Analisis Jaraingan Saraf Tiruan Backpropagation Menggunakan Conjugate Gradient Fletcher Reeves dalam Proses Memprediksi

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Analisis

Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen
konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta
mengatur format-format pemecahan masalah secara keseluruhan yang ada, sehingga
pada akhirnya menjadi sebuah nilai-nilai ekspektasi. (Mirsantoso, et al. 2015).

2.2.

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)

Machine Learning (ML) menawarkan pendekatan alternatif untuk pemodelan prediksi
standar yang mungkin mengatasi keterbatasan saat ini. ML dikembangkan dari studi
pengenalan pola dan perhitungan semua penghasilan (yang disebut `kecerdasan

buatan'). Ini sangat bergantung pada komputer untuk mempelajari semua interaksi
linear dan non linier secara kompleks antara variabel dengan meminimalkan kesalahan
antara hasil prediksi yang diamati. Selain prediksi berpotensi meningkatkan, ML dapat
mengidentifikasi variabel asing, yang tidak mungkin untuk diamati tapi mungkin
disimpulkan melalui variabel lain (Weng F.S, et al. 2017).

2.3.

Backpropagation

Pendekatan jaringan saraf tiruan dapat meniru perilaku yang kompleks dan non-linear
melalui neuron, dan telah banyak digunakan dalam prediksi. Model yang paling
banyak digunakan pada kecerdasan buatan adalah model backpropagation. Ciri khas
backpropagation melibatkan tiga lapisan : lapisan input, dimana data diperkenalkan
ke jaringan; hidden layer, dimana data diproses; dan lapisan output, di mana hasil dari
masukan yang diberikan oleh lapisan input. (Huang D, et al. 2017).
2.3.1. Arsitektur Backpropagation
Algoritma

pembelajaran


Backpropagation

(BPLA)

telah

menjadi

algoritma

pembelajaran yang terkenal di antara Jaringan Saraf Tiruan. Dalam proses
5
Universitas Sumatera Utara

6

pembelajaran, untuk mengurangi akurasi JST, BPLA menggunakan metode pencarian
gradien


yang

layak

untuk

menyesuaikan

bobot

koneksi.

Struktur

JST

Backpropagation ditunjukkan pada Gambar 2. Output setiap neuron adalah gabungan
jumlah neuron pada tingkat sebelumnya yang dikalikan dengan bobotnya yang sesuai.
Nilai input dikonversi ke sinyal output dengan perhitungan fungsi aktivasi. JST
Backpropagation telah diterapkan secara luas dan berhasil dalam berbagai aplikasi,

seperti pengenalan pola, pemilihan lokasi dan evaluasi kinerja

Gambar 2.1. Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Ada beberapa algoritma yang bisa digunakan untuk membuat jaringan saraf
tiruan, namun backpropagation dipilih karena mungkin yang paling mudah untuk
diimplementasikan, sekaligus menjaga efisiensi jaringan. Jaringan Saraf Tiruan (JST)
Backpropagation menggunakan lebih dari satu lapisan masukan (biasanya 3). Masingmasing lapisan ini harus salah satu dari berikut ini:
a)

Input Layer - Lapisan ini menyimpan input untuk jaringan

b) Output Layer - Lapisan ini menyimpan data output, biasanya sebuah Pengenal
input.
c)

Hidden Layer - Lapisan ini ada di antara input layer dan output layer. Mereka
berfungsi sebagai titik apropagasi untuk mengirim data dari lapisan
sebelumnya ke lapisan berikutnya

2.3.2. Jaringan Saraf Backpropagation

Tahapan dalam teknik backpropagation dapat dibagi menjadi dua tahap : Tahap
pengupdatean bobot dan propagasi (perambatan).
6
Universitas Sumatera Utara

7

Tahap 1: Propagasi (Perambatan)
Setiap propagasi melibatkan langkah-langkah berikut:
1. Teruskan propagasi masukan pola pelatihan yang diberikan melalui jaringan
saraf tiruan untuk menghasilkan aktivasi output propagasi.
2. Propagasi balik dari propagasi aktivasi keluaran melalui jaringan saraf
menggunakan target pola pelatihan untuk menghasilkan delta semua
keluaran dan neuron yang tersembunyi.
Tahap 2: Pengupdatean Bobot
Untuk setiap bobot-sinaps:
1. Kalikan masukan aktivasi dan delta output untuk mendapatkan nilai bobot.
2. Bawa bobot ke arah gradien dengan menambahkan perbandingannya dari
berat
Rasio ini berdampak pada kecepatan dan kualitas pembelajaran; Ini disebut

tingkat belajar. Tanda gradien dari suatu bobot menunjuk dimana kesalahan
meningkat; Inilah sebabnya mengapa kelas harus diperbarui dalam arah yang
berlawanan. Tahap 1 dan tahap 2 diulang sampai kinerja jaringan cukup memuaskan.
2.3.3. Fungsi Aktivasi Pada Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
a)

Fungsi Undak Biner ( Hard Limit)
Fungsi undak biner ini biasanya digunakan oleh jaringan lapisan tunggal untuk
menkonversi nilai input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu nilai
output biner (0 atau 1) (Gambar 2.2). Secara matematis, fungsi undak biner
(hard limit) dituliskan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Fungsi aktivasi : Undak Biner (Hard Limit)
b) Fungsi Undak Biner (Threshold)
Fungsi undak biner threshold menggunakan nilai ambang θ sebagai batasnya
(Gambar 2.3).
Secara matematis, fungsi undak biner threshold dituliskan sebagai berikut :

7
Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 2.3. Fungsi aktivasi : Undak Biner (Threshold)
c)

Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)
Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya saja
output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau –1 (Gambar 2.4). Fungsi Symetric
Hard Limit dirumuskan sebagai :

Gambar 2.4. Fungsi aktivasi : Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)
d) Fungsi Bipolar (dengan threshold)
Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner
dengan threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau –1
(Gambar 2.5).
Fungsi bipolar (dengan nilai ambang θ) dirumuskan sebagai :

Gambar 2.5. Fungsi aktivasi : Fungsi Bipolar (Threshold)
e)


Fungsi Linear (identitas)
Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya
(Gambar 2.6). Fungsi linear dirumuskan sebagai : y = x

Gambar 2.6. Fungsi aktivasi : Fungsi Linear (Identitas)
8
Universitas Sumatera Utara

9

f)

Fungsi Saturating Linear
Fungsi ini akan bernilai 0 jika inputnya kurang dari –½,

dan akan

bernilai 1 jika inputnya lebih dari ½. Sedangkan jika nilai input t erletak
antara -½ dan ½, maka output nya akan bernilai sama dengan nilai input

ditambah ½ (Gambar 2.6).
Fungsi saturating linear dirumuskan sebagai :

Gambar 2.7. Fungsi aktivasi : Fungsi Saturating Linear
g) Fungsi Symetric Saturating Linear
Fungsi ini akan bernilai -1 jika inputnya kurang dari -1,

dan akan

bernilai 1 jika inputnya lebih dari 1. Sedangkan jika nilai input terletak antara
-1 dan 1, maka outpunya akan bernilai sama dengan nilai inputnya (Gambar
2.7). Fungsi symetric saturating linear dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.8. Fungsi aktivasi : Fungsi Symetric Saturating Linear
h) Fungsi Sigmoid Biner
Fungsi ini digunakan untuk jaringan saraf yang dilatih dengan menggunakan
metode back propagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0
sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan saraf
yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1.
Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan saraf yang nilai outputnya

0 atau 1 (Gambar 2.8).
Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai berikut :
Dengan
9
Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.9. Fungsi aktivasi : Fungsi Sigmoid Biner
i)

Fungsi Sigmoid Bipolar
Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja
output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1 (Gambar 2.9). Fungsi
sigmoid bipolar dirumuskan sebagai berikut :
Dengan
Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki
range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai
:


atau

dengan

Gambar 2.10. Fungsi aktivasi : Fungsi Sigmoid Bipolar

2.3.4. Mengevaluasi Kinerja Model
Langkah utama yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja teknik machine learning
untuk memprediksi usaha perangkat lunak adalah sebagai berikut :
a)

Sum Squared Error (SSE)
10
Universitas Sumatera Utara

11

Kesalahan jumlah kuadrat didefinisikan sebagai.
(2.1)
Dimana :

b)

Pi

= Perkiraan nilai untuk titik data i;

Ai

= Nilai aktual untuk titik data i;

n

= Jumlah total titik data.

Mean Squared Error (MSE)
Kesalahan kuadrat kuadrat didefinisikan sebagai.
(2.2)
dimana :
Pi

= Perkiraan nilai untuk titik data i;

Ai

= Nilai aktual untuk titik data i;

n

= Jumlah total titik data

c) Root Mean Square Error (RMSE)
Root mean squared error didefinisikan sebagai.
(2.3)
Dimana :
Pi

= Perkiraan nilai untuk titik data i;

Ai

= Nilai aktual untuk titik data i;

N

= Jumlah total titik data.

d) Mean Absolute Error (MAE)
Ukuran kesalahan absolut rata-rata seberapa jauh perkiraan dari nilai
sebenarnya. Ini bisa diterapkan pada dua pasang angka, di mana satu set
"sebenarnya" dan yang lainnya adalah perkiraan perkiraan.
(2.4)
Dimana :
Pi

= Perkiraan nilai untuk titik data i;

Ai

= Nilai aktual untuk titik data i;

N

= Jumlah total titik data.

(Sumijan, et al, 2016)
11
Universitas Sumatera Utara

12

2.4.

Conjugate Gradient

Metode gradien konjugasi nonlinier diterapkan pada masalah optimasi skala besar,
karena keuntungan dari kebutuhan memori rendah dan jumlah perhitungan yang
kurang. Beberapa metode gradien konjugasi, termasuk metode FR (Fletcher Reeves),
metode PRP (Polak Ribiere Polyak), metode CD (Conjugate Descent), DY (Dai
Yuan) dan HS Hestenes Stiefel), tersedia untuk masalah optimasi yang tidak terbatas.
Pertama, mempertimbangkan masalah optimasi tak terbatas berikut :
(2.5)
Dimana f : Rn adalah fungsi terdiferensialkan secara kontinyu yang gradiennya
dilambangkan dengan g, dan x0 menjadi titik awal yang sewenang-wenang. Metode
conjugate gradient biasanya efektif untuk rangkaian solusi akan dihasilkan dengan
bentuk iteratif berikut.
(2.6)
Dimana αx adalah ukuran langkah positif dan diperoleh dengan pencarian garis, dan
dk adalah arah pencarian yang ditentukan oleh :
(2.7)
Dimana βk adalah parameter. Untuk aturan yang berbeda untuk memilih βk, algoritma
berbeda.
Dalam metode gradien konjugasi standar Fletcher Reeves,

, dan

||.|| Singkatan dari norma euclidean vektor. Zoutendijk menganalisis konvergensi
global untuk metode Fletcher Reeves dengan pencarian garis yang tepat.
Al-Baali dan Liu, et al, mengingatkan metode Fletcher Reeves secara global
konvergen dengan pencarian garis Wolfe yang kuat. Yang pertama memenuhi
, yang terakhir memperpanjang hasilnya menjadi

. Pencarian garis

Wolfe yang kuat dinyatakan sebagai:
(2.8)
dan
(2.9)
Kemudian, Zhang et al. mengusulkan metode gradien konjugasi Fletcher Reeves yang
dimodifikasi dengan pencarian garis tipe Armijo. Arah dk memiliki bentuk berikut :

12
Universitas Sumatera Utara

13

(2.10)
Dimana

dan

(2.11)
(2.12)

Berdasarkan metode di atas, kami mengembangkan kelas metode gradien konjugat
Fletcher Reeves termodifikasi, dan membuktikan properti keturunannya yang cukup.
Di bawah kondisi pencarian garis Armijo, kami membuktikan konvergensi global dari
metode yang diajukan. (Li X, et al. 2016)

2.5.

Indeks Harga Konsumen

Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menggambarkan perubahan harga
sekarang (barang/jasa) yang dikonsumsi masyarakat secara umum, guna mengukur
perubahan atau melakukan perbandingan peubah-peubah ekonomi (Handayani K.,
2014). Indeks Harga Konsumen merupakan indeks yang menggambarkan perubahan
harga dari waktu ke waktu, sehingga sangat cocok dianalisis dengan analisis time
series. (Listyowati, et al, 2013).
Indeks harga konsumen (IHK) atau disebut juga dengan Consumer Price Index
(CPI) merupakan ukuran perubahan harga barang/jasa pada periode waktu tertentu,
dan digunakan sebagai salah satu indikator biaya hidup dan pertumbuhan ekonomi.
Penghitungan IHK dibagi menjadi 7 (tujuh) kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok
pengeluaran bahan makanan, kelompok pengeluaran makanan

jadi,

minuman,

rokok, dan tembakau, kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik,vgas, dan bahan
bakar, kelompok pengeluaran sandang, kelompok pengeluaran kesehatan, kelompok
pengeluaran pendidikan, rekreasi dan

olahraga,

serta kelompok pengeluaran

transport, komunikasi dan jasa keuangan. Selain itu kelompok pengeluaran ini juga
dirinci menjadi beberapa subkelompok pengeluaran (Damanik F.F., et al, 2015).
Sebagian besar pengeluaran masyarakat digunakan untuk konsumsi Bahan Makanan
sehingga dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) umum, komoditas Bahan
Makanan memiliki bobot lebih tinggi dibanding sektor IHK lainnya di setiap
kabupaten/kota di Indonesia (Listyowati, et al, 2013).

13
Universitas Sumatera Utara

14

2.6.

Prediksi (Peramalan)

Prediksi (peramalan) adalah usaha menduga atau memperkirakan sesuatu yang akan
terjadi di waktu mendatang dengan memanfaatkan berbagai informasi yang relevan
pada waktu-waktu sebelumnya (historis) melalui suatu metode ilmiah. Tujuan dari
prediksi adalah mendapatkan informasi apa yang akan terjadi di masa datang dengan
probabilitas kejadian terbesar. Metode prediksi dapat dilakukan secara kualitatif
melalui pendapat para pakar atau secara kuantitatif

dengan perhitungan secara

matematis. Salah satu metode prediksi kuantitatif adalah menggunakan analisis deret
waktu (time series) (Nurmahaludin, 2014).
Berdasarkan sifatnya, prediksi (peramalan) terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Peramalan Kualitatif
Peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas pendapat
suatu pihak dan datanya tidak dapat direpresentasikan menjadi suatu nilai atau
angka. Hasil peramalan sangat bergantung pada pendapat orang yang
melakukan peramalan. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut
ditentukan berdasarkan pemikiran, pendapat, pengetahuan, dan pengalaman
penyusunnya.
b) Peramalan Kuantitatif
Peramalan kuantitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif
masa lalu. Data kuantitatif merupakan data yang berupa nilai atau angka. Hasil
peramalan sangat bergantung pada metode peramalan yang digunakan.
(Prakoso T.Y.M., 2015)

14
Universitas Sumatera Utara