses perencanaan adalah tim K3 dan komite PPI, hal itu sesuai dengan PP No 50 Tahun 2012 yang menyatakan pengusaha dalam menyususn rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina K3 wakil pekerja dan pihak lain yang terkait.

  Permenaker No 03 Tahun 1998 menyatakan pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Penyampaian laporan dapat dilakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis. Sistem pelaporan kejadian di rumah sakit yaitu ketika terjadi kejadian di bawah ke IGD, dilaporkan ke tim K3 dan tim K3 melaporkan kepada atasan untuk di tindak lanjuti. Hasil Penelitian Fitri (2016), di Proyek MRTJ TWJO menunjukkan bahwa sistem pelaporan near miss, unsafe action dan unsafe condition belum terlaksana

  KESIMPULAN dengan baik.

  1. standar pelayanan Penerapan

  Kepmenaker No 186 Tahun 1999 kesehatan kerja di RSUP Ratatotok menyatakan kewajiban mencegah, Buyat sesuai dengan sepuluh standar mengurangi dan memadamkan kebakaran pelayanan terdapat tiga bentuk di tempat kerja meliputi penyediaan pelayanan yang sudah terlaksana sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dengan baik, enam bentuk pelayanan dan sarana evakuasi. Pelaksanaan yang belum terlaksana dengan baik pembinaan dan pengawasan terhadap dan satu bentuk pelayanan yang MSPK, menunjukkan telah tersedia sarana belum dilaksanakan. dan prasarana seperti APAR di setiap 2. standar pelayanan

  Penerapan bagian ruangan dan hydrant, APAR keselamatan kerja di RSUP Ratatotok diperiksa dan diganti, dilakukan juga Buyat sesuai dengan sepuluh standar sosialisasi mengenai penggunaan APAR. pelayanan terdapat empat bentuk Hasil penelitian menunjukkan sistem pelayanan yang sudah terlaksana penanggulangan kebakaran belum dengan baik, lima bentuk pelayanan terlaksana karena masih kurangnya sarana yang belum terlaksana dengan baik, dan prasarana. Berbeda dengan penelitian dan satu bentuk pelaksanaan yang dari Sanjaya dan Ulfa (2015), di RS PKU belum dilaksanakan. Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang

  SARAN

  telah memiliki kelengkapan sarana dan 1.

  Perlu dilakukan sosialisasi atau prasarana penanggulangan bencana yang penyuluhan tentang K3RS. sebagian besar telah sesuai standar.

  2. sakit harus membuat Rumah

  Evaluasi dan pencatatan oleh kebijakan mengenai K3RS beserta pihak manajemen telah dilakukan tetapi pedomannya. belum dilaporkan kepada atasan langsung 3.

  Perlu menambahkan tenaga yang dalam hal ini direktur dan direktur juga berkompetensi untuk mengelola menyatakan belum menerima laporan program K3RS. tentang program pelayanan keselamatan 4.

  Seluruh tim K3RS harus dilatih dan kerja dari bagian K3RS. tersertifikasi AK3 umum dan K3RS.

  5. Peran tim K3RS harus maksimal dan diawasi pihak manajemen.

  6. Sakit Pemerintah dalam Upaya Tim K3RS harus memiliki program

  K3RS yang mengacu pada penerapan Pencegahan dan Pengendalian standar K3RS. Infeksi di Indonesia. Jurnal

  7. Kefarmasian Indonesia , (online) Seluruh program K3RS harus di evaluasi, di catat dan di laporkan Vol. 6, No. 2, kepada Direktur.

  DAFTAR PUSTAKA di akses 13 Maret 2017).

  Adisasmito, W. 2012. Audit Lingkungan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

  Rumah Sakit . Jakarta : Rajawali

  Indonesia No. 1087 Tahun 2010 Press tentang Standar Kesehatan dan

  Effendy. 2013. Strategi Pengembangan Keselamatan Kerja di Rumah

  Sistem Manajemen K3 pada Rumah Sakit. 2010. Jakarta

  Sakit Umum Daerah Kayuagung Keputusan Menteri Kesehatan Republik Kabupaten Ogan Komering Ilir.

  Indonesia No. 432 Tahun 2007

  JPFEBUNSOED , (online), Vol.3,

  tentang Pedoman Manajemen No.1,

  Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. 2007.

  di akses 13 Jakarta. Maret 2017).

  Keputusan Menteri Tenaga Kerja Fitri, N. 2016. Gambaran Sistem

  Republik Indonesia No. 186 Pelaporan Near Miss, Unsafe Act

  Tahun 1999 tentang dan Unsafe Condition di Proyek Penanggulangan Kebakaran di

  Mass Rapid Transit Jakarta Tempat Kerja. 1999. Jakarta. (MRTJ) Tokyu-Wika Joint

  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Operation Tahun 2016. (online) di

  Transmigrasi No. 02 Tahun 1980 akses dari tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan

  pada Kerja. 1980. Jakarta. tanggal 13 Maret 2017.

  Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Herman, M.J, Handayani RS. 2016.

  Indonesia No. 03 Tahun 1998 Sarana dan Prasarana Rumah tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kesehatan. 1998. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

  No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2012. Jakarta.

  Sanjaya, M., Ulfa, M. 2015. Evaluasi Sarana dan Prasarana Rumah Sakit dalam Menghadapi Bencana Kebakaran. (online) diakses dari pada tanggal 13 Maret 2017.

  Sucipto,C.D. 2014. Keselamatan dan

  Kesehatan Kerja . Yogyakarta: Gosyen Publishing.

  Supriyanto dan Suhariono. 2015.

  Pedoman Teknis Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit .

  Surabaya. Undang-undang Republik Indonesia No. 1

  Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 1970. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No.

  13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2003. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No.

  44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2009. Jakarta.