Perancangan Alat Ukur Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Menggunakan Prinsip Penyerapan Medan Listrik Yang Dikarakterisasi Terhadap Bilangan Peroksida

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Medan Listrik

2.1.1. Definisi Umum Gelombang
Menurut fisika klasik, gelombang adalah gangguan medium yang terus menerus
yang merambat dengan bentuk yang tetap dengan kecepatan yang konstan. Dalam
gejala penyerapan gelombang akan mengalami pengurangan ukuran saat bergerak,
apabila mediumnya bersifat dispersif atau bersifat penghambur, maka frekuensi
berbeda akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pula, dalam dua ataupun
tiga dimensi dan amplitudo gelombang tersebut akan berkurang selama
penyebaran (Griffiths, 1999). Tidak seperti gelombang pada kawat atau
gelombang suara dalam sebuah cairan, gelombang elektromagnetik tidak
memerlukan bahan sebagai

medium perambatannya.


Dalam gelombang

elektromagnetik medan magnet ( ⃗) yang bervariasi dengan waktu (bergerak)

menjadi sumber medan listrik ( ⃗) dan interaksi waktu terhadap medan listrik

menjadi sumber terbentuknya medan magnet. Sehingga medan magnet ( ⃗) dan
medan listrik ( ⃗) dapat menopang satu sama lain, membentuk gelombang
elektromagnetik yang merambat melalui ruang hampa (Young & Freedman,

2008). Gelombang elektromagnetik dijelaskan dalam persamaan Maxwell.

= −

=

+

( . )


=

=

Universitas Sumatera Utara

7

2.2.

Interaksi Medan Listrik Pada Material Dielektrik

Telah diketahui bahwa minyak makan atau minyak goreng merupakan suatu
bahan isolator atau disebut juga bahan dielektrik. Sehingga potensial listrik tidak
dapat dengan mudah melewati lapisan dielektrik ini. Bahan dielektrik merupakan
isolator yang baik.
Dalam bahan dielektrik meskipun tidak terdapat arus yang mengalir secara
langsung namun istimewanya adalah terjadinya molekul material dielektrik akan
mengalami polarisasi saat menerima medan listrik. Dapat dianggap terdapat N

dipol pada setiap kubik bahan dielektrik. Dalam interval waktu dt terjadi
perubahan polarisasi p ke p+dp, dp adalah perubahan polarisasi yang sangat kecil.
Perubahan makroskopis dari densitas polarisasi P berubah dari P = Np ke P+dP =
N (p + dp). Anggap perubahan dp adalah efek dari perpindahan muatan q dalam
jarak ds didalam setiap atom = q ds = dp, sehingga selama selang waktu dt
terbentuklah awan muatan yang memiliki densitas P= Nq , yang bergerak dengan
kecepatan v = ds/dt. Hal ini adalah arus konduksi yang terjadi pada suatu bahan
dielektrik dengan densitas yang jelas dan memiliki satuan esu/sec-cm2, maka
dapat dirumuskan menjadi:

=

=

=

=

( . )


dan didapat suatu hubungan :
=

( . )

Sehingga dapat didefinisikan bahwa perubahan densitas polarisasi P adalah arus
konduksi yang terjadi.
Berdasarkan persamaan 2. 1, maka:
=
=

=

+
+

( . )

Universitas Sumatera Utara


8

Yang membedakan bahan konduktif dan dielektrik terdapat pada densitas
arus J, dielektrik tidak sepenuhnya terbebas dari muatan, namun juga terdapat
bagian yang meiliki muatan, sehingga persamaan 2.4 menjadi:

+

=

+

( . )

dalam medium dielektrik berlaku:
+

maka persamaan 2.5 menjadi :

=


=

( . )

+

( . )

disebut juga perpindahan arus (displacement current= D) , sehingga dari
persamaan ini maka terbuktilah bahwasanya arus dapat mengalir melalui bahan
dielektrik jika terdapat medan listrik dan persamaan menjadi :

=

+

( . )

Setiap bahan dielektrik memiliki konstanta dielektrik lebih besar dari 1.

Karena 1 adalah konstanta dielektrik ruang hampa. Keberadaan dielektrik dapat
mengurangi kapasitansi dibawah 1 hanya pada kapasitor kosong saja jika
elektronnya berpindah, ketika medan listrik digunakan, pada arah yang
berlawanan terhadap resultan gaya. Untuk medan listrik yang berosilasi, dengan
jalan ini, sejumlah prilaku akan bukan tidak mungkin. Tetapi untuk medan listrik
yang tetap, maka cara itu tidak berlaku. Berikut adalah tabel beberapa konstanta
dielektrik bahan.

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 2.1. Konstanta dielektrik beberapa bahan yang sering dijumpai
Bahan

Fasa
Gas, 0 C, 1 atm
Gas, 0 oC, 1 atm
Gas, 0 oC, 1 atm
Gas, 110 oC, 1 atm

Liquid, 20 oC
Liquid, 20 oC
Liquid, 20 oC
Liquid, -34 oC
Liquid, 20 oC
Solid, 20 oC
Solid, 20 oC
Solid, 20 oC
Solid, 20 oC
Solid, 20 oC
Solid, 20 oC
Solid, 20 oC
o

Udara
Metana, CH4
Hidrogen Klorida, HCl
Air, H2O

Benzena, C6H6

Metanol, CH3OH
Amonia, NH3
Minyak Mineral
Natrium Klorida, NaCl
Sulfur, S
Silikon, Si
Polietilena
Porselen
Lilin Parafin
Gelas Pirex 7070
Coconut oil (Kelapa)
Olive oil (Zaitun)
Castor Oil (Jarak)
Sumber: Purcell 1985 dan Paranjpe & Deshpand 1935

Konstanta Dielektrik
1,00059
1,00088
1,0046
1,0126

80,4
2,28
33,6
22,6
2,24
6,12
4,0
11,7
2,25 – 2,3
0,00 – 2,3
2,1 – 2,5
4,00
3,254
3,252
4,478

Konstanta dielelektrik suatu ruang hampa sempurna adalah 1,0. Untuk gas
pada kondisi normal

memiliki nilai yang sedikit lebih besar dari 1,0 secara


singkat dijelaskan bahwa gas adalah keadaan yang hampir hampa. Untuk bahan
solid dan liquid pada umumnya memiliki konstanta dielektrik berkisar antara 2
sampai 6. Namun menjadi pengecualian untuk amoniak dan air. Karena
sebenarnya air merubakan suatu bahan yang sedikit konduktif.
Pengaruh medan listrik pada suatu material yakni dapat menpolarisasi ( )
bahan material tersebut yang didefinisikan sebagai momen dipol per volume.
Pengaruh untuk sejumlah material terhadap medan listrik (E) adalah sama
sebagaimana distribusi muatan
= −

terdapat dalam vakum dan memiliki densitas

. Apabila nilai P sebanding dengan E dalam suatu material, maka

material tersebut dapat dikatakan sebagai dielektrik. Dapat didefinisikan suatu
medan elektrik lemah

=

dan

=

+

. Muatan bebas yang terdapat

didalam dielektrik mampu menaikkan medan listrik yakni

/

kali lipat sekuat

perubahan yang sama yang terjadi pada vakum (Purcell, 1985).

Universitas Sumatera Utara

10

Shah and Tahir (2011) dalam Journal of Scientific Research dengan judul
Dielectric Properties of Vegetables Oil, telah menunjukkan pengaruh suhu
pemanasan terhadap nilai konstanta dielekstrik. Dalam hasil penelitiannya telah
menunjukkan penurunan konstanta dielektrik seiring dengan meningkatnya
temperatur. Pengaruh penurunan konstanta dielektrik oleh peningkatan suhu
pemanasan disebabkan oleh penurunan densitas yang secara langsung memiliki
hubungan dengan densitas dipol dari sampel minyak yang diuji. Peningkatan suhu
juga berpengaruh terhadap peningkatan energi kinetik pada molekul penyusun
yang bergerak yang mana menyebabkan semakin besarnya gerakan acak dan hal
ini menurunkan kedudukan dipol-dipol yang ditutunjukkan dengan kecilnya
konstanta dielektrik (Shah and Tahir, 2011).

2.3.

Peroksida pada Minyak Goreng

2.3.1. Pengertian Minyak Goreng
Minyak nabati dan lemak pada dasarnya memiliki struktur yang lebih mengarah
kepada gugus substansi biologi yang disebut lipid. Lipid merupakan bahan kimia
biologi yang tidak larut dalam air. Lemak dan minyak pada umumnya ditunjukkan
dengan struktur molekul sebagai berikut:

Gambar 2.1. Struktur kimia lemak dan minyak yang mengandung 3 gugus fungsi
yakni ester pada tri-alkohol, gliserol sehingga disebut trigliserida
(Shakhashiri, 2008)
Akibat proses hidrolisis, trigliserida dapat membentuk gliserol dan asam
lemak (Gambar 2.2.) yang mana asam lemak ini sangat mudah dan banyak
ditemui dalam minyak nabati. Dalam minyak goreng kelapa maupun sawit,

Universitas Sumatera Utara

11

sebagian besar (±50%) merupakan asam laurat yang memiliki 12 karbon. Rumus
kimianya adalah CH3(CH2)10COOH dengan berat molekul adalah 200,3 g.mol-1
(Shakhashiri, 2008).

Gambar 2.2. Hidrolisis trigliserida membentuk gliserol dan asam lemak (fatty
acid) (Shakhashiri, 2008)

2.3.2. Kerusakan Minyak Goreng dan Parameternya
Dalam fakta kualitas minyak bergantung pada komposisi kimiawinya yang
merubah keadaan kualitatif dan kuantitatif dari minyak tersebut. Salah satu
indikator yang paling penting dari performa dan jangka pakai adalah sifat
kestabilan minyak terhadap proses oksidasi. Suatu studi telah membuktikan
bahwa kandungan asam lemak tak jenuh lebih besar adalah memiliki level tak
jenuhan paling tinggi dan lebih mudah mengalami proses oksidasi. Proses
oksidasi antara lain dapat dilakukan dengan cara mengalirkan oksigen,
pemanasan, dan memaparkannya secara langsung ke cahaya. Walaupun
sebenarnya mekanisme dari proses degradasi minyak telah dipengaruhi oleh
kondisi yang bersifat oksidatif, secara normal juga dibentuk oleh mekanisme
radikal bebas yang menghasilkan hidroperoksida, yang disebut sebagai produk
primer hasil oksidasi. Karena hidroperoksida merupakan produk awal yang
terbentuk sebagai mulainya proses auto oksidasi yang kemudian menghasilkan
produk lainnya dari proses oksidasi kedua. Produk hasil oksidasi kedua itu antara
lain: aldehid, keton, lakton, alkohol, asam, dan seterusnya yang diekspresikan
sebagai nilai peroksida, dalam standar keamanan produk makanan (Liang et al,
2013).

Universitas Sumatera Utara

12

Terdapat sejumlah parameter kimia yang dapat menjadi acuan untuk
menentukan kualitas minyak goreng. Antara lain bilangan asam (acid value),
bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan hehner, bilangan asam lemak total
yang terdiri atas bilangan reichert-meissl, bilangan polenske, dan bilangan
kirschner, kemudian tedapat bilangan iod, bilangan thiocyanogen, bilangan diene,
bilangan asetil dan hidroksi, bilangan peroksida. Namun tidak akan dijelaskan
satu persatu karenan yang dijadikan acuan hanya satu parameter saja yakni
bilangan peroksida. Bilangan peroksida merupakan parameter terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak dan lemak (Ketaren, 2005).
Metode untuk mengukur bilangan peroksida yang ada adalah dengan cara
mengidentifikasi produk hasil oksidasi awal, hasil oksidasi kedua, atau keduanya,
atau jumlah keseluruhan oksigen yang digunakan selama proses berlangsung.
Berpatokan dari itu, penentuan nilai peroksida dengan mengukur konsentrasi
hidrogenperoksida (hasil oksidasi pertama) yang dihasilkan adalah yang paling
populer (Liang et al, 2013). Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan yang terjadi pada minyak dan lemak. Menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI), kualitas minyak goreng yang di perbolehkan
yakni memiliki bilangan peroksida maksimal 2 meq/kg (milliequivalent per
kilogram) (Mulasari & Asti, 2013). Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Salah satu
metode yang umum digunakan untuk menentukan bilangan peroksida pada
minyak dan lemak menggunakan metode iodometri, yakni dengan mereaksikan
alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan
pada reaksi ini kemudian di titrasi dengan natrium thiosulfat. Namun cara ini
masih memiliki banyak kekurangan dan kurang baik dikarenakan peroksida jenis
lainnya hanya bereaksi sebagian sehingga pengukuran menjadi tidak tepat
(Ketaren, 2005). Proses penggorengan atau pemanasan minyak merupakan salah
satu bentuk oksidasi termal karena minyak mengalami pemaparan secara langsung
ke udara dan temperatur yang tinggi telah membuat laju oksidasi semakin cepat.
Sehingga semakin tinggi suhu penggorengan, maka gugus peroksida yang
terbentuk akibat oksidasi asam lemak menjadi semakin cepat dan berjumlah
banyak (Aminah, 2010; Ketaren, 2005).

Universitas Sumatera Utara

13

2.3.3. Dampak Peroksida pada Minyak Goreng Terhadap Kesehatan
Ciri awal minyak goreng yang memiliki bilangan peroksida tinggi antara lain:
1.

Warna cendrung coklat tua sampai kehitaman, sedangkan untuk warna
minyak goreng yang masih memiliki bilangan peroksida standar adalah
berwarna kuning sampai coklat muda.

2.

Terdapat endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat
minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang bilangan
peroksidanya masih sesuai standar.

3.

Memiliki bau yang terasa tengik, tingkat ketengikan minyak goreng
berbanding lurus dengan jumlah bilangan peroksida.
Tingginya bilangan peroksida memiliki dampak yang buruk bagi

kesehatan yakni menyebabkan beberapa jenis penyakit antara lain diarhea,
pengendapan lemak pada pembuluh darah (artero sclerosis), kanker, menurunkan
nilai cerna lemak, dan lain sebagainya. Selain itu, peroksida dapat menyebabkan
destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya
vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida
dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat
lebih besar. Padahal vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang
ada dalam tubuh. Sehingga hal ini menyebabkan laju penuaan kulit menjadi lebih
cepat. Lemak dengan bilangan peroksida lebih besar dari 100 dapat meracuni
tubuh (Ketaren, 2005).

2.4.

Penelitian Terdahulu Mengenai Kajian Peroksida Dalam Minyak
Goreng, Alat Ukur dan Metode Pengukuran Komersial

Liang et al (2013) dalam jurnal spektroskopinya telah membahas mengenai
aplikasi pada transformasi fourier spektroskopi inframerah (FTIR) untuk
penentuan nilai oksidasi dan peroksida pada minyak kenari. Dalam kasusnya,
studi epidemiologi menunjukkan bahwa minyak kenari tidak hanya memiliki
kemampuan mereduksi serum kolestrol, namun juga memiliki nutrisi untuk
jaringan saraf tengkorak sehingga dapat mengatur fungsi penanaman saraf ini
kembali, namun oksidasi merusak semua fungsi tersebut. Sehingga sangat penting

Universitas Sumatera Utara

14

apabila terdapat suatu alat yang mampu mengukur tingkat okisdasi maupun
bilangan peroksida pada minyak, guna mengidentifikasi kandungan nutrisi pada
minyak masih baik, dengan prinsip kerja lebih mudah dari analisis dengan FTIR.
Secara umum ada dua metode pengukuran. Metode konvensional yakni
dengan iodometri secara titrasi. Proses penentuan dengan cara titrasi ini cukup
mudah terganggu faktor eksternal, dan hasil pengukurannya memiliki tingkat
keberulangan (reproducability) yang kecil. Cocok untuk menentukan zat dengan
kadar

hidrogenperoksida

dengan

jumlah

besar.

Pengembangan

sedang

berlangsung tentang pemanfaatan FTIR dalam meneliti makanan terkhusus pada
minyak makan dan lemak. Keunggulannya adalah dalam pengukuran tidak
merusak sampel dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit.
Mengkombinasikannya dengan teknik kemometrik, FTIR spektroskopi menjadi
alat yang baik untuk analisis kuantitatif. Artinya dalam penelitian Liang et al
menggunakan alat laboratorium yang telah ada yakni Fourier Transform Infra
Red (FTIR) untuk mengukur jumlah peroksida yang terbentuk akibat proses
oksidasi minyak kenari. Untuk penggunaan sehari-hari cara ini tentu tidak
ekonomis dan memerlukan keahlian khusus dalam mengoperasikannya.
Salah satu perusahaan elektronik di India telah melihat berbagai macam
kerumitan dalam menentukan bilangan peroksida pada minyak goreng, baik itu
secara iodometri yang sudah umum, maupun secara spektroskopi yang sedang
berkembang. Yakni perusahaan bernama UNIPHOS telah berhasil membuat suatu
alat ukur nilai peroksida yang penggunaannya khusus untuk mengamati derajat
kejenuhan pada minyak goreng. Gambar 2.3, menunjukan sebuah Peroxide Value
Meter produksi UNIPHOS.
Alat tersebut menggunakan microcontroller sebagai pemroses data dan
terintegrasi dengan sensor cahaya yang dimilikinya. Alat ini memiliki prinsip
pengukuran secara absorbsi cahaya, range pengukuran 0 – 250 mEq/kg, resolusi
pengukuran 0,01 mEq/kg, akurasi ±2% dalam skala penuh, batasan pengukuran
0,01 mEq/kg. Dalam pengoperasiannya, sampel minyak terlebih dahulu diberi
reagent khusus untuk mendapat perubahan warna. Selanjutnya alat ini mengukur
tingkat penyerapan cahaya akibat warna yang terjadi dan dihubungkan terhadap
nilai peroksida yang dimiliki minyak tersebut. Nilai peroksida ditampilkan pada

Universitas Sumatera Utara

15

LCD. Data hasil pengukur disimpan pada microcontroller instrumen tersebut dan
juga dapat berkomunikasi dengan komputer dengan turut menampilkan tanggal
pengujian, waktu serta identitas sampel yang diuji. Alat ini dikalibrasi dengan
suatu larutan standard yang telah diketahui bilangan peroksidanya (UNIPHOS,
2013).

Gambar 2.3. Peroxide Value Meter buatan UNIPHOS, India
(UNIPHOS, 2013)
Secara umum pengukuran menggunakan prinsip absorbsi cahaya memiliki
kelemahan yakni adanya gangguan dari warna alami yang dimiliki minyak goreng
itu sendiri. Ada minyak goreng yang memiliki kandungan beta karoten lebih
tinggi sehingga memiliki warna kuning keemasan, namun juga ada minyak yang
memiliki warna cenderung jernih dan tidak terlalu kuning. Ada kalanya kedua
minyak ini memiliki tingkat oksidasi ataupun jumlah peroksida yang sama namun
hasil pengukuran dari alat yang memanfaatkan absorbsi cahaya dapat
menunjukkan hasil yang beda.

2.5.

Data Processing

Dalam membangun suatu sistem elektronik yang berbasis pada data processing
dan controlling, diperlukan sebuah IC yang dapat bekerja sebagai otak, yakni
tempat ditanamkannya algoritma program, sehingga alat tersebut mampu bekerja
sebagaimana yang diinginkan. Sebagai pemroses data kali ini digunakan

Universitas Sumatera Utara

16

microcontroller 8 bit produksi ATMEL jenis ATmega32. IC ini dipilih karena
telah memiliki memori yang cukup besar yakni 32 kbyte flash. Konfigurasi PIN
pada microocntroller Atmega32 ditunjukkan pada Gambar 2.4.

(a)

(b)

Gambar 2.4. (a) Konfigurasi pin ATmega32, (b) Bentuk ATmega32
(ATMEL, 2009)
ATmega32 merupakan microcontroller dengan arsitektur RISC. Memiliki
32 register dengan fungsi umum yang mana setiap regisiternya memiliki
hubungan secara langsung dengan arithmetic logic unit (ALU), sehinggan
memperbolehkan 2 register yang independen dapat di akses dalam satu instruksi
tunggal dalam satu siklus clock. Arsitektur ini memiliki keistimewaan 10 kali
lebih

cepat

dibandingkan

microcontroller

konvensional

berbasis

CISC.

ATmega32 memiliki fitur sebagai berikut, antara lain yakni memiliki 32 Kbytes
pada memori In-System Programmable Flash Program

dengan kemampuan

Read-While-Write, 1024bytes EEPROM, 2Kbyte SRAM, 32 kanal multi guna I/O,
32 register multi guna. Selain itu ATmega32 memiliki 8 kanal ADC 10 bit yang
memungkinkan untuk mengkonversi sinyal analog menjadi digital yakni sebanyak
8 kanal dengan resolusi lebih tinggi dibandingkan ADC 8 bit. Memiliki 3 mode
timer/counter yang fleksibel memungkinkan microcontroller untuk melakukan
penghitungan maupun pewaktuan sehingga memungkinkan untuk mengukur
frekuensi osilasi suatu sinyal. Serial programmable USART juga dimiliki untuk

Universitas Sumatera Utara

17

keperluan komunikasi serial antar peralatan muapun komputer. Masih banyak
lagi beberapa kemampuan ATmega32 yang dapat diaplikasikan dengan berbagai
keperluan. Atmel AVR ATmega32 telah di dukung oleh bahasa pemrograman dan
pengembangan sistem antara lain:

C compilers, macro assemblers, program

debugger/simulators, in-circuit emulators, dan evaluation kits (ATMEL, 2009).
Berikut deskripsi Pin pada Atmega32.
VCC

: berfungsi sebagai suplay digital 5 volt

GND

: berfungsi sebagai ground

Port A (PA7..PA0)

: Port A berfungsi sebagai masukan analog yang dapat
dikonversi ke digital. Port A juga berfungsi sebagai kanal
input/output dengan resistor pull-up internal, jika analog ke
digital konverter tidak di gunakan (dengan mengatur fuse
bit_nya).

Port B (PB7..PB0)

: Port B adalah kanal input/output sebanyak 8 bit dengan
resistor pull-up internal. Selain itu Port B memiliki fungsi
khusus seperti di tuliskan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT B, Atmega32

Sumber: ATMEL, 2009

Universitas Sumatera Utara

18

Port C (PC7..PC0)

: Port C juga merupakan kanal 8 bit input/output dengan
resistor pull-up internal. Port C memiliki fungsi khusus
seperti di tunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT C, Atmega32

Sumber: ATMEL, 2009
Port D (PD7..PD0)

: Port D adalah kanal input/output sebanyak 8 bit dengan
resistor pull-up internal. Selain itu Port D memiliki fungsi
khusus seperti di tuliskan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Fungsi-fungsi yang dimiliki PORT D, Atmega32

Sumber: ATMEL, 2009
RESET

: adalah masukan pulsa untuk mereset program yang sedang
berjalan.

Universitas Sumatera Utara

19

XTAL1

: jalur masukan ke osilasi penguat inverting dan merupakan masukan
ke clock internal.

XTAL2

: jalur keluaran dari osilasi penguat inverting.

AVCC

: AVCC adalah tegangan suplay untuk port A maupun ADC. Apabila
ADC tidak di gunakan, pin ini harus terhubung secara eksternal ke
VCC. Jika ADC digunakan, maka pin ini sebaiknya terhubung ke
VCC melalui low pass filter.

AREF

: AREF adalah tegangan referensi analog untuk ADC.
( ATMEL, 2009).

2.6.

Osilator XR2206

Pembangkit sinyal ini terdiri atas IC yang mampu membangkitkan osilasi sinyal.
Dalam penelitian ini digunakan IC produksi EXAR Corporation tipe XR2206
menjadi. Keluaran IC terdiri atas gelombang sinus, segi tiga, dan gelombang
kotak dengan stabilitas yag tinggi. Untuk mengatur frekuensinya hanya
memerlukan konfigurasi R dan C eksternal. Dapat beroperasi dari frekuensi 0,01
Hz sampai lebih dari 1 MHz. Rangkaiannya sangan ideal untuk perangkat
komunikasi, instrumentasi, dan pembangkit fungsi (function generator). Aplikasi
yang dapat diterapkan antara lain sebagai pembangkit sinyal sinusidal untuk suara,
gelombang AM, FM dan pembangkit FSK (Frequency Shift Keying).

Gambar 2.5. Diagram Blok XR2206 (EXAR, 2008)

Universitas Sumatera Utara

20

XR2206 terdiri dari empat blok fungsi (Gambar 2.5) yakni pengontrol
tegangan osilator (voltage-controlled oscillator (VCO)), pengali analog dan
pembentuk sinyal sinusoidal, gabungan penguat dan penyangga, dan satu paket
pemilih arus. VCO menghasilkan keluaran frekuensi pilihan terhadap arus
masukan, yang diatur oleh resistor dari pewaktu terminal ke ground yang mana
dua pin pewaktu, dua keluaran frekuensi yang diskrit dapat menghasilkan aplikasi
pembangkit FSK menggunakan pin pengontrol FSK. Masukan ini mengontrol
bagian pemilih arus yang dipilih satu dari pewaktu arus resistor, dan
meneruskannya ke VCO (EXAR, 2008).
Untuk mengatur frekuensi yang akan dibangkitkan (fo), ditentukan oleh
nilai kapasitor pewaktu (C) yang terhubung pada pin 5 dan 6, dan oleh resistor
pewaktu (R), yang terhubung ke pin 7 juga terhubung seri dengan resistor variabel
untuk memvariasikan nilai frekuensi yang akan dibangkitkan. Perhitungan
frekuensi ini mengikuti Persamaan 12.

=

( . )

Nilai R yang direkomendasikan berada pada range 4 kΩ < R < 200 kΩ.
Sementara untuk nilai C yang direkomendasikan berada pada range 1 nF sampai
dengan 100 uF, dan akan bekerja optimal pada suhu ruangan yakni 25 – 30 oC.

2.7.

Operational Amplifier Analog Devices 620

Analog Devices 620 merupakan penguat instrumentasi yang berdasarkan pada
modifikasi susunan tiga op amp penguat instrumentasi klasik. Nilai resistor
variabel yang mutlak memungkinkan pengguna untuk memrogram penguatan
secara akurat (0,15% pada G=100) hanya dengan satu resistor. Kontruksi
monolitik dan menggunakan teknologi laser memungkinkan keakuratan
penyusunan komponen rangkaian IC tersebut sehingga memastikan memiliki
performa tingkat tinggi.

Universitas Sumatera Utara

21

Gambar 2.6. Skematik yang disederhanakan pada AD620
Resistor penguat internal R1 dan R2 telah diatur untuk nilai yang mutlak
yakni 24,7 kΩ, sehingga memungkinkan penguatan dapat di program hanya
dengan memanfaatkan satu resistor variabel eksternal (RG). Rumus penguatannya
adalah:

Sehingga

=

49,4
=

+1

(2.10)

49,4
−1

(2.11)

Maka dengan persaman ini dapat ditentuan nilai Rg yang akan digunakan
sesuai besar penguatan yang diinginkan (ANALOG DEVICES, 1999).

2.8.

Bahasa Pemrograman Mikrokontroler dengan CodeVisionAVR

Bahasa pemrograman CodeVisionAVR (Gambar 2.7) merupakan software Ccross Compiler, yang mana program dapat ditulis menggunakan bahasa C. Selain
tersedia dalam versi berbayar dengan lisensi, juga terdapat versi evaluation yang
bisa digunakan tanpa lisensi, namun dengan fungsi yang terbatas. CodeVision
memiliki IDE (Integrated Development Environment) yang lengkap, yang mana
penulisan program, compile, link, pembuatan kode mesin (assembler) dan

Universitas Sumatera Utara

22

download program ke chip AVR dapat dilakukan dengan CodeVision, selain itu
ada fasilitas terminal, yaitu melakukan komunikasi serial dengan mikrokontroler
yang sudah di program. Proses download program ke IC mikrokontroler AVR
dapat menggunakan System programmable Flash on-Chip mengizinkan memori
program untuk diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.

Gambar 2.7. Tampilan awal saat menjalankan program CodeVisionAVR
Salah satu keistimewaan bahasa pemrograman CodeVision ini adalah
memiliki library standar C dan library tertentu untuk keperluan sebagai berikut:
a.

Modul LCD alphanumeric

b.

Bus I2C dari Philips

c.

Sensor Suhu LM75 dari National Semiconductor

d.

Real-Time Clock: PCF8563, PCF8583 dari Philips, DS1302 dan DS1307
dari Maxim/Dallas Semiconductor

e.

Protokol 1-Wire dari Maxim/Dallas Semiconductor

f.

Sensor Suhu DS1820, DS18S20, dan DS18B20 dari Maxim/Dallas
Semiconductor

g.

Termometer/Termostat DS1621 dari Maxim/Dallas Semiconductor

h.

EEPROM DS2430 dan DS2433 dari Maxim/Dallas Semiconductor

i.

SPI

j.

Power Management

Universitas Sumatera Utara

23

k.

Delay

l.

Konversi ke Kode Gray
CodeVisionAVR juga mempunyai Automatic Program Generator

bernama CodeWizardAVR,

yang dapat mempermudah programmer dalam

menulis kode-kode program yang bersifat umum, antara lain:
a.

Set-up akses memori eksternal

b.

Inisialisasi port input/output

c.

Inisialisasi interupsi eksternal

d.

Inisialisasi Timer/Counter

e.

Inisialisasi Watchdog-Timer

f.

Inisialisasi UART (USART) dan komunikasi serial berbasis buffer yang
digerakkan oleh interupsi

g.

Inisialisasi Pembanding Analog

h.

Inisialisasi ADC

i.

Inisialisasi Antarmuka SPI

j.

Inisialisasi Antarmuka Two-Wire

k.

Inisialisasi Antarmuka CAN

l.

Inisialisasi Bus I2C, Sensor Suhu LM75, Thermometer/Thermostat
DS1621 dan Real-Time Clock PCF8563, PCF8583, DS1302, dan DS1307

m.

Inisialisasi Bus 1-Wire dan Sensor Suhu DS1820, DS18S20

n.

Inisialisasi modul LCD
(Handinata, 2013).

Universitas Sumatera Utara