Persepsi Mahasiswa Fisip Usu Terhadap Pemberitaan Kinerja Gubernur Dki Jakarta

BAB II
URAIAN TEORITIS

2.1

Kerangka Teori
Teori merupakan faktor yang paling penting dalam proses penelitian.

Teori diperlukan untuk membantu peneliti menerangkan fenomena sosial atau
fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori merupakan himpunan
konstruk atau konsep, defenisi, dan proporsisi yang mengemukakan pandangan
sistematis tentang gejala dengan relasi yang terjadi di antara variabel sehingga
dapat mempermudah dan memperjelas peneliti dalam menganalisis suatu masalah
(Kriyantono, 2010: 43).
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini yaitu
Komunikasi, Komunikasi Massa, Pemberitaan, Televisi, Persepsi, dan Uses and
Gratification Theory.
2.1.1

Komunikasi


2.1.1.1 Definisi Komunikasi
Bagaimana caranya agar kita sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial dapat berhubungan satu sama lain dalam kehidupan, karena kita saling
membutuhkan dalam hal apapun, yaitu dengan diperlukan adanya komunikasi.
Dari semua kegiatan atau aktivitas manusia, tentunya kita menggunakan
komunikasi sebagai penyambung dari setiap hal yang kita lakukan, baik secara
disengaja atau tidak disengaja. Mulai dari seorang Ibu yang ingin menidurkan
bayinya dengan menggendong sambil menyanyikan senandung kecil, sekelompok
remaja dengan kegiatan diskusi belajar bersama, menelepon sang kekasih,
beribadah, seorang anak bermain dengan kucing peliharaannya, melakukan tawar
menawar antara penjual dan pembeli di pasar tradisional dan sebagainya.
Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu
communis yang berarti sama (Lubis, 2011: 6). Maksudnya ialah dimana membuat
kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar kata communis adalah communico,
yang berarti berbagi (Vardiansyah, 2004: 3). Disini berbagi yang dimaksud ialah
adanya pemahaman melalui pertukaran pesan yang dilakukan bersama. Jika
sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris communicate, komunikasi berarti
untuk saling bertukar pikiran, berisikan informasi serta memiliki perasaan dalam

Universitas Sumatera Utara


sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan kata benda (noun) yaitu
communication memiliki arti sebagai proses pertukaran pesan-pesan yang sama
melalui sistem simbol-simbol di antara individu-individu atau sebagai seni dalam
pengekspresian gagasan atau pendapat.
Harold Laswell (Fajar, 2009: 32) mendefinisikan komunikasi dengan
membuat formula “Who Says What in Which channel to Whom with What effect?”
(Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek
bagaimana?). Bahwa dengan pernyataan seperti itu, dapat menggambarkan
bagaimana seharusnya berkomunikasi yang baik agar dalam proses komunikasi
dapat dipahami.
Seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika, Everett M. Rogers
mendefinisikan komunikasi pada studi risetnya, yaitu komunikasi adalah proses di
mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Setelah itu definisi komunikasi
tersebut dikembangkan lagi bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga
menghasilkan definisi yang baru, bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana
dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan
satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang
mendalam (Cangara, 2007: 20).

Sementara Frank Dance, beliau mengklasifikasikan komunikasi dengan
mengeluarkan tiga dimensi konseptual (Morissan dan Wardhani, 2009: 5) yang
berisi:
(1) Dimensi Level Observasi (Level of Observation)
Dalam dimensi atau tingkatan observasi ini bersifat umum dan
khusus. Sifat umumnya, komunikasi adalah proses yang
menghubungkan bagian-bagian yang terputus satu sama lain dalam
kehidupan. Sedangkan sifat khususnya, komunikasi sebagai alat
untuk pengiriman pesan dalam kemiliteran, perintah dan sebagainya
melalui media dan tenaga, seperti telepon, telegraf, radio, kurir, dan
lain-lain.
(2) Dimensi Kesengajaan (Intentionality)
Dalam dimensi ini terdapat pernyataan yang mensyaratkan
kesengajaan atau maksud tertentu, bahwa komunikasi merupakan
situasi atau kondisi di mana komunikator mengirimkan pesan kepada
komunikan dengan sengaja untuk mempengaruhi perilaku
komunikan. Sedangkan yang mengabaikan kesengajaan, komunikasi
sebagai proses yang membuat seseorang atau beberapa orang paham
apa yang menjadi monopoli satu atau beberapa orang lainnya.


Universitas Sumatera Utara

(3) Dimensi Penilaian Normatif (Normative Judgement)
Dalam dimensi ini terdapat pernyataan keberhasilan dan tidak
diterimanya pesan, sehingga memberikan maksud dari komunikasi
adalah proses pertukaran verbal dari pemikiran agar saling
pengertian. Sedangkan yang tidak menilai hasil komunikasi tersebut
akan berhasil atau tidak, maka komunikasi di sini sebagai pengiriman
informasi yang tidak selalu dapat diterima dan dipahami.
Dari berbagai definisi komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian komunikasi pada umumnya adalah suatu proses pertukaran informasi
yang disampaikan oleh komunikator dengan menggunakan media (dapat berupa
alat penginderaan, media massa dan sebagainya) kepada komunikan yang pada
akhirnya memiliki efek atau umpan balik. Dalam komunikasi, pemahaman makna
pesan dari komunikator merupakan suatu hal yang sangat penting. Sebab, jika
pesan yang disampaikan diterima begitu saja tanpa diketahui apa yang sebenarnya
telah dimasukkan ke dalam pikiran kita, hal itu akan menjadi sia-sia karena kita
sulit untuk mencerna makna apa yang dimaksud. Jelas, yang menjadi penentu
dalam berkomunikasi ialah adanya pemrosesan pesan.
Dalam formula komunikasi oleh David K. Berlo pada tahun 1960-an,

komunikasi terjadi jika didukung dengan adanya “SMCR”, yaitu Source
(pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima).
Para ahli lainnya, seperti Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. de Fleur
menambahkan unsur lain sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang
ideal, yakni efek dan umpan balik. Sedangkan Joseph de Vito, K. Sereno dan
Erika Vora berpendapat bahwa faktor lingkungan juga penting dalam mendukung
terjadinya proses komunikasi.
Gambar 2.1
Proses Terjadinya Komunikasi
Sumber

Pesan

Media

Penerima

Umpan Balik

Efek


Lingkungan

Sumber : (Cangara, 2007: 24)

Sumber merupakan pengirim informasi yang paling berinisiatif dalam
berkomunikasi atau biasa yang kita sebut dengan komunikator. Jumlahnya bisa

Universitas Sumatera Utara

satu orang, bahkan juga dalam bentuk kelompok seperti organisasi, partai dan
lain-lain. Apabila lebih dari satu orang, relatif saling kenal dan memiliki rasa
emosional yang kuat dalam kelompoknya maka dapat disebut sebagai kelompok
kecil. Sedangkan lebih dari satu orang atau banyak orang, relatif tidak saling kenal
dan rasa emosional yang kurang kuat, maka disebut sebagai kelompok besar atau
publik.
Selanjutnya sumber mengirimkan pesan, baik secara tatap muka ataupun
melalui media komunikasi. Pesan itu beragam sehingga pesan bersifat abstrak,
misalnya informasi, hiburan, propaganda, pujian atau yang lainnya. Dengan
menggunakan lambang komunikasi, pesan dapat berwujud menjadi konkret,

sehingga pesan dapat dibedakan menjadi pesan verbal (bahasa lisan dan bahasa
tulisan) dan pesan nonverbal (isyarat, suara, sentuhan, raut wajah).
Untuk sampai kepada penerima adalah melalui media atau saluran demi
tercapainya

komunikasi.

Media

merupakan

alat

penghubung

dalam

menghantarkan pesan dari komunikator kepada komunikan, dalam hal ini media
yang dimaksud ialah media komunikasi. Media komunikasi bisa bersifat pribadi
atau umum (mencakup face-to-face, telepon, surat, majalah, internet dan lainnya).

Penerima atau yang biasa kita sebut dengan komunikan merupakan orang
menerima pesan komunikasi, seperti individu (perorangan), kelompok, partai atau
yang lainnya. Jika dalam konteks komunikasi massa, penerima dapat berupa
sasaran, khalayak, pemirsa dan lain-lain. Komunikan merupakan elemen penting
dalam proses komunikasi, sebab komunikan sangat menentukan keberhasilan dari
pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator.
Efek merupakan pengaruh yang ditimbulkan dari pesan komunikator
kepada komunikan. Hal ini dapat terjadi pada pengetahuan, sikap, serta tindakan
seseorang sebagai akibat dari proses penerimaan pesan. Maka dari itu terdapat tiga
pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu mengenai
sesuatu), afektif (sikap seseorang menyatakan setuju atau tidak setuju) dan konatif
(tingkah laku dalam bertindak melakukan sesuatu).
Umpan balik (feedback) sebagai jawaban atau tanggapan dari komunikan
atas pesan dari komunikator. Pada dasarnya, umpan balik merupakan pesan juga,
sebab berlangsungnya pesan dari komunikator ke komunikan, akan berlanjut lagi
kepada komunikator sebagai berhasilnya komunikasi yang terpelihara. Proses

Universitas Sumatera Utara

berlangsungnya komunikasi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti

lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi
waktu. Komunikasi sulit terjadi jika tidak didukung oleh situasi yang tepat, waktu
serta fasilitas yang memadai.
2.1.1.2 Tujuan dan Fungsi Komunikasi
Pentingnya komunikasi dalam kehidupan memiliki tujuan, sehingga
dapat diketahui untuk apa komunikasi dilakukan. Secara umum, tujuan
komunikasi (Effendy, 2005: 8) ialah:
1)
2)
3)
4)

Mengubah sikap (to change the attitude)
Mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion)
Mengubah perilaku (to change the behaviour)
Mengubah masyarakat (to change the society)

Dengan adanya komunikasi dapat membentuk sikap seseorang serta
bagaimana sikap itu dapat berubah, sebab melalui proses komunikasi dapat
memengaruhi tindakan seseorang, misalnya seorang anak yang memiliki sikap

tidak patuh dan suka melawan kepada kedua orang tuanya, namun bisa saja anak
tersebut menjadi patuh dan taat terhadap orang tuanya, karena hasil belajar dari
pengalaman dalam faktor lingkungan yang menyebabkan si anak memiliki
perubahan dalam sikapnya.
Sama halnya dengan mengubah opini, perilaku dan mengubah
masyarakat. Manusia dapat saling mengemukakan opininya dalam setiap kegiatan
yang dilakukan oleh masing-masing individu/kelompok, sehingga melalui
komunikasi mereka dapat mengambil keputusan yang tepat serta mengubah
perilaku mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Namun tidak mudah untuk
mengubah masyarakat, sebab perlu komunikasi yang lebih dekat dan menyeluruh
seperti komunikasi penyuluhan mengenai Keluarga Berencana (KB) dalam sebuah
desa, agar informasi-informasi mengenai hal tersebut dapat diterima seluruhnya
oleh masyarakat bahwa pentingnya untuk ber-KB dalam sebuah keluarga. Begitu
juga dengan kegiatan bergotong-royong di sebuah desa, dilakukan demi
tercapainya hubungan yang harmonis antar penduduk desa dan menciptakan desa
yang bersih nan indah. Adanya ilmu pengetahuan memungkinkan orang bersikap
dan bertindak sebagai anggota masyarakat menyebabkan mereka sadar akan
fungsi sosialnya sehingga menjadi aktif dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan fungsi komunikasi menurut Harold D. Laswell (Effendy,
2003: 27) yaitu:
1) Manusia mengamati lingkungannya, baik lingkungan internal
maupun eksternal untuk terhindar dari ancaman dan nilai masyarakat
yang berpengaruh.
2) Terdapat korelasi unsur-unsur masyarakat dalam menanggapi
lingkungannya
3) Penyebaran warisan sosial, dalam hal ini berperan sebagai pendidik
dalam kehidupan rumah tangga maupun sekolah untuk meneruskan
warisan sosial pada keturunan selanjutnya.
Lebih singkanya, fungsi komunikasi itu (Effendy, 2005: 8) ialah:
1) Menginformasikan (to inform)
2) Mendidik (to educate)
3) Menghibur (to entertain)
4) Mempengaruhi (to influence)
Penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut ialah komunikasi tentunya
memberikan informasi mengenai sesuatu hal yang kita inginkan, sehingga kita
bisa mengetahuinya. Misalnya, dalam lingkungan sekolah, seorang guru
menjelaskan mengenai pelajaran kepada siswa-siswanya, sehingga dalam proses
belajar mengajar tersebut para siswa menjadi tahu tentang apa yang diterangkan
oleh gurunya. Dan secara langsung, guru telah mendidik sehingga memengaruhi
para siswanya untuk rajin belajar, baik di rumah maupun di sekolah. Acara
komedi di televisi, buku cerita lucu, perform seorang badut dan pesulap dalam
sebuah pesta ulang tahun dan sebagainya, itu semua dilakukan untuk penyegaran
semata dan sebagai kesenangan individu maupun kelompok.
2.1.1.3 Gangguan dalam Komunikasi
Dalam berlangsungnya komunikasi, tidak semua pesan dari komunikator
pasti diterima oleh komunikan. Hal ini sering kali dialami karena sejumlah
gangguan (noise) sehingga pesan tidak bisa dimaknai sebagaimana yang
dimaksudkan. Gangguan komunikasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan di
mana proses komunikasi berlangsung tidak sebagaimana seharusnya.
Pada umumnya, terdapat dua gangguan utama komunikasi, yaitu
gangguan teknis dan gangguan semantik (Vardiansyah, 2004: 97). Gangguan
teknis ialah gangguan yang terjadi selama proses penyampaian pesan dari
komunikator ke komunikan, yakni mulai proses pengiriman pesan hingga pada
proses penerimaan (receive). Dari sinilah gangguan terjadi pada saluran atau

Universitas Sumatera Utara

media komunikasi. Misalnya, pada saat kita melakukan webcam-an di skype,
terjadi gangguan pada jaringan internet sehingga menghasilkan suara yang kurang
jelas dan gambar di skype menjadi agak kabur.
Sedangkan gangguan semantik ialah gangguan yang terjadi akibat
kesalahan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, seperti kata-kata yang
digunakan terlalu banyak, memakai kata asing serta latar belakang budaya
sehingga menyebabkan sulit dipahami oleh khalayak tertentu. Misalnya seorang
anak yang merantau dari Medan berkuliah di Universitas Indonesia (UI), Jakarta.
Dia ingin mengajak teman-temannya untuk berkeliling kota Jakarta dengan
menggunakan kereta. Di daerah Medan, kereta diartikan sebagai sepeda motor.
Namun teman-temannya bingung, kenapa berkeliling kota harus menggunakan
kereta? Padahal kereta di Jakarta diartikan sebagai kereta api. Hingga pada saat
ingin berangkat ke tujuan terjadi kekeliruan, si anak Medan menunggu di
basecamp, tempat biasa mereka berkumpul dengan kereta Mio-nya, sedangkan
teman-temannya menunggu di stasiun kereta api.
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gangguan komunikasi
dalam penggunaan kata-kata di dua (2) kota yang berbeda arti, sehingga
menimbulkan persepsi yang keliru dan salah pengertian.
2.1.2

Komunikasi Massa

2.1.2.1 Defenisi Komunikasi Massa
Pada umumnya komunikasi massa ialah komunikasi melalui media
massa (media cetak dan media elektronik), seperti radio, televisi, surat kabar,
majalah, buku serta film. Media massa dapat dikatakan sebagai penyalur dalam
menyampaikan pesan berupa informasi ataupun berita kepada khalayaknya secara
cepat dan serempak.
Secara sederhana, defenisi komunikasi massa seperti yang dikemukakan
oleh Bittner adalah suatu proses dalam mengkomunikasikan pesan melalui media
massa yang melibatkan banyak komunikan dan tersebar dalam wilayah yang luas,
karena memiliki perhatian dan minat terhadap isu yang sama. Secara terperinci,
Gerbner mengemukakan defenisi komunikasi massa, yaitu komunikasi massa
adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus
pesan yang berlangsung secara berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang
dalam masyarakat industri (mass communication is the technologically and
institutionally based production and distribution of the most broadly shared
continuous flow of messages in industrial societies) (Ardianto dan Komala, 2004:
3).

Universitas Sumatera Utara

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa
menghasilkan suatu produk yang berupa pesan-pesan komunikasi untuk
disebarkan, didistribusikan kepada khalayak secara berkelanjutan sesuai dengan
jarak waktu yang ditetapkan. Adanya teknologi yang semakin berkembang pesat
menyebabkan penyampaian pesan komunikasi melalui media massa tersebut dapat
dengan mudah untuk disebar. Sama halnya dengan lembaga sebagai komunikator.
namun, dalam komunikasi massa, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui
umpan balik dengan segera karena umpan balik relatif tidak ada. Untuk
mengetahuinya, biasanya komunikator (lembaga maupun bentuk organisasi
lainnya) melakukan survey atau penelitian.
Berdasarkan pada definisi komunikasi massa yang sudah dikemukakan
oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah
suatu proses komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak
dan media elektronik) dalam menyebarkan informasi yang ditujukan pada
khalayak yang heterogen dan anonim sehingga pesan dapat diterima secara
serentak.
2.1.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Massa
Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, dapat diketahui ciriciri komunikasi massa. Menurut Effendy setidaknya terdapat lima ciri dari
komunikasi massa (Fajar, 2009: 226) adalah:
1)
2)
3)
4)
5)

Komunikasi massa berlangsung satu arah
Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
Media massa menimbulkan keserempakan
Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

Dalam

komunikasi

massa

berlangsung

satu

arah

(one-way

communication) tidak terdapat arus balik atau arus balik tertunda (delayed
feedback) kepada komunikator, karena melalui media massa maka komunikator
dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Arus balik tidak
dapat diketahui oleh komunikator dengan seketika, hanya dapat diketahui setelah
proses komunikasi itu terjadi. Dan jika pun terdapat arus balik, maka hal ini jarang
sekali terjadi, sehingga harus melakukan perencanaan dan persiapan. Misalnya,
seorang reporter dalam program “Headline News” di Metro TV membawakan
berita kepada khalayak. Dalam program itu terdapat selingan “Suara Anda”, yang

Universitas Sumatera Utara

ditujukan kepada para penonton untuk memberikan tanggapannya secara langsung
mengenai berita yang dipaparkan melalui telepon, dengan lama waktu yang
ditentukan.
Komunikasi

pada

komunikasi

massa

melibatkan

lembaga,

dan

komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks karena media massa
sebagai saluran komunikasi. Peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh
orang lain, bukan individual. Misalnya, tulisan seorang penulis dalam sebuah
majalah ternama, tentunya didukung oleh redaktur pelaksana, korektor dan yang
lainnya supaya tulisan tersebut dapat dimuat dan dibaca oleh khalayak. Maka dari
itu komunikator pada komunikasi massa disebut juga komunikator kolektif
(collective communicator) karena tersebarnya pesan yang berupa informasi
merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja.
Pesan komunikasi massa bersifat umum (berupa fakta, peristiwa atau
opini), karena disebarkan melalui media massa yang ditujukan kepada semua
orang dan mengenai kepentingan umum. Sebagai contoh, stasiun televisi seperti
TV One menyiarkan berita mengenai Jokowi yang meresmikan “Kartu Sehat”
sebagai kartu tanda dalam berobat di puskesmas dan rumah sakit bagi penduduk
Jakarta miskin.
Media massa dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak
mengandung ciri keserempakan (simultaneity), yakni disebarkan secara bersamasama dalam jumlah besar dan jarak jauh. Misalnya acara hiburan “Stand Up
Comedy” yang ditayangkan oleh stasiun Metro TV pada setiap hari selasa pukul
22.30–23.00 WIB, ditonton oleh jutaan pemirsa. Maka secara serempak pada
waktu yang sama menonton acara tersebut selama 30 menit, namun mereka
berada di berbagai tempat yang berbeda di seluruh Indonesia.
Dalam proses komunikasi massa, komunikan bersifat heterogen, yaitu di
mana mereka tidak saling mengenal satu sama lain dan keberadaanya yang
terpencar. Tentunya, dalam setiap individu dari khalayak itu memiliki hal yang
berbeda, misalnya jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan
lain-lain. Hal ini menjadi sulit bagi seorang komunikator dalam menyebarkan
pesannya melalui media massa kepada khalayak, dan setiap khalayak berkehendak
agar keinginannya dipenuhi. Untuk mendekati keinginan khalayak sepenuhnya
ialah dengan mengelompokkannya menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan,

Universitas Sumatera Utara

pendidikan, kebudayaan, serta hobi. Pengelompokkan tersebut dilakukan oleh
berbagai media massa dengan membuat acara tertentu, seperti acara kartun “Si
Unyil” yang ditayangkan oleh Trans7 ditujukan secara khusus untuk anak-anak.
2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan komunikasi dalam media modern sebagai
penyalurnya memberikan pengaruh yang kuat terhadap khalayaknya. Fungsi
komunikasi massa menurut Dominick (Ardianto dan Komala, 2004: 16) ialah
sebagai berikut:
a. Surveilance (Pengawasan)
Pengawasan mengacu pada peranan berita dari media massa. Fungsi
pengawasan meliputi pengawasan peringatan (warning or beware
surveillance)
dan
pengawasan
instrumental
(instrumental
surveillance). Fungsi pengawasan peringatan terjadi apabila media
menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman. Misalnya
mengenai ancaman dari angin topan, meletusnya gunung berapi,
kondisi efek yang memprihatinkan, atau adanya serangan militer.
Sedangkan fungsi pengawasan instrumental merupakan penyebaran
informasi yang memiliki kegunaan dapat membantu khalayak dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya berita tentang film yang sedang
tayang di bioskop, peningkatan atau penurunan harga saham di bursa
efek, ide tentang fashion dan sebagainya.
b. Interpretation (Penafsiran)
Media massa memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian
penting dimana industri media memutuskan kejadian atau peristiwa
tersebut untuk ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak
para pembaca ataupun pemirsa untuk memperluas wawasan dan
membahasnya dalam komunikasi antarpersonal atau komunikasi
kelompok.
c. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan
dan minat yang sama tentang sesuatu.
d. Transmission of values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Fungsi penyebaran ini disebut juga socialization (sosialisasi), dimana
mengacu kepada cara bagaimana individu mengadopsi perilaku dan
nilai kelompok. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana
untuk bertindak dan bagaimana pengharapan mereka. Televisi
sebagai salah satu media massa yang sangat berpotensi dalam
terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda,
terutama melampaui usia 16 tahun dengan menghabiskan waktu
menonton televisi disbanding kegiatan lainnya, kecuali tidur.
Kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan
salurannya terutama sosialisasi (penyebaran nilai-nilai). Sebagai
contoh, semakin maraknya tayangan kekerasan di televisi
mengakibatkan terbentuknya sosialisasi pada anak muda yang

Universitas Sumatera Utara

menontonnya sehingga berpikir bahwa metode kekerasan adalah
wajar dalam memecahkan persoalan hidup.
e. Entertainment (Hiburan)
Fungsi media massa sebagai fungsi menghibur adalah untuk
mengurangi rasa kejenuhan ataupun mengurangi ketegangan pikiran
khalayak, karena dengan melihat tayangan di televisi atau membaca
berita-berita sehingga dapat membuat pikiran khalayak menjadi
kembali segar.
Dari keseluruhan fungsi tersebut, fungsi komunikasi massa ditentukan
dalam penggunaannya di media massa. Bagaimana media massa memberikan
pengaruh yang baik kepada khalayak untuk dapat menerima pesannya (berupa
data, fakta, informasi, berita maupun yang lainnya) sehingga komunikasi massa
dapat berlaku sebagaimana yang diharapkan oleh khalayak, sesuai dengan
kebutuhan informasi dari masing-masing individu maupun kelompok.
2.1.3

Berita

2.1.3.1 Definisi Berita
Kita sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu memerlukan
kebutuhan informasi yang disebut sebagai berita dalam setiap harinya. Melalui
berita, kita dapat mengetahui tentang segala hal yang sebelumnya kita tidak kita
ketahui. Begitu juga sebaliknya, apa yang sudah kita ketahui menjadi lebih paham
lagi mengenai suatu hal tersebut akibat dari berita.
Karena terlalu sulit dalam membuat definisi berita, seorang Direktur
sebuah Institut Jurnalistik di London, Tom Clarke mengatakan berawal pada kisah
yang tidak dapat diuji kebenarannya, kata NEWS (berita) berasal dari suatu
singkatan (akronim) yaitu N(orth) atau Utara, E(ast) atau Timur, W(est) atau
Barat, dan S(outh) atau Selatan. Menurut Clarke, berita dapat dikatakan sebagai
suatu hal yang memenuhi kebutuhan keingintahuan manusia dengan memberi
kabar dari segala penjuru dunia (Barus, 2010: 25).
Sedangkan Charles Dana mengemukakan pendapatnya dalam buku
Broadcast Journalism Techniques of Radio and TV News bahwa berita ialah
“When a dog bites a man, that is not news, but when a man bites a dog, that is
news” (ketika anjing menggigit manusia itu bukanlah berita, tetapi ketika manusia
menggigit anjing, itu baru berita). Dalam hal ini, faktor keluarbiasaan menjadi
sesuatu yang unik dalam menjadikan sebuah berita (Harahap, 2007: 3).

Universitas Sumatera Utara

Paul De Maeseneer dalam bukunya Here’s the News mendefinisikan
berita sebagai informasi baru tentang kejadian baru yang dianggap penting,
memiliki makna (significant) yang berpengaruh, serta relevan dan layak untuk
dinikmati oleh para pendengarnya. Bagaimana berita tersebut dapat menarik
perhatian khalayak sehingga dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan (Olii,
2007: 25). Williard C. Bleyer dalam bukunya Newspaper Writing and Editting
menuliskan, berita adalah sesuatu yang memiliki nilai tersendiri dipilih oleh
wartawan untuk dimuat dalam media massa, seperti surat kabar maupun media
elektronik lainnya, sehingga dapat memiliki makna dan menarik minat terhadap
pembaca, pendengar maupun penonton (Sumadria, 2006: 64).
Setelah mengetahui beberapa dari defenisi berita tersebut, maka dapat
disimpulkan berita adalah suatu pemberitahuan mengenai informasi dan kejadian
berupa fakta, penting dan menarik yang sedang hangat diperbincangkan serta
disajikan dalam bentuk cetak, siaran, internet, maupun dari mulut ke mulut kepada
orang banyak. Berita bukan hanya melalui surat kabar saja, tetapi meliputi media
massa yang luas dan modern, televisi, radio, film bahkan internet.
2.1.3.2 Kualitas Berita
Bagaimana caranya agar dapat menentukan serta mendapatkan informasi
yang layak untuk dijadikan berita, yaitu dengan mengetahui kriteria umum aspek
kualitas berita. Menurut Charnley (Baksin, 2006 : 51) ada beberapa standar dalam
mengukur kualitas berita yang dijadikan sebagai patokan bagi wartawan dalam
peliputan dan pelaporan, yaitu :
1) Accurate (akurat)
2) Properly attributed
(kapabilitas)
3) Balanced and fair
(seimbang dan adil)
4) Objective
(objektif)
5) Brief and focused
(kejelasan)
6) Well written
(konten/isi berita)

: All information is verified before is used.
: The reporter indentifies his or her source of
Information.
: All sides in a controversy are given.
: The news writer does not inject his or her
feeling or opinion.
: The news story gets to the point quickly.
: Stories are clear, direct, interesting.

Akurat merupakan verifikasi dalam berita, relevansi sumber berita dan
akurasi penyajian. Peristiwa yang sedang atau baru terjadi dalam media massa
haruslah disiarkan dengan berita aktual yang dibutuhkan oleh masyarakat secepat

Universitas Sumatera Utara

mungkin, mengingat waktu sangat berpengaruh dalam aktualitas dalam sebuah
berita. Sebelum berita disebarluaskan, alangkah baiknya terlebih dahulu dicek
ketepatannya. Ketelitian dan kebenaran dalam menyusun berita dapat memenuhi
syarat aktualitas serta tenggat waktu (deadline). Bagaimana seorang reporter dan
narasumber memiliki kapabilitas, yaitu kemampuan maupun pengalamannya
dalam memberikan informasi yang disampaikan kepada khalayak dalam suatu
pemberitaan di media.
Dari pemberitaan tersebut, narasumber harus dapat menggali informasi
secara seimbang, agar tidak terjadi kecenderungan dalam berita, serta objektif
sesuai dengan informasi yang realistis, fakta dan didapat dari sumber yang
bersangkutan. Di samping itu, mereka membangun kepercayaan agar berita yang
disampaikan dapat diterima berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya. Berita
disusun ringkas, jelas, dan langsung, supaya dapat menarik perhatian orang yang
membaca berita tersebut dengan mudah memahaminya.
2.1.4

Televisi Sebagai Media Massa

2.1.4.1 Pengertian Televisi
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu tidak bisa lepas dari yang
namanya televisi yang sudah seperti menjadi kebutuhan primer dan kebiasaan
bagi manusia. Kedua mata menatap tajam pada depan layar kaca, seolah apa yang
ia pandangi merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan menarik baginya, dan
hal itu dilakukan hampir tiap jam dalam sehari.
Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, televisi menjadi media
massa yang paling banyak dimiliki dan diminati oleh masyarakat dibanding
dengan dengan media massa lainnya. Siaran televisi menjadi lebih komunikatif
dalam menyampaikan pesan, dengan audio visual yang dimilikinya. Maka dari
itulah, televisi sangat berguna dalam upaya pembentukan sikap, perilaku dan
perubahan pola pikir (Effendy, 2005: 21). Sifat televisi yang audio visual
mengharuskan semua acara di televisi dilengkapi dengan gambar, baik gambar
diam berupa foto, gambar peta atau wilayah maupun film berita yakni rekaman
peristiwa dalam topik berita yang disiarkan untuk mempunyai keyakinan akan
kebenaran berita.
Tanpa gambar bukanlah televisi namanya. Istilah televisi berasal dari
kata “tele” yang berarti jauh, dan “visi / vision” yang berarti penglihatan (Effendy,

Universitas Sumatera Utara

2003: 174). Apa yang dilihat oleh para penonton merupakan siaran gambargambar dan juga suara yang dipancarkan oleh pemancar televisi. Begitu juga
dengan sifatnya yang langsung, tidak mengenal jarak, dan memiliki daya tarik
yang kuat pada televisi membuat para penonton menjadi lebih suka dan mudah
dalam mencari dan menerima berbagai informasi yang disampaikan oleh televisi
karena prosesnya yang tidak rumit.
2.1.4.2 Perkembangan Televisi di Indonesia
Sejak teknologi televisi hadir, televisi mulai diperkenalkan di berbagai
negara di dunia sebagai sarana yang dapat memberikan informasi kepada
masyarakat umum. Pada saat televisi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1962,
hal itu bertepatan pada pelaksanaan olahraga se-Asia IV (Asian Games IV) di
Jakarta. Televisi dengan nama Televisi Republik Indonesia (TVRI) resmi dibuka
oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1962 (Morissan, 2008: 3).
Tujuan utama dari pengadaan televisi itu ialah untuk meliput semua kejuaraan dan
pertandingan selama pesta olahraga berlangsung.
Semakin maraknya perkembangan pertelevisian Indonesia, ditandai sejak
pemerintah mengizinkan kehadiran televisi swasta untuk mengudara pada tahun
1989. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai stasiun televisi pertama
yang mengudara secara nasional pada tanggal 24 Agustus 1989. Kemudian secara
berturut-turut berdiri stasiun Televisi Surya Citra Televisi (SCTV) yang
mengudara pada Agustus 1989. Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mengudara
pada 23 Januari 1991, yang kini sudah mengganti nama menjadi MNC TV,
Andalas Televisi (ANTV) pada tahun 1993 dan Indosiar pada Januari 1995.
Dengan tambahan televisi swasta yang baru mengudara sejak tahun 2001, yakni
meliputi Metro TV, Trans TV, TV 7 (Trans7), Global TV, dan Lativi (TVOne).
Selain itu, banyak bermunculan stasiun televisi daerah yang dikelola oleh daerah
masing-masing, seperti JTV di Jawa Timur, CTV di Banten, Bali TV di Bali,
Borobudur

TV

di

Semarang,

dan

Deli

TV

di

Sumatera

Utara

(http://davenirvana1.wordpress.com).
2.1.4.3 Fungsi Televisi
Televisi melakukan berpikir dalam gambar, yakni mengenai visualisasi
(penerjemahan kata-kata terhadap suatu objek sehingga mengandung suatu
makna) dan penggambaran (kegiatan merangkai gambar-gambar individual

Universitas Sumatera Utara

sehingga mengandung makna tertentu). Untuk dapat melakukan fungsinya, maka
pengoperasian dalam televisi melibatkan banyak orang sehingga lebih kompleks.
Berikut fungsi televisi bagi masyarakat (Ardianto dan Komala, 2004: 128), yaitu:
a)
b)
c)
d)

Sebagai media informasi
Sebagai media pendidikan
Sebagai media menghibur
Sebagai media membujuk

Televisi sebagai media informasi ialah untuk menyiarkan berita bagi
pendengar atau pemirsa sesuai dengan kepentingannya. Televisi sebagai media
pendidikan dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat luas melalui
penayangannya tentang sesuatu hal yang belum dan ingin diketahui, sehingga
menambah pengetahuan mengenai hal yang baru dan sebagai kontrol sosial
masyarakat terhadap fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Tentu saja
masyarakat diharapkan untuk berpikir kritis serta menyaring hal-hal demi
kemajuan manusia.
Televisi sebagai media menghibur, selalu menghadirkan berbagai macam
hiburan, seperti acara konser musik, acara komedi, ataupun acara lainnya yang
tentu saja menghibur. Televisi sebagai media komunikasi untuk membujuk
khalayak dapat kita lihat pada sisi iklan komersial yang terdapat pada celah acara,
yakni membujuk para khalayak untuk melihat, memahami serta mengetahui
maksud dari iklan tersebut, misalnya untuk mau membeli produk yang ditawarkan
oleh iklan. Tetapi bukan itu saja, dalam kejadian ataupun peristiwa yang
ditayangkan di televisi dapat membangkitkan sikap-sikap tertentu. Misalnya
terdapat berita bencana alam, hal ini dapat menggugah hati pemirsa untuk ikut
membantu para korban dengan cara-cara tertentu.
2.1.5

Persepsi

2.1.5.1 Definisi Persepsi
Biasanya kita mempunyai kesan berlainan mengenai lingkungan kita,
seperti benda, situasi, orang ataupun peristiwa di sekitar kita meskipun kita
memiliki informasi yang sama akan hal itu. Bagaimana kita mengkonstruksikan
hal tersebut mengenai sekeliling kita bahkan dunia melaui proses aktif dan kreatif.
Hal inilah yang disebut dengan persepsi.

Universitas Sumatera Utara

Secara etimologis, persepsi atau perception (dalam bahasa Inggris)
berasal dari bahasa Latin yaitu perceptio, diambil dari kata percipere yang artinya
menerima atau mengambil (Sobur, 2010: 445). Persepsi melibatkan kognisi atau
pemikirian tingkat tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik
atau hal-hal yang kita indera sesuai dengan pengetahuan kita tentang apapun itu
(Solso, Maclin dan Maclin, 2008: 75). Jamnes P. Chaplin mengatakan persepsi itu
merupakan proses untuk mengetahui atau mengenal objek dengan menggunakan
indera dan kesadaran dari proses-proses organis (Pieter dan Lubis, 2010: 39).
Persepsi ialah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi lalu menafsirkan
pesan tersebut (Rakhmat, 2007: 51). Persepsi merupakan proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan
dari lingkungan sehingga proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana,
2007: 179). Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa persepsi adalah inti
komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi. Persepsi
tidak akan akurat jika kita tidak berkomunikasi secara efektif, sebab persepsilah
yang menentukan kita untuk memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan lainnya.
Dari berbagai penjelasan mengenai definisi persepsi di atas, dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal yang penting
terjadi dalam lingkungan sehari-hari kita, dimana kita sadar dalam memperoleh
informasi dan berbagai rangsangan sehingga dapat mempengaruhi perilaku setiap
individu. Pengetahuan mengenai apa yang kita tangkap dari panca indera yang
meliputi penginderaan (sensasi), atensi dan interpretasi sehingga keberadaannya
dapat kita rasakan.
Adanya pesan yang ingin dikirimkan dapat diperoleh melalui sensasi atau
indera yang kita punya (indera peraba, indera penglihat, indera pencium, indera
pengecap, indera pendengar). Representasi dari penginderaan itu maksudnya kita
masih belum bisa mengartikan makna suatu objek secara langsung, karena kita
hanya bisa mengartikan makna dari informasi yang kita anggap mewakili objek
tersebut. Atensi merupakan faktor utama dalam suatu rangsangan yang
menentukan selektifitas, sehingga mempengaruhi faktor biologis (rasa lapar, haus,
dan sebagainya), faktor fisiologis (tinggi, pendek, sakit, cacat tubuh dan
sebagainya), faktor sosial (gender, agama, pekerjaan dan sebagainya), faktor

Universitas Sumatera Utara

psikologis (keinginan, motivasi, pengharapan dan sebagainya) serta atribut-atribut
objek yang dipersepsi seperti gerakan, intensitas, stimuli sehingga lebih menarik
perhatian. Interpretasi didefenisikan sebagai pemaknaan dalam meletakkan suatu
rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan.
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebab
persepsi bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. David Krech dan Richard S.
Crutchfield (1977) menyebutkan faktor-faktor itu adalah faktor fungsional, faktor
struktural dan perhatian (Rakhmat, 2007: 51).
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan
hal lainnya sebagaimana biasanya kita sebut sebagai faktor-faktor
personal. Yang menjadi penentu dalam persepsi bukanlah jenis
ataupun bentuk stimuli, melainkan karakteristik dari orang-orang
yang memberikan respons pada stimuli itu. Krech dan Crutchfield
merumuskan dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif.
Hal ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam
persepsi kita biasanya telah memenuhi tujuan individu dalam
melakukan persepsi.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek
saraf yang timbul dari sistem saraf individu. Menurut teori Gestalt,
dalam mempersepsikan sesuatu kita akan mempersepsinya sebagai
suatu keseluruhan. Sedangkan Kohler menyebutkan bahwa jika kita
ingin memahami suatu peristiwa kita tidak bisa meneliti fakta-fakta
yang terpisah sehingga kita harus memandangnya secara keseluruhan,
baik dalam konteksnya, lingkungan maupun masalah yang dihadapi.
Dari prinsip ini, Krech dan Crutchfield menyebutkan lanjutan dari
dalil persepsinya, yaitu dalil persepsi yang kedua : Medan perseptual
dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Maksudnya adalah
kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya, dimana
stimuli tersebut diisi dengan interpretasi yang konsisten dengan
rangkaian stimuli yang kita persepsi, meskipun stimuli yang kita
terima tersebut tidak lengkap.
3. Perhatian (Attention)
Dalam bukunya “Teori Komunikasi”, Kenneth E. Andersen
menjelaskan bahwa perhatian adalah proses mental ketika rangkaian
stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli yang
lainnya melemah. Hal ini berarti perhatian terjadi apabila adanya
konsentrasi terhadap diri kita pada salah satu alat indera kita dan
mengesampingkan masukan-masukan dari alat indera yang lainnya.
Walaupun perhatian kepada stimuli yang lebih kuat dalam kesadaran
diri kita, bukan berarti persepsi kita akan betul-betul cermat.
Terkadang konsentrasi yang kuat mendistorsi persepsi kita. Dan tentu

Universitas Sumatera Utara

saja, kita cenderung memperhatikan sebagaimana hal-hal tertentu
yang dianggap penting serta melibatkan diri kita sesuai dengan
kepercayaan, sikap, nilai, dan kebiasaan.
Dari ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi dalam hal mengadakan
persepsi, di mana individu dapat menyadari dan mengerti bagaimana keadaan
lingkungan di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu yang bersangkutan
yaitu dengan menggunakan alat penghubung diantara mereka adalah alat indera,
sehingga individu menyadari apa yng dilihat dan didengarkan.
2.1.5.3 Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang berlangsung
pada diri kita untuk mengetahui dan mengevaluasi orang lain. Dengan kata lain,
melalui proses itu kita membentuk kesan terhadap orang lain yang didasarkan
pada informasi yang berada di lingkungan, sikap kita tentang rangsangan yang
relevan, dan mood kita saat ini (Sarwono dan Meinarno, 2009: 25).
Manusia cenderung berpersepsi dalam bias-bias tertentu ketika hendak
membentuk kesan terhadap orang lain. Sebagai contoh, kita cenderung berpersepsi
bahwa orang-orang yang berpakaian rapi sebagai orang yang pintar, stylish,
berpendidikan tinggi atau menyenangkan. Berikut ini merupakan tiga (3)
komponen utama dalam proses terjadinya persepsi (Sobur, 2010: 447):
1) Seleksi, yaitu proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari
luar yang intensitas maupun jenisnya terdapat banyak atau sedikit.
2) Interpretasi, yaitu proses pengorganisasian informasi yang
menimbulkan makna pesan bagi seseorang.
3) Reaksi, persepsi yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah
laku.
Seleksi yaitu menentukan sasaran atau objek sehingga menimbulkan
rangsangan atau stimulus, kemudian ditangkap oleh reseptor atau alat indera.
Selanjutnya interpretasi, yaitu stimulus yang diterima oleh reseptor tadi disalurkan
ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran) melalui saraf sensoris. Di sinilah
pengorganisasian makna pesan diproses. Selanjutnya dari otak dibawa melalui
saraf motoris, yaitu sebagai alat untuk mengadakan respon sehingga individu
sadar dan mengetahui akan stimulus yang diterima oleh alat indera. Sebagaimana
dapat digambarkan ke dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2.2

Universitas Sumatera Utara

Proses Terjadinya Persepsi
Objek

Stimulus

Saraf sensorik

Reseptor

Otak

Saraf Motorik

Persepsi
Sumber : (Sunaryo, 2004: 98)

2.1.5.4 Sifat-Sifat Persepsi
Setiap manusia memiliki beberapa gambaran yang berbeda mengenai
realitas di sekelilingnya. Terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain (Mulyana,
2007: 197):
a) Persepsi bersifat selektif
Atensi kita terhadap suatu rangsangan merupakan faktor utama dalam
menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Atensi
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Dalam faktor
internal meliputi faktor biologis (lapar, haus, dan sebagainya), faktor
fisiologis (tinggi, gemuk, sehat, cacat tubuh, dan sebagainya), dan
faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan,
kebiasaan, motivasi, pengharapan dan sebagainya. Semakin besar
perbedaan aspek-aspek tersebut dalam individu, maka semakin besar
perbedaan persepsi mereka mengenai realitas. Sedangkan atensi
dalam faktor eksternal, meliputi atribut-atribut objek yang dipersepsi
seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan dan perulangan objek.
b) Persepsi bersifat dugaan
Persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan, karena data
yang kita peroleh mengenai objek melalui penginderaan tidaklah
pernah lengkap. Seperti dalam proses seleksi, hal ini dianggap perlu
karena tidak mungkin kita memperoleh seperangkat rincian yang
lengkap melalui kelima alat indera kita. Misalnya, ketika kita melihat
pesawat terbang di angkasa, kita tidak melihat awak dan
penumpangnya. Tetapi kita sudah berulang kali melihat pesawat
terbang di angkasa menunjukkan bahwa setidaknya terdapat awak
pesawat yang menerbangkat pesawat itu.
c) Persepsi bersifat evaluatif
Terkadang alat-alat indera dan persepsi kita menipu sehingga kita
ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas yang sebenarnya.
Menurut Carl Rogers, kita bereaksi terhadap dunia yang sedang kita

Universitas Sumatera Utara

alami, dan kemudian menafsirkannya. Hal inilah yang disebut dengan
realitas.
d) Persepsi bersifat kontekstual
Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi kita, kontekslah yang
paling kuat. Ketika kita melihat seseorang atau objek, konteks
rangsangan sangat mempengaruhi struktur kognitif dan pengharapan
karena persepsi kita. Agar dalam pengorganisasian objek ke dalam
konteks tertentu, kita menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Prinsip pertama, merupakan struktur suatu objek atau kejadian
berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan.
Kecenderungan dalam hal ini tampaknya bersifat bawaan, kita
cenderung mempersepsi rangsangan yang terpisah sebagai
berhubungan sejauh dari rangsangan itu berdekatan satu sama
lainnya, baik dekat secara fisik atau dalam urutan waktu, serta
mirip dalam bentuk, ukuran warna atau atribut lainnya. Dengan
demikian, dalam konteks penerimaan pesan kita cenderung
melengkapi pesan yang tidak lengkap (dugaan-dugaan) dengan
bagian-bagian yang terkesan logis untuk melengkapi pesan
tersebut.
- Prinsip kedua, kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan
atau kejadian yang meliputi objek dan latar belakangnya. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita terbiasa membuat perbedaan antara
figur (fokus) dan latarnya. Misalnya, seorang penyanyi yang
sedang bereaksi di panggung dengan latar para pemain band yang
mengiringinya.
Setiap individu pastinya akan memperhatikan aspek berbeda dari objek
yang mereka temui, baik secara internal mapun eksternal sesuai dengan
pengalaman masa lalu, keahlian dan minatnya masing-masing. Suatu objek yang
bergerak tentunya akan lebih menarik perhatian daripada objek yang diam, dan
rangsangan yang intensitasnya menonjol juga akan lebih menarik perhatian.
Misalnya, kita lebih menyukai televisi sebagai gambar bergerak daripada komik
sebagai gambar diam. Begitu juga dengan penampilan seseorang atau objek, lain
daripada yang lain tentunya juga akan menarik perhatian. Misalnya, orang-orang
yang berkulit hitam diantara orang-orang yang berkulit putih. Unsur kontras
dalam sebuah iklan TV, selain dengan wajah yang cantik terutama slogan iklan
TV atau lagu (jingle) yang menutup iklan TV tersebut.
Kebaruan dapat menimbulkan perhatian, hal ini tampak jelas seperti
seorang mahasiswa baru pasti lebih menarik perhatian daripada mahasiswa lain
yang sudah kita kenal. Dalam suatu peristiwa yang berulang, tentunya lebih
potensial untuk kita perhatikan. Misalnya, dalam sebuah iklan televisi yang

Universitas Sumatera Utara

disiarulangkan dalam periode tertentu. Hal ini lebih memungkinkan kita
mengingat pesan dalam iklan tersebut dan mendorong kita untuk membeli barang
yang diiklankan.
Dalam proses persepsi yang bersifat dugaan, memungkinkan kita untuk
dapat menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut
pandang manapun. Karena informasi yang lengkap tak pernah tersedia, dugaanlah
yang diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak
lengkap melalui penginderaan. Kita tidak bereaksi terhadap realitas mutlak,
melainkan persepsi kita mengenai realitas tersebut. Realitas tidak dapat dipersepsi
tanpa melalui suatu proses yang unik dan alasan yang sangat pribadi untuk
bertindak dalam suatu hubungan sosial, karena kita menilai rangsangan
berdasarkan skala pribadi atau subjektif.
2.1.6

Uses and Gratification Theory
Teori Uses and Gratification merupakan teori dan pendekatan dalam

penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas
kebutuhan seseorang. Namun dalam teori dan pendekatan ini tidak semua yang
mencakup tentang proses komunikasi saja, karena berbagai kebutuhan (needs) dan
kepentingan (interest) oleh sebagian besar perilaku para audience merupakan
suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan media), sehingga pendekatan
Uses and Gratification ini memiliki tujuann untuk menggambarkan proses
penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh
individu (Bungin, 2006: 286).
Pendekatan Uses and Gratification pertama kali dipaparkan oleh Elihu
Katz (1959) dalam suatu artikel mengenai reaksinya terhadap pernyataan Bernad
Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz
mengemukakan bahwa

bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi

komunikasi massa sebagai persuasi, sebab kebanyakan penelitian komunikasi
diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi kepada khalayak. Dalam
dekade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak
terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi (Effendy, 2003: 289).
Teori Kegunaan dan Gratifikasi (Uses and Gratification Theory)
menyatakan bahwa orang secara aktif mencari media tertentu dan muatan (isi)
tertentu untuk menghasilkan kepuasan atau hasil tertentu (West dan Turner, 2008:

Universitas Sumatera Utara

101). Dikatakan orang aktif, karena mereka mampu untuk mempelajari dan
mengevaluasi berbagai jenis media untuk mencapai tujuan komunikasi. Orang
aktif memilih dan menggunakan media untuk memuaskan kebutuhannya, dengan
menekankan posisi pengaruh yang terbatas.
Dalam teori ini melihat media memiliki pengaruh terbatas karena
pengguna mampu memilih dan mengendalikan. Orang-orang memiliki kesadaran
diri serta mampu memahami dan menyatakan alasan kenapa mereka
menggunakan media. Mereka melihat media sebagai salah satu cara untuk
memuaskan kebutuhan yang mereka miliki. Berikut merupakan penjelasan
mengenai Uses and Gratification oleh Katz, Gurevitch dan Haas :

Gambar 2.3
Uses and Gratification Model

Social Environment

Individual’s Needs

1. Demgraphic
characteristics
2. Group affiliations
3. Personality
characteristics
(psychological
dispositions)

1. Cognitive needs
2. Affective needs
3. Personal integrative
needs
4. Social integrative
needs
5. Tension-release or
escape

Nonmedia Sources
of Need
Satisfaction
1. Family, friends
2. Interpersonal
communication
3. Hobbies
4. Sleep

Mass Media Use

Media
Gratifications
(Functions)
1. Surveillance
2. Diversion/
entertainment
3. Personal
4. Social
relationships

1. Media type
newspaper, radio,
TV, movies
2. Media contents
3. Exposure to Media
4. Social context of
media exposure

Universitas Sumatera Utara

Sumber : (Effendy, 2003: 293)

Model ini dimulai dengan adanya lingkungan sosial (social environment)
yang tentunya akan menentukan kebutuhan kita, dimana terdapat ciri-ciri afiliasi
kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs)
dikategorisasikan sebagai cognitive needs, affective, personal integrative needs,
social integrative needs, dan escapist needs. Berikut penjelasannya:
1. Cognitive needs (Kebutuhan kognitif)
Kebutuhan ini didasari pada hasrat untuk memahami dan menguasai
lingkungan, serta memuaskan rasa penasaran kita akan dorongan
untuk penyelidikan kita.
2. Affective needs (Kebutuhan afektif)
Kebutuhan ini berkaitan dengan