MENINGKATKAN KINERJA INCENERATOR PADA PEMUSNAHAN LIMBAH MEDIS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA.

115

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2

MENINGKATKAN KINERJA INCENERATOR PADA
PEMUSNAHAN LIMBAH MEDIS RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA
Rahayu Dwi Utami, D.G Okayadnya dan M. Mirwan
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
email :
ABSTRAK
Salah satu kendala dari pengolahan sampah medis dengan menggunakan
Insinerator Rotary Kiln adalah ruang bakar yang pada awalnya berputar berubah fungsi
menjadi statis tetapi pada kenyataannya tidak ada data empiris pada Insinerator Rotary
Kiln Termodifikasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu
pembakaran dan waktu pembakaran terhadap kemampuan Insinerator Rotary Kiln
Termodifikasi dalam memusnahkan limbah medis dan untuk mengetahui kondisi
optimum pembakaran sampah medis menggunakan Insinerator Rotary Kiln
Termodifikasi. Variabel dalam penelitian ini adalah suhu pembakaran yaitu 800°C,
900°C, 1000°C, 1100°C, dan 1200°C dan waktu pembakaran yaitu 80 menit, 90 menit,

100 menit, 110 menit dan 120 menit. Parameter dari penelitian ini adalah berat sampah
medis setelah dibakar, kualitas berat sampah medis setelah dibakar, kualitas asap
pembakaran sampah medis. Dari hasil penelitian dan pengolahan data diperoleh
kesimpulan bahwa semakin tinggi suhu pembakaran maka proses pembakaran akan
semakin baik karena terpenuhinya nilai kalor untuk proses pengabuan dan semakin lama
waktu pembakaran maka kemampuan penyisihan residu juga bertambah.
Kata Kunci: Limbah Medis, Rumah Sakit, Insinerator, Insinerator Rotary Kiln.
ABSTRACT
One of the constraints of processing medical waste by using a rotary kiln
incinerator is waste combustion chamber initially spinning changed into static. And in
fact, there is no empirical data on the modified rotary kiln incinerator. This study aimed
to assess the temperature and combustion time of the ability of a modified rotary kiln
incinerators for destroying medical waste and to determine the optimum conditions of
incineration of medical waste using a modified rotary kiln incinerator. Variabel in this
study is the combustion temperature of 800°C, 900°C, 1000°C, 1100°C, and 1200°C.
and then burning time of 80 minutes, 90 minutes, 100 minutes, 110 minutes and 120
minutes. The parameters of this study is the weight of medical waste after burned, heavy
quality medical waste after burned, and the smoke quality of medical waste
incineration.The results of research and data processing is concluded that the higher
the combustion temperature, the combustion process will be better for the fulfillment of

the calorific value for incineration process and the longer time then the combustion
residue also increases the ability allowance.
Key Words: Medical Waste, Hospital, Incinerator, Rotary Kiln Incinerator

Meningkatkan Kinerja Incenerator(Dewa Gede Okayadnya Wijaya & Rahayu Dwi Utami)

PENDAHULUAN
Peningkatan limbah khususnya
limbah medis merupakan akibat dari
adanya peningkatan kegiatan pada
Rumah Sakit (Hidayah, E.N, 2007).
Limbah tersebut dianggap sebagai
limbah yang infeksius sehingga
diperlukan penanganan yang tepat.
limbah
medis
infeksius
sangat
membahayakan
dan

menimbulkan
gangguan kesehatan bagi pengunjung,
petugas yang menangani limbah
tersebut dan masyarakat sekitar Rumah
Sakit. Salah satu cara pengolahan
limbah medis infeksius adalah dengan
cara dibakar menggunakan Insinerator.
Teknologi ini merupakan sarana yang
tepat untuk menangani limbah medis
infeksius. Sasaran utamanya adalah
mendestruksi bakteri pathogen yang
berbahaya seperti kuman penyakit
menular. Pemusnahan limbah infeksius
RSUD Dr. Soetomo Surabaya dilakukan
dengan
dibakar
menggunakan
Insinerator. Insinerator yang ada di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah
Insinerator Rotary Kiln. Insinerator ini

cocok untuk memusnahkan limbah yang
mempunyai kandungan air yang cukup
tinggi dan volumenya cukup besar.
Karena sistem Insinerator berputar pada
primary chamber, dengan tujuan untuk
mendapatkan pembakaran limbah yang
merata secara keseluruhan. Insinerator
Rotary Kiln ini telah dimodifikasi, hal
ini
dikarenakan
pada
kondisi
sebelumnya terdapat beberapa kendala
yang mengurangi kinerja Insinerator itu
sendiri. Kendala yang pertama yakni
dari segi teknis, pada pintu masuk
limbah (hidrolis) sering mengalami
kemacetan pada saat digunakan.
Sehingga proses pembakaran menjadi
terhambat dan akibatnya terjadi

penumpukan limbah. Selain itu dari segi
materi juga membutuhkan biaya
operasional yang tinggi.
Karena
Insinerator ini berputar pada ruang

116

bakarnya sehingga memerlukan tenaga
listrik yang besar.
Dengan berbagai kendala diatas
pihak RSUD Dr. Soetomo melakukan
modifikasi pada Insinerator Rotary
Kiln. Dari chamber berputar diubah
menjadi
statis,
sehingga
tidak
memerlukan energi listrik yang terlalu
besar. Sehingga insinerator telah

berubah fungsi dari proses kontinyu
menjadi diskontinyu dimana ruang
bakar satu dan dua seolah-olah menjadi
satu, sehingga suhu dan waktu
pembakaran bisa diatur. Tetapi dalam
prosesnya belum ada data empiris yang
menunjukkan kinerja yang baik pada
Insinerator Rotary Kiln Termodifikasi
ini. Maka dari itu peneliti melakukan
penelitian pada Insinerator Rotary Kiln
Termodifikasi ini untuk mendapatkan
kinerja insinerator yang memenuhi
syarat.
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Medis
Limbah Medis adalah limbah padat
yang terdiri atas limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam,
limbah farmasi, limbah sitotosik, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah

kontainer bertekanan dan limbah
dengan kandungan logam berat yang
tinggi (Perdana, P.M, 2011).
Pada prinsipnya Sampah Medis
harus sesegera mungkin ditreatment
setelah dihasilkan dan penyimpanan
merupakan prioritas akhir bila sampah
benar-benar tidak dapat langsung
diolah. Kegiatan penyimpanan Sampah
Medis dimaksudkan untuk mencegah
penyebaran
Sampah
Medis
ke
lingkungan sehingga potensi berbahaya
terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan.
Pemusnahan
Limbah
dengan

Insinerasi
Insinerasi
merupakan
suatu
teknologi pengolahan limbah padat

117

dengan cara membakar limbah pada
temperatur tinggi yaitu pada suhu lebih
dari 800ºC dengan tujuan untuk
mereduksi sampah mudah terbakar
(combustible) yang sudah tidak dapat
didaur ulang lagi, membunuh bakteri,
virus dan kimia toksik. Sedangkan pada
limbah B3 yaitu untuk mengurangi
sifat-sifat berbahaya seperti racun dan
radiasi. Insinerator dapat digunakan
terhadap berbagai macam limbah
organik, termasuk minyak, pelarut,

bahan farmasi, dan pestisida (Latief,
A.S, 2012).
Berdasarkan data penelitian EPA
(Enviromental Protection Agency) dan
pengalaman
operasional
industri
mengindikasikan bahwa insinerator
salah satu teknologi terbaik untuk
berbagai limbah. Menurut sejarahnya,
insinerasi adalah teknologi yang paling
sering digunakan untuk mengolah
limbah medis. Insinerator dapat
mereduksi volume limbah sebesar 90%.
Teknologi insinerasi merupakan
cara pengolahan yang baik bagi materi
yang mudah terbakar dan memiliki nilai
kalor
yang
memadai.

Sampah
berbahaya yang patogenik seperti
sampah dari rumah sakit terutama untuk
sampah medis yang berkategori sampah
infeksius, sangat baik ditangani dengan
cara ini. Mikroorganisme patogen
dalam
sampah
infeksius
dapat
dimusnahkan dalam insinerator yang
baik karena adanya panas yang tinggi.
Waktu tinggal sampah serta temperatur
operasi merupakan parameter tertentu
dalam keberhasilan proses insinerasi
sampah medis. Pada limbah medis
infeksius, proses insinerasi yang utama
adalah detruksi organisme infeksius
yang terkandung pada limbah tersebut,
sedangkan operasi tambahannya adalah

untuk
meminimalisir
kandungan
organik
dan
mengontrol
emisi
pembakaran. Insinerator yang dirancang
baik,
mampu
menghancurkan

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2

kandungan organik yang berbahaya dari
limbah B3. Sebaliknya, perancangan
dan pengoperasian insinerator yang
tidak sempurna akan membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan,
melalui emisi gas beracun dan
pencemar lain ke atmosfer (Nurhayati,
I., 2011).
Insinerator
Insinerator
adalah
tungku
pembakaran yang digunakan untuk
mengolah limbah padat menjadi materi
gas dan abu (bottom ash dan fly ash).
Pengolahan sampah dengan insinerasi
dapat mengurangi volume dan massa
serta mengurangi sifat berbahaya dari
sampah
infeksius.
Faktor
yang
memegang peranan penting dalam
insinerasi
adalah
temperatur
pembakaran dan waktu pembakaran
sampah tersebut (Latief, A.S., 2012).
Pemanfaatan
energi
panas
insinerasi identik dengan combustion,
yaitu dapat menghasilkan energi yang
dapat dimanfaatkan. Faktor penting
yang harus
diperhatikan
adalah
kuantitas dan kontinuitas limbah yang
akan dipasok. Kuantitas harus cukup
untuk menghasilkan energi secara
continue agar suplai energi tidak
terputus (Damanhuri, E., 2008).
Rotary Kiln Incinerator
Jenis insinerator ini memiliki bagian
utama silinder berputar yang merupakan
ruang pembakaran. silinder tersebut
terletak dengan posisi kemiringan
tertentu. Posisi dengan kemiringan
demikian
dimaksudkan
untuk
mempermudah pencampuran limbah
dengan udara yang disirkulasi.
Rotary Kiln Incinerator dapat
memusnahkan limbah cair dan limbah
padat dengan kalor pembakaran 5508300 kcal/kg. Suhu pembakaran
berkisar antara 810-1600°C. Rotary
Kiln Incinerator biasanya dilengkapi
dengan sistem injeksi kapur atau basa
untuk menetralkan gas-gas yang bersifat

Meningkatkan Kinerja Incenerator(Dewa Gede Okayadnya Wijaya & Rahayu Dwi Utami)

asam dan produk pembakaran lainnya.
Perbandingan antara panjang dan
diameter Rotary Kiln Incinerator
berkisar antara 10:2. Kecepatan rotasi 525 mm detik. Baik perbandingan
panjang
dan
diameter
maupun
kecepatan sangat ditentukan oleh jenis
limbah yang diinsinerasi. Perbandingan
panjang dan diameter yang tinggi dan
laju rotasi yang membutuhkan waktu
tinggal yang lama agar pembakaran
berlangsung sempurna.
Beberapa keuntungan Rotary Kiln
Incinerator antara lain: Dapat digunakan
untuk memusnahkan berbagai jenis
limbah, dapat dioperasikan pada suhu
tinggi, mempunyai kemampuan yang
baik untuk pencampuran limbah secara
kontinyu. Adapun kelemahannya dari
Rotary Kiln Incinerator adalah: Biaya
pengadaan dan pengoperasian yang
tinggi, dibutuhkan tenaga yang benarbenar terlatih untuk pengoperasian,
lapisan liner harus sering diganti apabila
alat
yang
digunakan
untuk
memusnahkan limbah yang bersifat
korosif, menghasilkan banyak partikulat
selama proses pembakaran.
Rotary Kiln Incinerator pada
umumnya memiliki ruang pembakaran
kedua yang terletak di sebelah ruang
pembakaran utama (silinder). Ruang
pembakaran kedua ini berfungsi untuk
menyempurnahkan pembakaran limbah.
Pada kondisi-kondisi tertentu, limbah
cair
disemprotkan
pada
ruang
pembakaran
kedua.
Abu
yang
dihasilkan selama proses pembakaran
dibuang melalui bagian bawah ruang
pembakaran kedua tersebut. Produk
pembakaran berupa gas ke luar melalui
ruang pembakaran kedua di mana
dilakukan penambahan oksigen dan
limbah yang mudah terbakar. Rotary
Kiln Incinerator dapat pula dioperasikan
dengan cara pirolisis, di mana limbah
dapat diuraikan dalam suasana miskin
oksigen. Gas-gas yang berbentuk

118

selanjutnya dibakar kembali di ruang
pembakaran kedua. Model operasi ini
menguntungkan
karena
dapat
mengurangi jumlah partikulat dari
proses pembakaran.
METODE PENELITIAN

Masalah Limbah
Rumah Sakit
Studi Literatur
Judul Penelitian

Penentuan Variabel
Penelitian

Persiapan Penelitian

Penentuan Variabel
Perlakuan

Insinerator Rotary
Kiln Termodifikasi

Analisis Hasil
Pembahasan

Kesimpulan
dan Saran

Gambar 1. Kerangka Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Variabel Penelitian
Ada dua jenis variabel penelitian
yang akan dikerjakan pada penelitian
ini, yaitu variabel tetap dan variabel
perlakuan:
Variabel Tetap
Dalam penilitian ini peubah tetap yang
dipilih yaitu:
a. Jenis sampah yang dibakar adalah
sampah medis infeksius, dengan
berat limbah yang dibakar sebanyak
500 Kg

119

b. Kapasitas Insinerator Rotary Kiln 2
m3
c. Jenis bahan bakar yang digunakan
adalah Solar
Variabel Perlakuan
Variabel perlakuan pada penelitian
ini adalah:
a. Waktu Pembakaran (menit)
Ditentukan lama waktu pembakaran
sesuai
dengan
kemampuan
maksimal insinerator yaitu 80, 90,
100, 110, 120 menit
b. Suhu Pembakaran (°C)
Ditentukan suhu pembakaran sesuai
dengan
kemampuan
maksimal
insinerator yaitu 800, 900, 1000,
1100, 1200 °C.
Tahap Persiapan
a. Pengambilan limbah medis dari
sumber limbah
b. Pemilahan limbah medis tajam dan
lunak
c. Penimbangan
limbah
medis
sebanyak 500 Kg
Tahap Pengoperasian
a. Menyalakan sumber listrik
b. Panel utama dan burner dinyalakan
c. Memasukkan limbah medis
d. Temperatur dan waktu pembakaran
diatur
sesuai
dengan
yang
dikehendaki yaitu waktu (menit)
pembakaran selama 80, 90, 100,
110, 120 dan suhu (°C) pembakaran
800, 900, 1000, 1100, 1200
e. Menutup pintu insinerator untuk
dilakukan pembakaran
f. Mengamati secara langsung asap
pembakaran
g. Pembakaran akan mati secara
otomatis sesuai dengan waktu yang
telah diatur
h. Mengeluarkan abu pembakaran
dengan
sekop
panjang
saat
insinerator telah didinginkan

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2

i. Menimbang
abu
pembakaran
dengan neraca analitik dan dihitung
efisiensinya
j. Mengamati abu pembakaran masih
adakah material yang belum
terbakar sempurna
k. Melakukan uji TCLP dengan
menentukan baku mutu limbah
infeksius
Analisa Data
Data-data yang terkumpul disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik sebagai
berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat
residu
pembakaran
Insinerator pada suhu pembakaran (ᶿC)
800, 900, 1000, 1100, 1200 dan waktu
pembakaran (menit) 80, 90, 100, 110,
120 dengan berat limbah medis masingmasing 500 Kg/sekali pembakaran
disajikan dalam tabel 1.berikut ini:
Tabel 1 . Residu Abu Pembakaran Sampah
Medis
dengan
Menggunakan
Insinerator Rotary Kiln Termodifikasi
Waktu
Pembak
aran
(Menit)
(1)
80
90
(1)
100
110
120

Bera
t
Lim
bah
(Kg)
(2)
500
500
(2)
500
500
500

Berat Residu terhadap Suhu
Pembakaran (Kg)
800
ᶿC
(3)
45
43
(3)
42
40
38

900
ᶿC
(4)
42
38
(4)
37
34
34

100
0ᶿC
(5)
37
35
(5)
33
32
27

110
0ᶿC
(6)
35
33
(6)
29
28
25

120
0ᶿC
(7)
33
31
(7)
28
26
21

Untuk mengetahui optimasi
pembakaran salah satunya dapat dilihat
dari persen kemampuan penyisihan
residu abu. Kemampuan penyisihan
residu abu insinerator pada suhu
pembakaran (ᶿC) 800, 900, 1000, 1100,
1200 dan waktu pembakaran (menit) 80,
90, 100, 110, 120 dengan berat limbah
medis masing-masing 500 Kg/sekali
pembakaran disajikan dalam tabel 2.
berikut ini: Tabel 2 Kemampuan Reduksi
Abu

Pembakaran Sampah Medis dengan

Meningkatkan Kinerja Incenerator(Dewa Gede Okayadnya Wijaya & Rahayu Dwi Utami)

Menggunakan

Insinerator

Rotary

Kiln

Waktu
Pembakaran
(Menit)

Berat
Limbah
(Kg)

800ᶿC

Kemampuan Penyisihan Residu Abu (%)
900ᶿC

1000ᶿC

1100ᶿC

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

80

500

0,91

0,92

0,93

0,93

0,93

1200ᶿC

90

500

0,91

0,92

0,93

0,93

0,94

100

500

0,92

0,93

0,93

0,94

0,94

110

500

0,92

0,93

0,94

0,94

0,95

120

500

0,93

0,93

0,95

0,95

0,96

Kemampuan Penyisihan(%)

Untuk
lebih
menjelaskan
pembahasan, maka dapat dilihat pada
Gambar 2. Hubungan Kemampuan
Penyisihan dengan Variasi Waktu
Pembakaran dan Suhu Pembakaran
terhadap Insinerator Rotary Kiln
Termodifikasi:

Kemampuan Penyisihan
Residu Abu
Waktu
Pembaka
ran 80
menit
Waktu
Pembaka
ran 90
menit
Suhu Pembakaran (°C)

Gambar 2. Pengaruh Suhu Pembakaran dan
Waktu Pembakaran dengan Menggunakan
Insinerator Rotary Kiln

Dapat dilihat pada gambar 2. bahwa
kemampuan penyisihan residu pada
waktu pembakaran 80 menit cenderung
naik akan tetapi kenaikannya tidak
terlalu besar. Karena pembakaran
sempurna dapat mendekati sempurna
memerlukan suhu pembakaran yang
tinggi dan juga waktu pembakaran yang
lebih lama. Pada rentang suhu
pembakaran 900°C menuju suhu
pembakaran 1000°C terjadi lonjakan
yang sangat drastis, hal ini dikarenakan
pada rentang suhu tersebut pembakaran
sudah mulai mendekati pembakaran
sempurna. Selanjutnya pada suhu

120

Termodifikasi

pembakaran 1100°C cenderung naik
tetapi nilai penyisihannya lebih kecil
dari pada suhu pembakaran 1000°C.
Kemudian pada suhu pembakaran
1200°C grafiknya cenderung naik akan
tetapi nilainya tidak terlalu besar.
Pada waktu pembakaran 90 menit
kemampuan penyisihan residu abu pada
suhu pembakaran 800°C
juga
cenderung naik tetapi kenaikannya
tidak terlalu besar. Pada saat suhu
pembakaran mencapai rentang 900°C
menuju 1000°C terjadi lonjakan yang
cukup besar. Hal ini dikarenakan waktu
pembakaran dan suhu pembakaran
sudah cukup untuk membakar limbah
dengan baik. Kemudian pada suhu
1100°C grafik cenderung naik tetapi
nilai penyisihannya tidak terlalu tingi
dari suhu pembakaran 1000°C. Pada
saat suhu pembakaran 1200°C grafik
cenderung naik tetapi nilainya tidak
terlalu besar.
Pada waktu pembakaran 100 menit
dan suhu pembakaran 800°C grafik
cenderung naik. Saat rentang suhu
pembakaran 900°C menuju suhu
pembakaran 1000°C terjadi lonjakan
yang sangat besar. Hal ini dikarenakan
terjadi pembakaran sempurna karena
limbah yang dibakar seolah-olah sudah
habis
terbakar.
Keadaan
ini
menunjukkan bahwa semakin lama
waktu pembakaran maka semakin lama
waktu
untuk
terjadinya
reaksi
pembakaran sehingga semakin lama
pembakaran berat residu semakin
sedikit (Nurhayati, I. 2011). Kemudian
suhu pembakaran ditingkatkan menjadi
1100°C kemampuan penyisihan cukup
rendah. Hal ini dikarenakan limbah
sudah hampir terbakar habis pada suhu
pembakaran 1000°C jadi penyisihan
pada suhu pembakaran 1100°C hanya
sedikit begitu juga pada suhu
pembakaran 1200°C.

121

Pada saat waktu pembakaran 110
menit dan suhu pembakaran 800°C
grafik cenderung naik perlahan,
selanjutnya pada suhu pembakaran
900°C menuju 1000°C grafik juga naik
perlahan akan tetapi nilainya lebih
rendah dari suhu pembakaran 800°C.
kemudian pada suhu pembakaran
1000°C
menuju
suhu
pembakaran1100°C terjadi kenaikan
yang cukup besar. Hal ini dikarenakan
adanya faktor yang berpengaruh lainnya
antara lain penambahan udara untuk
tetap berlangsungnya pembakaran yang
sempurna. Begitu juga pada suhu
pembakaran 1200°C grafik cenderung
naik perlahan. Karena material sudah
habis terbakar.
Dari gambar 1. dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi suhu dan semakin
lama waktu pembakaran maka semakin
besar pula kemampuan penyisihan pada
pembakaran. Hal ini dikarenakan pada
proses pembakaran bisa dikatakan
sempurna karena adanya faktor-faktor
yang berpengaruh. Pada penelitian ini
faktor yang berpengaruh terdiri dari
suhu
pembakaran
dan
waktu
pembakaran. maka semakin lama waktu
pembakaran dan semakin tinggi suhu
pembakaran maka proses pembakaran
juga berjalan semakin baik dan tentunya
didukung oleh faktor yang berpengaruh
lainnya. Salah satu faktor pendukung
lainnya yaitu pencampuran bahan bakar
dengan udara. Pada pembakaran
diruang
bakar
kedua
diberikan
penambahan udara (oksigen) agar
pembakaran tetap berlangsung, karena
pembakaran sempurna bisa didekati
dengan cara penambahan udara agar
limbah yang belom terbakar sempurna
di ruang bakar pertama dapat
disempurnakan di ruang bakar kedua.
Dengan banyaknya udara yang masuk
ke ruang pembakaran maka sirkulasi
udara semakin merata dan kebutuhan
udara
optimum
untuk
proses

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2

pembakaran terpenuhi. Untuk faktor
berpengaruh lainnya yaitu komposisi
sampah di mana pada penelitian ini
menggunakan berat limbah sebanyak
500 Kg per sekali bakar, dan untuk tiap
variasi waktu pembakaran serta suhu
pembakaran dimasukkan umpan limbah
sebanyak 3 kali, yang artinya sama
dengan berat limbah sebanyak 1500 Kg.
Berat limbah yang dimasukkan tidak
melebihi kapasitas terpasang dari
insinerator rotary kiln termodifikasi
yaitu 2000 Kg, tetapi hanya 75% dari
kapasitas insinerator. Dengan berat
limbah yang lebih sedikit maka
ketersediaan udara untuk proses
pembakaran lebih banyak sehingga
tidak memerlukan waktu pembakaran
lebih lama.
Kesimpulan
a. Kemampuan
pembakaran
Insinerator
Rotary
Kiln
Termodifikasi dengan berat limbah
medis 500 Kg menghasilkan sisa
pembakaran sebesar 21 Kg.
b. Dapat dilihat dari hasil penelitian
bahwa suhu pembakaran dan waktu
pembakaran sangat berpengaruh
pada pengoperasian insinerator
karena
semakin
tinggi
suhu
pembakaran dan semakin lama
waktu pembakaran menghasilkan
residu abu yang sedikit dan kualitas
abu serta kualitas asap paling baik.
c. Pada suhu pembakaran 1200°C dan
waktu pembakaran 120 menit
dengan sisa pembakaran sebesar 21
kg dapat mencapai kemampuan
reduksi sebesar 96% menghasilkan
asap dan residu abu pembakaran
dengan kualitas terbaik pada
Insinerator
Rotary
Kiln
Termodifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, N., (2003), “Limbah Rumah
Sakit dan Masalahnya” Short

Meningkatkan Kinerja Incenerator(Dewa Gede Okayadnya Wijaya & Rahayu Dwi Utami)

course
on
Enviromental
Polution
Control
and
Management, Kerjasama PSLH
UNUD dengan PT. Amythas
Experts & Asociates, Denpasar.
Adisasmito, W., (2009), “Sistem
Manajemen Lingkungan Rumah
Sakit. Jakarta: Rajawali Pers’,
Jakarta.
Budiman, Arif., (2001),“Modifikasi
Desain dan Uji Unjuk Kerja Alat
Pembakaran
Sampah
Tipe
Batch.
Http://repository.ipb.ac.id/bitstre
am/handle/123456789/12737/F0
1ABU.pd f?sequence=1(diakses
27 Januari 2016)
Christian, H., (2008), “Modifikasi
Sistem Burner dan Pengujian
aliran dingin Fluidized Bed
Incinerator” Program Studi
Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Jakarta.
Damanhuri, E., (2008), “Pengelolaan
Sampah” Diktat Kuliah Tl-3104,
Program
Studi
Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan Institut
Teknologi Bandung,Jawa Barat.
Darmansyah D., (2006), “Konversi
Energi di kilang Gas Alam
Cair/LNG melalui Peningkatan
Efisiensi Pembakaran pada
boiler”, Departemen Teknik
Kimia,
Fakultas
Teknik,
Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Girsang, V.E., (2013), “Evaluasi
Pengelolaan Limbah Padat B3
Hasil Insinerasi di RSUD Dr
Soetomo Surabaya”, Jurusan
Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut
Teknologi
Sepuluh
Nopember (ITS). Jurnal Teknik
Pomits Vol. 2, No. 2, (2013)
ISSN: 2337-3539 (2301-9271
Print), Surabaya.

122

Hidayah,
E.N.,
(2007),
“Uji
Kemampuan
Pengoperasian
Insinerator Untuk Mereduksi
Limbah Klinis Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya”, Jurusan
Teknik
Lingkungan
UPN
“Veteran”
Jatim.
Jurnal
Rekayasa Perencanaan, Vol. 4,
No.1, Oktober 2007, Surabaya.
Keputusan Kepala Bapedal No. 1
(1995), “Tentang Tata Cara Dan
Persyaratan
Teknis
Penyimpanan Dan Pengumpulan
Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun”, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 12 (2004),
“Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan
Rumah
Sakit
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan
Penyakit
Menular
Dan
Penyehatan
Lingkungan”,Jakarta.
La Grega et al., (1994), “Hazardous
Waste Management” Second
Edition
Latief, A.S., (2012), “Manfaat Dan
Dampak Penggunaan Insinerator
Terhadap Lingkungan” Jurusan
Teknik Mesin Politeknik Negeri
Semarang,. Jurnal Teknis Vol.
05 : 20-22 Semarang.
Marosin, R., (2004), “Karakteristik
Emisi Gas Buang Insinerator
Medis Di Rumah Sakit Jiwa
Dadi
Makassar
Sulawesi
Selatan”, Unit Pelaksana TeknisLaboratorium Sumber Daya
Energi (UPT-LSDE), BPPT,
Sulawesi Selatan.
Nurhayati, I., (2011), “Pengolahan
Limbah Medis Jarum RS. DR.
Soetomo Dengan Incinerator
Modifikasi” Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil
dan
Perencanaan
Universitas PGRI Adi Buana

123

Surabaya.
Jurnal
Teknik
WAKTU Volume 09 Nomer 01Januari 2011-ISSN: 1412-1867,
Surabaya.
Perdana,
P.M.,
(2011),
“Kajian
Pengelolaan Limbah Padat B3
Di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soetomo Surabaya” Jurusan
Teknik Lingkungan FTSP-ITS
Kampus ITS Sukolilo, Jl. Arief
Rahman Hakim Surabaya.
Peraturan Pemerintah No. 85 (1999),
Tentang
Perubahan
Atas
Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1999, Jakarta.
Priyambada, Gunadi., (2004), Tentang
Incinerator.
.

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2

Http://www.slideshare.net/
savedfiles?s_title=incineration17954230&user_login=yogiehen
di (diakses 06 Februari 2016)
Sugianto,
B.,
(2009),
“Kalor
Pembakaran”
,
Http://www.chem-is-try.org,
(diakses 24 Januari 2016).
Unit Sanitasi Lingkungan RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, (2014),
“Identifikasi Limbah Infeksius
berdasarkan
jenisnya
“.
Surabaya.
Wentz, C.A., “Hazardous Waste
Management”. Mc Graw-Hill Inc,
(1995), Canada