PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST STROKE DI RSUD SALATIGA Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Post Stroke Di RSUD Salatiga.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA KONDISI POST STROKE DI RSUD SALATIGA

Diajukan Guna Melengkapi Tugasdan Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh:
ARY SULISTIYAWAN
J100 141 123

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ABSTRAK
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA KONDISI POST STROKE DI RSUD SALATIGA
(Ary Sulistiyawan, J110141123, 2014)
Karya Tulis Ilmiah
Halaman isi 49, Daftar Gambar 4, Daftar Tabel 10, Lampiran 2


Latar Belakang: Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan
oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak atau secara
cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang
terganggu. Keluhan ini dapat ditangani oleh fisioterapi.
Metode: metode dalam menangani kasus ini adalah dengan menggunakan modalitas
infra merah, terapi latihan, dan latihan gerak fungsional yang dievaluasi dengan
metode pengukuran kekuatan dengan blangko Muscle Examination, kemempuan
fungsional dengan Indeks Katz, keseimbangan dengan Sitting Balance Test.
Tujuan: metode diatas untuk mengetahui manfaat pemberian terapi dengan
modalitas infra merah, terapi latihan, dan latihan gerak fungsional terhadap
peningkatan kekuatan otot, peningkatan keseimbangan, dan peningkatan aktivitas
fungsional.
Hasil: setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan hasil kekuatan otot meningkat pada
hampir seluruh regio, peningkatan keseimbangan dari T1=2 menjadi T6=3, dan
peningkatan aktivitas fungsional dari T1=G menjadi T6=E.
Kesimpulan: Infra merah, terapi latihan dan latihan gerak fungsional dapat
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan keseimbangan, dan meningkatkan
aktivitas fungsional.
Kata Kunci: post stroke, infra merah, terapi latihan, latihan gerak fungsional


ABSTRACT
PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT
IN THE CASE POST STROKE IN RSUD SALATIGA
(Ary Sulistiyawan, J110141123, 2014)
Scientific Writing
Content of 49 pages, 4 Figures, List of Tables 10,Appendix 2

Background: Stroke is an acute neurological dysfunction caused by circulatory
disorders of the brain, in which the sign of symptoms suddenly and rapidly
accordance with the focal areas of the brain are disturbed. These complaints can be
handled by physiotherapist.
Methods: The method in this case is to use infrared modalities, therapeutic exercise
and functional movement exercises, that are evaluated by the method of measuring
the strength with the blank Muscle Examination, functional activity with the Katz
Index, and balance with Sitting Balance Test.
Objective: the above method to determine the benefits of infrared therapy modalities,
therapeutic exercise and functional movement exercises to increase muscle strength,
balance, and functional activity.
Results: after 6 treatments, the result has showed increase of muscle strength in

almost of all regions, the increase of the balance fromT1=2 becomes T6=3 on Sitting
Balance Test, and an increase of the functional activity from G becomes E of the
value.
Conclusion: Infrared, therapeutic exercise and functional movement exercises can
improve muscle strength, improve balance, and improve functional activities.
Keywords: post-stroke, infrared, therapeutic exercise, functional movement
exercises.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak (WHO, 2000). Penyakit stroke lebih banyak
terjadi pada orang lanjut usia dengan memiliki riwayat hipertensi yang merupakan
salah satu faktor resiko stroke, dengan berat badan yang berlebih (overweight),
serta memiliki kebiasan buruk dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah panatalaksanaan fisioterapi dengan infra merah, active exercises, stretch

reflex, dan slow reversal dapat berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot,
peningkatan keseimbangan, dan peningkatan aktivitas fungsional ?
C. Tujuan
1. Intuk mengetahui Apakah panatalaksanaan fisioterapi dengan infra merah, active
exercises, stretch reflex, dan slow reversal dapat berpengaruh terhadap peningkatan
kekuatan otot, peningkatan keseimbangan, dan peningkatan aktivitas fungsional.
KERANGKA TEORI
A. Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak atau secara cepat timbul

gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang terganggu.
Gangguan pada pembuluh darah otak tersebut, akan menyababkan penurunan
suplai oksigen pada bagian otak tertentu. Akibatnya timbullah berbagai macam
gejala sesuai dengan daerah otak yang mengalami kekurangan suplai oksigen
dalam darah, seperti wajah lumpuh satu sisi, bicara menjadi pelo (cedal), lumpuh
anggota gerak, bahkan sampai koma dan dapat menyebabkan kematian.
B. Etiologi Stroke


Faktor yang dapat menyebabkan stroke, antara lain :
a. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
b. Kadar lemak tinggi seperti kolesterol dalam darah
c. Aterosklerosis (mengerasnya pembuluh darah arteri)
d. Gangguan jantung, termasuk fibrilasi atrium (misalnya denyut jantung tidak
teratur)
e. Pasienbetes mellitus.
Orang-orang dengan gula darah tinggi lebih berisiko terkena stroke akibat
kakunya pembuluh darah otak.
f. Riwayat stroke dalam keluarga.
C. Patofisiologi Stroke

Otak mendapat suplai darah dari dua pembuluh darah, yaitu arteri karotis dan
arteri vertebralis. Arteri karotis menyuplai 70 persen darah ke otak. Arteri karotis
bercabang dalam leher, membentuk arteri karotis interna yang menyuplai darah
pada bagian otak. Arteri karotis eksterna menyuplai darah pada bagian wajah dan

leher. Arteri karitis interna bercabang membentuk arteri cerebri anterian yang
memperdarahi lobus frontalis, parietalis, dan temporalis korteks cerebri.
Sedangkan arteri vertebralis bersatu membentuk arteri beciller dan selanjutnya

memecah untuk membentuk kedua arteri cerebral posterior yang menyuplai darah
ke permukaan otak interior dan mepasienna serta bagian lateral lobus occipital
(Trent, 2011).
Bagian pangkal arteri karotis interna merupakan tempat yang sering
mengalami penyempitan. Penyempitan ini mempengaruhi alirah darah dan dapat
mengakibatkan pembentukan pembekuan darah. Bila bekuan darah ini terlepas
dan terbawa kedalam arteri karotis interna kemudian menyumbat pembuluh darah
arteri yang kecil dalam otak maka serangan stroke dapat terjadi. Bila terdapat
gangguan pada pembuluh darah tersebut atau percabangannya dapat timbul infark
pada daerah yang dialirinya. Infark cerebri sangat erat kaitannya dengan arterias
sklerosis, dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara
menyepitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insupresasi aliran darah.
D. Anatomi Otak

Pada dasarnya, otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi tertentu, yaitu
otak besar, otak kecil, dan batang otak. Otak terdiri dari empat lobus, yaitu lobus
frontalis, lobus parietal, lobus occipital, dan lobus temporal.

PROSES FISIOTERAPI
A. Impairment

Adalah suatu gangguan setingkat jaringan atau bisa juga suatu keluhan yang
dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit penderita. Pada kasus ini
ditemukan adanya impairment yaitu:kelemahan pada anggota gerak sisi kanan,

gangguan keseimbangan, dan penurunan aktivitas fungsional.
B. Functional Limitation

Merupakan suatu masalah yang berupa penurunan atau keterbatasan saat
melakukan aktivitas fungsional. Dalam kasus ini ditemukan keterbatasan aktivitas
fungsional yaitu pasien belum mampu berjalan secara mendiri karena kelemahan
pada anggota gerak sisi kanan dan saat berjalan pasien menggunakan tripot.
C. Disability

Merupakan terhambatnya atau ketidakmampuan pasien untuk melakukan
aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan dan aktivitas sosial dalam
lingkungan masyarakat. Daalm kasus ini, pasien belum mampu mengikuti
kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal pasien dikarenakan pasien masih
kesulitan dalam melakukan aktivitas.
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Infra Merah

a. Persiapan alat
Pastikan kabel dan lampu dalam keadaan baik kemudian hubungkan
ke stop kontak, nyalakan tombol on/off.

b. Persiapan pasien dan terapis.
Sebelum melakukan terapi, terlebih dahulu terapis menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan kontra indikasi infra merah kepada pasien
beserta langkah-langkah terapi dan tujuan terapi yang akan dilakukan.
Pasien diposisikan senyaman mungkin tidur telentang diatas bed dan
regio yang akan dilakukan penyinaran dengan infra merah harus
terbebas dari pakaian. Posisi terapis berada disamping pasien. Pasien
diberikan penjelasan tentang rasa panas dari penggunaan infra merah.
Apabila pasien merasakan rasa panas yang berlebih, pasien diminta
untuk segera memberitahukan kepada terapis.
c. Pelaksanaan fisioterapi
1) Jarak penyinaran : 45 cm
2) Waktu penyinaran : 15 menit
Lama

penyinaran


disesuaikan

pada

setiap

regio

dengan

memperhatikan keadaan pasien. Arah sinar infra merah harus tegak
lurus dengan area yang dilakukan penyinaran dengan infra merah.
Setelah selesai terapi, matikan infra merah kemudian rapikan
seperti semula.
2. Latihan Gerak Aktif
a. Persiapan pasien dan terapis
Posisi pasien tidur telentang di bed dengan nyaman. Terapis berada
disisi kanan pasien.


b. Pelaksanaan terapi
Terapis memberikan contoh gerakan yang akan dilakukan pasien.
Kemudian pasien diperintah untuk melakukan gerakan seperti yang
sudah dicontohkan oleh terapis. Latihan ini dilakukan selama 2 sesi
pada tiap regio. Setiap sesi dilakukan sebanyak 8 kali pengulangan.
Sebelum melakukan terapi latihan, terlebih dahulu terapis memeriksa
denyut nadi pasien. Pemeriksaan denyut nadi ini dilakukan sebelum
terapi, saat melakukan terapi, dan setelah terapi.
3. Stretch Reflex
a. Persiapan pasien dan terapis :
Posisi pasien tidur telentang di bed dengan nyaman. Terapis berada
disisi kanan pasien.
b. Pelaksanaan :
Posisi anggota gerak

pada elongaed state (pada satu pola gerak saja).

Lakukan streching secara cepat dengan

kekutan ringan dalam tiga arah.


Setelah dilakukan streching, langsung berikan tahanan pada gerakan yang
terjadi. Biarakan gerakan terjadi dengan baik (di bawah pengaruh optimal
resisted). Aba-aba dan pemberian streching upayakan dalam timing yang
bagus.

4. Slow Reversal
a. Persiapan pasien dan terapis
Posisi pasien tidur telentang di bed dengan nyaman. Terapis berada
disisi kanan pasien.
b. Pelaksanaan :
Gerakan di mulai pada pola gerak yang lebih kuat dengan pemberian initial
strech. Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakkan pada pola gerak yang lebih
lemah. Tanpa relalsasi, ganti dengan gerakkan pada pola gerak yang lebih
kuat dengan diberi/melawan tahanan /menambah LGSnya. Teknik ini selalu
di akhiri pada pola gerak yang lebih lemah. Gerakan pada pola agonis dan
antagonis tidak harus dengan LGS penuh.Tehnik ini bisa dilakukan dengan
cepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Evaluasi kemampuan fungsional pasien dengan menggunakan Indeks Katz
No
1
2
3
4
5
6

Aktivitas
Bathing (mandi)
Dressing (berpakaian)
Going to toilet (pergi ke toilet)
Transfer
Continence (bladder and bowel)
Feeding (makan)

Hasil :
T1 : nilai G, yaitu pasien masih ketergantungan penuh pada bantuan
orang lain.
T2 : nilai G, yaitu pasien masih ketergantungan penuh pada bantuan
orang lain.
T3 : nilai G, yaitu pasien masih ketergantungan penuh pada bantuan
orang lain.
T4 : nilai F, yaitu mandiri, kecuali bathing, dressing, going to toilet,
transfer, dan 1 aktivitas lain
T5 : nilai F, yaitu mandiri, kecuali bathing, dressing, going to toilet,
transfer, dan 1 aktivitas lain
T6 : nilai E, yaitu pasien mampu mengerjakan aktivitas secara mandiri,
kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilat, dan 1 aktivitas lain.

2. Evaluasi keseimbangan dengan menggunakan sitting balance test.
Terapi
Sitting
Balance test

T0

T1

T2

T3

T4

T5

T6

2

2

2

3

3

3

3

3. Evaluasi kekuatan otot pasien pada anggota gerak atas dan bawah sisi
dextra menggunakan blangko muscle examination.
Regio

Gerakan

T0

T1

T2

T3

T4

T5

T6

Shoulder

Flexors
Extensor
Abductor
Horizontal Abductor
Horizontal Adductor
External Rotators
Internal Rotators

2
1
1
1
1
1
1

2
1
1
1
1
1
1

2
1
2
1
1
1
1

3
2
2
1
1
1
1

3
3
2
1
1
1
1

3
3
2
1
1
1
1

3
3
2
1
1
1
1

Elbow

Flexors
Extensors

3
3

3
3

3
3

3
3

4
3

4
3

4
3

Forearm

Supinators
Pronators

1
1

1
1

1
1

1
1

2
2

2
2

2
2

Wrist

Radial Deviation
Ulnar Deviation

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

Hip

Flexors
Extensors
Abductors
Adductors

3
3
3
3

3
3
3
3

3
3
3
3

4
4
4
4

4
4
4
4

4
4
4
4

4
4
4
4

Knee

Flexors
Extensors

3
3

3
3

3
3

4
3

4
4

4
4

4
4

Ankle

Plantar – flexors
Dorsal – flexors

3
3

3
3

3
3

3
3

3
3

3
3

3
3

B. Pembahasan
Pasien yang bernama Tn Roy Mailuhu (62 tahun) kondisi post stroke, dengan
keluhan kelemahan otot pada anggota gerak sisi dextra, gangguan keseimbangan,

dan penurunan aktivitas fungsional. Setelah dilakukan 6 kali terapi dalam 3
minggu, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Penilaian kekuatan otot dengan menggunakan blangko muscle examination.
Berdasarkan data hasil pemeriksaan, dapat dilihat pada awal dilakukan terapi,
kekuatan otot berada pada nilai 2 dan terjadi peningkatan kekuatan otot
pasien setelah dilakukan 3 kali terapi. Namun peningkatan kekuatan otot ini
terjadi tidak terlalu signifikan. Pada sebagian regio, nampak tidak terjadi
peningkatan peningkatan kekuatan otot
2. Pada pasien dengan kondisi post stroke, kemampuan fungsional
dapatdiukur

dengan

indeks

katz.

Berdasarkan

data

pemeriksaan,kemampuan fungsional pasien mengalami peningkatan
setelahdilakukan 6 kali terapi.
3. Keseimbangan merupakan komponen dasar dalam melakukan
aktivitas. Kualitas keseimbangan tergantung intregitas system saraf
pusat dan system saraf tepi serta sistem musculoskeletal. Pemeriksaan
keseimbangan dengan menggunakan sitting balance test. Berdasarkan
hasil

penilaian

yang

telah

dilakukan,

terdapat

keseimbangan pasien setelah dilakukan 3 kali terapi.

peningkatan

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post stroke sangat bermanfaat dalam
meningkatan kekuatan otot pasien dengan modalitas infra merah dan latihan gerak
aktif. Terbukti dari hasil evaluasi kekuatan otot dengan menggunakan blangko
muscle examination yang telah dibahas pada bab sebelumnya.
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post stroke dengan pemeriksaan
sitting balance test sangat bermanfaat dalam peningkatan keseimbangan pasien.
Terbukti dari hasil evaluasi keseimbangan pasien yang telah dibahas pada bab
sebelumnya.
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post stroke sangat bermanfaat dalam
meningkatkan aktivitas fungsional pasien dengan menggunakan indeks katz.
Terbukti dari hasil evaluasi kemampuan fungsional pasien yang telah dibahas
pada bab sebelumnya.

B. Saran
Saran yang diutamakan oleh penulis ditujukan untuk pasien itu sendiri, yaitu
pasien dianjurkan agar tetap semangat berlatih dirumah dengan dibantu anggota
keluarga yang lainnya secara aktif maupun pasif.