T1 802010050 Full text

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN REGULASI EMOSI
INDIVIDU PADA USIA DEWASA DINI YANG TIDAK
MELAKUKAN PRAKTIK AGAMA
Oleh
TOFAN ARVILE YUNARDO SOAKOKONE
802010050

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2015

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN REGULASI EMOSI
INDIVIDU PADA USIA DEWASA DINI YANG TIDAK
MELAKUKAN PRAKTIK AGAMA
Tofan Arvile Yunardo Soakokone

Chr. Hari Soetjiningsih

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2015

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dangan
regulasi emosi individu pada usia dewasa dini yang tidak melakukan praktik
agama. Dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling dengan
partisipan penelitian berjumlah 50 partisipan yang tidak melakukan praktik
agama. Variabel religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas
Huber dan Huber (2012) yang berjumlah 16 aitem dan variabel regulasi emosi
Garnefski dan Kraaij (2007) yang terdiri dari 36 aitem. Analisis data dengan
menggunakan teknik analisis korelasi Pearson Product Moment dan diperoleh
hasil r= 0,87 dengan signifikansi 0,274 (p 0,30 (Azwar, 2012). Pada skala religiusitas, diperoleh bahwa dari
16 aitem yang diuji terdapat 3 aitem gugur, sehingga terdapat 13 aitem terpakai.
Nilai r (corrected item-total correlation) bergerak dari 0.300-0.739 dengan koefisien

alpha cronbach sebesar 0.818 yang berarti alat ukur ini tergolong reliabel.

Pada skala perilaku regulasi emosi, diperoleh bahwa dari 36 aitem yang diuji
terdapat 12 aitem gugur, sehingga terdapat 24 aitem terpakai. Nilai r (corrected item
total-correlation) bergerak dari 0.324-0.629 dengan koefisien alpha cronbach

sebesar 0.892 yang berarti alat ukur ini tergolong reliabel.

17

Analisis Deskriptif
a. Variabel Religiusitas
Kategorisasi variabel religiusitas dibuat berdasarkan nilai tertinggi yaitu
13 x 5 = 65 dan nilai terendah yaitu 13 x 1 = 13. Untuk mengetahui religiusitas
digunakan interval dengan ukuran:
Tabel 2.2
Kategorisasi hasil pengukuran
Skala religiusitas
No
1.

2.
3.
4.
5

Interval
x ≤16
16< x ≤ 26
26< x ≤ 36
36 0,05). Oleh karena
nilai signifikansi >0,05, maka distribusi veriabel religiusitas adalah normal. Hal
ini juga terjadi pada variabel regulasi emosi yang memiliki nilai K-S-Z sebesar
0,655 dengan probabilitas (p) atau signifikasi sebesar 0,785 (p>0.05). Dengan
demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal.
Uji Linearitas
Hasil uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi
penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut. didapatkan FDeviation from

19


Linearity = 0,834 dengan sig. = 0,679 (p > 0,05), yang berarti penyimpangan
dari linearitas signifikan yang berarti linier
Analisis Korelasi
Tabel 2.5
Hasil Uji Hipotesis Antara Religiusitas terhadap Regulasi Emosi
Correlations
X
Pearson Correlation
X

1

Sig. (1-tailed)
N

Y

Y
,087

,274
50

50

Pearson Correlation

,087

1

Sig. (1-tailed)

,274

N

50

50


Hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara
religiusitas dengan regulasi emosi r = 0.87 dengan sig. = 0.274 (p < 0.01) yang
berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dan
regulasi emosi individu pada dewasa dini yang tidak melakukan praktik agama.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika seseorang memiliki religiusitas tinggi belum
tentu dapat meregulasi emosi dengan baik. Sebaliknya seseorang yang
mempunyai regulasi emosi yang baik belum tentu memiliki religiusitas yang
tinggi.

20

PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan
regulasi emosi individu pada usia dewasa dini yang tidak melakukan praktik
agama, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas
dengan regulasi emosi individu pada usia dewasa dini terutama bagi yang tidak
melakukan praktik agama. Hal ini menunjukkan bahwa ketika seseorang
memiliki religiusitas tinggi belum tentu dapat meregulasi emosi dengan baik
begitupun sebaliknya.

Alasanya karena terdapat banyak faktor lain yang menyebabkan tinggi
rendahnya regulasi emosi individu pada usia dewasa dini. Faktor-faktor yang
dimaksudkan adalah usia, jenis kelamin, kepribadian, pola asuh, budaya, tujuan
dilakukannya regulasi emosi (goal), frekuensi individu melakukan regulasi
emosi (strategies), kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi
(capabilities),

perkembangan bahasa,

nilai-nilai

budaya

(Gross,

2007;

Anggreiny, 2014).
Bahkan lebih lanjut Semplonius et al., (2014) dalam penelitiannya juga
memberi bukti yang mendukung penelitian ini, bahwa aktivitas sosial (nonreligiusitas) justru yang memiliki hubungan dengan regulasi emosi. Karena lebih

lanjut menurutnya faktor inilah yang dapat menjadi dasar dalam memprediksi
seseorang mampu meregulasi emosinya dengan baik pada usia dewasa dini,
sehingga tidak menjadi masalah jika seseorang memiliki tingkat religiusitas
(Praktik keagamaan) yang rendah karena hal ini tidak berhubungan sama sekali.

21

Hal tersebut diperkuat dari hasil identifikasi yang menunjukkan bahwa
presentase religiusitas sebagian besar partisipan pada kategori religiusitas yang
sedang dengan persentase 60%. Hal ini berarti bahwa religiusitas yang
dimilikinya berada pada ketegori sedang. Sedangkan untuk regulasi emosi,
sebagian besar partisipan berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase
70%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar regulasi emosi partisipan
berada pada kategori yang sangat tinggi.
Selain itu ada perbedaan mendasar terhadap subjek yang berusia 25
tahun keatas dengan subjek yang berusia dibawah 25 tahun terhadap religiusitas
dan regulasi emosi. Bagi subjek yang berusia 25 tahun keatas rata-rata tingkat
religiusitas menunjukan pada level yang tinggi dan untuk regulasi emosi ratarata menunjukan pada level tinggi. Hal ini menunjukan bahwa subjek sudah
menyadari mengenai peran penunjang religiusitas dalam merugalasi emosi.
Untuk yang berusia dibawah 25 tahun religiusitas individu rata-rata berada pada

kategori sedang dan untuk regulasi emosi rata-rata berada pada kategori sangat
tinggi hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Semplonius et al., (2014)
bahwa aktivitas sosial atau dalam hal ini hubungan interpersonal dengan teman
sebaya dapat meningkatkan regulasi seseorang.
Berdasarkan keseluruhan kategori tersebut maka hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa religiusitas tidak memengaruhi regulasi emosi. Hal ini
dapat dilihat dari korelasi positif yang tidak signifikan antara religiusitas dan
regulasi emosi pada dewasa dini yang tidak melakukan praktik agama. Itu

22

artinya ketika seseorang memiliki religiusitas tinggi belum tentu ia dapat
meregulasi emosi dengan baik begitupun sebaliknya, sehingga hipotesis dalam
penelitian ini tidak terjawab. Hal ini kemudian membantah hasil-hasil penelitian
terdahulu yang menemukan adanya hubungan antara religiusitas dengan regulasi
emosi (Ikhwanisifa 2008; Myers, 2012; Umasugi, 2013).

KESIMPULAN
Penelitian ini kemudian menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara religiusitas dengan regulasi emosi pada usia dewasa dini yang

tidak melakukan praktik keagamaan. Karena terdapat faktor lainnya yang
menyebabkan seseorang individu pada usia dini dapat meregulasi emosinya dengan
baik. Bukti penjelasan diatas juga dilihat berdasarkan kategorisasi religiusitas
partisipan berada pada level sedang (60%) sedangkan regulasi emosi berada pada
level sangat tinggi (70%).

SARAN
Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas penelitian ini
menyarakan agar:

Bagi individu yang berusia dewasa dini
Selain religiusitas, hal yang penting dalam meregulasi emosi dapat dilakukan
dengan cara mempertimbangkan kematangan usia, jenis kelamin, kepribadian, pola
asuh, budaya, perkembangan bahasa, nilai-nilai budaya aktivitas sosial dan sebagainya.

23

Bagi penelitian selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dan meneliti mengenai
faktor-faktor lain yang memengaruhi regulasi emosi dengan menambahkan variabelvariabel lain seperti usia, jenis kelamin, kepribadian, pola asuh, budaya, tujuan,strategi,

kemampuan, perkembangan bahasa, nilai-nilai budaya dan aktivitas sosial (Gross, 2007;
Anggreiny, 2014; Semploniuset al.,2014). Karena masih terdapat pro kontra berdasakan
hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Ikhwanisifa 2008; Myers, 2012;
Umasugi, 2013). Selain itu, dapat dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan
metode yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Anggreiny, N. (2014). Rational emotive behaviour therapy (REBT) untuk meningkatkan
regulasi emosi pada remaja korban kekerasan seksual.Tesis (tidak diterbitkan).
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Azwar, S. (2012).Penyususnan skala psikologi. (Edisi ke-2). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Chrisnawati, A. F. I. (2008). Hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan
emosional pada mahasiswa papua . Skripsi (tidak diterbitkan), UNIKA
Soegijapranata.
Garnefski, N., & Kraaij, V. (2007). The cognitive emotion regulation
questionnaire. European Journal of Psychological Assessment, 23(3), 141-149.
Gross, J. J., & John, O. P. (2003). Individual differences in two emotion regulation
processes: implications for affect, relationships, and well-being.Journal of
personality and social psychology, 85(2), 348.
Gross, J. (2007). Handbook of regulation emotion. New York: Guilford Press.
Huber, S., & Huber, O. W. (2012). The Centrality of Religiosity Scale
(CRS).Religions, 3(3), 710-724.
Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psyhcology. Alih Bahasa Istiwidayati &
Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Ikhwanisifa,. (2008). Hubungan keteraturan shalat lima waktu dengan kemampuan
regulasi emosi pada penderita jantung koroner . Skripsi (tidak diterbitkan).
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Khairunnisa, A. (2013). Hubungan religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual
pranikah remaja di MAN 1 Samarinda. E-journal psikologi, 1(02), 220-229.

24

López, J. P. P., & Pellegrini, A. M. (2011). Effective emotional regulation: bridging
cognitive science and buddhist perspective. Enrahonar. Quaderns de Filosofia , 47,
139-169.
Meule, A. Et al. (2013). Quality of life, emotion regulation, and heart rate variability in
individuals with intellectual disabilities and concomitant impaired vision.
Psychological of well-being a springer open journal, 3(1), 2-14.
Muzakkir, (2013). Hubungan religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa angkatan
2009/2010 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alaudin Makasar . Jurnal
diskursus islam, 1(03), 366-380
Myers, M. J. (2012). Examining the relationship between mindfulness, religious, coping
strategies, and emotion regulation . Disertasi (tidak diterbitkan). Liberty
University, Lynchburg, United States America.
Narimani, M., Abbasi, M., Abolghasemi, A., dan Ahadi, B. (2013). The effectiveness of
training acceptance / commitment and training emotion regulation on high-risk
behaviors of students with dyscalculia. International journal of high risk
behaviors and addiction, 2(2), 51-58.
Nisfiannor, M. M. (2013). Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan
Kelompok Teman Sebaya pada Remaja. Jurnal Psikologi, 2(02).
Nolen-Hoeksema, S. (2011). Emotion regulation and psychopatholoy the role of gender.
Annual review of clinical psychology, 2012(8) , 161-187
Oktaviyanti, P. (2012). Hubungan antara religiusitas dengan pola asuh pada orang tua
yang beragama islam. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Rasyid, M. (2012). Hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi remaja
yang menjadi siswa di Boarding School SMA Negeri 10 Samarinda. Jurnal
psikologi pendidikan dan perkembangan, 1(03) , 1-7.
Reza, I. F. (2013). Hubungan antara religiusitas dengan moralitas pada remaja di
Madrasah Aliyah (ma). HUMANITAS (Jurnal Psikologi Indonesia) , 10(2), 45-58.
Riutort, A., Soto, J. A., & Perez, C. (2010). Emotion regulation and well-being among
Puerto Ricans and European Americans. The Penn State McNair Journal, 122.
Santrock, J. W. (2012). Life – span development . (Edisi ke-13). Alih bahasa:
Widyasinta, B. dan Sallama, N. I. Jakarta: Erlangga.
Sari, F., & Mega, L. (2013). Tingkat religiusitas dengan kecemasan menghadapi
menopause. Jurnal Online Psikologi, 1(2).
Semplonius, T., Good, M., & Willoughby, T. (2014). Religious and Non-religious
Activity Engagement as Assets in Promoting Social Ties Throughout University:
The Role of Emotion Regulation. Journal of youth and adolescence, 1-15.
Stark, R. dan Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature religious comitment.
University of California perss: London.
Sudiro, G. W. (2009). Hubungan antara religiusitas dengan perilaku obsesif kompulsif
dalam beribadah pada pria muslim. Skripsi (tidak diterbitkan), Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Sugiyono, (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d . Bandung:
Alvabeta.

25

Tongeren, D. R., Raad, J. M., McIntosh, D. N., & Pae, J. (2013). The Existential
Function of Intrinsic Religiousness: Moderation of Effects of Priming Religion on
Intercultural Tolerance and Afterlife Anxiety. Journal for the Scientific Study of
Religion, 52(3), 508-523.
Umasugi, S. C. (2013). Hubungan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan
kecenderungan perilaku bullying pada remaja. EMPATHY Jurnal Fakultas
Psikologi, 2(1).
Wahyuning, P. (2013).Hubungan antara komunikasi orangtua-remaja dengan regulasi
emosi pada remaja di Sekolah Menengah Atas DKI Jakarta . Skripsi (tidak
diterbitkan), BINUS.
Wahyuni, S. (2013). Hubungan efikasi diri dan regulasi emosi dengan motivasi
berprestasi pada siswa SMK Negeri 1 Samarinda. Ejournal psikologi, 1(01), 88-95.