Identifikasi Lokasi Fraktur pada Citra Digital Tulang Tibia Menggunakan Metode Algoritma Scanline

6

BAB 2
LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai teori-teori dasar serta penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penerapan Algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur tulang tibia
dan fibula menggunakan citra fraktur tulang tibia dan fibula.
2.1 Tulang Tibia dan Tulang Fibula
Tungkai bawah terdiri dari dua tulang, yaitu tulang tibia atau tulang kering dan tulang
fibula atau tulang betis.

Gambar 2.1 Anatomi Cruris Tibia dan Fibula
(diambil dari www.radiologykr.com)

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.1. Tulang Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan

terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil
lateral. Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari
tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian
untuk femur dalam formasi sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan
kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang
dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian
mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang
menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian
tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan
talus. Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah
medial sesuai dengan os radius pada lengan atas. Tetapi Radius posisinya terletak
disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar kearah medialis. Atas alasan
yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis berlawanan dengan ibu jari
tangan yang terletak disebelah lateralis (Jacob, 2013).
2.1.2. Tulang Fibula
Tulang Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan
bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah

kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi
diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada
tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini
bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan (Smeltzer, 2008)..
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah
kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Sisi –
sisinya mendatar, mempunyai permukaan anterior dan posterior yang sempit dan
permukaan – permukaan me dialis dan lateralis yang lebih lebar. Permukaan anterior

Universitas Sumatera Utara

8

menjadi tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis
terletak subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi
merupakan tempat lekat dari retinakulum.
Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi
dengan os talus, persendian ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa
malleolaris terletak disebelah belakang permukaan sendi mempunyai banyak foramina
vaskularis dibagian atasnya. Pinggir inferior malleolus mempunyai apek yang

menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek terdapat sebuah insisura yang
merupakan tempat lekat dari ligamentum kalkaneo fibularis.
2.1.3 Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh
darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2008).
2.1.4. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen)
atau lebih.
b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :


Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat,
biasa terjadi di tulang pipih.




Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna,
clavikula dan costae.

2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang :
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu
tulang).
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (1000 dari
sumbu tulang).
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang.
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.

Universitas Sumatera Utara

9

e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
3. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat

2) Angulated, membentuk sudut tertentu
3) Rotated, memutar
4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi
5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih
6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang
menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang sehingga cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi.
2.2 Citra
Citra adalah gambar pada dua-dimensi, citra merupakan dimensi spasial atau
bidang yang berisi informasi warna yang tidak bergantung waktu (Munir, 2004).
Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue)
atas intensitas cahaya pada bidang dua dimennsi. Sumber cahaya menerangi objek,
objek memantulkan kembali seluruh atau sebag ian berkas cahaya kemudian
ditangkap oleh alat optis atau elektro optis (Murni dkk, 1992).
Citra digital adalah suatu matriks yang terdiri dari baris dan kolom dimana

setiap pasang indeks baris dan kolom menyatakan suatu titik pada citra. Nilai dari
setiap matriks menyatakan nilai kecerahan titik tersebut. Titk-titik tersebut dinamakan
sebagai elemen citra atau piksel. Citra digital adalah merupakan fungsi dua variabel
f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra
pada koordinat tersebut. Citra digital dapat diklasifikasi menjadi citra biner, citra
keabuan, dan citra warna.

Universitas Sumatera Utara

10

2.2.1 Citra Biner
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel
yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white)
atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari
citra biner. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti
segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering. Citra biner dibentuk dari
citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana tiap piksel yang nilainya lebih
besar dari threshold akan diubah menjadi (1) menyatakan putih dan piksel yang
nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi (0) menyatakan hitam.

(Destyningtas, 2010) . Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Cita Biner
2.2.2 Citra Keabuan (Grayscale)
Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada
setiap pikselnya, dengan kata lain nilai bagian red = green = blue. Nilai tersebut
digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna
dari hitam, keabuan dan putih. Tingkat keabuan disini merupakan warna abu dengan
berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Sehingga pada citra tidak ada
lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Citra grayscale memiliki kedalaman
warna 8 bit yang mengandung 256 kombinasi warna keabuan (Cahyadi, 2012).
Contoh citra grayscale ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

11

Gambar 2.3. Citra Grayscale
2.3.3 Citra Warna
Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi tiga

warna

dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB = Red, Green, Blue). Setiap warna

dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255 warna), jadi
satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte. Warna yang disediakan yaitu 255 x
255 x 255. Warna ini disebut juga dengan true color karena memiliki jumlah warna
yang cukup besar (Mardianto, 2008). Contoh citra warna dapat dilihat pada Gambar
2.4.

Gambar 2.4. Citra Warna
2.3 Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah proses pada citra untuk menghasilkan citra sesuai dengan
yang kita inginkan, kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh
manusia. Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang
keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai cara,
perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra),

Universitas Sumatera Utara


12

transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan
pemilihan citra ciri yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan
informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra
(Efford, 2000). Beberapa teknik pengolahan citra yang digunakan adalah sebagai
berikut .
2.3.1. Cropping
Cropping berfungsi untuk mendapatkan bagian region of interest (ROI) dari sebuah
citra dengan cara memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi
yang tidak diperlukan. Cropping dapat digunakan untuk menambah fokus pada objek,
membuang bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra,
mengubah orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra. Cropping
menghasilkan citra baru yang merupakan bagian dari citra asli dengan ukuran yang
lebih kecil. Jika citra cropping digunakan untuk proses lain, waktu pemrosesan akan
lebih cepat karena bagian yang diproses hanya bagian yang diperlukan (Fuadah,
2014).
2.3.2 Resizing
Pada tahap ini, citra tulang akan diukur ulang dengan mengecilkan piksel dari citra
tersebut. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dan menambah

fokus pada suatu objek yang akan diidentifikasi, membuang citra yang tidak memiliki
informasi yang penting. Proses ini akan menghasilkan sebuah citra baru yang
merupakan bagian citra asli yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari citra awal, hal
ini dilakukan untuk memfasilitasi pada tahap selanjutnya (Cahyadi, W. 2012).
2.3.3 Grayscaling
Dalam pengolahan citra, mengubah warna citra menjadi citra grayscale digunakan
untuk untuk menyederhanakan model citra. Citra berwarna memiliki 3 komposisi
warna yaitu red (R), green (G), dan blue (B). Tiga komponen tersebut dirata-rata
supaya mendapatkan citra grayscale, dalam citra ini, tidak ada lagi warna yang ada
hanya derajat keabuan (Mardianto, 2008).
Citra grayscaling memggunakan warna putih sebagai warna maksimum dan
warna hitam sebagai warna minimum dan warna diantara hitam dan putih, yaitu abu-

Universitas Sumatera Utara

13

abu. Abu-abu merupakan warna komponen merah, hijau, dan biru yang mempunyai
nilai intensitas yang sama. Setiap poin informasi piksel (RGB) disimpan kedalam1
byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, 8 bit kedua menyimpan nilai hijau dan

8 bit terakhir menyimpan warna merah. Grayscaling dilakukan dengan cara mencari
nilai rata-rata dari total nilai RGB, ditunjukkan pada persamaan 2.1.
(2.1)
Keterangan :
G = nilai hasil grayscaling
R = nilai red dari sebuah piksel
G = nilai green dari sebuah piksel
B = nilai blue dari sebuah piksel
2.3.4 Penajaman citra (Sharpenning)
Operasi penajaman citra bertujuan memperjelas tepi pada objek di dalam citra.
Penajaman citra merupakan kebalikan dari operasi pelembutan karena operasi ini
menghilangkan bagian citra yang lembut. Operasi penajaman dilakukan dengan
melewatkan citra pada penapis lolos tinggi (high pass filter). Penapis lolos tinggi akan
meloloskan (memperkuat) komponen yang berfrekuensi tinggi (tepi/pinggir objek)
dan akan menurunkan komponen berfrekuensi rendah. Akibatnya pinggiran akan
terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Karena penajaman citra lebih
berpengaruh pada tepi (edge) objek, maka penajaman citra sering disebut juga
penajaman tepi (edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi (edge enhancement)
(Mostafa, S. 2004).
2.3.5 Filtering
Filtering adalah suatu proses dimana diambil sebagian sinyal dari frekwensi tertentu,
dan membuang sinyal pada frekwensi yang lain. Filtering pada citra juga
menggunakan prinsip yang sama, yaitu mengambil fungsi citra pada frekwensifrekwensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekwensi-frekwensi tertentu.
Citra digital yang telah dilakukan deteksi tepi akan mengandung noise, sehingga
dibutuhkan filter untuk menghilangkan noise-noise tersebut (Fuadah, 2014).

Universitas Sumatera Utara

14

2.4 Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan ciri dari sebuah citra. Ciri yang
didapatkan dari ekstraksi fitur ini menjadi masukan dalam proses identifikasi
menggunakan algoritma Scanline. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini
adalah deteksi tepi Canny. Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu proses yang
menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah untuk menandai
bagian yang menjadi detail citra, memperbaiki deta il dari citra yang kabur, yang
terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra Suatu titik (x,y)
dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan
yang tinggi dengan tetangganya. Tujuannya adalah :


Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra



Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau

adanya efek dari proses akuisisi citra
Suatu titik (x,y) dikatakan tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai
perbedaan yang tinggi dengan tetangganya.
Deteksi tepi Canny merupakan salah satu teknik deteksi tepi yang cukup
populer penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya adalah
ketebalan edge yang bernilai satu piksel yang dimaksudkan untuk melokalisasi posisi
edge pada citra secara sepresisi mungkin. Metode deteksi tepi akan mendeteksi semua
edge atau garis-garis yang membentuk objek gambar dan akan memperjelas kembali
pada bagian-bagian tersebut. Tujuan pendeteksian ini adalah bagaimana agar objek di
dalam gambar dapat dikenali dan disederhanakan bentuknya dari bentuk sebelumnya
(Kurniawan, 2014).
Canny ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan
perhitungan deteksi tepi sehingga tepi-tepi yang dihasilkan lebih banyak. alah satu
algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode
Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti
pemodelan persepsi visual manusia. Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling
optimum yang dapat dipenuhi oleh algoritma Canny:
a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi)
Kemampuan untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan
pemilihan

parameter-parameter

konvolusi

yang

dilakukan.

Sekaligus

juga

Universitas Sumatera Utara

15

memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi
ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.
b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi)
Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang
dideteksi dengan tepi yang asli.
c. Respon yang jelas (kriteria respon)
Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak
menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya. Pemilihan parameter
deteksi tepi Canny sangat mempengaruhi hasil dari tepian yang dihasilkan. Beberapa
parameter tersebut antara lain :

Algoritma Canny deteksi tepi secara umum (detilnya tidak baku atau bisa
divariasikan) beroperasi sebagai berikut :
o Penghalusan untuk mengurangi dampak noise terhadap pendeteksian edge
Menghitung potensi gradien citra
o non-maximal supression dari gradien citra untuk melokalisasi edge secara
presisi
o hysteresis thresholding untuk melakukan klasifikasi akhir
2.5. Algoritma Scanline
Algoritma Scanline adalah salah satu dari algoritma Hidden Surface Removal
yang digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan memori yang besar dengan
satu baris scan untuk memproses semua permukaan objek, biasanya Scanline akan
men-sweeping layar dari atas ke bawah. Dan sebuah baris scan horisontal bidang y di
coba untuk semua permukaan dari objek. Perpotongan antara baris scan dan
permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma melakukan scan dengan arah
sumbu y sehingga memotong semua permukaan bidang dengan arah sumbu x dan z
dan membuang garis-garis yang tersembunyi.
Sebagai ganti menscan suatu permukaan satu kali dalam satu proses, maka
akan berhubungan dengan menscan banyak permukaan dalam satu kali proses.
Sebagaimana setiap baris scan diproses, semua permukaan polygon dipotong oleh
baris scan untuk menentukan mana yang tampak. Pada setiap posisi sepanjang baris

Universitas Sumatera Utara

16

scan, perhitungan kedalaman dibuat untuk setiap permukaan untuk menentukan mana
yang terdekat dari bidang pandang. Ketika permukaan yang tampak sudah ditentukan,
harga intensity dimasukkan ke dalam buffer (Fuadah, 2012).

Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline

Ilustrasi proses scanline ditunjukkan pada Gambar 2.5. Pada saat scanline mencari
titik piksel putih yang paling tinggi, dengan menjumlahkan nilai pada setiap 3 baris,
dan setelah didapatkan nilai hasil penjumlahan 3 baris, setelah itu ditemukan titik
piksel putih yang paling tinggi, dan titik tertinggi tersebut sebagai titik pusat sebagai
lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.
2.6. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Mahendran, 2011) deteksi fraktur
melalui citra X-ray tulang menggunakan metode segmentasi wavelet dan operator
morfologi. Segmentasi citra dilakukan dengan mengklasifikasikan atau menetapkan
setiap piksel menjadi kelompok, dimana setiap kelompok mewakili keanggotaan
untuk mendefenisikan suatu objek atau wilayah dalam gambar. Untuk ekstraksi fitur
menggunakan metode gray level dimana metode ini untuk menganalisis tingkat abuabu dan metode ekstraksi berbasis tekstur.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Chai, et al (2011), dimana penelitian
ini menganalisa tekstur fraktur tulang menggunakan gray level co occurrence matrix
(GLCM) bones fracture detection. Citra x-ray tulang dikonversi biner dan deteksi tepi
menggunakan Laplacian edge detector, dan kemudian untuk filtering menggunakan
metode median filter. Kemudian analisa tekstur cita fraktur tulang menggunakan

Universitas Sumatera Utara

17

GLCM mean, variance, entropy, homogeneity. Hasil dari analisa tersebut maka citra
X-ray tulang dapat diklasifikasikan tulang normal dan fraktur tulang.
Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Fuadah, 2012) analisis deteksi
fraktur batang (diafisis) pada tulang tibia dan fibula berbasis pengolahan citra digital
dan jaringan saraf tiruan backpropagation. Pada penelitian ini deteksi fraktur pada
tulang tibia dan fibula dalam tiga tahap, yaitu pre-processing citra, ekstraksi ciri
menggunakan algoritma Scanline, dan klasifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan
backpropagation. Total citra yang digunakan adalah 70 citra, 35 citra pada proses
pelatihan dan 35 citra pada proses pengujian. Hasil ekstraksi ciri dari citra latih
menjadi vector ciri yang akan dilatih oleh jaringan saraf tiruan backpropagation.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Kurniawan, F.K, 2014) deteksi
fraktur tulang menggunakan Open cv, pada penelitian ini system dibangun
menggunakan Open cv dikombinasikan dengan metode deteksi tepi Canny. Dimana
deteksi tepi Canny mempunyai keunggulan yang optimal dalam penentuan akhir garis
threshold dan deteksi Canny tersebut dapat menetukan lokasi dari citra X-ray fraktur
tulang.
Tabel 2.1. Penelitian terdahulu
No

Nama

Peneliti

/

Metode

Keterangan

Tahun
1

Mahendran (2011)

metode

segmentasi Segmentasi
citra
dengan
wavelet dan operator menetapkan setiap piksel
menjadi kelompok
morfologi.

2

Chai, et al

Gray

(2011)

occurrence

Level

(GLCM)

3

Fuadah (2012)

Co- Identifikasi fraktur tulang dan
Matrix tulang normal dengan GLCM
mean, variance, entropy,
homogeneity.
Akurasi 86,67%

Scanline Algorithm & Analisis fraktur batang dengan
Akurasi 85%
Backpropagation
neural network

Universitas Sumatera Utara

18

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

4

Kurniawan
(2014)

Deteksi tepi Canny

Deteksi fraktur tulang
menggunakan
openCV
dengan akurasi 66,7%

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah pada
penelitian ini, identifikasi lokasi fraktur menggunakan gabungan metode Canny
sebagai ekstraksi fitur dan algoritma Scanline dalam menentukan titik pusat lokasi
fraktur, dan titik pusat tersebut sebagai acuan dalam menentukan lokasi fraktur.

Universitas Sumatera Utara