Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja

Tinjauan Pustaka
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja
Agnes Christie
10-2011-396 / A5
16 Oktober 2013
Alamat Korespendensi:
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: aggnnneeeesssss@yahoo.com

Pendahuluan
Setiap manusia pasti akan mengalami siklus kehidupannya. Dimulai dari saat
terbentuknya janin dalam rahim, lalu menjadi bayi, anak, remaja, dewasa, dan akhirnya
menjadi tua. Dalam siklusnya, manusia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan,
baik yang dapat dilihat secara kuantitatif, maupun secara kualitatif. Pertumbuhan perubahan
tubuh yang bersifat kuantitatif

dan

perkembangan


adalah

perubahan yang bersifat

kualitatif. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan ini, banyak hal yang
mempengaruhinya, seperti faktor herediter, lingkungan, dan internal.1 Faktor ini yang
nantinya akan menentukan akan menjadi seperti apa seseorang. Tahap perkembangan dan
pertumbuhan anak juga akan berubah sesuai dengan tahapan usianya, akan tetapi tidak semua
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sama. Namun, adapula manusia
mengalami perkembangan yang sempurna. Ada juga beberapa manusia yang mengalami
gangguan dalam perkembangannya, baik perkembangan fisik, maupun perkembangan mental
dan emosinya. Gangguan yang terdapat pada diri individu dapat dipengaruhi karena berbagai
macam faktor baik eksternal, maupun internal.1

Isi
1

Anamnesis
Anamnesis adalah tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien dapat dilakukan baik
secara langsung pada pasien (auto-anamnesis), maupun secara tidak langsung melalui

keluarga atau relasi terdekat (allo-anamnesis). Tujuan anamnesis adalah mendapatkan
informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Hal-hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu :
1. Identitas pasien seperti nama, tempat / tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan,
jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, dan alamat.
2. Pernyataan dalam bahasa pasien tentang keluhan yang dialami: malu bergaul dengan
teman seusianya sejak masuk SMA
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS): 4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): kapan pasien mengalami haid, bagaimana hubungan
pasien dengan orang tua, bagaimana hubungan pasien dengan teman sebaya,
bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitar, apakah pasien mengalami
masalah moral maupun masalah seksual.
5. Riwayat sosial: stressor (lingkungan rumah, sekolah, dan sekitar), faktor resiko gaya
hidup (narkotika, merokok, peminum, dll).2

Pemeriksaan Fisik






Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
Frekuensi denyut nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu

Perkembangan Psikoseksual
Perkembangan psikoseksual menurut Erik Erikson Teori perkembangan kepribadian
yang paling banyak diterima adalah teori yang dikembangkan oleh Erikson (1963). Meskipun
2

dibuat berdasarkan teori Freud,teori ini dikenal sebagai teori perkembangan psikososial dan
menekankan pada kepribadian yan sehat, bertentangan dengan pendekatan patologik. Erikson
juga menggunakan konsep-konsep biologis tentang periode kritis dan epigenesis,
menjelaskan konflik atau masalah inti yang harus dikuasai individu selama periodekritis
dalam perkembangan kepribadian. Pendekatan tentang kehidupan Erikson terhadap
perkembangan kepribadian terdiri atas delapan tahap; namun, hanya lima yang berkaitan
dengan masa anak sampai remaja, yaitu:




Percaya vs tidak percaya (lahir-1 tahun)
Hal pertama yang paling penting bagi perkembangan kepribadian yang sehatadalah
rasa percaya dasar. Pembentukan rasa percaya dasar ini mendominasi tahun pertama
kehidupan dan menggambarkan semua pengalaman kepuasananak pada usia ini.
Berkaitan dengan tahap oral Freud, saat ini merupakan saatuntuk mendapatkan dan
mengambil apapun melaui semua indera. Hal ini hanyaterjadi dalam kaitannya dengan
sesuatu atau seseorang; oleh karena itu asuhanyang konsisten dan penuh kasih oleh
orang yang berperan sebagai ibumerupakan hal yang sangat penting bagi
perkembangan rasa percaya. Rasa tidak percaya terjadi jika pengalaman yang
meningkatkan tidak terpenuhnya rasa percaya atau jika kebutuhan dasar tidak
dipenuhi secara konsisten atau adekuat.Meskipun pecahan-pecahan rasa tidak percaya
terjadi di seluruh kepribadian,namun rasa percaya dasar terhadap orang tua
membentuk rasa pecaya terhadapdunia, orang lain, dan diri sendiri. Hasilnya adalah
kepercayaan dan optimisme.



Autonomi vs malu-malu dan ragu-ragu
Jika dikaitkan dengan tahap anal Freud, masalah autonomi dapat diartikan dengan

menahan atau merelakan otot sfingter. Perkembangan autonomi selama periode todler
berpusat pada peningkatan kemampuan anak untuk mengendalikan tubuh mereka, diri
mereka dan lingkungan mereka. Mereka ingin melakukan hal-hal untuk diri mereka
sendiri, menggunakan keterampilan motorik yang baru mereka peroleh seperti
berjalan, memanjat, dan memanipulasi, serta menggunakan kekuatan mental mereka
dalam memilih dan membuat keputusan. Pembelajaran yang mereka peroleh sebagian
besar didapat dari meniru aktivitas dan perilaku orang lain. Perasaan negatif seperti
ragu danmalu muncul ketika anak-anak diremehkan, ketika pilihan-pilihan mereka
3

membahayakan, atau ketika merek dipaksa untuk bergantung dalam beberapahal yang
sebenarnya mereka mampu melakukannya. Hasil yang diharapkan adalah kontrol diri
dan ketekunan.


Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun)
Tahap inisiatif berkaitan dengan tahap falik Freud dan dicirikan dengan perilaku yang
isntrisif dan penuh semangat, berani berupaya dan imajinasi yang kuat. Anak-anak
mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indera dan kekuatan mereka. Mereka
membentuk suara hati. Tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak luar, terdapat suara dari

dalam yang memperingatkan dan mengancam. Anak-anak terkadang memiliki tujuan
atau melakukan aktivitas yang bertentangan dengan yang dimiliki orang tua atau
orang lain, dan dibuat merasa bahwa aktivitas atau imajinasi mereka merupakan hal
yang buruk sehingga menimbulkan rasa bersalah. Anak-anak harus belajar
mempertahankan rasa inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa orang lain. Hasil
akhirnya adalah arahan dan tujuan.



Industri vs inferioritas (6-12 tahun)
Tahap industri adalah epriode laten dari Freud. Setelah mencapai tahap yanglebih
penting dalam perkembangan kepribadian, anak-anak siap untuk bekerjadan
berproduksi.Mereka mau terlibat dalam tugas dan aktivitas yang dapat mereka
lakukansampai selesai; mereka memerlukan dan menginginkan pencapaian yang
nyata. Anak-anak belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain,
danmereka

juga

mempelajari


aturan-aturan.

Periode

ini

merupakan

periode pemantapan dalam hubungan sosial mereka dengan orang lain. Rasa
ketidakadekuatan atau inferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yangdiharapka dari
mereka atau jika mereka percaya bahwa mereka tidak dapatmemenuhi standar yang
ditetapkan orang lain untuk mereka. Kualitas ego yang berkembang dari rasa industri
adalah kompetensi.


Identitas vs kebingungan (12-18 tahun)
Berhubungan denga periode genital Freud, perkembangan identitas dicirikandengan
perubahan fisik yang cepat dan jelas. Rasa percaya terhadap tubuhmereka yang sudah
terbentuk sebelumnya mengalami kegoncangan, dan anak-anak menjadi sangat

4

terpaku dengan penampilan mereka di mata orang laindibandingkan dengan kosnep
diri mereka. Remaja berusaha menyesuaikan diridengan peran yang mereka mainkan
dan mereka berharap dapat bermain dalam peran dan gaya terbaru yang dilakukan
oleh teman-teman sebaya mereka, untuk mengintegrasikan konsep dan nilai-nilai
mereka

terhadap

lingkungan,

dan pembuatan

keputusan

tentang

okupasi.


Ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik ini menyebabkan terjadinya
kebingungan peran. Hasil dari penguasaanyang sukses adalah kesetiaan dan ketaatan
terhadap orang lain serta terhadapnilai-nilai dan ideologi.3

Perkembangan Psikososial
Perkembangan

psikososial

adalah

perkembangan

mental

emosianal

seseorang

dalamusahanya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pengalamannya. Perkembangan

psikososial menurut freud di bagi menjadi 5 tahap:
1. Tahap oral (0-1 tahun)
Selama masa bayi sumber utama mencari kesenangan berpusat pada aktivitas
oralseperti mengisap, menggigit, mengunyah dan berbicara. Anak boleh memilih
darisalah satu yang disebutkan ini, dan metode pemuasan kebutuhan oral yang
dipilihdapat memeberikan beberapa indikasi kepribadian yang sedang mereka bentuk.
2. Tahap anal (1-3 tahun)
Ketertarikan selama tahun kedua kehidupan berpusat pada bagian anal saat otot-otot
sfingter berkembang dan anak-anak mampu menahan atau mengeluarkanfeses sesuai
keinginan. Pada tahap ini suasana di sekitar toilet training dapatmenimbulkan efek
seumur hidup pada kepribadian anak.

3. Tahap falik (3-6 tahun)
Selama tahap falik, genital menjadi alat tubuh yang menarik dan sensitif. Anak
mengetahui perbedaan jenis kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan
tersebut. Pada periode ini terjadi masalah yang kontroversi tentang Cedipus dan
Electra kompleks, pelvis envy, dan ansietas terhadap kastrasi.
4. Periode laten (6-12 tahun)

5


Selama periode laten anak-anak melakukan sifat dan keterampilan yang
telahdiperoleh. Energi fisik dan psikis diarahkan pada mendapatkan pengetahuan dan
bermain.
5. Tahap genital (12 tahun keatas)
Tahap signifikan yang terakhir dimulai pada saat pubertas dengan maturasi
sistemreproduksi dan produksi hormon-hormon seks. Organ genital menjadi sumber
utama ketegangan dan kesenangan seksual, tetapi energi juga digunakan untuk
membentuk persahabatan dan persiapan pernikahan.3

Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif berpusat pada perkembangan cara penerimaan dan mental
anak. Menurut Piaget, anak-anak mencoba berusaha memahami hal-hal baru untuk
mengembangkan pola pikir anak dan jika pemahaman anak tidak tercapai, maka anak akan
berusaha untuk menyesuaikannya dengan cara membatasinya. Piaget mengidentifikasi
4(empat) tahapan utama perkembangan kognitif yaitu sensorimotor, pra-operasional,
operasional konkrit dan operasional formal:4
1. Tahap Sensorimotor (lahir - 2 tahun)
Perkembangan kognitif bayi sampai kira-kira berusia 2 tahun pada umumnya
mengandalkan observasi dari panca indera dan gerakan tubuh mereka. Satu tanda dari
perkembangan ini adalah memahami objek tetap / permanen. Bayi berkembang
dengan cara merespon kejadian dengan gerak refleks atau ’pola kesiapan’. Mereka
belajar melihat diri mereka sebagai bagian dari objek yang ada di lingkungan.
2. Tahap Pra-operasional (2 - 7 tahun)
Pra-operasional ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih awal dan
memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan objek atau benda dan keterikatan
atau hubungan di antara mereka. Pemikiran atau sifat anak yang aneh /ganjil
menunjukkan fakta bahwa mereka pada umumnya tidak mampu menunjukkan
operations

(eksploitasi)

atau

jika

mereka

bisa

menunjukkan

operation

makakeadaannya akan terbatas. Mental operations pada tahap ini sifatnya fleksibel
dandapat berubah. Tahap pra-operasional ini juga ditandai oleh beberapa hal, antara
lain : egosentrisme, ketidakmatangan pikiran / ide / gagasan tentang sebab-sebab
6

dunia difisik, kebingungan antara simbol dan objek yang mereka wakili, kemampuan
untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan kebingungan tentang identitas
orang dan objek.
3. Tahap Concrete Operational (6 atau 7 tahun - 12 tahun)
Pada tahap konkrit operasional, penambahan dan pengurangan dalam hitung-hitungan
bukan merupakan aktivitas yang mudah. Konkrit operasional anak mengenal bahwa
ada hubungan antara angka-angka dan bahwa operasi dapat dilaksanakan menurut
aturan tertentu. Pada tahap ini anak menunjukkan permulaan dari kapasitas logika
orang-orang dewasa. Mereka mengerti aturan dasar dari logika. Bagaimanapun juga,
proses berfikir, atau operasi, pada umumnya melibatkan objek yang kelihatan(konkrit)
daripada ide yang abstrak. Egosentrisme pada tahap ini sudah mulai berkurang.
Kemampuan mereka untuk menggunakan peran dari orang lain danmelihat dunia, dan
mereka sendiri, dari perspektif orang-orang lain sudah berkembangdengan pesat.
Mereka mengenal bahwa orang melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, karena
perbedaan situasi dan perbedaan nilai. Mereka dapat fokus pada lebihdari satu
dimensi pada beberapa waktu. Pada tahap ini juga sudah menunjukkan pemahaman
akan hukum kekekalan (konservasi).
4. Tahap Formal Operational (12 tahun ke atas)
Tingkat operasi formal merupakan tahapan terakhir dari skema Piaget, yang
merupakan tingkatan dari kedewasaan kognitif. Formal operational biasanya dimulai
pada masa pubertas, sekitar umur 11 atau 12 tahun. Akan tetapi tidak semua anak
memasuki tingkatan ini pada saat pubertas, dan beberapa orang tidak pernah
mencapainya. Tugas utama pada tahap ini meliputi kemampuan klasifikasi, berpikir
logis, dan kemampuan hipotetis.4 Ada beberapa feature yang memberi remaja
kapasitas lebih besar untuk memanipulasidan menghargai lingkungan luar dan dunia
imajinasi yang mencakup pemikiranhipotetis, penyelesaian masalah yang sistematis,
kemampuan untuk menggunakansimbol dan pemikiran deduksi. Remaja dapat
memproyeksikan dirinya pada situasiyang melebihi pengalaman mereka saat itu, dan
untuk alasan itu, mereka terbungkusdalam fantasi yang panjang.4

Perkembangan Moral
Secara sederhana, moralitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membedakan
yang benar atau baik dan yang salah atau buruk. Namun dalam kenyataan, tidaklah
7

sesederhana itu, karena konsep tersebut mencakup tiga aspek kemampuan seseorang, yaitu
aspek kognitif, aspek afektif dan aspek perilaku. Seseoang dikatakan memiliki norma
moralyang tinggi, bila ia mempunyai kesadaran dan pengertian mengenai kebutuhan atau
perasaanorang lain, memiliki kepedulian dan mampu merasakan (affection, empathy)
perasaan orang lain, dan mampu mengungkapkan pengrtia dan empati itu dalam perilakunya
terhadap orang lain. Menurut Kohlberg, perkembangan moral itu terjadi secara gradual
melalui 6 fase,menurut orientasi moralitas yang dominan digunakan :
a. Level penalaran pra-konvensional (0 - 9 tahun)
Pada tahap ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nila-nilai moral- penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Aturan
dikontrololeh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah
dantingkah laku yang buruk akan mendapatkan hukuman5
 Fase 1 :
Orientasi
hukuman
dan
ketaatan

(Punishment

and

Obedienceorientation) Fase ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan
anak taat karena orangdewasa menuntut mereka untuk taat.
 Fase 2 : Orientasi Individualisme dan tujuan (Satisfaction

of

own

needsorientation) Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa
yang dianggap menghasilkan hadiah.5

b. Level penalaran Konvensional ( 9 - 13 tahun )
Penalaran konvensional menaati standar-standar internal tertentu, tetapi tidak
menaatistandar-standar orang lain (eksternal) seperti orang tua atau aturan-aturan
masyarakat.
 Fase 3 :

Norma-norma

Interpersonal

(Good

boy,

good

girl

orientation)Seseorang menghargai kebenaran/kepedulian/kesetiaan kepada
orang lainsebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak
mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.
 Fase 4 : Orientasi Moralitas Sistem Sosial (Law and Order Orientation)Mulai
ada pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
c. Level Penalaran Pasca-konvensional (13 tahun - meninggal)
Moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar
orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihanpilihan dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.5
8

 Fase 5 :

Orientasi

Hak-hak

Masyarakat

versus

hak-hak

individual

(SocialContract Orientation) Nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat
relative dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.
 Fase 6 : Orientasi Prinsip-prinsip etis universal (Universal Good Orientation)
Seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan
padahak-hak manusia universal. Bila seseorang menghadapi konflik antara
hokum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati.5

Faktor Sosial Lain
1. Pola Asuh
Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana
keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan
sesuai dengan kehidupan masyarakat. Secara garis besar pola pengasuhan orang tua terhadap
anak dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu otoriter/otoritarian(authoritarian), autoritatif
(authoritative), dan permisif (permissive).
a. Otoriter
Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha membentuk,
mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku serta sifat anak berdasarkan
serangkaian standar mutlak, nilai-nilai kepatuhan, menghormati kepatuhan,
menghormati otoritas, kerja, tradisi, serta tidak saling memberi dan menerima
dalam komunikasi verbal. Orang tua kadang-kadang menolak anak dan
menerapkan hukuman.
b. Autoritatif
Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha mengarahkan anaknya
secararasional, berorientasi pada masalah yang dihadapi, menghargai komunikasi
yang saling memberi dan menerima , menjelaskan alasan rasional yang mendasari
tiap-tiap permintaan atau disiplin tetapi juga menggunakan kekuasaan bila
perlu,mengharapkan

anak

untuk

mematuhi

orang

dewasa

tetapi

juga

mengharapkan anak untuk mandiri dan mengarahkan diri sendiri, saling
menghargai antara anak dan orangtua, memperkuat standar-standar perilaku.
9

Orang tua tidak mengambil posisi mutlak, tetapi juga tidak mendasarkan pada
kebutuhan anak semata.2
c. Permisif
Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha berperilaku menerima
dan bersikap positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan-keinginan dan
perilaku. anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman, berkonsultasi kepada
anak, hanyasedikit memberi tanggung jawab rumah tangga, membiarkan anak
untuk mengatur aktivitas sendiri dan tidak mengontrol, berusaha mencapai sasaran
tertentu denganmemberikan alasan, tetapi tanpa menunjukkan kekuasaan.2
Pada dasarnya hubungan antara orang tua dan anak merupakan hubungan yang timbal
balik. Sehingga dengan demikian dalam usaha untuk dapat menciptakan hubungan yang
memuaskan kedua belah pihak, maka peranan orang tua dan anak sangatlah besar. Adapun
yang dimaksud dengan hubungan yang dapat memuaskan orang tua maupun anak adalah
hubungan yang ditandai dengan adanya saling percaya, salingmengerti, dan saling menerima.
Dalam mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tuaini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah.
o Pengalaman masa lalu yang berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap
orang tua mereka. Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua cenderung untuk
mengulangi sikap atau pola asuh orang tua mereka dahulu apabila hal tersebut
dirasakan manfaatnya. Sebaliknya, mereka cenderung pula untuk tidak
mengulangi sikap atau pola asuh orang tua mereka bila tidak dirasakan
manfaatnya.
o Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua. Misalnya orang tua yang mengutamakan
segi intelektual dalam kehidupan mereka, atau segi rohani, dan lain-lain. Hal
initentunya akan berpengaruh pula dalam usaha mendidik anak-anaknya.
o Tipe kepribadian dari orang tua. Misalnya orang tua yang selalu cemas dapat
mengakibatkan sikap yang terlalu melindungi anak.
o Kehidupan perkawinan orang tua dan alasan memiliki anak.2
2. Faktor Lingkungan

10

Perilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, disatu pihak remaja
mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya mendapatkan
kepercayaan dari lingkungan, di lain pihak ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri,
terlepas dari pengawasan orang tua dan sekolah. Salah satu bagian perkembangan
masaremaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang awalnya belum
pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga
dan sekolah.6
Untuk mencapai tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak
penyesuaian baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam
perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru dan nilai-nilai baru memilih teman.
 Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak.
Umur 4 – 6 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut
jenis kelamin, peranan ibu dan ayah atau orang tua pengganti ( nenek, kakek dan
orang dewasalainnya ) sangat besar. Peran sebagai “ wanita “ dan “ Prias” harus
jelas. Dalam mendidik, ibu dan ayah harus bersikap konsisten , terbuka, bijaksana,
bersahabat, ramah, tegas, dan dapat lancar, maka dapat timbul proses identifikasi
yang salah. Masa remaja merupakan pengembangan identitas diri, dimana remaja
berusaha mengenal diri sendiri, ingin mengetahui bagaimana orang lain
menilainya, dan mencoba menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.6
 Lingkungan Sekolah
Pengaruh

yang

juga

cukup

kuat

dalam

perkembangan

remaja

adalah

lingkungansekolah. Umumnya orang-tua menaruh harapan yang besar pada pendidikan
disekolah, oleh karena itu dalam memilih sekolah orangtua perlu mempertimbangkanhal
sebagai berikut :
 Susunan Sekolah
Prasyarat terciptanya lingkungan kondusif bagi kegiatan belajar mengajar adalah
suasana sekolah, Baik buruknya suasana sekolah sangat tergantung pada
kepemimpinan kepala sekolah, komitmen guru, sarana pendidikan dan disiplin
sekolah Suasana sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja
yaitu dalam hal :
a. Kedisiplinan
Sekolah yang tertib dan teratur akan membangkitkan sikap dan perilakudisiplin
pada siswa. Sebaliknya suasana sekolah yang kacau dan disiplinlonggar akan
11

berisiko, bahwa siswa dapat berbuat semaunya dan terbiasadengan hidup tidak
tertib, tidak memiliki sikap saling menghormati,cenderung brutal dan agresif.
b. Kebiasaan belajar
Suasana sekolah yang tidak mendukung kegiatan belajar mengajar akan
berpengaruh terhadap menurunnya minat dan kebiasaan belajar. Akibatnya,
prestasi belajar menurun dan selanjutnya diikuti dengan perilaku yang
sesuaidengan norma masyarakat, misalnya sebagai kompensasi kekurangannya
di bidang akademik,siswa menjadi nakal dan brutal.
c. Pengendalian diri
Suasana bebas di sekolah dapat mendorong siswa berbuat sesukanya tanparasa
segan terhadap guru. Hal ini akan berakibat siswa sulit untuk dikendalikan , baik
selama berada di sekolah maupun di rumah. Suasanasekolah yang kacau akan
menimbulkan hal-hal yang kurang sehat bagi remaja, misalnya penyalahgunaan
Napza, perkelahian, kebebasan seksual, dan tindak kriminal lainnya. 6
 Bimbingan Guru
Di sekolah remaja menghadapi beratnya tuntutan guru, Orang tua dan saratnya
kurikulum sehingga dapat menimbulkan beban mental. Dalam hal ini peran wali kelas
dan guru pembimbing sangat berarti Apabila guru pembimbing sebagai konselor sekolah
tidak berperan, maka siswa tidak memperoleh bimbingan yang sewajarnya.Untuk
menyalurkan minat, bakat dan hobi siswa, perlu dikembangkan kegiatan ekstrakurikuler
dengan bimbingan guru. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak sekedar mengalihkan
ilmu pengetahuan yang terkandung dalam kurilukum tertulis(Written Curriculum),
melainkan juga memberikan nilai yang terkandung didalamnya (hidden curriculum),
misalnya kersama, sikap empati, mau mendengarkan orang lain,menghargai dan sikap
lain yang dapat membuahkan kecerdasan emosional. Apabila guru tidak peduli terhadap
hal tersebut, sulit diharapkan perkembangan jiwa siswasecara optimal. Oleh sebab itu
dalam upaya mengoptimalkan perkembangan jiwaremaja di sekolah guru diharapkan :
 Memperhatikan ,pendekatan yang berbeda.
 Bersedia mendengarkan dan memperhatikan keluhan siswa individual,





karena setiap siswa memiliki sifat, bakat,minat dan kemampuan.
Memiliki kepekaan “ membaca “ kondisi batin ( mood ) siswa
Perilaku guru dapat dijadikan teladan bagi siswa.
Memperhatikan dan menciptakan rasa aman bagi seluruh siswa di sekolah.
Menanamkan nilai-nilai budi pekerti melalui proses pembiasaan misalnya
sopan santun , menghargai orang lain ,bekerja sama,mengendalikan emosi,

kejujuran dansebagainya.
 Berpikir positif ( positive thinking ) terhadap siswa.
 Memberikan penghargaan atas keberhasilan siswa.
 Bersikap sadar,dewasa dan terbuka dalam menilai perilaku siswa.
12

 Memahami prinsip dasar perkembangan jiwa remaja agar dapat memahami
danmenghargai siswa
 Menghindari sikap mengancam terhadap siswa.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasi kan diri
 Mengendalikan emosi dan menyusuaikan diri dengan cara siswa
berkomunikasi.6

 Lingkungan Teman Sebaya
Remaja lebih banyak berada diluar rumah dengan teman sebaya, Jadi dapat
dimengerti bahwa sikap, Pembicaraan, minat, Penampilan dan perilaku teman sebaya
lebih besar pengaruhnya daripada keluarga misalnya, jika remaja mengenakan model
pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, makakesempatan
baginya untuk dapat diterima oleh kelompok menjadi lebih besar Demikian pula bila
anggota kelompok mencoba minum alkohol. rokok atau zat adiktif lainnya, maka remaja
cenderung mengikuti tanpa mempedulikan akibatnya. Didalamkelompok sebaya, remaja
berusaha menemukan dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa
mempedulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan
yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku
bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasamelainkan oleh teman seusianya,
Disinilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang
dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilaiyang negatif, akan lebih berbahaya
apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup (closed group), dimana setiap anggota
tidak dapat terlepas dari kelompok nya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan
oleh pimpinan kelompok, sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku
dan gaya hidup kelompoknya.6
 Lingkungan Masyarakat
Dalam kehidupanya,

manusia

dibimbing oleh nilai-nilai

yang merupakan

pandanganmengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai yang baik harus diikuti,
dianut,sedangkan yang buruk harus dihindari, sesuai dengan aspek rohaniah dan
jasmaniah yang ada pada manusia, maka manusia dibimbing oleh pasangan nilai materi
dannonmateri. Apabila manusia hendak hidup secara damai di masyarakat, maka
sebaiknya kedua nilai yang merupakan pasangan tadi diserasikan akan tetapi kenyataan
dewasa ini menunjukkan bahwa nilai materi mendapat tekanan lebih besar daripada nilai
non-materi atau spiritual. hal ini terbukti dari kenyataan bahwa sebagaitolok ukur peranan
seseorang dalam masyarakat adalah kebendaan dan kedudukan.Lingkungan masyarakat
terdiri dari Sosial Budaya dalam era globalisasi, dunia menjadi sempit, budaya lokal dan
13

budaya nasional akan tertembus oleh budaya universal, dengan demikian akan terjadi
pergeseran nilai kehidupan, kemajuan ilmuPengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh
terhadap pesatnya informasi. Segalasesuatu yang terjadi di muka bumi dengan sekejap
diketahui oleh seluruh penghuni bumi. Di rumah dan di sekolah, Orang tua dan guru,
lebih banyak mengharapkan nilai spiritual menjadi pegangan remaja. Namun, kenyataan
membuktikan sebaiknyaini karena yang diajarkan berbeda dengan yang dilihat di luar
rumah dan di luar sekolah. Remaja menjadi bingung, mana yang harus dilakukan. Situasi
inimenimbulkan konflik nilai yang dapat berakibat terjadinya penyimpangan perilaku,
seperti yang terlihat di masyarakat, misalnya waria, pergaulan bebas, mabuk,
danhomoseksualitas. Dalam era globalisasi pengakuan akan hak asasi manusia
mulaimemesyarakat.

Bagi

Indonesia

yang kini

sedang dalam era

reformasi,

pelaksanaanhak asasi manusia merupakan masalah tersendiri. Nilai sosial yang selama
inidiutamakan bergeser pada nilai individual. Bagi remaja yang sedang dalam
masamencari identitas diri dan penyesuaian sosial, situasi Ini merupakan titik kritis,
Bukantidak mungkin hal ini akan berakibat terjadinya konflik kejiwaan pada sebagian
remaja, Remaja akan merasakan adanya nilai “ kekolotan “ pada orang dewasadannilai “
inovatif “ atau “ Pembaharuan “ pada orang dewasa dan nilai “ inovatif “ atau “
pembaharuan “ pada generasinya. 6
Sementara itu ada tuntutan dari pihak orang dewasa agar remaja mengikuti aturan
budaya, kecemasan akan menghadapi hukuman, ancaman dan tidak adanya kasihsayang
merupakan dorongan yang menyebabkan remaja terpaksa mengikuti tuntutan lingkungan
budaya (socialized anxity) . Kalau kecemasan ini terlalu berat, akibat yangditimbulkan
adalah hambatan tingkah laku. Remaja yang bersangkutan jadi serbaragu, serba takut, dan
dapat menjurus kepada keadaan cemas yang patologis. Tetapi dalam kondisi yang tepat,
Kecemasan ini mendorong remaja untuk lebih bertanggung jawab, hati-hati dan menjaga
tingkah lakunya agar selalu sesuai dengan norma yang berlaku. Remaja dapat bertingkah
laku normal sesuai dengan harapan masyarakat.Sebenarnya remaja sadar akan pentingnya
kebudayaan sebagai tolok ukur terhadap tingkah laku sendiri. Kebudayaan memberikan
pedoman arah, persetujuan, pengingkaran, dukungan, kasih sayang dan perasaan aman
kepada remaja. Akan tetapimereka juga punya keinginan untuk mandiri. Inilah yang
menyebabkan remaja membuat tolak ukur mereka sendiri, yang berbeda dari tolak ukur
orang dewasa, mereka membuat kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan
masyarakat umumnya. Kebudayaan yang menyimpang inilah yang dikenal sebagai
kebudayaan anak muda (youth culture). Nilai yang dominan dalam budaya anak muda
adalah keunggulan dalam olah raga, disenangi teman, senang hura-hura senang pesta,
tidak dianggap pengecut, dan sebagainya.6
14

Kesimpulan
Remaja ini mengalami masalah dalam perkembangan psikososialnya yang didasarkan
pada teori Erikson. Pada tahap autonomi vs malu dan ragu-ragu (1-3 tahun) anak ini kurang
untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk mengendalikan diri, tubuh dan lingkungan
mereka. Rasa ragu dan malu dari diri mereka muncul karen mereka merasa diremehkan atau
mereka tidak diberikan kesempatan untuk mencobanya. Pada tahap industri vs inferioritas (612 tahun) remaja ini kurang mau terlibat dalam tugas dan aktivitas kelompok.
Ketidakadekuatan atau inferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yang diharapkan dari
mereka. Selain itu juga bisa karena mereka tidak percaya diri mereka bisa melakukan itu.
Selain itu faktor dari keluarga yang tidak harmonis dan kurangnya interaksi antara anak dan
orangtua juga menjadi salah satu penyebab anak ini bisa mengalami gangguan perkembangan
pada karakter dan tingkah lakunya.

Daftar Pustaka
1. Supartini Y, Ester M (editor). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 2004.2.
2. Widyarini N. Relasi orang tua dan anak. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2009.h.11.3.
3. Elvira D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Cetakan ke-1. Jakarta : FKUI; 2010.P.3937.
4. Suparno P.Teori perkembangan kognitif.Yogyakarta:Kanisius;2001.h.26-88
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak, Volume 3. 2002.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. h. 2319-21.6.
6. Santock JW. Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi ke-6.
Jakarta:Erlangga;2003.h.82-47.

15

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24