Tafsir Ayat Al Quran Tentang Haji

TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG HAJI

A. Latar Belakang
Haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap muslim
yang merdeka, baligh ,dan mempunyai kemampuan, dalam sekali seumur hidup.
Namun, banyak dari kalangan umum atau masyarakat mulai dari golongan petani,
pedagang, pegawai dan lain sebagainya masih banyak yang belum mengerti
tentang apa yang harus dilakukan dalam melakukan umrah atau haji. Maka
dengan demikian, tidak menjadi masalah jika kita menjelaskan dengan sedikit
pendapat yang di ambil dari beberapa pendapat para imam-imam madzhab yang
telah menjadi suri tauladan dan pegangan untuk di jadikan rujukan bagi kita
kalangan awam. Sehingga, dalam melaksanakan ibadah haji tidak hanya sekedar
pergi begitu saja ke tanah Mekkah dengan menelan biaya jutaan rupiah atau hanya
sekedar nikmatnya mengendarai pesawat terbang atau jalan-jalan di tanah suci
Mekkah-Madinah.
Ibadah haji merupakan ibadah formal kepada Tuhan, maka harus di
lakukan dengan benar sesuai dengan manasiknya dan di jalankan dengan ikhlas
semata-mata karena Allah. Adapun haji dan umrah menurut dasar hukumnya,
menurut dari beberapa ulama, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli tafsir
ahkam , dalam masalah umrah dan haji tersebut. Menurut ulama-ulama Syafi’iyah
dan Hanabilah , yang di pelopori oleh Ali ibnu Umar dan Ibn Abbas hukum umrah

adalah wajib dengan alasan, perintah melakukan haji dan umrah secara itmam.
Menurut ulama’ Malikiyah dan Hanafiyah, umrah itu hukumnya sunnah hal ini di
perkuat dengan dasar hadits At-Tirmidzi “Ada seseorang bertanya kepada
Rasulullah SAW, tentang umroh apakah ia wajib atau tidak? “ Rasulullah
menjawab: “Tidak! Tetapi jika kamu berumrah, itu lebih baik bagimu.
Berdasarkan hadis tersebut sehingga ulama Malikiyah dan Hanafiyah mengatakan
hukum umroh adalah sunnah.

1

B. Dalil-Dalil Tentang Haji
1. Al-Baqarah: 196-197
a. Ayat dan Terjemahan
‫اوا اتتموا الحج و العمرة ل فان احصرتم فماستيسر من الهدي ول تحلقوا رءوسكم حتى‬
‫يبلغ الهدي محله فمن كان منكم مريضا او به اذى منرآسه ففدية من صيام او صدقة او‬
‫نسك فاذا امنتم فمن تمتع بالعمرة الى الحخ فماستيسر من الهدي فمن لم يجد فصيام‬
‫ثلثة ايام فى الحج و سبعة اذا رجعتم تلك عشرة كاملة ذالك لمن لم يكن اهله حاضرى‬
‫( الحج اشهر معلومات‬196) ‫المسجد الحرام واتقوا ال واعلموا ان ال شديد العقاب‬
‫فمن فرض فيهن الحج فل رفث ول فسوق و ل جدال فى الحج و ما تفعلوا من خير يعلمه‬
(197) ‫ال و تزودوا فان خيرالزاد التقوى واتقون ياولى اللباب‬.

Artinya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.
Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu 1
yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum
hadyu sampai di tempat penyembelihan. Jika ada di antara kamu yang
sakit, atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib
berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu
dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum
haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa dalam tiga hari dalam
(musim) haji dan tujuh hari setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh
hari. Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di
sekitar Masjidil Haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah sangat keras hukuman-Nya (196). (Musim) haji itu (pada) bulanbulan yang telah dimaklumi.2 Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji

1 Hadyu adalah hewan yang disembelih sebagai pengganti (dam) pekerjaan wajib haji
yang ditinggalkan, atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di
dalam ibadah haji. (lihat footnote: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Cet. 10,
Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008, hal. 30)
2 Adalah bulan Syawwal, Dzulqaidah dan Dzulhijjah. (lihat footnote: Departemen

Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 31)

2

dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah ia berkata rafats3, berbuat
maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik
yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepadaKu wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.”(197)4
b. Asbabun Nuzul
Sebab turunnya atau asbabun nuzul dari surat Al-Baqarah ayat
196 adalah dari berbagai macam peristiwa, yaitu sebagai berikut:
1) Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian
za’faran menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, apa
yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?”. Maka, turunlah
ayat,…wa atimmul hajja wal ‘umrata lillah… (…dan sempurnakanlah
ibadah haji dan umrah karena Allah…). Kemudian Rasulullah
bertanya: “Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?” Orang
itu menjawab: “Saya, ya Rasulullah”. Selanjutnya Rasulullah
bersabda: “Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah
dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kamu kerjakan

pada waktu haji.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber
dari Shafwan bin Umayyah).
2) Ketika Ka’ab bin ‘Ujrah ditanya tentang firman Allah,…fa fidyatun
min shiyaamin au shadaqatin au nusuk… (…maka wajiblah atasnya
berfidyah, yaitu: puasa atau bersedekah atau berkurban…). Ia
bercerita sebagai berikut: “Ketika sedang melakukan umrah, saya
merasa kepayahan, karena di rambut dan muka saya bertebaran kutu.
Ketika itu, Rasulullah saw melihat aku kepayahan karena penyakit
pada rambutku itu. Maka turunlah ayat tersebut, walaupun khusus
tentang aku, tapi berlaku untuk semua orang. Rasulullah bertanya:
3 Rafats adalah mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi, perbuatan yang tidak
senonoh atau hubungan seksual. (lihat footnote: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, hal. 31)
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 30-31

3

“Apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?” Aku menjawab bahwa
aku tidak memilikinya. Kemudian Rasulullah bersabda: “berpuasalah
kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang

setengah sha’ (satu setengah liter) makanan, dan bercukurlah.”
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ka’ab bin ‘Ujrah).
3) Ketika Rasulallah saw beserta para sahabat berada di Hudaibiyyah
sedang berihram, kaum musyrikan melarang mereka meneruskan
umrah. Salah seorang sahabat, yaitu Ka’ab bin ‘Ujrah, kepalanya
penuh dengan kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu
Rasulullah lewat di depannya, dan melihat Ka’ab kepayahan. Maka
turunlah ayat,…fan man kaana minkum mariidhan au bihii adzan min
ra’sihi fa fidyatun min shiyamin au shadaqatin au nusuk… (jika ada di
antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia
bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: puasa, atau
bersedekah atau berkurban…), lalu Rasulullah bertanya: “Apakah
kutu-kutu itu mengganggu?” kemudian Rasulullah menyuruh agar ia
bercukur dan membayar fidyah. (Diriwayatkan oleh Ahmad yang
bersumber dari Ka’ab).5
Sedang bagi surah Al-Baqarah ayat 197, menurut suatu riwayat
orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa,
dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah ayat,…wa
tazawwadu fa inna khairaz zaadi taqwa… (…berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…).6 (Diriwayatkan oleh

Al-Bukhari dan selainnya, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas).
c. Tafsiran Ayat

5 Anggota IKAPI, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat AlQuran, Cet. 10, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2001), hal. 61-62
6 Yang dimaksud taqwa di sini adalah memelihara diri dari perbuatan yang hina atau
minta-minta selama dalam perjalanan haji. (Anggota IKAPI, Asbabun Nuzul Latar Belakang
Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran, hal. 62)

4

Sebelum masuk pada penafsiran ayat, terlebih dahulu kita akan
membahas sedikit tentang kosa kata yang terdapat pada ayat-ayat
tersebut:
1) ‫حتصمرتتمم‬
‫ ا ت م‬berasal dari kata ‫ حصر‬yang berarti pemboikotan atau
pengepungan.
2) ‫ى‬
‫ ا ال ماهمد ت‬adalah sesuatu yang dipersembahkan ke Baitullah, berupa
berbagai macam hewan seperti sapi, kambing dan unta.
3) ‫ امتحل ل اته‬adalah tempat yang diperbolehkan untuk mempersembahkan

hewan (al-hadyu), yaitu Tanah Suci atau tempat pengepungan dimana
seseorang terkepung.
4) ‫ نسك‬yaitu qurban yang dipersembahkan seorang hamba kepada Allah7
Untuk ayat 196, penafsirannya adalah sebagai berikut: “Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” Laksanakanlah
ibadah haji dan umrah dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syaratsyaratnya, hanya karena Allah semata. Baik secara lahiriah (formalitas)nya dengan menjalankan manasik secara sempurna maupun pada
batiniyahnya, yakni melaksanakan haji dan umrah dengan ikhlas hanya
karena Allah semata, bukan dengan maksud untuk menyombongkan diri
atau sekedar mencari popularitas. “Jika kamu terkepung (terhalang oleh
musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat”. Jika kamu terhalang untuk menyempurnakan ibadah haji dan
umrah, disebabkan sakit atau musuh, sedangkan kamu menghendaki
tahallul, maka wajib bagimu menyembelih hewan yang mudah kamu
dapatkan : seperti unta, sapi atau kambing. Namun, apabila kamu tidak
memiliki kambing, maka dapat digantikan dengan membeli makanan
yang seharga kambing untuk disedekahkan. Jika tidak bisa juga, maka

7 Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafawatut Tafasir, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2011), hal. 257

5


bisa dengan berpuasa satu hari untuk tiap-tiap mud makanan (sekitar 2,5
kg beras).8
“Dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban
sampai ditempat penyembelihannya,” janganlah kamu melakukan
tahallul dari ihram dengan mencukur rambut sebelum qurban sampai
pada tempat penyembelihannya, yaitu Tanah Suci atau tempat
pengepungan. “Jika ada diantaramu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu:
berpuasa atau bersedekah atau berkorban,” barangsiapa di antara kamu,
wahai orang-orang yang berihram, sedang menderita sakit yang menjadi
bahaya apabila dicukur rambutnya, atau ada gangguan di kepalanya
seperti kutu kepala, lalu dia mencukur rambutnya, maka wajiblah
baginya fidyah: yaitu boleh berpuasa tiga hari, atau bersedekah dengan
tiga sha’ kepada enam orang miskin, atau menyembelih hewan korban
minimal menyembelih kambing.
“Apabila kamu telah (merasa) aman,” sejak pertama kamu
merasa aman, atau setelah dikepung kamu menjadi aman. “Maka bagi
siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji),
(wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat,” barangsiapa

berumrah di bulan haji, dan bersenang-senang (tamattu’) seperti orang
bersenang-senang di luar berihram, yaitu dengan memakai wangiwangian dan menggauli istri-istrinya, maka wajib baginya menyembelih
kurban yang mudah didapatkan: yaitu menyembelih kambing sebagai
rasa syukur kepada Allah.
“Tetapi jika ia tidak menemukan (bintang korban atau tidak
mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali,” barangsiapa yang tidak
mampu membayar harga kurban, maka wajib baginya berpuasa sepuluh
hari, tiga hari dilakukan di dalam masa haji dan tujuh hari ketika kembali
8 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Quranul Karim An-Nuur 1, Cet.
2, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 321-322

6

ke tanah airnya. “Itulah sepuluh (hari) yang sempurna,” sepuluh hari
yang sempurna sebagai ganti menyembelih, dan pahalanya seperti pahala
menyembelih tanpa dikurangi.
“Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang
yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orangorang yang bukan penduduk kota Mekah).” Tamattu dan membayar
fidyah (berkorban) dikhususkan untuk selain penduduk Makkah.

Sedangkan bagi penduduk Makkah, mereka tidak diwajibkan tamattu’,
dan tidak ada pula berkorban, “Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” Takutlah kepada
Allah

dengan

mengerjakan

perintah-perintah-Nya

dan

menjauhi

larangan-larangan-Nya, dan ketauilah bahwa siksaan-Nya sangatlahlah
keras bagi orang yang menentang perintah-Nya.9
Selanjutnya adalah penafsiran dari ayat 197, yaitu: “Musim haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” Nash ini telah jelas
menunjukkan bahwa haji memiliki waktu yang tertentu. Dan waktunya

itu adalah beberapa bulan yang sudah dimaklumi yaitu, Syawwal,
Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Dengan demikian,
tidak sah melakukan ihram haji kecuali pada bulan-bulan ini meskipun
sebagian pendapat menganggapnya sah berdasarkan sunnah yang ada.
Barangsiapa

yang

telah

menetapkan

niatnya

hendak

mengerjakan haji pada bulan-bulan yang sudah dimaklumi itu dengan
mengerjakan ihram, “Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan
bertengkar dalam melakukan ibadah haji.” Yang dimaksud dengan rafats
di sini ialah menyebut-nyebut jima’10 dan segala hal yang dapat
menimbulkan rangsangan, baik secara mutlak maupun di hadapan
perempuan. Jidal adalah berbantah-bantahan atau bertengkar sehingga
yang satu marah kepada yang lain. Fusuq adalah melakukan kemaksiatan
baik besar maupun kecil.
9 Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir, Cet. 1, hal. 245-249
10 Perkumpulan antara laki-laki dan perempuan (hubungan seksual)

7

Sesudah dilarangnya melakukan perbuatan yang buruk, maka
didoronglah mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik,
“Apa yang kamu kerjakan merupakan kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya.” Cukup kiranya di dalam perasaan seorang mukmin
kalau dia mengingat bahwa Allah mengetahui dan melihat kebaikan yang
dilakukannya. Hal ini menjadi pendorong baginya untuk mengerjakan
kebaikan karena Allah melihat dan mengetahuinya.
Selanjutnya Allah memerintahkan untuk berbekal, “Bawalah
bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan
bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal
sehat.” Yang dimaksud bekal di sini adalah takwa. Takwa merupakan
bekal hati dan ruh, yang dengannya ia menjadi kuat, bersinar, dan
bercahaya serta dapat mencapai tujuan dan keselamatan.11
2. Ali-Imran: 96-97
a. Ayat dan Terjemahannya
‫( فيه ايت بينت مقام‬96) ‫ان اول بيت وضع للناس للذي ببكة مبركا وهدى للعلمين‬
‫ابراهيم و من دخله كان امينا و ل على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيل و من‬
(97) ‫كفر فان ل غني عن العلمين‬
Artinya:
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk
manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi seluruh (96). Di sana terdapat tanda-tanda yang
jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya
(Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap
Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orangorang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa

11 Sayyid Quthb (diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk), Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 1,
Cet. 5, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 233-234

8

mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam (97).”12
b. Asbabun Nuzul
Dari beberapa referensi yang ada, asbabun nuzul dari surah AliImran ayat 96 tidak ditemukan. Namun, ada riwayat yang menyatakan
ayat yang berbunyi “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang
dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah),”
turun untuk membantah pendapat Ahli Kitab yang menyatakan bahwa
rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh
karena itu Allah menurunkan ayat ini.13
Sedang asbabun nuzul dari ayat selanjutnya yaitu ayat 97 dari
surah Ali-Imran, dalam suatu riwayat dikemukakan oleh Sa’id bin
Manshur yang bersumber dari ‘Ikrimah, ketika turun surah Ali-Imran
ayat 85, berkatalah kaum Yahudi: “Sebenarnya kami ini muslim.”
Bersabdalah Rasulullah saw kepada mereka: “Allah telah mewajibkan
atas kaum muslimin naik haji ke Baitullah.” Mereka berkata: “(Ibadah
haji) tidak diwajibkan kepada kami.” Mereka menolak menjalankan
ibdah haji. Maka turunlah ayat 97 dari surah Ali-Imran ini yang
menegaskan kewajiban haji bagi seorang muslim, sedang yang menolak
melaksanakannya adalah kafir.14
c. Tafsiran Ayat
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk
(tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah),”
masjid pertama yang dibangun di bumi untuk beribadah kepada Allah
adalah Masjidil Haram yang berada di Makkah. Baitullah dibangun oleh
Nabi Ibrahim beserta anaknya Isma’il. Sesudah beberapa abad lamanya,
barulah Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis) dibangun oleh Nabi Sulaiman
12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 62
13 Lihat footnote: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 62
14 A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, Cet. 1, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 164

9

pada tahun 1005 sebelum masehi.15 “Yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia,” dibangun untuk memberi keberkahan
melimpah kepada jamaah haji dan umrah, dan sebagai sumber cahaya
dan petunjuk bagi penduduk bumi, karena Ka’bah adalah kiblat mereka.
Kemudian Allah menerangkan keistimewaan-keistimewaan
yang ada pada Masjidil Haram dibandingkan masjid-masjid lain di dunia.
Allah berfirman, “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata,”
(diantaranya) maqam Ibrahim.” Maksudnya ialah, padanya terdapat
tanda-tanda jelas dan banyak yang menunjukkan atas kemuliaan dan
keistimewaannya dibandingkan dengan semua masjid yang lain.
Diantaranya tanda-tanda itu adalah: “maqam Ibrahim” yang merupakan
tempat berdiri Nabi Ibrahim ketika meninggikan Ka’bah. Lalu air
Zamzam, Bukit Shafa-Marwa, dan Hajar Aswad. Tidakkah cukup semua
itu menjadi bukti kemuliaan Ka’bah, sehingga dijadikan kiblat bagi orang
Islam?
“Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia,” ayat ini
menerangkan bahwasanya, orang-orang yang memasuki Tanah Haram
(Mekkah dan Madinah) maka amanlah ia. Hal ini berdasarkan pada do’a
Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan Kami, jadikanlah negeri ini aman.” “Dan (di
antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah
haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana,” telah jelas dikatakan di sini bahwa menunaikan
ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap muslim. Namun, telah
dijelaskan pula pada ayat ini, bahwa orang-orang yang tidak mampu
menunaikan haji tersebut bagi mereka tidak ada kewajiban untuk berhaji.
“Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah
bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
Dan barangsiapa yang meninggalkan haji, maka sesungguhnya Allah
Maha Besar lagi Maha Kuasa, Allah tidak akan merugi jikalau mereka
15 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Loc.Cit, hal. 643

10

mengingkari ataupun enggan menunaikan haji, padahal mereka mampu
untuk mengerjakannya. Mereka yang tidak mau mengerjakan haji,
sedang Allah memberikan kepada mereka harta yang melimpah serta
kesehatan yang banyak, maka merekalah yang akan merugi dan bukan
Allah. Ibnu Abbas berkata, “Barangsiapa mengingkari kewajiban haji,
maka sungguh dia telah kafir, dan Allah tidak memerlukannya.16
3. Al-Hajj: 27-29
a. Ayat dan Terjemahannya
(27) ‫و اذن فى الناس با الحج يأتوك رجال و على كل ضامر يآتين من كل فج عميق‬
‫ليشهدوا منافع لهم و يذكروا اسم ال فى ايام معلومات على ما رزقهم من بهيمة النعام‬
‫( ثم ليقضوا تفثهم و ليوفوا نذورهم و ليطوفوا با‬28) ‫فكلوا منها و اطعموا البائس الفقير‬
(29) ‫لبيت العتيق‬
Artinya:
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka
akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap
unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh (27).
Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar
mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan 17
atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka
makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara dan fakir (28). Kemudian, hendaklah mereka
menghilangkan kotoran18 (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan
nazar-nazar mereka dan melakukan thawaf sekeliling rumah tua
(Baitullah) (29).”19

16 Sayyid Quthb (diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk), Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 2,
hal. 163-164
17 Hari raya haji Tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. (lihat footnote:
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 335)
18 Yang dimaksud dengan “menghilangkan kotoran” adalah memotong rambut,
memotong kuku dan sebagainya. (lihat footnote: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, hal. 335)
19 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 335

11

b. Tafsiran Ayat
Sebelum membahas tafsir dari ayat di atas, akan lebih baik jika
kita membahas kosa kata terlebih dahulu, dan beberapa kosa kata yang
dapat membantu dalam menafsirkan ayat di atas ialah:
1) ‫ فج‬adalah jalan pegunungan, namun yang dimaksud di sini ialah
segala penjuru yang ada di dunia
2) ‫ بهيمة‬memiliki arti hewan atau binatang ternak
3) ‫ العتيق‬berarti tua atau kuno, dan kata ini berasal dari kata ‫ عتق‬yang
artinya menjadi tua
Untuk tafsir ayat 27 secara global adalah ayat tersebut
memerintahkan kepada Rasul untuk menyampaikan kepada manusia
untuk mengerjakan ibadah haji dan mengajak manusia kepadanya. Untuk
menyampaikan kepada yang jauh dan yang dekat tentang kewajiban dan
keutamaannya. Sebab jika tidak mengajak mereka, maka mereka
mendatangimu dalam keadaan menunaikan haji dan umrah, dengan
berjalan di atas kaki mereka karena perasaan rindu, dan di atas unta yang
melintasi padang pasir dan sahara serta meneruskan perjalanan hingga
menuju tempat yang paling mulia, dari setiap tempat yang jauh.
Hal ini telah dilakukan oleh Al-Khalil (Nabi Ibrahim)
‘alaihissalam, kemudian oleh anak keturunannya yaitu Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Keduanya mengajak manusia untuk
menunaikan

haji

di

rumah

ini.

Keduanya

menampakkan

dan

mengulanginya. Dan telah tercapai apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala
janjikan kepadanya. Manusia mendatanginya dengan berjalan kaki dan
berkendaraan dari belahan timur dan barat bumi. Allah Subhanahu wa
Ta'ala lalu menyebutkan beberapa faedah menziarahi Baitullah AlHaram, dalam rangka mendorong pengamalannya.
Kemudian, tafsir global ayat selanjutnya yaitu ayat 28 adalah
agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka, dengan

12

mendapatkan berbagai manfaat dari sisi agama di Baitullah berupa
ibadah yang mulia. Ibadah yang tidak didapatkan kecuali di tempat
tersebut. Demikian pula berbagai manfaat duniawi berupa mencari
penghasilan dan didapatnya berbagai keuntungan duniawi. Ini semua
merupakan perkara yang dapat disaksikan. Semua mengetahui hal ini.
Dan agar mereka menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala
pada hari-hari yang tertentu atas apa yang (Allah Subhanahu wa Ta'ala)
telah rizkikan kepada mereka berupa hewan ternak. Ini merupakan
manfaat agama dan duniawi. Maknanya, agar mereka menyebut nama
Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika menyembelih sembelihan kurban
sebagai tanda syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas rizki yang
Dia limpahkan dan mudahkan untuk mereka. Dan jika kalian telah
menyembelihnya, maka makanlah darinya dan berilah makan kepada
orang yang sangat miskin.
Kemudian hendaknya mereka menyelesaikan manasik haji dan
menghilangkan kotoran serta gangguan yang melekat pada diri mereka
selama ihram. Hendaklah mereka juga menunaikan nadzar yang mereka
wajibkan atas diri mereka berupa haji, umrah, dan sembelihan.
Hendaklah mereka thawaf di rumah tua (Ka’bah), masjid yang
paling mulia secara mutlak, yang diselamatkan dari kekuasaan orangorang yang angkuh. Ini adalah perintah untuk thawaf secara khusus
setelah disebutkan perintah untuk bermanasik haji secara umum, karena
keutamaan (thawaf) tersebut, kemuliaannya, dan karena thawaf adalah
tujuan. Sedangkan yang sebelumnya adalah sarana menuju (thawaf)
tersebut.20 Dan inilah tafsir dari ayat 29 yang kesemuanya membahas
tentang haji.
4. Haji

20 Al-Mahalli & As-suyuti, Terjemah Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algresindo,
2011)

13

Kata Haji berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara
bahasa dan istilah. Dari segi bahasa berarti menyengaja. Sedang dari segi
istilah, haji berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan
ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk
memenuhi perintah Allah SWT.21 Hukum asal dari melaksanakan haji
sendiri adalah wajib atau fardhu ‘ain, yaitu sesuatu yang harus dilakukan
secara individual. Namun, hukum tersebut dapat berubah dengan melihat
pada kondisi dari individu itu sendiri. Misalnya saja orang yang tidak
mampu melaksanakannya dikarenakan ketiadaan biaya, maka baginya tidak
diwajibkan untuk berhaji.
Haji, seyogianya hanya diwajibkan untuk melaksanakannya sekali
seumur hidup. Namun pada kenyataannya saat ini, banyak yang
mengerjakan haji lebih dari sekali, hal ini tidak dilarang dan tidak pula
dipersalahkan, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain. Karena
seiring

berkembangnya

zaman,

maka

semakin

bertambah

pulalah

masyarakatnya, yang mana hal ini menyebabakan jumlah masyarakat yang
hendak melaksanakan hajipun bertambah. Jika dilihat dari masalah ini,
maka cukuplah mengerjakan haji sekali seumur hidup.
Adapun dari syarat-syarat haji adalah: islam, berakal, baligh,
memiliki kemampuan perbekalan dan kendaraan dan merdeka. Sedang
rukun-rukunnya adalah: ihram yang disertai dengan niat, wukuf di tanah
arafah, thawaf di Baitullah (Ka’bah) sebanyak 7 kali putaran, sa’i antara
shafa dan marwa sebanyak 7 kali.22
Dan macam-macam haji terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Haji Ifrad
Melaksanakan ibadah haji dulu secara tersendiri, kemudian
melakukan ibadah umrah,

secara tersendiri pula. Jama’ah haji yang

21 Abd. Aziz, Fiqih, (Semarang: Wicaksana,1991), hal. 25
22 Imron Abu Bakar, Terjemah Fat-hul Qarib Jilid 1, (Kudus: Menara kudus), hal. 200201

14

melaksanakan haji ifrad disebut “ mufrid ” dan tidak perlu membayar
dam (denda). Adapun pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1) Di miqat makani (batasan tempat), seseorang yang akan melaksanakan
persiapan ihram (mandi, memakai wangi-wangian dan pakaian ihram),
lalu mengucapkan niat ihram untuk haji dengan kalimat:
2) Setibanya di Makkah, setelah istirahat di maktab, hendaklah ke
Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf qudum (thawaf selamat
datang). Thawaf qudum ini boleh di sambung dengan sa’i dan boleh
juga tidak.
3) Pada tanggal 8 Dhul hijjah berangkat menuju ke Arafah untuk
persiapan wukuf. Ada yang singgah dulu di Mina untuk bermalam
dulu. Wukuf di Arafah dimulai setelah tergelincirnya matahari pada 9
Dzul hijjah.
4) Dilanjutkan ke Musdalifah untuk mabit. Di Musdalifah bermalam
(mabit) walau sebentar dan mengambil kerikil sebanyak 49-70 butir
untuk persiapan melempar jumrah. Setelah tengah malam perjalanan
dilanjukan ke Mina.
5) Pada tanggal 10 Dzul hijjah melempar jumrah aqobah dengan 7
kerikil. Dilanjutkan mencukur atau memotong rambut dengan niat
tahallul.
6) Kembali ke Makkah untuk melakukan thawaf ifadlah diteruskan
dengan sa’i. kemudian bertahalul stani.
7) Kembali ke Mina untuk mabit dan melempar 3 jumrah, yaitu jumrah
ula, wustha dan aqabah yang masing-masing 7 buah kerikil. Waktunya
sejak tergelincir matahari pada tanggal 11,12 Dzul hijjah.
8) Kemudian diteruskan dengan melakukan umrah dengan urutan:
Berangkat menuju miqat makani (tan’im, ji’ranah, atau hudaibiyah)
dengan pesiapan ihram dari makkah serelah sampai di miqat, sholat 2

15

rakaat dan dilanjutkan niat ihram umrah. Seterusnya kembali ke
Makkah dan menuju ke Masjidil Haram untuk melakukan thawaf dan
sa’i lalu mencukur dengan niat tahallul.
b. Haji Tamattu’
Tamattu’ berarti “bersenang-senang” dalam beberapa waktu di
antara waktu sesudah umrah sampai waktu mengerjakan haji. Cara haji
seperti ini diwajibkan membayar dam (denda). Dan pengertian haji
tamattu’ sendiri ialah umrah secara tersendiri setelah selesai kemudian
baru mengerjakan haji secara tersendiri pula. Adapun pelaksanaannya
sama dengan haji ifrad hanya niat ihramnya untuk umrah dengan kalimat:
Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah mengucapkan niat ihram
untuk haji
c. Haji Qiran
Haji Qiran ialah melakukan haji sekaligus bersamaan dengan
umrah.23 Jama’ah haji yang melaksanakan haji Qiran di sebut “Qaarin”
dan wajib membayar dam (denda). Sedang pelaksanaanya sama dengan
mengucapkan niat untuk haji dan umrah dengan kalimat:
Dari segala yang telah kita ketahui tantang haji, kita juga harus
mengetahui apa sebenarnya hikmah yang akan kita dapatkan dari
menjalankan haji tersebut, dan hikmah tersebut antara lain adalah:
a. Ibadah haji mendidik setiap orang memiliki kepatuhan dan kepasrahan
(tawakal) kepada Allah. Sarana pendidikan keikhlasan karena niat, sikap
dan perbuatan yang dilakukan harus semata-mata karena Allah. Dan
melatih kesabaran merupakan sikap yang harus ditampilkan selama
menunaikan ibadah haji, sebagai penghayatan atas keserderhanaan,
kesopanan dan kemurnian hati.
b. Ibadah haji merupakan sarana pertemuan umat islam sedunia dari
berbagai macam tingkat kehidupan, kelas, jabatan dan profesi. Selama
23 Imron Abu Bakar, Terjemah Fat-hul Qarib Jilid 1, hal. 206

16

berkumpul di Makkah, mereka saling mengenal, saling membantu dan
saling menasehati baik yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
spiritual maupun material.
c. Persamaan antara sesama manusia sebagai hamba Allah. Ketika
berkumpul di padang Arafah dan di Mina, ketika melontar jumrah,
thowaf dan sa’i dengan pakaian ihram, nyaris tidak diketahui dan bahkan
menggugurkan segala norma yang membedakan diantara mereka.
d. Kepedulian terhadap sesame. Ibadah haji dapat menyuburkan semangat
berkorban dan jiwa solidaritas sesama manusia. Harus selalu tabah dalam
menghadapi segala bentuk kesulitan dan menerima segala sesuatu yang
tidak disukainya.
e. Meneladani sejarah perjuangan para Nabi dan Rasul Allah, terutama nabi
Ibrahim a.s. yang dikenal sebagai penjunjung dan pembangun Ka’bah di
Makkah.24

C. KESIMPULAN
24 http://Tugz and Materi/about hukum/hukum islam/Makalah Haji LaTahzan.htm

17

1. Jadi, penafsiran dari ayat Al-Baqarah ayat 196-197 menjelaskan tentang
penyempurnaan

rukun-rukun

islam

dengan

haji

dan

diberikannya

keringanan bagi yang sakit atau dalam keadaan yang sulit maka baginya
dapat membayar fidyah dengan bersedekah, berkorban atau berpuasa. Serta
penentuan waktu diperbolehkannya melaksanakan haji.
2. Penafsiran ayat Ali-Imran ayat 96-97 ialah menerangkan tentang Baitullah
adalah tempat yang suci yang mana dijadikan sebagai tempat berkumpulnya
umat muslim sedunia dan menjadi kiblat untuk seluruh muslim.
3. Surah Al-Hajj ayat 27-29 menjelaskan tentang kewajiban berhaji serta tata
cara dalam berhaji berjalan kaki, manfaat untuk mereka dan agar mereka
menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki
yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak

DAFTAR PUSTAKA

18

Abd. Aziz. 1991. Fiqih. Semarang: Wicaksana
Anggota IKAPI. 2001. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya AyatAyat Al-Quran. Bandung: CV Penerbit Diponegoro
A. Mudjab Mahali. 2002. Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Al-Mahalli & As-suyuti. 2011. Terjemah Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru
Algresindo
Abdulmalik Abdulkarim Amrullah. 2003. Tafsir Al-Azhar Jilid 2. Singapura:
Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Departemen Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV
Penerbit Diponegoro
Imron Abu Bakar. Terjemah Fat-hul Qarib Jilid 1. Kudus: Menara kudus
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni. 2011. Shafawatut Tafasir. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
Sayyid Quthb (diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk). 2006. Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an Jilid 1. Jakarta: Gema Insani
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. 2000. Tafsir Al-Quranul Karim AnNuur 1. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
http://Tugz and Materi/about hukum/hukum islam/Makalah Haji La-Tahzan.htm

19