T1 802013080 Full text

GAMBARAN PERKEMBANGAN MAHASISWA FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

OLEH
IDA SARLINCE OTEMUSU
802013080

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi.

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

GAMBARAN PERKEMBANGAN MAHASISWA FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA


Ida Sarlince Otemusu
Rudangta Arianti Sembiring

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Adversity
Quotient dan Perkembangan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Satya Wacana, serta perbandingan perkembangan antara mahasiswa angkatan
2013 dan 2016 ditinjau dari teori Chickering’s Seven Vectors. Total sampel dalam
penelitian ini adalah 60 orang mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW dari angkatan
tahun akademik 2013 dan 2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional
dan komparasi, dengan menggunakan skala Chickering’s Seven Vectors yang
dikembangkan oleh peneliti sendiri dan terdiri dari 7 domain perkembangan dan

skala Adversity Response Profile yang dikembangkan oleh Slotz (2000). Teknik
analisa data menggunakan Spearman’s rho dan Mann-Whitney U-test.
Berdasarkan hasil analisa data menggunakan SPSS seri 16.00 for windows,
diperoleh nilai signifikansi pada masing-masing vektor lebih besar dari 0,05 (p >
0,05) yang berarti tidak terdapat korelasi antara Adversity Quotient dengan
perkembangan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW ditinjau dari Chickering’s
Seven Vectors. Hasil pengujian juga menunjukkan U = 260,000, p = 0,025 (p <
0,05), sum of ranks 1360 untuk mahasiswa angkatan 2013 dan 470 untuk

mahasiswa 2016, yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara mahasiswa
angkatan 2013 dan 2016 pada vektor Developing Purpose.
Kata Kunci : Adversity Quotient, Chickering’s Seven Vectors,
Perkembangan Mahasiswa

i

ABSTRACT
This study aims to find correlation between Adversity Quotient and Student
Development also developmental differences between Psychology Student of Satya
Wacana Christian University, based on Chickering Seven Vectors. The sample in

this study are 60 students of Psychology Student. The type of this study are
correlational and comparation used 2 instruments, Chickering’s Seven Vectors
scale developed by researcher and Adversity Response Profile (Slotz, 2000). Data
analysis tools to answer research hypothesis truth are Spearman’s rho correlation
and Mann-Whitney U-test. The results of correlation test which resulted in the
finding that significance value for each vectors are gerater than 0,05 ( p > 0,05)
which means there’s no correlation between Adversity Quotient and Student
Development. In addition, the results of Mann-Whitney U-test is finding that U =
260,000 with a significance of

0.025 ( p < 0.05 ), which means there’s

developmental differences between psychology student in Developing Purpose
Vector.
Keywords : Adversity Quotient, Chickering’s Seven Vectors, Student
Development

ii

PENDAHULUAN

Setiap manusia akan melewati tahapan tertentu di dalam kehidupannya
yang disertai dengan pelaksanaan dan pencapaian akan berbagai tugas
perkembangan pada tahapan yang dimaksud. Dewasa ini, proses transisi dari masa
remaja ke tahapan dewasa dikenal dengan istilah emerging adulthood yang terjadi
dari usia 18 hingga 25 tahun (Arnett dalam Santrock, 2011). Periode ini ditandai
dengan eksplorasi berbagai peran yang akan diambil misalnya akan memasuki
tingkatan pendidikan yang lebih tinggi yakni universitas atau bekerja, ataupun
eksplorasi lainnya seperti gaya hidup seperti apa yang diinginkan, dan pilihan
hidup lainnya.
Dengan memasuki perguruan tinggi, individu memasuki sebuah masa
transisi yang cukup signifikan. Masa ini merupakan transisi majemuk (multiple
transitions) yang melibatkan perubahan di dalam pengaturan kehidupan,

lingkungan akademis, dan jaringan pertemanan, sementara di dalamnya pula harus
ada penyesuaian pada kemandirian serta tanggung jawab yang lebih besar di
dalam kehidupan personal dan pendidikan. Maka dapat dikatakan Perguruan
Tinggi menyediakan berbagai realitas baru yang menggerakan reaksi berbeda bagi
setiap mahasiswa baru (freshman). Kehidupan sebagai mahasiswa menjadi
sesuatu yang menyenangkan dan menantang karena individu lebih merasa dewasa,
punya banyak pilihan terhadap mata kuliah yang ingin diambil, punya lebih

banyak waktu untuk bergaul dengan teman-teman, punya kesempatan yang lebih
besar untuk mengeksplorasi nilai dan gaya hidup yang beragam, menikmati
kebebasan yang lebih besar dari pantauan orang tua, serta tertantang secara
intelektual oleh tugas-tugas akademis (Santrock, 2011).

1

2

Layaknya mata uang yang memiliki dua sisi, transisi dari sekolah
menengah ke perguruan tinggi bukan hanya sebagai sumbangsih positif bagi
pertumbuhan personal di dalam kedewasaannya, tetapi juga menurut Dyson dan
Renk (2006) menyatakan bahwa kehidupan perguruan tinggi yang masih asing
bagi individu menghasilkan tuntutan baru di dalam perkembangan pada bidang
personal security, need for acceptance, need for comfort dan social support. Di

dalam literatur lainnya, Pascarella dan Terenzini (dalam Chickering, 1993)
menggambarkan transisi ini sebagai fenomena culture shock yang melibatkan
pembelajaran kembali yang signifikan pada bidang sosial dan psikososial dalam
menghadapi lingkungan dengan gagasan-gagasan baru, guru dan teman baru yang

bervariasi jika ditinjau dari nilai dan kepercayaan yang dianut, kebebasan dan
kesempatan baru, serta tuntutan akademik, personal dan sosial. Perubahan yang
dramatis ini menuntut mahasiswa baru untuk dapat mengatur kestabilan perilaku
dan pikirannya serta regulasi baru terhadap kompleksitas kehidupan di tahapan
perkembangan yang baru.
Selain tuntutan penyesuaian diri di awal periode perkuliahan, mahasiswa
dewasa ini menghadapi berbagai tantangan yang lebih kompleks sepanjang masa
akademik di universitas. Mahasiswa masa kini harus menyanggupi biaya
perkuliahan yang lebih tinggi, batasan akademis dan persaingan yang lebih ketat.
Hal ini berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis
para mahasiswa seperti yang dilaporkan oleh Novotney (2014) dalam situs resmi
American Psychological Association (APA), bahwa berdasarkan data dari
National College Health Assessment atas pengujian terhadap 125,000 mahasiswa
dari 150 lebih universitas, didapati satu pertiga mahasiswa di Amerika Serikat

3

memiliki kesulitan untuk berfungsi dalam 12 bulan terakhir di tahun 2013, yang
berkaitan dengan depresi, dan kebanyakan dari mereka merasakan kecemasan
yang tidak membuat nyaman selama satu tahun. Menurut data tahun 2011 dari

National Survey of Counseling Center Directors, 91% pengarah konselor
melaporkan adanya sebuah tren mengenai peningkatan jumlah mahasiswa dengan
masalah psikologis dalam taraf menengah (Castillo & Schwartz, 2013).
Dengan adanya tuntutan dan tantangan yang beragam bagi mahasiswa di
lingkungan perguruan tinggi maupun berkaitan dengan prospek lapangan
pekerjaan selanjutnya, mahasiswa mungkin akan lebih berfokus pada tujuantujuan akademis semata dibandingkan pengembangan diri (self-improvement). Hal
ini bertentangan dengan tujuan pendidikan tinggi yang dilaksanakan di Indonesia
yaitu untuk memelihara keseimbangan wacana kehidupan sistem kelembagaan
masyarakat yang hakekatnya berarah ganda menuju kadar intelektual meningkat
dan kedewasaan moral yang memerlukan pendekatan khusus untuk penyelesaian
permasalahannya. Pendidikan tinggi juga diharapkan tidak sekedar proaktif
berpartisipasi dalam pembangunan meterial jangka pendek, namun juga harus
berpegang teguh pada berbagai keyakinan yang secara fundamental memberikan
watak pada misi pendidikan tinggi, yaitu perhatian yang mendalam pada etika dan
moral yang luhur (Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, 2009).
Menurut

Chickering


(1993),

mahasiswa

memang

membutuhkan

keterampilan dasar dalam komunikasi secara tertulis dan lisan, kemampuan
berpikir kritis dan kapasitas untuk memroses informasi, namun semuanya itu
belum cukup kuat. Dalam penambahannya, Chickering berpendapat bahwa

4

mahasiswa membutuhkan kompetensi interpersonal yang cukup, pemahaman
multikultural untuk berfungsi di dalam dunia global yang interdependen,
kepekaan akan identitas diri dan interdependensi yang membuat kita mampu
memberikan apresiasi pada kekuatan lainnya yang berbeda. Berdasar pada
pemahaman demikianlah, Chickering mengembangkan model perkembangan
mahasiswa di sepanjang vektor dalam masa yang dijalani selama berkuliah.

Asumsinya bahwa masing-masing langkah dari yang lebih rendah ke lebih tinggi
membawa kesadaran, kemampuan, kepercayaan diri, kompleksitas, stabilitas dan
integrasi tetapi tidak mengarah pada sebuah kebetulan atau pengembalian intensi
pada dasar yang telah dilewati. Asumsi ini muncul karena dalam penambahan
keterampilan dan kekuatan meliputi vektor-vektor yang dimaksud, yakni
pertumbuhan individu dalam kecakapan, kekuatan dan kemampuan untuk
beradaptasi ketika batasan yang tidak terduga muncul.
Chickering

(1993)

menjelaskan

adanya

tujuh

vektor

di


dalam

perkembangan mahasiswa yaitu (a) Developing Competence yang mencakup tiga
kemampuan yang harus dikembangkan di perkuliahan yakni intellectual
competence, physical dan manual skills serta interpersonal competence. (b)
Managing Emotion yang dimulai saat mahasiswa mempelajari cara yang tepat

untuk melepaskan kejengkelan sebelum meledak, menangani ketakutan sebelum
terhenti, dan menyembuhkan luka emosional sebelum hal tersebut memengaruhi
hubungan lainnya. (c) Moving trough autonomy toward interdependence dimana
mahasiswa belajar untuk berfungsi dengan self-sufficiency yang dimiliki,
mengambil keputusan untuk mengejar tujuan yang telah ditetapkan oleh diri dan
mengurangi pembatasan oleh pendapat orang lain. (d) Developing mature

5

interpersonal relationships yang mencakup toleransi dan apresiasi pada perbedaan

yang dapat dilihat pada konteks intercultural dan interpersonal, serta capacity for

intimacy yang meliputi perubahan kualitas hubungan dengan partner dan teman

dekat.
Perkembangan pada empat vektor awal akan mengkonstruksi tiga vektor
selanjutnya yaitu (a) Establishing Identity adalah proses yang tepatnya meliputi
pertumbuhan kesadaran akan kompetensi, emosi dan nilai, kepercayaan diri untuk
berdiri sendiri dan membangun ikatan dengan orang lain, serta bergerak lebih dari
ketidaktoleranan ke arah keterbukaan dan harga diri. (b) Developing Purpose yang
membutuhkan

perencanaan untuk

aksi

dan seperangkat

prioritas

yang

mengintegrasikan 3 elemen utama yaitu rencana pekerjaan dan aspirasi,
ketertarikan personal, dan komitmen interpersonal serta keluarga. (c) Developing
Integrity mencakup 3 tahapan sekuensial yang bersifat saling melengkapi antara

lain humanizing values-shifting away, personalizing values serta developing
congruence.

Perkembangan sepanjang lima vektor awal memunculkan pertanyaan demi
pertanyaan seperti tentang siapa diri saya dan peran yang dapat saya kerjakan, apa
yang dapat saya lakukan dengan baik, apa yang saya rasakan, bagaimana saya
mengatur dan mengekspresikan perasaan saya, bagaimana saya merespons pada
orang yang berbeda, serta bagaimana saya merasa nyaman dengan tubuh, gender
dan budaya yang saya miliki. Kejelasan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat
menjadi dasar untuk menjawab pertanyaan mengenai arah, tujuan dan nilai
individu sebagai bagian dari dua vektor terakhir. Berkenaan dengan hal itu,
Chickering (1993) menyatakan secara spesifik di dalam pembahasan mengenai

6

vektor Developing Purpose bahwa mahasiswa membutuhkan kemampuan untuk
mengukur ketertarikan dan pilihannya, menetapkan tujuan, membuat keputusan,
serta bertekun atau bertahan sekalipun terdapat rintangan pada proses yang
dijalaninya.
Di dalam menghadapi berbagai rintangan sepanjang vektor-vektor
perkembangannya, mahasiswa memerlukan kemampuan bertahan menghadapi
kesulitan

dan

memperbaiki

respons

mereka

terhadap

kesulitan,

untuk

memperbaiki efektivitas diri sebagai bagian esensial dari tujuan pendidikan di
perguruan tinggi. Orang dengan daya tahan atau Adversity Quotient rendah untuk
terus berjuang karena adanya persepsi pesimis, akan menurunkan ketekunan di
dalam berusaha dan perbaikan diri, cenderung tidak akan mengambil resiko, serta
menurunkan motivasi, kreativitas, produktivitas dan daya saing individu (Stoltz,
2000). Mahasiswa yang melihat dan mempersepsikan berbagai tantangan sebagai
kesulitan yang tidak dapat ditangani, malah akan semakin berada di dalam
tekanan yang lebih besar, atau pun berhenti berusaha. Maka itu, dapat dikatakan
bahwa Adversity Quotient (AQ) memiliki sumbangsih kruisial bagi tahapan
perkembangan mahasiswa sebagaimana digambarkan lewat ketujuh vektor
tersebut.
Penelitian yang mendukung hipotesis tentang hubungan antara AQ dan
perkembangan mahasiswa antara lain yang dilakukan oleh Cerado dan Rivera
(2015) menyatakan bahwa AQ dalam level cukup dapat memengaruhi tingkat
resiliensi dan efektivitas dalam mengatasi masalah atau situasi sulit. Selain itu,
pemahaman yang tepat mengenai level AQ mahasiswa dapat dimanfaatkan oleh

7

tenaga pengajar sebagai sarana dukungan bagi mahasiswa di dalam menghadapi
stresor di dunia kuliah (Hema & Gupta, 2015).
Dengan pemahaman dasar bahwa mahasiswa sejak masuk ke jenjang
perkuliahan hingga tingkatan yang lebih tinggi mengalami perkembangan
kompleks yang mencakup aspek kognitif, psikososial dan moral, maka peneliti
hendak berfokus dalam komparasi angkatan akademik mengenai perkembangan
ditinjau dari vektor-vektor pada mahasiswa baru angkatan 2016 dengan
mahasiswa angkatan 2013 sebagai angkatan senior yang hendak menyelesaikan
studinya. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap
mahasiswa angkatan 2013 dan 2016, didapati fenomena bahwa dalam beberapa
vektor mereka secara umum menyatakan gambaran yang mirip seperti dalam
memastikan identitas diri sebagai kumpulan individu yang bersama-sama
mengalami masa transisi ke kedewasaan dan tujuan utama berkuliah untuk
nantinya dapat memperoleh lapangan pekerjaan yang memuaskan serta kapasitas
penguasaan keterampilan akademis yang rata-rata pada tahap pemahaman.
Mahasiswa angkatan 2013 lebih memperlihatkan gambaran menonjol pada vektor
penguasaan nilai dan emosi, memperlihatkan kemandirian yang lebih matang dan
kepemilikan akan relasi interpersonal yang lebih stabil.
Sekalipun pemahaman tentang perkembangan mahasiswa menjadi poin
penting di dalam memahami keberadaan dan dinamika mahasiswa untuk
menghadapi tahapan dan tuntutan di universitas, serta di lain sisi dapat dipandang
nantinya dapat memberikan sumbangsih positif bagi universitas berkaitan dengan
program pengembangan institusi dan mahasiswa, namun sejauh kajian literatur
yang dilakukan oleh peneliti, studi terkait topik ini dinilai masih sangat minim.

8

Oleh karena itu, peneliti tertarik pada topik mengenai hubungan antara AQ
dengan perkembangan mahasiswa ditinjau dari teori perkembangan oleh
Chickering, serta perbedaan perkembangan antara mahasiswa angkatan 2013
dengan 2016.
Berdasarkan uraian fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
apakah ada hubungan antara Adversity Quotient dan Perkembangan Mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana? Selanjutnya peneliti juga
ingin meneliti apakah terdapat perbedaan perkembangan mahasiswa angkatan
2016 dengan angkatan 2013 ditinjau dari teori Chickering.
METODE PENELITIAN
Partisipan
Dalam penelitian ini partisipan dipilih dengan menggunakan teknik
incidental purposive sampling, yang memiliki kriteria sebagai mahasiswa aktif

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana angkatan tahun akademik
2016 dan 2013. Total partisipan adalah 60 mahasiswa, dengan penjabaran
sebanyak 40 mahasiswa angkatan 2013 dan 20 mahasiswa angkatan 2016.
Pengambilan data penelitian dilakukan selama lima hari yakni dari tanggal 3
hingga 7 Mei 2017.
Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan
tryout pada salah satu instrumen penelitian yaitu skala Perkembangan Mahasiswa

kepada 300 mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (non-partisipan). Proses
tryout sendiri berlangsung selama kurang lebih tiga bulan lamanya pada bulan

Oktober & November 2016, serta April 2017.

9

Instrumen Penelitian
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 instrumen penelitian
berupa

skala

psikologi.

Untuk

mengukur

Adversity

Quotient,

peneliti

menggunakan adversity quotient (AQ) berdasarkan dimensi Stoltz (2000) yang
menjelaskan bahwa AQ terdiri atas empat dimensi yaitu: a) Control; b) Origin
and Ownership; c) Reach; d) Endurance. Untuk mengukur adversity quotient

digunakan skala Adversity Response Profile (ARP). ARP terdiri dari 30
pernyataan dan masing-masing diikuti dua pernyataan sehingga terdapat 60 aitem
yang harus direspon oleh subjek. Reliabilitas alat ukur ini adalah 0,88 dengan
masing-masing perincian internal-consistency reliability sebagai berikut Control =
0,77, Origin dan Ownership = 0,78, Reach = 0,83 dan Endurance = 0,86 (Stoltz
dalam Santos, 2012).
Instrumen lainnya untuk mengukur Perkembangan Mahasiswa dibuat oleh
peneliti sendiri. Instrumen tersebut terdiri atas 45 item untuk mengukur ketujuh
vektor antara lain Developing Competence, Managing Emotions, Moving Through
Autonomy

Toward

Interdependence,

Developing

Mature

Interpersonal

Relationship, Establishing Identity, Developing Purpose, dan Developing
Integrity. Instrumen terdiri atas empat pilihan jawaban yakni Sangat Sesuai (SS),

Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Reliabilitas
masing-masing vektor yaitu Developing competence = 0,600, Managing Emotions
= 0,493, Moving Through Autonomy Toward Interdependence = 0,510,
Developing Mature Interpersonal Relationship = 0,181, Establishing Identity =

0,653, Developing Purpose = 0,451, dan Developing Integrity = 0,483.

10

HASIL ANALISIS DATA
Analisis Deskriptif
Untuk keperluan analisis deskriptif variabel Adversity Quotient dan
Perkembangan Mahasiswa, maka total skor jawaban partisipan dikategorikan
berdasarkan nilai mean dan standar deviasi (SD) sebagai berikut:
Tabel 1
Norma Statistika Deskriptif

Tinggi

(X) > Mean + 0,75SD

Sedang

Mean - 0,75SD ≤ X ≤ Mean + 0,75SD

Rendah

(X) > Mean - 0,75SD

Menurut Riwidikdo (dalam Ritonga, 1997), aturan normatif yang
menggunakan mean dan standar deviasi di atas hanya berlaku untuk kategorisasi
tiga kelas norma. Di bawah ini adalah penjabaran analisa deskripstif untuk
masing-masing variabel yang digunakan di dalam penelitian :
1.

Adversity Quotient

Dari hasil penelitian diperoleh kategorisasi data untuk variabel Adversity
Quotient sebagai berikut:
Tabel 2
Kategorisasi Pengukuran Variabel Adversity Quotient

Interval
X > 200,94
175,36 ≤ X ≤ 200,94
X < 175,36

Kategori

N

Presentase

Tinggi

7

11,67%

Sedang
Rendah

43
10

71,67%
16,66%

Mean

SD

188.15

17,05

11

Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas partisipan memiliki tingkat
AQ dalam kategori sedang sejumlah 43 orang (71,67%). Sementara partisipan
yang memiliki tingkat AQ rendah sebanyak 10 orang (16,66%) sebanyak 7 orang
(11,67%) pada kategori tinggi.
2. Perkembangan Mahasiswa
Dari hasil penelitian, kategorisasi data untuk variabel Perkembangan
Mahasiswa dijabarkan menurut ketujuh vektor menurut Chickering. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat penyebaran kategorisasi data partisipan pada setiap
vektor.
Berdasarkan kategorisasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
mayoritas partisipan berada pada kategori sedang untuk setiap domain variabel
Chickering’s Seven Vectors, dengan rincian yakni sebanyak 40 orang (66,67%) di
domain Developing Competence, 41 orang (68,33%) di domain Managing
Emotion, 47 orang (78,34%) di domain Moving Trough Autonomy Toward
Interdependence, 39 orang (65%) di domain Developing Mature Interpersonal, 40

orang (66,67%) di domain Establishing Identity, 44 orang (73,33%) di domain
Developing Purpose, dan sebanyak 38 orang partisipan (63,33%) pada domain
Developing Integrity.

12

Tabel 3
Kategorisasi Pengukuran Variabel Chickering’s Seven Vectors

Domain

Interval

Kategori

N

X > 25,29
21,86 ≤ X≤ 25,29
X < 21,86

Tinggi
Sedang
Rendah

12
40
8

Presentas
e
20%
66,67%
13,33%

Mean

SD

23,58

2,29

X > 9,25
6,85 ≤ X ≤ 9,25
X < 6,85

Tinggi
Sedang
Rendah

9
41
10

15%
68,33%
16,67%

8,05

1,59

Moving Trough
X > 20,57
Autonomy
17,87≤ X ≤20,57
Toward
X < 17,87
Interdependence

Tinggi
Sedang
Rendah

5
47
8

8,33%
78,34%
13,33%

19,22

1,79

X > 14,83
12,73 ≤ X ≤ 14,83
X < 12,73

Tinggi
Sedang
Rendah

8
39
13

13,33%
65%
21,67%

13,78

1,40

X > 45,34
40,36 ≤ X ≤45,34
X < 40,36

Tinggi
Sedang
Rendah

11
40
9

18,33%
66,67%
15%

42,85

3,32

Developing
Purpose

X > 13,44
10,66 ≤ X ≤ 13,44
X < 10,66

Tinggi
Sedang
Rendah

9
44
7

15%
73,33%
11,67%

12,05

1,85

Developing
Integrity

X > 20,31
17,53 ≤ X ≤ 20,31
X < 17,53

Tinggi
Sedang
Rendah

10
38
12

16,67%
63,33%
20%

18,92

1,85

Developing
Competence

Managing
Emotion

Developing
Mature
Interpersonal
Relationship
Establishing
Identity

Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas pada skala Chickering’s Seven Vectors menghasilkan
reliabilitas untuk ketujuh domainnya masing-masing dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

13

Tabel 4
Reliabilitas Skala Chickering’s Seven Vectors

Domain
Developing Competence
Managing Emotion
Moving trough autonomy toward
interdependence
Developing mature interpersonal
relationships
Establishing Identity
Developing Purpose
Developing Integrity

0,600
0,493
0,510

Item
7 buah
2 buah
6 buah

0,181

1 buah

0,653
0,451
0,483

10 buah
3 buah
3 buah

Alpha Cronbach

Pengujian reliabilitas tersebut menyisakan 32 item dengan penentuan daya
beda item menggunakan bantuan r table sebesar 0.146 ( df =178) dengan item
gugur berjumlah 13 item dari item awal yang berjumlah 45 buah. Dari ketujuh
domain terdapat salah satu domain yakni Developing mature interpersonal
relationships yang memiliki besaran reliabilitas sebesar 0.181, dimana angka ini

menunjukkan daya reliabilitas yang kecil.
Di dalam proses awal tryout instrumen penelitian ini, perlu diakui adanya
pengawasan yang minim terhadap para subjek di dalam pengisian skala, sehingga
ada kemungkinan pada beberapa item yang membingungkan, subjek tidak
memiliki akses untuk bertanya pada peneliti mengenai makna item tersebut. Hal
ini juga kemudian dicurigai menjadi faktor pendukung rendahnya besaran
reliabilitas instrumen pada beberapa domain.
Uji Korelasi
Karena pemilihan subjek menggunakan teknik purposive sampling, maka
uji korelasi yang digunakan adalah Non-parametric Test berupa Spearman-rho
dengan hasil sebagai berikut:

14

Tabel 5
Hasil Uji Korelasi Adversity Quotient dan per domain Chickering’s Seven Vectors

Variabel
r
Signifikansi
N
Y
Developing Competence
0,244
0,061
Managing Emotion
0,121
0,356
Moving Trough Autonomy Toward
0,082
0,533
Adversity Interdependence
60
Quotient Developing Mature Interpersonal
0,139
0,291
Relationships
Establishing Identity
-0,007
0,960
Developing Purpose
0,037
0,780
Developing Integrity
-0,169
0,196
Hasil pengujian korelasi antara AQ dengan per domain dari variabel
X

Chickering’s Seven Vectors menunjukkan tidak adanya hubungan antara AQ
dengan domain Developing Competence, r = 0,244, N = 60, p > 0,05, two tails.
Hasil serupa juga nampak pada uji korelasi AQ dengan enam domain lainnya
yaitu Managing Emotion

(r = 0,121, p > 0,05, two tails), Moving Trough

Autonomy Toward Interdependence (r = 0,082, p > 0,05, two tails), Developing
Mature Interpersonal Relationships (r = 0,139, p > 0,05, two tails), Establishing
Identity (r = -0,007, N = 60, p > 0,05, two tails), Developing Purpose (r = 0,037, p

> 0,05, two tails), dan domain Developing Integrity (r = -0,169, p > 0,05, two
tails).

Uji Komparasi
Uji komparasi dengan menggunakan Mann-Whitney U-test dilakukan
untuk melihat perbedaan antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2016 pada tiap
vektornya. Rangkuman hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

15

Tabel 6:
Rangkuman Hasil Mann-Whitney U-test Variabel Perkembangan Mahasiswa

N = 60
2016
2013
20
40
20
40
20
40

Variabel
Developing Competence
Managing Emotion
Moving trough autonomy
toward interdependence
Developing mature
interpersonal relationships
Establishing Identity
Developing Purpose
Developing Integrity
Berdasarkan

U
335,000
351,500
385,000

Signifikansi
0,301
0,435
0,811

20

40

371,500

0,648

20
20
20

40
40
40

394,000
260,000
390,000

0,925
0,025
0,873

rangkuman hasil data yang diuji menggunakan Mann-

Whitney U -test di atas, dapat disimpulkan bahwa dari 7 vektor, hanya terdapat 1
vektor yang memperlihatkan perbedaan perkembangan yang bersifat signifikan
yaitu vektor Developing Purpose. Hasilnya mengindikasikan perbedaan signifikan
antara mahasiswa angkatan 2013 dan angkatan 2016, U = 260,000, p < 0,05,
dengan Sum of Rank berjumlah 1360 untuk data mahasiswa angkatan 2013 dan
470 untuk mahasiswa angkatan 2016.
PEMBAHASAN
Berdasarkan

penelitian

mengenai

hubungan

antara

AQ

dengan

Chickering’s Seven Vectors, hasil pengujian menunjukkan tidak ada korelasi
antara AQ dengan setiap domain perkembangan mahasiswa Fakultas Psikologi
UKSW ditinjau dari Chickering’s Seven Vectors. Sekalipun terdapat besaran
koefisien korelasi lebih besar dari 0 (r > 0) pada setiap domain, namun karena
tidak signifikan (p > 0,05), maka dinyatakan tidak terdapat korelasi antara kedua
variabel. Azwar (2005) menyatakan bahwa “Tidak signifikan” berarti harga

16

statistik harus diabaikan dan dianggap tidak ada, berapa besarnya pun harga
tersebut.
Walaupun konsep Adversity Quotient terdeskripsikan di dalam salah satu
vektor dari Chickering, sehingga dapat dipandang sebagai faktor yang
memengaruhi kemampuan mahasiswa di dalam berjuang menjalani berbagai tugas
dan tantangan selama kuliah, namun terbukti bahwa tidak terdapat hubungan
antara keduanya. Dengan kata lain, berarti AQ tidak memberikan kontribusi
terhadap perkembangan mahasiswa dan juga bermakna bahwa terdapat faktor lain
yang dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan mahasiswa.
AQ sendiri mungkin tidak langsung berpengaruh pada perkembangan
mahasiswa, tetapi menjadi mediator pada aspek lainnya dalam kehidupan
perkuliahan, seperti yang diajukan oleh Williams (2003) dalam penelitiannya
bahwa AQ merupakan faktor berpengaruh di dalam prestasi mahasiswa lewat
budaya sekolah, self-efficacy dan pengaruh person to person. Penelitian lainnya
seperti yang dilakukan oleh Cerado dan Rivera (2015) menyatakan sumbangsih
AQ pada aspek lain mahasiswa, bahwa AQ dalam level cukup dapat memengaruhi
tingkat resiliensi dan efektivitas mahasiswa dalam mengatasi masalah atau situasi
sulit.
Penelitian mengenai perbedaan perkembangan antara mahasiswa Fakultas
Psikologi UKSW angkatan 2013 dengan angkatan 2016, dilakukan dengan uji
Mann-Whitney pada masing-masing vektor. Enam vektor menghasilkan nilai
signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), hal ini menunjukkan bahwa
secara statistik, mahasiswa/i angkatan 2013 memiliki kondisi perkembangan yang
sama dengan angkatan 2016, pada vektor Developing Competence, Managing

17

Emotion, Moving Trough Autonomy Toward Interdependence, Developing Mature
Interpersonal Relationships, Establishing Identity dan Developing Integrity.

Sedangkan 1 vektor yakni Developing Purpose dengan U = 260,000, p < 0,05
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perkembangan signifikan pada vektor ini
antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2016. Maka hipotesis penelitian yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan perkembangan mahasiswa di tingkatan
yang lebih tinggi, dalam hal ini mahasiswa angkatan 2013 sebagai mahasiswa
tingkat akhir, dengan mahasiswa pada tingkat awal, yang dalam penelitian ini
diambil dari sampel mahasiswa angkatan 2016, terbukti hanya pada vektor
Developing Purpose.

Enam vektor yang tidak menunjukkan perbedaan dapat dideskripsikan
bahwa

mahasiswa

pada

kedua

angkatan

ini

memperlihatkan

kondisi

perkembangan yang setara di dalam pengembangan kompetensi intelektual, fisik
dan interpersonal lewat berbagai aktivitas akademik dan ekstrakulikuler yang
diikuti. Selain itu, mahasiswa memperlihatkan kemampuan pada taraf yang sama
untuk mengatur emosi dan mengintegrasi perasaan serta pikiran, mengembangkan
kemandirian dan kebebasan dari orang lain, menjalin hubungan interpersonal yang
matang dalam setting kesadaran akan toleransi perbedaan dan hubungan yang
intim, menetapkan identitas akan kenyamanan terhadap tubuh, penampilan,
gender, orientasi seksual, diri sosial dan konsep diri, serta kemampuan dalam
vektor yang mengharuskan pengembangan integritas terkait pemikiran dualistik
dan nilai personal.
Sedangkan pada vektor Developing Purpose yang menunjukkan adanya
perbedaan signifikan, dapat dideskripsikan bahwa mahasiswa angkatan 2013

18

memiliki kondisi berikut ini dibandingkan dengan mahasiswa angkatan 2016.
Kondisi yang dimaksud adalah penetapan tujuan pekerjaan yang jelas, memiliki
aktivitas yang fokus dan dapat dipertahankan, dan komitmen interpersonal dan
keluarga yang kuat. Dengan demikian, gambaran perkembangan mahasiswa
angkatan 2016 pada vektor ini berkebalikan dengan angkatan 2013, yakni tujuan
pekerjaan yang belum jelas, ketertarikan personal yang bersifat dangkal dan
menyebar, serta sedikitnya komitmen interpersonal yang berarti (Chickering,
1993).
Jika dipandang dari orientasi teori, mahasiswa angkatan 2013 mampu
menunjukkan angka yang lebih besar pada vektor Developing Purpose karena
telah mengalami perkembangan pada lima vektor sebelumnya, walau tidak
signifikan jika dibandingkan dengan mahasiswa angkatan 2016, sehingga tersedia
fondasi yang baik untuk mengembangkan tujuan, perilaku terarah berkaitan
dengan tujuan yang dimiliki dan komitmen hidup yang ingin dijalani.
Menurut Chickering (1993) terdapat beberapa faktor yang memegang
peranan penting di dalam perkembangan mahasiswa, antara lain (a) tujuan
institusional yang merupakan elemen penting di dalam menetapkan program dan
layanan pendidikan yang konsisten bagi mahasiswa, (b) ukuran institusi yang
memengaruhi aktivitas dan tanggung jawab dari setiap anggota yang
berpartisipasi di dalam institusi pendidikan, termasuk di dalamnya mahasiswa, (c)
hubungan antara mahasiswa dengan fakultas yang intens dan bersahabat dapat
memengaruhi perkembangan mahasiswa di dalam kompetensi intelektual,
perasaan bahwa dirinya berkompeten, kemandirian, tujuan dan integritas. Selain
itu kurikulum yang terpetakan secara jelas mampu memengaruhi berbagai vektor

19

dalam perkembangan mahasiswa. Faktor lain seperti komunitas mahasiswa, dan
persahabatan

serta

program

kemahasiswaan

juga

mampu

memengaruhi

perkembangan mahasiswa antar vektor.
Sekalipun secara teoritis diketahui bahwa faktor-faktor seperti penjelasan
di atas dapat menyebabkan perbedaan perkembangan tiap mahasiswa, namun
dalam penelitian ini muncul probabilitas lain yang memengaruhi variabel
perkembangan mahasiswa. Faktor yang dimaksud adalah alat ukur yang
digunakan, dimana instrumen ini masih memiliki tingkat reliabilitas dan daya
beda item yang berada pada kategori kurang. Faktor alat ukur menjadikan analisa
akan hasil penelitian menjadi terbatas dan belum sepenuhnya dapat diterima
kebenarannya secara keseluruhan. Sehingga peneliti menduga bahwa hasil
penelitian yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara mahasiswa angkatan
2013 dan 2016 lebih besar dipengaruhi oleh faktor penelitian, dalam hal ini alat
ukur dibandingkan faktor teoritis.
Peneliti mengakui bahwa di dalam penelitian ini terdapat beberapa
kekurangan yang kiranya menjadi perhatian untuk penelitian sejenis di masa yang
akan datang, hal itu terkait tingkat reliabilitas dan validitas instrumen penelitian
khususnya untuk variabel perkembangan mahasiswa yang dirasa masih rendah,
selain itu keterbatasan referensi penelitian lainnya juga membuat analisa
penelitian ini menjadi kurang tajam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara AQ dengan
Perkembangan Mahasiswa, diperoleh kesimpulan dari uji korelasi yang

20

menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara AQ dengan
Perkembangan Mahasiswa jika ditinjau dari teori seven vectors oleh Chickering.
Uji komparasi menunjukkan bahwa hasil dari vektor Developing Purpose.
mengindikasikan perbedaan signifikan antara mahasiswa angkatan 2013 dan
angkatan 2016, U = 260,000, p < 0,05, dengan Sum of Rank berjumlah 1360 untuk
data mahasiswa angkatan 2013 dan 470 untuk mahasiswa angkatan 2016.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.

Karena dalam penelitian ini hanya mengangkat salah satu faktor yang
diduga memengaruhi perkembangan mahasiswa yaitu AQ, maka untuk
penelitian berikutnya disarankan dapat berfokus pada eksplorasi faktorfaktor signifikan yang memengaruhi perkembangan mahasiswa jika
ditinjau dari Chickering’s Seven Vectors. Sehingga dapat memberikan
sumbangsih informasi ilmiah bagi instansi pendidikan dan pihak terkait
untuk memperhitungkan hal tersebut di dalam pengembangan mahasiswa.

2.

Peneliti sangat menyarankan adanya penyempurnaan instrumen penelitian
yakni skala Chickering’s Seven Vectors, yang dapat digunakan untuk
penelitian serupa di waktu mendatang. Hal ini perlu menjadi perhatian
mengingat semakin tinggi angka reliabilitas, validitas dan daya beda item,
maka akan berpengaruh pada kredibilitas analisa dalam penelitian.

3.

Instansi pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana secara
khusus Fakultas Psikologi, diharapkan dapat mengembangkan faktor-

21

faktor yang memegang peranan penting di dalam perkembangan
mahasiswa, sehingga setiap lulusannya adalah individu yang matang.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah pengenalan dan pemahaman
mengenai tujuan institusional, analisa mengenai ukuran institusi misalnya
komposisi pengajar dan mahasiswa, hubungan mahasiswa dan fakultas
serta antar mahasiswa dalam komunitas dan kurikulum yang terpetakan
secara jelas
4.

Untuk penelitian sejenis berikutnya, diperlukan eksplorasi lebih banyak
pada referensi yang dapat mendukung khususnya mengenai teori
perkembangan yang diajukan oleh Chickering.

22

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2005). “Signifikan atau sangat signifikan?”. Buletin Psikologi UGM,
13(1), 38-44.
Cerado, E. C. & G. S. Rivera. (2015). “Leader-member exchange in maguindanao
grade schools: the role of behavioral influence tactics and adversity
Quotient.” Journal of Education Research and Behavioral Sciences, 4(11),
281-287.
Castilo, L. G. & S. J. Schwartz. (2013) “Introduction to the special issue on
college student mental health.” Journal of Clinical Psychology, 69(4), 291297. DOI: 10.1002/jclp.21972
Chickering, A. W. & L. Reisser. (1993). (ed.). Education and identity. California:
Jossey-Bass Inc,.
Dyson, R. & K. Renk. (2006). Freshmen adaptation to university life: depressive
symptoms, stress, and coping.” Journal of Clinical Psychology, 62(10),
1231-1244. DOI: 10.1002/jclp.20295.
Hema, G. & S. M. Gupta. (2015). “Adversity quotient for prospective higher
education.” The International Journal of Indian Psychology, 3(2), 49-64.
Kementrian Pendidikan Nasional (2009). Hakekat dan tujuan. Diakses September
15, 2016, dari
http://dikti.kemdiknas.go.id/index.php?option=com_content&view=article
&id=138&Itemid=231.
Novotney, A. (2014). Students under pressure. Monitor on psychology, 45(8).
Diakses dari http://www.apa.org/monitor/2014/09/cover-pressure.aspx.
Ritonga, R. (1997). Statistika untuk penelitian psikologi dan penelitian. Jakarta:
Lembaga.
Santos, M. C. J.(2012). “Assessing the effectiveness of the adapted adversity
quotient program in a special education school.” Journal of Arts, Science
& Commerce, 3(2), 13-23.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development, perkembangan masa-hidup. (Terj.
B. Widyasinta; Ed.Novita J.Sallama). (Cetakan Ketigabelas). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Stoltz, G.P. (2000). Adversity quotient, mengubah hambatan menjadi peluang.
(Alih Bahasa: Hermaya T.) Jakarta: PT. Garasindo.

23

Williams, M. W. (2003). The relationship between principal response to
adverstiy and student achievement. (Tesis). Cardinal Stritch University,
Wisconsin

24