T1 712011002 Full text

PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF
KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG

Oleh
Adrian Gumilar Therik
712011002

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si Teol)

PROGRAM STUDI TEOLOGI

FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

1


PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI
PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS
KOTA KUPANG
Adrian Gumilar Therik, 71 2011 002
ABSTRAK

Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami bagaimana peran doa malam
terhadap anak usia 10-12 tahun dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan.
Terutama kedudukan doa malam yang sudah menjadi budaya. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam terhadap informan yaitu kepada pendeta
jemaat, orangtua dan anak yang melaksanakan doa malam. Kemudian data diolah dan
disajikan melalui teknik analisa dekriptif. Penelitian ini mengambil lokasi di Jemaat GMIT
Kefas Kota Kupang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan
anak dari beberapa tokoh, teori doa, dan teori keluarga sebagai pusat pembentukan. Peran doa
malam dalam Jemaat GMIT Kefas sudah merupakan budaya yang terus dilaksanakan sampai
sekarang, namun yang terjadi adalah sudah banyak keluarga yang meninggal budaya doa
malam ini, secara tidak langsung berdampak pada anak usia 10-12 tahun. Dampak paling
besar adalah ketidakikutserta anak dalam kegiatan gerejawi yang dilaksanakan gereja. Tetapi
dari sekian keluarga yang meninggalkan doa malam masih pula ada keluarga yang rutin
melaksanakan doa malam dan dampak bagi anak sangat menunjukan sebuah perkembangan

iman yang baik, karena orangtua adalah cermin anak.

Kata kunci: Anak, Doa Malam, Keluarga, Gereja Masehi Injil di Timor(GMIT).

2

I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada masa

anak-anak, seseorang mulai

belajar melepaskan diri

dari sikap

egosentrismenya, juga mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang
lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain. 1 Dalam
masa ini, anak-anak mulai menyerap semua yang dilihat, didengar dan dirasakan dari

sekitarnya. Proses penyerapan semua informasi ini mulai dibandingkan oleh anak-anak
sehingga jika frekuensi informasi terus menerus diolah maka akan menjadi sebuah perspektif
bagi anak itu sendiri. Misalkan saja jika frekuensi kekerasan dalam keluarga anak itu terus
terjadi antara orangtua, maka kekerasan bukan hal yang baru lagi bagi anak itu, oleh sebab itu
peran serta kelurga dalam membentuk anak sangat penting. Usia 10-12 tahun adalah masamasa di mana seorang anak mulai mengembangkan semua yang dia dapatkan. Anak mulai
mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, yaitu perkembangan fisik, kognitif, mental,
termasuk perkembangan iman. Dalam kaitan dengan perkembangan iman, maka doa adalah
suatu disiplin rohani yang penting.2
Setiap doa yang di panjatkan oleh manusia kepada Yang Maha Kuasa pasti memiliki
kepentingan masing-masing. Kepentingan yang dimaksudkan disini adalah sesuai dengan
kebutuhan manusia itu sendiri dalam menjalani proses kehidupan ini. “Yang Maha Kuasa”
adalah sesuatu yang transenden, di mana manusia tidak bisa melihat, meraba dan menyentuh
secara langsung “Yang Maha Kuasa”, maka dari itu doa bisa dijadikan sarana komunikasi
antara manusia dan Yang Maha Kuasa. Tom Jacobs mengatakan bahwa doa baik isi maupun
bentuknya sebagian besar tergantung dari paham manusia menganai Allah itu sendiri.3
Pemahaman ini didasarkan pada pemikiran manusia bagaimana Allah bisa menjawab dan
membantu manusia dalam menghadapi atau menyelesaikan sebuah masalah. Seorang pemuda
penggangguran yang sedang mencari pekerjaan akan memanjatkan sebuah doa bahwa Allah
akan memberikan dia pekerjaan yang layak, di sini Allah dipahami sebagai seorang penyedia
lapangan kerja. Berbeda pula dengan seorang anak kecil yang sedang menginginkan sekali

sebuah sepeda di hari ulang tahunnya, maka anak kecil itu akan memanjatkan doa agar Allah
1

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-Karya Penting James Fowler (Yogyakarta:
Kanisius,1995), 29.
2
Thomas P. Rausch, Katolisisme (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 281.
3
Jacobs Tom, Teologi Doa (Penerbit Kanisius, 2004), 12.

3

mengirimkan sepeda dari surga. Ini didasarkan pada pemahaman anak kecil tersebut bahwa
ketika meminta sesuatu pada Allah maka akan diberikan. Tentunya di sini sangat jelas bahwa
doa yang dilakukan oleh manusia akan berbanding lurus dengan gambaran mereka tentang
Allah itu sendiri. Baik Allah sebagai Pemberi, Pengasih, Pengampun dan lain-lain.
Thompson Marjorie mengatakan bahwa doa pada keluarga harus dilaksanakan setiap
harinya karena penting bagi kelangsungan hidup kerohanian anggota keluarga terutama pada
anak-anak.4 Keluarga memang bukanlah satu-satunya konteks pembentukan pribadi (anak)
yang sedang berlangsung. Kehidupan anak-anak ini penuh dengan konteks-konteks alternatif.

Misalkan saja sekolah, tempat bermain, gereja, kelompok bermain, kebudayaan dan di mana
sumber informasi itu muncul. Tetapi dengan siapa anak itu secara akrab tinggal, berjuang,
dan bermain, dan itulah yang memberikan dampak yang paling besar dan disitulah keluarga
menjadi titik tolak utama.
Gereja Kefas Kota Kupang adalah salah satu anggota GMIT yang berdiri pada tanggal 30
November 1957 sampai sekarang telah memiliki jumlah jemaat sekitar 945 kepala keluarga di
mana terdiri dari 3.424 jiwa dan dibagi menjadi 9 wilayah pelayanan (rayon). Dari jumlah
jemaat yang tercatat di bagian administrasi Gereja Kefas Kota Kupang maka anak-anak
memiliki jumlah sekitar 275 anak yang dikategorikan dari usia 3 tahun sampai 12 tahun.
Setiap kali peneliti mengikuti kebaktian di gereja Kefas kota Kupang, maka yang selalu
menjadi warta pelayanan rutin adalah kurangnya minat terhadap sekolah minggu, di mana
banyak anak-anak yang tidak pernah hadir. Orang tua lebih banyak membiarkan anak mereka
tinggal di rumah atau bahwa ada orang tua yang lebih memilih anak-anak mereka ke gereja
dan mendengar khotbah pendeta, dan belum tentu khotbah pendeta anak-anak bisa mengerti.
Padahal doa malam keluarga sudah menjadi tradisi keluarga Kristen di Jemaat Kefas sampai
sekarang, sehingga di sini menjadi menarik bahwa peneliti melihat peran doa malam
sepertinya sudah menggantikan posisi sekolah minggu sebagai sarana utama Gereja
mengfasilitasi anak usia 10-12 tahun.

4


Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 80.

4

Melihat berbagai pandangan dan pemikiran tentang doa dan anak-anak berdasarkan
keluarga sebagai pusat pembentukan yang terjadi pada usia anak maka penulis tertarik
meneliti tentang doa anak dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui
sejauh mana peran doa malam pada anak ketika melakukan doa malam. Berdasarkan latar
belakang tersebut, Peneliti memilih judul penelitian: PERAN DOA MALAM TERHADAP
ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT
PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka rumusan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran doa malam terhadap anak usia 10-12 tahun
dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan di GMIT Kefas kota Kupang ?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripskan peran doa malam terhadap anak usia
10-12 tahun dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan di GMIT Kefas kota
Kupang.

4. Manfaat Penelitian
Memberikan sumbangan pemikiran kepada anggota Jemaat GMIT Kefas kota Kupang
mengenai begitu pentingnya doa malam yang dilaksanakan keluarga bagi anak-anak,
karena anak-anak adalah masa depan Gereja yang akan meneruskan semua perjuangan
saat ini, sehingga berharap bahwa iman pada anak-anak di GMIT terkhusus pada Kefas
Kota Kupang terus bertumbuh dan juga penelitian ini bermanfaat untuk memberikan
sumbangsi pemikiran bagi sivitas akademika Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana dalam menyikapi pentingnya pendidikan dalam keluarga bagi anak-anak
5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif merupakan suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas peristiwa
pada sekarang. Tujuannya ialah untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta gejala-gejala yang nyata atau realita apa
adanya sebagaimana dinyatakan oleh kenyataan itu sendiri.5 Maka dari itu metode
deskriptif ini akan menggambarkan peran doa terhadap anak usia 10-12 tahun. Sedangkan
jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu penelitian dengan serangkaian
kegiatan atau proses menjaring informasi dari keadaan yang sewajarnya dalam kehidupan
5

M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985) , 63.


5

suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang
teoritis maupun praktis.6 Ada pun teknik pengumpulan data dari sumber data dengan cara:

a)

Wawancara

Wawancara adalah hal yang dilakukan dengan cara Tanya jawab dengan seseorang
yang diperlukan guna untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal
yang diketahuinya, guna untuk dimuat dalam sebuah tulisan7. Sumber data yang akan
diwawancarai ialah orangtua dan anak-anak di GMIT Kefas Kota Kupang yang
melaksanakan doa malam. Peneliti akan mewancarai sebanyak 5 keluarga jemaat Kefas
Kota Kupang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
b)

FGD (Focus Group Discussion)


FGD merupakan suatu metode pengumpulan data dengan memuaskan teknik
pengambilan data melalui diskusi kelompok dan terarah. Lebih lanjut, Krueger8
menggambarkan untuk melakukan FGD harus ditentukan besar peserta, menentukan
lamanya diskusi dan lain-lain. Maka dari itu ketika sudah menyelesaikan wawancara
setiap individu dilanjutkan dengan mengumpulkan mereka yang terdiri dari orangtua dan
anak-anak dalam suatu ruangan.
6. Sistematika Penelitian
Tulisan ini terdiri dari 4 (empat) bagian yang dideskripsikan sebagai berikut: bagian
pertama yakni pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bagian
kedua tentang teori anak dari J. Fowler, piaget dan Erikson, selanjutnya teori doa menurut
Tom Jacobs, dan teori keluarga sebagai pusat pembentukan M Thompson. Bagian ketiga
terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian di lapangan Jemaat
Kefas. Bagian keempat terdiri dari kesimpulan dan saran dan tidak menutup kemungkinan
terdapat hal-hal baru pada saat penelitian yang akan diungkapkan.

6

Jopie Daan Engel, Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen (Salatiga: Widya Sari Press, 2005),


20.
7

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama, 2008),1559.
8
Richard A. Krueger, Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research, (Newburg Park Calif:
Sage Publications, 1998), 65.

6

II. PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN
2.1 Tahap Perkembangan Anak Usia 10-12 tahun
“The progressive and continuous change in the organism from birth to death”. 9 Manusia
selalu mempunyai ciri khas dalam kehidupan seperti pertumbuhan dan perkembangan,
tentunya setiap individu harus melewati semua tahap perkembangan dari awal sampai akhir.
Di mulai dengan kelahiran menjadi bayi, anak, remaja, dewasa dan mencapai lansia. Semua
ini tidak dapat dipisahkan dalam proses perkembangan, sehingga bisa dikatakan bahwa setiap
perkembangan manusia melalui tahap-tahap dan setiap tahap mempunyai perbedaan.
Tentunya harus di sadari bahwa setiap individu itu berbeda dengan yang lainnya, tidak

ada dua orang yang memiliki kesamaan yang sama persis, maka dari itu Singgih Gunarsa,
mangatakan bahwa pentingnya masa anak-anak sebagai dasar dari keseluruhan kehidupan.
Dianut anggapan bahwa pola kepribadian dasar seseorang terbentuk pada tahun-tahun
pertama kehidupan. Adanya pengalaman-pengalaman yang kurang menguntungkan yang
menimpa diri seorang anak pada masa mudanya akan memudahkan timbulnya masalah
gangguan penyusaian diri di kelak kemudian hari.10 Sehingga masa-masa awal ini harus
dijadikan sebagai momentum terbaik dalam kehidupan seorang anak dan akhirnya
pertumbuhan dan perkembangan anak lebih baik, karena perkembangan dan pertumbuhan
fisik, kognitif, mental, termasuk perkembangan iman sangat membantu anak dalam masa
depannya. Beranjak dari berbagai perkembangan dan pertumbuhan yang beraneka ragam
terhadap anak, maka peneliti akan memfokuskan perkembangan kepercayaan anak
berdasarkan penelitian dari J. Fowler dan para tokoh lain seperti Piaget (kognitif), dan Erik
Erikson (psikososial).
2.1.1 Tahap Perkembangan Kepercayaan James Fowler
James Fowler, membagi tahap-tahap kepercayaan berdasarkan penelitian empirisnya
(wawancara semi-klinis) dan membaginya dalam tujuh tahap kepercayaan eksistensial.
Dalam masa kanak-kanak Fowler membaginya dalam 3 tahap, yaitu tahap 0 sampai tahap 2.
a. Tahap 0 adalah kepercayaan Elementer Awal (Primal Faith) pada usia 0 tahun sampai 3
tahun atau biasa tahap ini disebut kepercayaan yang belum terdiferensiasi. Kepercayaan
ini didasarkan karena yang pertama ciri disposisi praverbal si bayi terhadap
9

Chaplin J. P, Dictionary of Psychology (London: Random House Publishing, 2010), 15.
Gunarsa Singgih, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

10

1983),93.

7

lingkungannya yang belum dirasakan maupun disadari. Kedua ini adalah daya-daya
seperti kepercayaan dasar, keberanian, cinta kasih belum bisa dirasakan lewat proses
pertumbuhan.11 Dalam tahap ini juga anak belum bisa mengfokuskan dirinya terhadap
pembentukan karakter dari sang anak sendiri, sehingga orangtua menjadi salah satu
aktor pembentukan anak dalam usia ini.
b. Tahap 1 adalah kepercayaan Intuitif-Proyektif pada usia 3 tahun sampai 7 tahun. Pada
tahap ini anak belum memiliki kemampuan operasi logis yang mantap. Demikian juga
kesanggupannya untuk membeda-bedakan perspektifnya sendiri dengan perspektif
orang lain untuk mengkoordinasikan masih sangat terbatas.12 Dalam tahap ini juga anak
belum bisa secara penuh mengkonsepkan dirinya sendiri secara utuh tetapi masih
memakai perspektif orang lain untuk mengkonsepkan dirinya.
c. Tahap 2 adalah kepercayaan Mitis-Harfiah pada usia 10 tahun sampai 12 tahun.
Termasuk dalam “Anak mulai berpikir secara logis dan mangatur dunia dengan
kategori-kategori baru, seperti kategori kausalitas (sebab-akibat), kategori ruang dan
waktu dan sebagainya. Anak-anak manjadi empirikus kecil yang secara empiris dan
logis berniat menyelidiki struktur dan fungsi sebenarnya dari segala hal dan keseluruhan
kenyataan. Kini anak sanggup membalikan arah dan susunan pikirannya dan mampu
menguji segala pikirannya secara empiris atas dasar pengataman sendiri, maka anak
akan mengecek apakah pandangan-pandangan kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan
pendapat-pendapat orang dewasa yang dihargainya seperti orangtua, guru dan kelompok
masih tetap masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya, khususnya dalam
bentuk cerita, kenyakinan kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok anggotanya.13
Maka anak-anak usia sekolah mulai mengatasi dalam perspektif orang lain serta
mengambil alihnya. Oleh karena itu, anak-anak dapat mengambil pandangan hidup dan
keyakinan-keyakinan kepercayaan orang lain. Bentuk kepercayaan ini muncul sebagai
tahap kedua (umur 7-12 tahun). Di sini mulai bertumbuh operasi-operasi logis terhadap
pengalaman imajinatif di Tahap 1. Operasi-operasi logis itu mulai bersifat konkret, dan
mengarah pada adanya kategori sebab-akibat. Di sini anak berusaha melepaskan diri
dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan

11

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler
(Yogyakarta: Kanisius, 1995), 27.
12
Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. 28.
13
Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler, 131.

8

perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih
pandangan (perspektif) orang lain.
Aspek paling penting dan mencolok dalam tahap ini ialah bahwa anak dapat menyusun
dan mengartikan dunia pengalamanya melalui media cerita dan hikayat. Fowler,
menambahkan bahwa anak mulai berpikir secara konkret tanpa mengrefleksikan lebih lanjut
tindak berpikirnya. Hal ini antara lain berarti bahwa percampuran antara fantasi, fakta dan
perasaan sudah melemah sedangkan sifat berubah-ubah tanpa batas yang mantap pada konsep
anak pun semakin berkurang. Kini anak sanggup membedakan antara spekulasi fantasi
melulu dan fakta-fakta empiris, maka fantasinya dikendalikan sedemikian rupa agar sikap
empirisnya mendapatkan cukup peluang untuk berkembang.14 Peluang yang dimaksud
Fowler biasa disebut “operasi konkret” di mana anak bisa berhenti mencampurkan fantasi dan
dunia nyata yang terjadi.
Timbulnya “operasi konkret” menunjukan bahwa di satu pihak pikiran anak
mengendalikan daya fantasi yang meluap-luap, dan di pihak lain meningkatnya
perkembangan sikap empiris yang nyata. Anak menjadi sang empirikus kecil yang selalu
ingin melakukan pengecekan empiris, mencari bukti-bukti nyata bagi klaim bahwa segala hal
yang nyata dan konkret mempunyai struktur fakta empiris. Bukti ini hanya dapat diberikan,
jika dengan tegar dan tekun anak berhasil menetapkan garis pemisah yang jelas antara fakta
dan fantasi, antara kenyataan real dan khayalan atau kenyataan semu. Tentu saja sisa endapan
afektif-imajinatif masih agak berpengaruh, tetapi sekarang seluruh endapan tersebut harus
tunduk pada kegiatan-kegiatan operasi-operasi “logis”baru yang memungkinkan terjadinya
bentuk penyusunan arti dan penafsiran pengalaman yang lebih mantap. Dunia pengalaman
fisik di mengerti menurut gaya pemikiran magis yang berubah-ubah itu semakin berkurang
pengaruhnya sebab pada tahap ini anak dapat membedakan antara “yang kodrati” dan “yang
adikodrati”.15
2.1.2 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme

14

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler.
(Yogyakarta: Kanisius, 1995), 142.
15
Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. 152.

9

biologis perkembangan sistem syaraf. Makin bertambahnya umur seseorang, maka makin
komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika
individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam
struktur kognitifnya. Dalam tahap kognitif ini Piaget membagi dalam 4 bagian besar yaitu
tahap 1 sampai tahap 4: 16
a. Tahap 1 adalah sensorimotor terjadi pada anak usia 0 sampai 2 tahun. Dalam
tahap ini inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan indrawi anak terhadap
lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau dan
lain-lain. Pada tahap ini anak belum dapat berbicara bahasa. Anak belum
mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu benda.
Mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan
akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan perlahanlahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena
adanya rangsangan atau kontak pengalaman.
b. Tahap 2 adalah praoperasi terjadi pada anak usia 2 sampai 7 tahun. Tahap
pemikiran praoperasi dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan
simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu obejek yang saat itu
tidak berada bersama subjek. Secara jelas cara berpikir simbolik diungkapkan
dengan penggunaan bahasa pada masa anak mulai berumur 2 tahun. Tahap ini
juga dicirikan dengan pemikiran intuitif pada anak. Dengan penggunaan bahasa
seorang anak dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak dilihat.
c. Tahap 3 adalah operasi konkret terjadi pada anak usia 7 sampai 11 tahun. Tahap
ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada
aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah mulai mengembangkan operasioperasi logis. Operasi itu bersifat reversibel artinya dapat dimengerti dalam 2 arah
yaitu sebuah pemikiran yang dapat dikembalikan pada awalnya. Dengan operasi
itu, anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan
dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi. Oleh karena itu ia
tidak mempunyai banyak kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan persoalanpersoalan konservasi, anak juga mulai dapat menganalisi masalah dari berbagai
segi.
16

Suparno Paul, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 26-97.

10

d. Tahap 4 adalah operasi formal terjadi pada anak usia 11 dan 12 tahun keatas,
mulai beranjak remaja. Pada tahap ini anak sudah mulai berpikir logis, berpikir
dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis
dan dapat mengambil kesimpulan dari apa yang diamati pada saat itu.
Dalam teori yang dikembangkan Piaget, maka anak usia 10-12 tahun masuk dalam
tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap akhir anak memasuki dunia dewasa yang harus
di lalui masa remaja terlebih dahulu. Pada tahap 3 sudah menjelaskan bahwa anak sudah
bisa menganalisa berbagai masalah dari berbagai pandangan, sehingga disini menjadi
menarik bahwa peran keluarga juga memainkan peran yang cukup penting dalam
pandangan anak itu sendiri ketika berhadapan dengan sebuah masalah. Sehingga ketika
anak sudah mulai beranjak remaja permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks bisa
anak tangani sendiri.

2.1.3 Tahap perkembangan Psikososial Erikson
Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk
mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial,
yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”. Dari 8 jenis
tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson maka anak usia 10-12 tahun melalui 4 tahap
yaitu:17
a. Psikososial Tahap: 1 Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa
percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang
merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si
penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika
penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak
nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar. Kegagalan mengembangkan rasa percaya
menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan
kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
17

Editor, Childhood and Society Erik Erikson (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 62-134.

11

b. Psikososial Tahap: 2 Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita
yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung aktif
dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak
serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun
yang dia mau. Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah
menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun
sebaliknya, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang
dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Maka orang tua dalam
mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan
ruang gerak anak, karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol
diri dan harga diri.
c. Psikososial Tahap: 3 Inisiatif vs kesalahan
Tahap ini di alami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age). Anak-anak pada usia ini
mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu
terhadap segala hal yang dilihatnya. Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa
ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola
asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap
berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan
dalam sikap maupun perbuatan.
d. Psikososial Tahap: 4 Kerajinan vs inferioritas
Tahap ini merupakan tahap laten usia 6-12 tahun (school age) di tingkat ini anak mulai
keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran
misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus
menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana
rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak
tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat
mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting
untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik
pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu

12

ada nilai positif yang dapat di petik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni
kompetensi.

2.2 Doa Malam
Dalam Perjanjian Lama doa bukanlah hal yang baru dari zaman Adam dan Hawa sampai
pada bangsa Israel sebagai status bangsa pilihan Allah pun, doa menjadi penolong yang
ampuh bagi mereka. Hanya dengan doa yang bisa membuat bangsa Israel dapat
berkomunikasi dengan Allah secara baik selain menggunakan peran dari para nabi, dan pola
ini terus berlanjut sampai pada waktu Perjanjian Baru pada saat Yesus sendiri yang
mempunyai peran penting.
Yesus sendiri pun selalu berdoa kepada Bapa ketika Ia tak kuat menahan beban yang Ia
dapatkan. Doa paling terkenal yang diajarkan Yesus sampai pada saat ini adalah doa Bapa
Kami yang menjadi simbol doa orang Kristen. Dalam Perjanjian Baru juga mengatakan
bahwa kita senantiasa selalu tetap berdoa, karena doa tidak pernah mengenal waktu. Rick
Warren mengatakan bahwa kita tidak akan pernah menumbuhkan hubungan yang dekat
dengan Allah hanya dengan menghadiri gereja sekali seminggu atau bahkan memiliki saat
teduh harian, karena Allah ingin terlibat di dalam setiap kegiatan kita baik dalam pikiran
maupun setiap tindak laku.18 Keterlibatan Allah yang dimaksud di sini adalah Allah mau agar
doa tidak menjadi pembatas saja tetapi lebih dari itu setiap tindakan, perilaku dan pikiran kita
mencerminkan sikap Allah yang semestinya. Walaupun tidak secara rutin berdoa pada saat
melakukan aktifitas setiap hari namun harus mencerminkan sikap perilaku dan pikiran sejalan
dengan Allah maka pada saat itu juga kita sebenarnya sedang berdoa kepada Allah.
Tom Jacobs mengatakan bahwa doa adalah penggerak agama. Tanpa doa, agama adalah
upacara adat atau kebudayaan saja. Maka, titik awal bukanlah agama, dan segala
peraturannya mengenai doa, melainkan doa pribadi yang timbul dari hati. Doa adalah
pertama-tama dan terutama pengungkapan iman. Dalam doa, iman bisa dibahasakan, dengan
segala kekhasan dan ciri-ciri bahasa. Itu bisa dalam bahasa puitis dan bahasa biasa, bisa
bahasa resmi dan bisa bahasa sehari-hari, semua itu adalah bentuk doa yang baik. Terpenting
adalah bahwa doa itu menyatakan apa yang ada di dalam hati. Orang beriman berdoa untuk

18

Warren Rick, The Purpose Driven Life (Jakarta: Gandum Mas, 2005), 91.

13

membuat imannya menjadi sadar dan jelas.19 Kejelasan di sini setidaknya berangkat dari
pemikiran bahwa sebenarnya kesalahan kita berdoa adalah pada saat kita membutuhkan
Allah, dalam kesusahan, mengalami sakit penyakit, dan lain-lain. Kembali lagi bahwa cermin
iman sebenarnya pada saat kita berdoa. Sehingga anak-anak begitu penting diingatkan bahwa
orang Kristen berdoa bukan karena berada dalam kesusahan ataupun penderitaan tetapi
karena doa adalah bagian iman yang terus menerus harus di asa setiap hari, adapun iman kita
semakin tajam setiap harinya.
Doa malam setiap anggota keluarga yang dilaksanakan setiap harinya adalah penting bagi
keseluruhan hidup kerohanian keluarga, sebab hal itu menambatkan hubungan kita dengan
anggota keluarga yang lain pada hubungan dengan Tuhan. Atas dasar yang mendalam itulah,
maka keluarga harus bertumbuh sesuai dengan rancangan Allah dan bukan rancangan sendiri.
Anak-anak yang senang bicara biasanya merasa nyaman dengan melakukan doa dialogis. Doa
dialogis membantu anak-anak dan orang dewasa mengerti bahwa doa tidak memerlukan katakata dan kalimat-kalimat yang khusus; doa dialogis adalah cara berkomunikasi sederhana
yang menyentuh hati Allah. Kadang-kadang doa bermanfaat bagi orangtua dalam membantu
anak-anak mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka kepada anggota keluarga lainnya 20.
Ketika diberi kesempatan Tuhan beraktifitas selama 24 jam maka doa malam menjadi begitu
penting bagi keluarga-keluarga Kristen karena doa malam bisa dijadikan sebuah pertemuan
kecil antara ayah, ibu dan anak-anak dalam membicarakan apa yang menjadi pergumulan
mereka selama satu hari penuh dalam berkantor maupun bersekolah, sehingga doa malam
memiliki multifungsi itu sendiri. Doa malam berbeda dengan doa pagi maupun doa-doa
mengawali sebuah aktifitas karena doa malam bisa menyimpulkan masalah hari ini yang
terjadi.

2.3 Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan
Keluarga dapat diartikan berbeda-beda sesuai dengan orientasi yang digunakan seseorang
dalam mengartikan keluarga itu sendiri. Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua
orang atau lebih yang hidup bersama-sama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
setiap individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga, yang
terdiri ayah, ibu dan anak. Dari sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak tentunya
19
20

Jacobs Tom, Teologi Doa (Penerbit Kanisius, 2004), 23.
Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 83.

14

memiliki peran dan fungsi masing-masing. Semua bentuk pola pembentukan dan
perkembangan dari anak akan terbentuk sempurna maupun tidak sesuai dengan keluarga itu
sendiri, sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal ini, di mana
pun anak itu bermain dan menemukan sesuatu yang pasti keluarga menjadi tolak ukur
pertama bagi anak dalam mengukur setiap pemikiran dan penemuannya. Begitu juga dengan
pola perkembangan iman dari seorang anak, jika tidak di mulai dari keluarga itu sendiri maka
akan gagal bagi anak itu sendiri.21
Keluarga, melebihi konteks apa pun, di mana merupakan tempat dasar pembentukan
rohani, terutama bagi anak-anak. Jika gereja ingin ingin melihat pembentukan rohani
kekristenan secara nyata, maka gereja perlu memainkan peran dan memberikan dukungan
yang lebih serius kepada keluarga.22 Dalam banyak hal, anak-anak amat di bentuk oleh pesan
hidup. Seiring dengan berlalunya waktu, susunan keluarga terus berubah sesuai dengan
berbagai irama kehidupan. Namun, keluarga masih tetap menjadi pusat di mana hubunganhubungan keakraban itu terbentuk dan membentuk ulang nilai-nilai, ide-ide dan pola-pola
kehidupan keluarga. Tentu saja, kelas-kelas dan kelompok-kelompok yang disponsori gereja
dalam bidang kehidupan keluarga itu memang perlu dan sangat membantu. Namun, jika
program-program tersebut merupakan cara tunggal, atau bahkan cara yang utama, yang
digunakan oleh gereja untuk memusatkan perhatian pada para keluarga, maka akibatnya
adalah justru keluarga-keluarga masa kini berada dalam kondisi yang membentukan
pembenahan oleh gereja. Dalam hal ini, telah terjadi suatu penyimpangan yang terselubung
dibalik asumsi bahwa terdapat norma-norma yang abstrak bagi keluarga-keluarga kristen
yang hanya boleh di ketahui dan disampaikan oleh gereja, dampaknya adalah pelemahan
keluarga. Ini bisa membuat orang menyakini bahwa jika keluarga mereka kurang sempurna,
maka mereka tidak dapat di terima oleh gereja23.
Peran keluarga begitu sensitif bagi tumbuh kembang seorang anak bagi masa depannya.
Pendidikan anak bukanlah suatu tanggung jawab yang sederhana. Tentunya semua tahu
bahwa begitu banyak orang tua Kristen yang kurang berhasil tugas dari Allah. Bahkan
kadang-kadang orang tua Kristen yang sudah berusaha menerapkan panggilan Allah pun
tidak berhasil mengadakan family altar. Mereka tidak mampu menanamkan dan menstimulur
kehendak Allah pada anak-anak. Family altar tidak sama dengan ibadah minggu di gereja,
21

Friedman Edwin, Generation to Generation (New York: The Guilford Press, 2011), 12.
Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 80.
23
Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 85.
22

15

karena family altar sebenarnya merupakan aplikasi dari ibadah yang formil ke ibadah yang
tidak formil. Kenyataan mengatakan bahwa 90% keluarga kristen tidak memiliki family altar.
Banyak orang berpikir bahwa family altar merupakan ibadah formil yang dilakukan di rumah
pada waktu tertentu dengan metode dan waktu tertentu pula. Akibatnya orang tua harus
manjadi pendeta yang selalu berkhotbah dan anak-anak menjadi pendengarnya. Metode,
waktu dan tempat family altar bisa fleksibel. Kadang-kadang di meja makan di mana seluruh
keluarga berkumpul bersama dan alkitab bisa dibaca bersama. Family altar yang tidak formil
sebenarnya jauh lebih serius dan lebih sulit daripada ibadah formil. Dalam family altar yang
formil yang biasanya dilakukan sekali orangtua bisa menjadi pemain sandiwara seperti
pengkotbah yang cuma muncul di mimbar untuk berkhotbah. Lain halnya dengan family altar
yang tidak formil, yang terus menerus menuntut pertanggung jawaban iman orang tua.
Orang tua harus belajar hidup konsisten dengan apa yang mereka imani dan ajarkan.
Anak-anak belajar kebenaran firman Allah melalui model yang nyata yaitu kedua orang tua
mereka.24 Konsep family altar yang diberikan oleh Y. Susabda, sudah menjadi sebuah tradisi
dalam keluarga Kristen jemaat Kefas namun yang menjadi persoalan adalah tradisi ini masih
dijalankan atau tidak. Penulis berpikir bahwa yang menjadi kelemahan keluarga kristen pada
saat keterikatan waktu dan teknologi menjadi pemicu bom waktu yang paling dasyat antara
keluarga itu sendiri. Family altar yang menjadi sebuah media berkumpulnya orang tua dan
anak menjadi jurang paling lebar karena kesibukan masing-masing. Tetapi family altar
mempunyai fungsi paling ampuh dalam mengetahui pembentukan anak dalam keluarga
sejauh apa.
Pada umumnya orang tua berpikir bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab
seorang guru dalam konteks sekolah dan yang dilakukan dengan cara memberikan bahanbahan pelajaran. Tidak heran dengan konsep seperti ini banyak orang Kristen berpikir bahwa
dengan mengirim anak-anak ke sekolah dan pada hari minggu ke sekolah minggu mereka
sudah memenuhi tanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka. Memang konsep
seperti ini tidak sepenuhnya salah karena kenyataannya anak-anak juga mengalami proses
belajar melalui pendidikan formal. Tetapi makna dari pendidikan anak sebenarnya lebih dari
pada apa yang dapat dicapai melalui metode formal. Bahkan proses belajar sesungguhnya
tidak terjadi melalui interaksi anak dengan bahan pengajaran. Pendidikan anak adalah
tanggung jawab orangtua yang sangat besar. Masa-masa pra-sekolah justru adalah masa-masa

24

Susabda Yakub, Marriage Enrichment (Jakarta: Mitra Pustaka, 2011), 135-138.

16

pendidikan yang paling primer karena 75% dari kepribadian anak yaitu fisik, psikis, emosi,
sosial, intelek, dan moral terbentuk sebelum anak tersebut berumur 6 tahun. Pada masa-masa
itu, orang tua harus menanamakan kehausan dan kebutuhan akan kebenaran.25

25

Susabda Yakub, Marriage Enrichment (Jakarta:Mitra Pustaka, 2011), 143.

17

III. Hasil Penelitian dan Analisa Data Peran Doa Malam Terhadap Anak Usia 10-12
Tahun dari Perspektif Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan di Jemaat GMIT Kefas
Kota Kupang
3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Tempat penelitian yang diteliti adalah GMIT jemaat Kefas Kota Kupang. Jemaat Kefas
merupakan salah satu bagian dari klasis Kota Kupang yang berada dalam rayon II. Letak
Gereja Kefas sendiri pun berada di tengah-tengah kota Kupang dan memiliki tempat yang
sangat strategis di mana diapit oleh sekolah-sekolah, institusi pemerintahan, toko-toko dan
lain-lain. Dari letak yang cukup strategis ini, jemaat Kefas pun memiliki latar belakang yang
beraneka ragam, mulai dari PNS, polisi, tentara, petani, wiraswasta, pedagang, anak sekolah,
dan lain-lain.
3.2 GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang
3.2.1 Sejarah GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang26
Dilihat dari konteks perkembangan Jemaat Kefas maka dimulai dari era Penjajahan
Belanda (sekitar tahun 1930 an), konsentrasi penduduk lebih banyak terdapat di daerah Kota
yakni wilayah di sekitar pelabuhan dan pertokoan dan sekitar Bonipoi. Segala macam suku
(China, Arab, Rote Sabu, Timor, Solor) dan agama (Kristen, Islam) bergabung menjadi satu.
Di mata penjajah, pengelompokan seperti ini dipandang kurang baik. Penduduk beragama
Islam dipisahkan dengan yang beragama Kristen. Belanda kemudian memindahkan orang
Rote, Sabu yang beragama Kristen dan orang Arab yang beragama Islam ke wilayah yang
berbeda.
Pada tahun 1971-1980 ini banyak peristiwa monumental terjadi. Peristiwa bersejarah
yang terjadi dalam jemaat Kefas adalah digelarnya Persidangan Istimewa Sinode GMIT yang
terlaksana pada tahun 1975. Persekutuan jemaat terasa begitu kental. Salah satu contohnya PS
Gabungan menurut penurutan Pnt. M. Boboy bisa mencapai 100 orang. Kelompok pemuda
menunjukan partisipasi penuhnya dalam kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan keluar dari
Pemuda dengan Paduan Suara cukup intens pada saat itu. Dalam Keputusan Pleno Majelis
Jemaat Kefas Periode 1975-1976 telah diprogramkan untuk menanam kelapa dan pisang di
perkebunan gereja di desa Sumlili, Kec. Kupang Barat.

26

) Sejarah GMIT Jemaat Kefas, Kota Kupang (PDF).

18

Peristiwa bersejarah lainnya terjadi menjelang akhir dekade adalah konflik internal dalam
jemaat yang melibatkan pihak Sinode, sehingga Pdt. Kalemudji yang oleh Majelis Sinode
ditugaskan untuk melayani di Kefas. Penyelesaian konflik internal ini tidak dapat
diselesaikan dengan pihak Sinode. Perkara ini kemudian diputuskan di pengadilan. Pendeta
yang melayani pada era ini antara lain Pdt. B. Luase, Pdt. Ny. J.S. Manafe Napu, Pdt J.Ch.
Kalemudji dan Pdt.A. Lakusa. Akhirnya pada Tahun 1991-2002 Mengingat kondisi fisik
gereja yang makin memprihatinkan maka pada tahun 1992 diputuskan untuk membentuk
Panitia Pembangunan Fisik. Pekerjaan rehab gedung gereja akhirnya rampung dan
diresmikan pada tanggal 14 Oktober tahun 1997 oleh Gubernur NTT pada saat itu yakni
Herman Musakabe, karena pekerjaan pembangunan tersebut, maka pelayanan kebaktian
Minggu dipindahkan ke Aula SMEA. Pendeta N. Maahury datang dan melayani di jemaat
Kefas persisnya pada tahun 1990 sampai pada masa pensiun beliau. Bersamaan dengan itu
pula Ny.Pdt. Y. Kisek-Nuban melayani di jemaat Kefas yang kemudian dimutasikan ke
Jemaat Agape pada tahun 2000.
3.2.2 Latar Belakang Kehidupan Jemaat Kefas Kota Kupang
Warga jemaat Kefas ditinjau dari sejarah pembentukannya senantiasa didominasi oleh
warga yang berasal dari etnis Rote-Ndao yang diikuti oleh etnis Timor, Semau dan Alor.
Pengelompokan sosial penduduk oleh pemerintah kolonial Belanda pada satu wilayah
tertentu disesuaikan menurut kelompok etnis misalkan: orang Solor berdiam di wilayah
sekitar pantai karena pada umumnya perdagangan merupakan pekerjaan utama mereka, orang
Kisar terkonsentrasi di daerah Tode-Kisar, orang China di pusat perdagangan di Lay-lay Bisi
Kopan, orang Arab di Airmata.
Bagi etnis Rote sendiri terbagi menurut sub-etnis yang tersebar di wilayah Oeba,
Kuanino, Oepura, Oebobo, Oebufu. Pengelompokan etnis Rote ini pun masih juga terpola
menurut asal nusak27, sehingga misalkan mayoritas orang Termanu berdomisili di Kampung
Baru, juga Babau dan Oesao. Orang yang berasal dari nusak Dengka di Kuanino, Oebobo dan
Sikumana, orang Korbafo di Oebufu, Orang Keka Talae bermukim di Naikoten, orang Bilba
terkonsentrasi di wilayah Manulai, orang dari nusak Ringgou di desa Tablolong. Persebaran
dan konsentrasi ini masih terlihat sampai sekarang ini, walaupun telah ada migrasi dan
percampuran penduduk dari berbagai etnis lain di Nusa Tenggara Timur.
27

Nusak adalah masyarakat Rote Ndao terdiri dari 19 sub etnis dan setiap sub etnis mendiami sebuah

wilayah kesatuan adat yang merupakan daerah teritorial. Antara lain adalah Landu, Ringgou, Oepao, Bilba, Diu,
Korbafo, Lelenuk, Bokai, Termanu, Talae, Keka, Lole, Ba'a, Lelain, Thie, Dengka, Delha, Oenale, dan Ndao.

19

Sedangkan orang Sabu terkonsentarsikan di tempat-tempat seperti Fountein, Nunhila,
Nunbaun Sabu. Pengelompokan seperti ini meningggalkan jejak sampai sekarang, yang
walaupun mobilitas penduduk makin meningkat namun masih tetap terlihat pada identitas
warga jemaat dengan dominasi dari etnis-etnis tertentu seperti yang ada pada awal
pembentukan wilayah pemukiman penduduk. Hal ini tergambar sampai sekarang dari
komposisi warga jemaat menurut katagori etnis pada masing-masing jemaat GMIT yang ada
di Kota Kupang misalkan jamaat Agape didominasi oleh etnis China, orang Sabu
mendominasi jemaat kota Kupang, jemaat Oebobo sebahagian besar warganya berasal dari
etnis Rote bercampur Sabu. Demikian juga halnya dengan warga jemaat Kefas yang
sebahagian besar warganya berasal dari etnis Rote-Ndao yang terbagi dalam berbagai subetnis berdasarkan penglompokan nusak-nusak yang ada di Rote.
Jika dilihat dari kehidupan Jemaat Kefas yang lain maka Jemaat memiliki berbagai
keberanekaragaman kehidupan pada saat sekarang ini, dan yang bisa peneliti jelaskan ada
beberapa latar belakang kehidupan jemaat seperti, jenis mata pencaharian dan segmentasi
pekerjaan jemaat bervariasi dari jenis pekerjaan yang dilakukan di sektor pertanian,
pemerintahan, TNI/POLRI,

pengusaha dan jasa.28 Jika dilihat juga dari latar belakang

pendidikan maka statistik menunjukan bahwa tamatan SMA/SMP memiliki angka yang
paling besar dan diikuti oleh SD kemudian sarjana dan selanjutnya adalah tidak bersekolah
juga memiliki yang lumayan besar.

3.3 Peran Doa Malam Bagi Anak Usia 10-12 Tahun
Secara umum anak usia 10-12 tahun adalah sebuah tahap perkembangan menuju remaja.
Dalam tahap ini anak mulai mengenal segala sesuatu yang dia temukan di luar rumah,
sehingga sangat berbahaya ketika anak-anak usia 10-12 tahun dibiarkan sendiri dalam
mencari tahu apa yang belum dia ketahui. Setidaknya anak perlu bimbingan yang lebih ekstra
oleh orangtua dan keluarga. Gereja memiliki peran penting dalam memfasilitasi anak dalam
mengembangkan bakat dan minat, di situ juga Gereja dengan sendirinya membantu anak
lebih mengerti tentang Kekristenan.29 Anak merupakan titipan Tuhan yang paling indah dan
selalu didambakan oleh setiap keluarga Kristen di mana pun berada. Harus diakui bahwa
ketika anak bertumbuh dan orangtua acuh tak acuh maka di situ sebenarnya ada sebuah
kesalahan besar yang dilakukan oleh orangtua. Ketika anak berusia 10-12 tahun, usia ini
merupakan usia mengenal dunia. Dunia begitu memperlihatkan semuanya, yang siap
28
29

Therik, Adrian. Laporan Akhir Pendidikan Praktek VI di Jemaat Kefas Kota Kupang, 2015.
RR, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA).

20

dikonsumsi anak, sehingga Gereja Kefas Kota Kupang menyadari akan hal itu dan sekolah
minggu yang diadakan setiap minggu juga ibadah Rabu Gembira30, sangat membantu anakanak dalam bertumbuh bersama Tuhan (iman).31
Usia 10-12 tahun adalah usia transisi anak memasuki masa remaja. Di usia ini perilaku
mereka mulai menunjukkan apa yang mereka inginkan karena mereka biasanya mulai
mencari identitas diri. Misalnya mereka mulai belajar menjadi diri mereka sendiri dan mulai
mencoba mandiri dalam melakukan sesuatu atau mulai memakai cara pikir sendiri terhadap
suatu hal.32 Mitis-Harfiah yang dikategorikan oleh J. Fowler mengatakan bahwa anak mulai
berpikir secara logis dan mangatur dunia dengan kategori-kategori baru, seperti kategori
kausalitas (sebab-akibat), maka dari itu ketika anak mulai merasakan hal ini kewaspadaan
orang tua sangatlah diperlukan, sebab anak akan mencari semua kategori-kategori yang
belum anak ketahui sebelumnya. Anak di usia awal atau menuju ke masa remaja sangat perlu
pendampingan orang tua dalam banyak hal. Ini adalah usia di mana anak mulai belajar
banyak aspek, yang mana akan berbahaya jika salah dalam memahami hal-hal baru.33
Sehingga orang tua bisa terus berusaha untuk mengingatkan kepada anak untuk tetap
berkomunikasi dalam segala masalah, dengan demikian apa yang anak tidak mengerti bisa
orang tua ajarkan.34
Perubahan zaman yang semakin cepat dan tak bisa terkendalikan membuat banyak orang
tua mulai berpikir keras cara meningkatkan kewaspadaan kepada anak, sehingga anak bisa
terhindar dari berbagai ancaman yang ada dilingkungan sekitar. Gereja selalu memikirkan
berbagai cara mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat namun gereja tidak
bisa berbuat banyak bila tidak di mulai dalam keluarga itu sendiri.35 Salah satu cara dan
sudah menjadi sebuah budaya dari zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa doa
dalam keluarga merupakan “metode tradisional” yang sangat ampuh untuk berkumpul
bersama keluarga baik orang tua maupun anak-anak.36 Dari awal berdiri sampai pada saat ini
Gereja Kefas Kota Kupang masih menerapkan doa malam dalam keluarga yang sudah
menjadi budaya yang tak bisa terlepaskan.37 Setiap kali dalam pelayanan langsung ke jemaat
30

Rabu gembira adalah ibadah kategorial anak yang biasa diadakan setiap hari Rabu jam 17:00 WITA
disetiap rayon di Jemaat Kefas.
31
EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).
32
TA, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 16.00 WITA).
33
GN, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 18.00 WITA).
34
LB, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 20.00 WITA).
35
EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).
36
NN, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 13.00 WITA).
37
MB, Majelis GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul
10.00 WITA).

21

ataupun dalam menyampaikan kotbah setiap minggu, selalu ditekankan bahwa peran doa
selalu besar bagi umat Kristiani di mana doa adalah nafas kehidupan orang Kristen, sehingga
Jemaat Kefas juga harus melaksanakan doa malam.38
Doa merupakan sarana komunikasi antara kita manusia dan Allah. Dengan berdoa,
menjadikan kita berkenan kepada Allah. Karena dengan berdoa, merupakan jalan yang
ditunjukkan Allah agar kita menerima berkat dan menemukan kasih karunia dan roh kudus39.
Doa adalah cara kita mengungkapkan rasa syukur.40 Doa Bapa Kami adalah doa yang paling
mewakili semua keluh kesah, tantangan, dan kehidupan kedepan, sehingga tidak perlu dalam
hal berdoa kita menggunakan kalimat-kalimat yang terlalu tinggi, maupun terlalu panjang.41
Bagi seorang anak di usia 10-12 tahun, mereka sudah mulai memahami doa itu seperti
apa, yang sebelumnya anak hanya dapat mengamati orang dewasa (orang tua) berdoa,
sekarang dalam tahap pertumbuhan ini, anak memahami doa bukan saja menutup mata dan
berbicara sendiri, tetapi doa adalah segalanya bagi orang Kristen. 42 Maka dari itu berdoa itu
penting bagi anak supaya bisa dapat jalan keluar dari semua masalah.43 Ketika anak turun
kedalam lingkungan masyarakat yang lebih luas, misalkan sekolah maka orang tua memiliki
jangkauan lebih sedikit, maka dari itu ketika anak mendapatkan masalah di luar lingkungan
keluarga anak biasanya tidak bercerita kepada orang tua, lebih banyak mereka
menyimpannya sendiri, dengan cara mengajarkan anak berdoa kepada Tuhan merupakan
metode paling ampuh seorang anak dapat mengungkapkan isi hatinya.
Ketika anak sudah mengenal doa bagi dirinya sendiri maka doa yang dipanjatkan akan
sesuai dengan setiap pengalaman yang anak alami baik di lingkungan keluarga maupun
lingkungan di luar keluarga. Permasalahan-permasalahan yang sering di hadapi anak usia 1012 tahun akan menjadi bagian yang terus anak sampaikan dalam doanya. Ketika anak berada
dalam lingkung yang lebih besar dari pada keluarga yang terjadi adalah anak akan mencoba
beradaptasi dengan semuanya itu namun ketika anak sulit dan tidak mampu dalam
beradaptasi adalah yang terjadi anak akan mengalami masalah-masalah yang sudah penulis
38

EM, Pendeta GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul
11.00 WITA).
39
MJ, Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul 13.00 WITA).
40
TM, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015,
pukul 10.00 WITA).
41
GE, Majelis Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul 15.00
WITA).
42
RR, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA).
43
JT, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015,
pukul 10.00 WITA).

22

berikan di atas. Maka dari itu doa adalah sarana terpenting bagi anak untuk mengungkapkan
keluh kesanya. Ketika doa malam dijalankan bagi anak maka akan memiliki implikasi yang
lebih penting yaitu kepercayaan diri dari sang anak bahwa anak memiliki teman bercerita.
Pemikiran dari J. Fowler bahwa anak usia 10-12 tahun sudah sanggup membalikan arah
dan susunan pikirannya dan mampu menguji segala pikirannya secara empiris