Menemukan Permata yang Hilang

Menemukan “Permata” yang Hilang
Oleh: Suherlan, S.Pd

Membaca adalah jantung pendidikan. Tanpa membaca pendidikan akan sekarat bahkan mati.
Membaca merupakan batu loncatan bagi keberhasilan di sekolah dan dalam kehidupan kelak
di masyarakat. Tanpa kemampuan membaca yang layak, keberhasilan di sekolah lanjutan dan
perguruan tinggi adalah tidak mungkin. Untuk itu, keluarnya Permendikbud No.23 tahun 2015
terasa seperti oase yang hadir memberi kesegaran bagi peserta didik untuk mulai melakukan
pembiasaan yang akan berdampak luar biasa sepuluh tahun ke depan yakni 15 menit membaca
buku nonteks pelajaran sebelum jam pelajaran dimulai.
Membaca mungkin hal yang sangat familiar di kalangan peserta didik. Namun hal yang
berbeda dalam Permendikbud No.23 tahun 2015 ini adalah peserta didik diberikan kesempatan
membaca buku nonteks pelajaran. Jika dilihat sekilas mungkin terlihat sama dengan membaca
yang biasa mereka lakukan. Namun aroma yang disajikan dalam Permendikbud ini ternyata
berbeda. Para peserta didik mengapresiasi hal ini dengan luar biasa. Selama ini, mereka jenuh
dan bosan membaca buku pelajaran yang lebih banyak dihiasi dengan tulisan-tulisan rapi
seperti pagar halaman ketimbang gambar-gambar yang penuh warna.
Hari pertama pelaksanaan 15 menit membaca ternyata di luar ekspektasi guru. Para peserta
didik yang seharusnya membawa satu buku di dalam kesepakatan awal ternyata membawa
lebih. Hal ini mendorong terciptanya perpustakaan kecil di kelas. Akhirnya, dari peserta didik
dibuat pengelola perpustakaan mini yang bertugas mengelola buku teman-temannya layaknya

perpustakaan. Mulai dari menyortir buku yang layak baca, kemudian mencatat buku-buku yang
ada. Para siswapun dibolehkan meminjam buku ketika kegiatan pembiasaan membaca (baca:
15 menit membaca buku nonteks pelajaran sebelum belajar) ini berlangsung. Alhasil, para
siswa begitu asyik dan khusyuk selama kegiatan berjalan. Kegiatan ini menjadi aktivitas favorit
dengan rating tertinggi daripada kegiatan yang lain.
Para peserta didik seperti menemukan “permata” yang hilang. Suatu kegiatan yang mereka
gemari, menyaingi kegiatan favorit kesenangan mereka sepanjang zaman yaitu bermain di saat
istirahat. Maka tidak jarang beberapa siswa lebih memilih di dalam kelas untuk membaca buku
disela-sela waktu istirahat. Ada juga yang memilih perpustakaan sebagai tempat favorit untuk
duduk bersama-sama teman sembari mencari dan membaca buku yang disediakan. Hal ini
memberikan angin segar bagi dunia pendidikan. Sebab jika kegiatan ini terus dipertahankan
bahkan dikembangkan maka generasi yang akan dihasilkan tentu akan sangat berkualitas.
Kegiatan pembiasaan perlu dikembangkan dan divariasikan karena dikhawatirkan muncul rasa
bosan dan terkesan monoton menghinggapi peserta didik. Oleh karena itu, kegiatan pembiasaan
membaca pada saat akhir pekan dibuat berbeda.
Ada program “Sedekah Cerita” di mana para siswa secara bergiliran diminta bercerita
mengenai buku yang sudah dibacanya. Atau menceritakan pengalaman yang terkait dengan
membaca misalnya pengalaman mereka ke toko buku, perpustakaan kota atau daerah. Bisa juga
peserta didik mempromosikan buku-buku yang sudah dibaca dan layak baca kepada temantemannya.


Pada momen-momen tertentu, misalnya pada saat Hari Kartini, Kamis 21 April 2016 kemarin,
siswa diwajibkan membaca cerita yang terkait dengan R. A Kartini dengan versi komik atau
aslinya. Atau pada saat Hari Bumi, siswa diwajibkan membaca hal-hal yang terkait dengan
bumi, pelestarian bumi, masalah-masalah yang terjadi di bumi, dan sebagainya. Untuk itu, jika
ada momen-momen tertentu, biasanya siswa terlebih dahulu diinformasikan untuk membawa
buku wajib baca keesokan harinya. Hal ini tentunya akan membuat para peserta didik dapat
mengetahui berita faktual yang terjadi saat ini.
Memang kegiataan pembiasaan di SDN 1 Ampenan baru berjalan satu bulan lamanya (mulai
Maret 2016). Hal ini tidak terlepas dari arahan Kepala Sekolah kami yang baru yakni Ibu Hj.
Johar Yuni, S.Pd. Beliau mengarahkan untuk mulai melaksanakan pembiasan membaca ini.
Meskipun baru berjalan satu bulan, ternyata dampak positif dari kegiatan membaca ini dapat
dirasakan. Memang target kegiatan pembiasaan ini adalah target jangka panjang sekitar satu
generasi atau 25 tahun. Namun, dalam satu bulan saja banyak hal kecil tetapi penting yang
dapat dirasakan, misalnya perubahan pola pikir sebagian besar siswa yang mengatakan bahwa
membaca buku itu mengasyikan. Atau perubahan pertanyaan favorit dari “Kapan pulang, Pak
guru?” berubah menjadi “Kapan boleh baca lagi, Pak?”
Selain itu, jumlah pengunjung di perpustakaan sekolah meningkat. Beberapa siswa yang hobi
jalan-jalan ke mal, yang biasanya mencari pakaian, makanan dan tempat bermain, kini
menambah lagi took buku sebagai lokasi kunjungan. Mencari buku-buku bagus untuk dibaca
dan diceritakan kepada teman-temannya.

Satu bulan berjalan, kegiatan ini tentu banyak kekurangan yang perlu dievaluasi agar bisa lebih
baik lagi. Selain itu hadiah (reward) sangat dianjurkan agar ke depannya siswa berlombalomba meraih hadiah, di antaranya pemilihan “Duta Baca” SDN 1 Ampenan, pemberian
hadiah berupa buku-buku bagus, dan jalan-jalan bersama ke perpustakaan.
Selain itu hukuman (punishment) juga harus diberikan khususnya bagi peserta didik yang
masih bermalas-malasan membaca. Jargon yang sering kita dengar: “Awalnya dipaksa,
akhirnya terpaksa, lama kelamaan terbiasa.” Hukuman yang diberikan hendaknya juga
hukuman yang bersifat mendidik, bukan yang mematikan mental anak.
Yang menjadi ujung tombak pelaksanaan kegiatan pembiasaan membaca ini adalah guru.
Efeknya pun langsung kepada guru. Sekarang banyak siswa sering bertanya yang kadang
membuat guru menggunakan jurus bumerang sebagai jawabannya. Ya, guru harus
mengembalikan pertanyaan tersebut kepada para siswa sebagai jawabannya.
Maka hukum membaca bagi guru sekarang adalah wajib jika tidak mau ketinggalan jauh
dengan para peserta didiknya. Bukankah Ki Hadjar Dewantara juga berpesan “Ing Ngarso Sung
Tulodho”? Pesan ini memberi sinyal agar setiap ada program atau kegiatan yang akan menjadi
pembiasaan yang baik, sepatutnya guru yang terlebih dahulu mencontohkannya agar kegiatan
yang dilakukan lebih bermakna dan mempunyai ruh dalam pelaksanaannya.

Suherlan, S.Pd. Guru SD Negeri 1 Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Lahir
di Mataram, 20 November 1985. E-mail: erlannasuha.en@gmail.com. Facebook:
erlan nasuha.