T1 212010060 Full text
FENOMENA PRICE REVERSAL: ANALISIS OVERREACTION HYPOTHESIS
(Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di BEI)
Adhika Restu Setyawati
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan (Husnan, 1996). Harga saham akan merespon secara cepat dan akurat saat menerima informasi baru. Hal ini disebabkan karena investor menggunakan semua informasi yang relevan dalam penetapan harga. Sehingga investor tidak mungkin mengetahui antara investasi yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan pada masa yang akan datang berdasarkan karakteristik-karakteristik saat ini (Haugen, 1993: 648, dalam Kusumawardhani, 2001). Dengan kata lain, investor tidak mungkin dapat mengidentifikasi suatu pola tertentu yang dapat digunakan untuk memprediksi harga suatu saham.
Efficient Market Hypothesis (EMH) merupakan hipotesis pasar modal yang menjelaskan bahwa harga suatu saham akan selalu tercermin dari informasi yang tersedia di pasar. Hipotesis ini telah lama menjadi salah satu isu dalam penelitian keuangan karena di pasar modal sering terjadi gejala yang bertentangan dengan konsep tersebut. Ahli ekonomi mulai percaya bahwa harga saham dapat diprediksi berdasarkan pola tertentu di masa lalu (Malkiel, 2003). Pendapat tersebut memunculkan permasalahan tentang keberadaan pasar efisien. Zarowin (1990), Choi dan Jayaraman (2005), Leung (2009) dan Yull dan Kirmizi (2012). merupakan beberapa peneliti mengemukakan bahwa saham-saham dengan kinerja buruk akan berubah menjadi baik pada periode berikutnya. Fenomena pembalikan ini berlawanan dengan karakteristik pasar modal yang efisien.
(2)
Akibat adanya pembalikan tersebut, banyak peneliti yang kemudian merujuk pada hipotesis reaksi berlebihan (overreaction hypothesis) (Yull dan Kirmizi, 2012). Menurut DeBondt dan Thaler (1985), pembalikan harga (price reversal) ke arah yang berlawanan menandakan bahwa pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap informasi. Investor cenderung menetapkan harga terlalu tinggi sebagai reaksi terhadap informasi yang dinilai positif. Sebaliknya, investor akan menetapkan harga terlalu rendah sebagai reaksi terhadap informasi yang dinilai negatif. Overreaction investor tersebut menyebabkan pembentukan dan pergerakan harga saham menjadi abnormal. Selanjutnya pasar akan mengoreksi melalui pembalikan harga sampai tingkat keseimbangan tercapai.
Kusumawardhani (2001) menyatakan bahwa pembalikan harga (price reversal) harga saham dapat berubah dan diikuti oleh perubahan kembali ke arah yang berlawanan. Kenaikan harga secara signifikan akan diikuti dengan penurunan harga pada periode selanjutnya akibat overreaction. Hal ini menunjukkan bahwa pasar dalam kondisi yang tidak efisien. Apabila pernyataan tersebut benar, maka strategi kontrarian diterapkan yaitu dengan membeli saham yang baru saja berkinerja buruk dan menjual saham pada saat kinerjanya bagus.
Beberapa penelitian terdahulu juga menemukan adanya karakteristik lain terkait dengan pembalikan harga dalam kaitannya dengan overreaction, antara lain ukuran perusahaan (firm size) dan likuiditas. Ukuran perusahaan menunjukkan nilai pasar dari ekuitas perusahaan, sedangkan likuiditas dikaitkan dengan elastisitas harga yang ditunjukkan oleh volume perdagangan saham. Kedua faktor tesebut berpengaruh terhadap kondisi pasar saham dalam hal perubahan ekuitas perusahaan akibat perubahan jumlah saham yang beredar dan perubahan volume perdagangan. Kedua faktor tersebut juga merupakan faktor yang menjadi pertimbangan para investor dalam melakukan investasi, terutama berkaitan dengan informasi positif dan negatif. Informasi tersebut akan mendorong investor untuk bereaksi berlebihan dan pada akhirnya menyebabkan pembalikan harga.
Penelitian yang dilakukan oleh Zarowin (1990) misalnya, menguji kembali penemuan DeBondt dan Thaler (1985) tentang keberadaan reaksi berlebihan.
(3)
Zarowin (1990) menemukan bahwa fenomena pembalikan tidak semata-mata karena overreaction dari investor, tetapi hal tersebut dipengaruhi oleh firm size. Size dari perusahaan loser rata-rata lebih kecil dari winner, sehingga fenomena yang ditemukan oleh DeBondt dan Thaler muncul karena pengaruh firm size, bukan karena fenomena reaksi berlebihan.
Benou dan Richie (2003) meneliti adanya price reversal setelah adanya penurunan harga pada perusahaan Amerika Serikat yang termasuk perusahaan-perusahaan mapan yang tercatat di indeks S&P 100 mulai Mei 1990 hingga Mei 2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembalikan harga tersebut memang disebabkan oleh overreaction. Lebih lanjut penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa lama waktu pembalikan harga tergantung pada jenis perusahaan.
Di Indonesia penelitian tentang overreaction dilakukan oleh Kusumawardhani (2001). Hasil penelitian menyatakan overreation hanya terjadi pada saham loser dan pembalikan harga saham tersebut terjadi dalam waktu 5 hari. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yull dan Kirmizi (2012) terhadap saham saham yang diperdagangkan di BEI selama tahun 2007-2010. Yull dan Kirmizi (2012) menyatakan bahwa saham-saham winner tidak menunjukkan adanya overreaction. Overreaction hanya tejadi pada saham loser yang kemudian diikuti dengan koreksi harga dalam waktu 2 hari.
Dinawan (2007) juga menguji adanya overreaction di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2010. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa price reversal terjadi pada saham winner maupun loser yang ditandai dengan adanya overreaction. Yang membedakan adalah jangka waktu pembalikan harga untuk kedua saham jenis tersebut. Saham winner mengalami periode pembalikan selama 13 hari, sedangkan saham loser periode pembalikannya lebih pendek yaitu selama 5 hari.
Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat berbagai pendapat mengenai overreaction dan fenomena price reversal serta mengindikasikan bahwa fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia. Selanjutnya penelitian ini mengembangkan penelitian-penelitian tersebut dengan melihat ketajaman overreaction dan perbedaan karakteristik perusahaan dalam hal firm
(4)
size dan likuiditas antara perusahaan yang termasuk dalam saham winner dan loser. Periode observasi yang digunakan yaitu 4 tahun mulai Januari 2010 hingga bulan Desember tahun 2013 pada saham-saham yang tercatat di BEI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan dalam mengetahui seberapa besar kemungkinan adanya overreaction dan pembalikan harga saham, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan penawaran saham. Sedangkan bagi pelaku pasar, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di pasar modal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka beberapa persoalan yang ingin dijawab dalam penelitian ini antara lain:
1. Apakah terdapat hubungan antara reaksi berlebihan (overreaction) investor yang menyebabkan terjadinya fenomena price reversal?
2. Bagaimana ketajaman overreaction saham winner dan saham loser?
3. Berapa lama waktu terjadi pembalikan harga saham winner dan loser pada saat terjadi overreaction?
4. Bagaimana karakteristik perusahaan (firm size dan likuiditas) untuk saham winner dan loser pada saat terjadi overreaction?
(5)
KAJIAN PUSTAKA
Hipotesis Pasar Efisien
Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan oleh Eugene F. Fama (1970). Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak ada investor yang dapat memperoleh return tidak normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan risiko, dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada atau “stock prices reflect all available information” (Fama, 1970). Penekanannya terletak pada dua aspek, yaitu fully reflect dan information available. Fully reflect menunjukkan harga-harga sekuritas dapat mencerminkan informasi yang ada secara akurat. Sedangkan information available menunjukkan ketersediaan informasi. Sehingga, informasi yang tersedia dapat digunakan investor untuk mengekspektasi harga sekuritas dengan akurat (Yull dan Kirmizi, 2012).
Dalam mempelajari konsep pasar efisien, tingkat efisiensi pasar modal ditentukan oleh sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan harga sekuritas (Kusumawardhani, 2001). Terkait dengan hal tersebut, Haugen (2001) membagi kelompok informasi menjadi tiga, yaitu (1) informasi harga saham masa lalu (information in past stock prices), (2) semua informasi publik (all public information) dan (3) semua informasi yang ada termasuk informasi orang dalam (all available information including inside or private information). Masing-masing kelompok informasi tersebut nantinya akan mencerminkan sejauh mana tingkat efisiensi suatu pasar.
Reaksi Harga Saham terhadap Informasi
Pasar dikatakan efisien jika harga-harga sekuritas tidak terlalu jauh menyimpang dari nilai instrinsiknya. Hal ini disebabkan karena informasi dapat ditangkap oleh investor secara jelas, sehingga tidak terjadi kesalahan penetapan harga dan harga saham akan berfluktuasi dalam batas tertentu dari nilai sesungguhnya (Yull dan Kirmizi, 2012).
(6)
Fama (1970) mendefinisikan pasar efisien sebagai suatu pasar sekuritas yang harga-harga sekuritasnya mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Beaver (1989) yang mengatakan bahwa pasar efisien jika harga-harga sekuritas bertindak mengamati sistem informasi yang ada. Beaver mengasumsikan bahwa investor bisa mempunyai ekspektasi yang berbeda terhadap informasi yang ada. Adanya perbedaan informasi diantara pelaku pasar tersebut dapat menimbulkan inefisiensi pasar. Perbedaan informasi tersebut diakibatkan karena pelaku pasar cenderung menitikberatkan informasi terkini dan mengabaikan informasi di masa lalu. Hal ini menunjukkan adanya pemikiran investor yang tidak rasional (Yull dan Kirmizi, 2012). Selanjutnya, reaksi berlebihan ini kemudian disadari investor sehingga melakukan koreksi terhadap tindakan tersebut (Dinawan, 2007).
Fenomena Price Reversal (Pembalikan Harga)
Price reversal atau pembalikan harga merupakan perubahan harga saham karena investor melakukan kesalahan dalam menetapkan harga saham (misspricing) (Santosa, 2010). Fenomena price reversal terjadi ketika harga saham bergerak secara eksesif menjauhi nilai intrinsiknya. Saham yang telah mengalami kenaikan atau penurunan harga akan terus mengalami kenaikan atau penurunan harga walaupun tidak ada informasi baru yang berkaitan dengan fundamental perusahaan. Momentum harga tersebut akan berhenti dan diikuti pembalikan akibat koreksi harga oleh para investor. Hal tersebut membuktikan bahwa harga saham tidak selalu mencerminkan nilai intrinsik perusahaan sehingga investor dapat memperoleh abnormal profit dari kondisi tersebut. Faktor psikologis investor cenderung mendorong terjadinya mispricing pada saham-saham yang relatif sulit untuk diprediksi seperti saham perusahaan kecil atau perusahaan yang rentan terhadap kondisi eksternal. Keberhasilan memprediksi harga dalam jangka pendek dapat menimbulkan overconfidence yang mendorong investor melakukan strategi investasi tertentu, salah satunya strategi kontrarian (Yill dan Kirmizi, 2012).
(7)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Price Reversal
Overreaction hypothesis merupakan anomali yang pertama kali dikemukakan oleh De Bondt dan Thaler (1985). Penelitian ini pada dasarnya menyatakan bahwa pasar bereaksi berlebihan dan tidak tepat sebanding dengan informasi baru. Saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) pada periode selanjutnya berkinerja baik dengan abnormal return positif. Sedangkan saham-saham yang tadinya berkinerja baik (winner) pada periode selanjutnya mengalami kinerja yang buruk dengan abnormal return negatif. Hal ini dilanjutkan dengan adanya koreksi berupa fenomena pembalikan (reversal) pada periode selanjutnya. De Bondt dan Thaler (1985) juga mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap suatu informasi. Jika informasi yang diterima dianggap baik, investor akan menilai saham terlalu tinggi dan segera membeli dalam jumlah banyak dengan harapan memperoleh profit. Begitu juga sebaliknya, ketika informasi yang diterima dianggap buruk, investor akan menilai saham terlalu rendah dan ingin menjual saham yang dimiliki untuk meminimalisasi kerugian. Peristiwa tersebut yang dinamakan overreaction.
Reaksi yang berlebihan tersebut terjadi karena pengambilan keputusan investor didasari oleh emosi, pengalaman dan intuisi mereka (Mutiara, 2012). Beberapa teori umum memang menyebutkan bahwa perilaku investor cenderung untuk bereaksi terlalu berlebihan (overreact) terhadap peristiwa-peristiwa luar biasa, informasi baru, dan cenderung mengabaikan informasi lama (Jones, 2000). Informasi-informasi tersebut bersifat tidak terduga dan dramatis. Ketika pasar bereaksi berlebihan, saham akan menjadi underpriced dan saham winner juga akan menjadi overpriced. Berdasarkan peristiwa tersebut pembalikan harga dapat diprediksi, sehingga adanya overreaction memungkinkan investor mendapatkan keuntungan dari adanya abnormal return.
Fama (1970) mendefinisikan pasar efisien sebagai suatu pasar sekuritas yang harga-harga sekuritasnya mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia sehingga tidak ada investor yang dapat memperoleh return tidak normal. Terdapat tiga tingkat efisiensi pasar modal yang ditunjukkan oleh reaksi pasar terhadap suatu informasi berdasarkan jenis informasi yang ada, antara lain
(8)
efisiensi bentuk lemah berdasarkan informasi historis, efisiensi bentuk setengah kuat berdasarkan informasi terpublikasi dan efisiensi bentuk kuat berdasarkan informasi privat. Overreaction yang memberikan kemungkinan bagi investor untuk mendapatkan abnormal return menunjukkan bahwa pasar sebenarnya tidak selalu dalam kondisi yang efisien. Sedangkan abnormal return yang terjadi akibat suatu event menunjukkan bahwa pasar tidak efisien dalam bentuk setengah kuat.
Beberapa literatur mengaitkan overreaction dengan kemampuan investor dalam menduga kecenderungan harga di pasar (behavioral finance). Barberis dan Thaler (2003) dalam Bodie, Kane, dan Marcus (2008) menjelaskan behavioral finance sebagai sebuah model pasar keuangan yang menekankan akibat dari faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku investor. De Bont dan Thaler (1995) juga mengemukakan bahwa investor sering mengikuti pemikiran optimisme dan pesimisme mereka sehingga menyebabkan pergerakan harga menjadi menyimpang dari nilai fundamentalnya. Investor akan terlalu percaya pada kemampuannya meramalkan harga saham. Hal ini dapat dibuktikan dari tetap mendominasinya strategi manajemen aktif meskipun kinerja dari dana yang dikelola secara aktif telah menunjukkan hasil yang mengecewakan.
Faktor lain yang diamati ketika terjadi price reversal antara lain ukuran perusahaan (firm size). Menurut Zarowin (1990) firm size didefinisikan sebagai ukuran perusahaan atau nilai pasar dari ekuitas perusahaan. Nilai pasar mengacu pada kapitalisasi pasar atau nilai saham perusahaan yang beredar di pasaran. Harga saham inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham. Jika harga saham perusahaan naik, otomatis nilai perusahaan tersebut juga naik.
Menurut Agnes Sawir (2004:101-102 dalam Dewi, 2010), ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal, baik untuk obligasi maupun saham. Biaya peluncuran dari penjualan sejumlah sekuritas juga menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga tersendiri agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi. Banyaknya keterbatasan tersebut menyebabkan
(9)
informasi yang dimiliki perusahaan kecil lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan besar. Sehingga ketika perusahaan kecil mengeluarkan informasi penting, reaksi investor akan lebih sensitif dibandingkan ketika informasi tersebut dikeluarkan oleh perusahaan besar. Ketika perusahaan kecil mengeluarkan informasi tertentu, hal tersebut cenderung akan mendorong perilaku overreaction investor.
Penelitian Kang, Liu dan Ni (2002) juga menyimpulkan bahwa kecenderungan investor untuk bereaksi berlebihan dipengaruhi oleh besar kecilnya kapitalisasi pasar, dominasi investor tertentu dan kesenjangan informasi pasar, terutama pada perusahaan kecil. Perusahan kecil yang hanya mempunyai sedikit informasi menyebabkan investor menggunakan data masa lalu dan isu-isu pasar untuk memprediksi harga. Sehingga semakin kecil ukuran perusahaan, maka return saham perusahaan tersebut akan semakin besar pada hari pembalikan harga.
Likuiditas saham tercermin dari volume transaksi perdagangan saham tersebut di pasar modal (Wira dan Afriyani, 2008). Semakin tinggi fluktuasi saham, semakin tinggi juga tingkat likuiditas saham tersebut. Tingginya frekuensi transaksi berdampak pada peningkatan minat investor terhadap saham tersebut. Minat yang tinggi diakibatkan karena semakin tinggi tingkat likuiditas saham, semakin tinggi kemungkinan untuk mendapatkan return dibandingkan saham yang likuiditasnya rendah (Yull dan Kirmizi, 2012). Sehingga hal tersebut berdampak pada kenaikan dan penurunan harga saham.
Terkait dengan analisis overreaction hypothesis, tindakan sharesplit yang dilakukan perusahaan dapat mengakibatkan peningkatan signifikan pada permintaan saham tersebut. Tindakan sharesplit akan berdampak pada penurunan harga saham, disertai dengan kenaikan jumlah saham secara proporsional (Rusliati dan Farida, 2010). Investor mungkin merespon tindakan tersebut dengan menyusun kembali portofolio investasinya berdasarkan berbagai pertimbangan. Investor akan beranggapan kenaikan aktifitas perdagangan pada saham tersebut akan kembali memicu kenaikan harga, dan pada akhirnya return saham. Pada periode selanjutnya terjadi koreksi pasar dengan adanya pembalikan.
(10)
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan price reversal dalam kaitannya dengan overreaction salah satunya dilakukan oleh Kusumawardhani (2001). Hasil penelitian menyatakan overreation hanya terjadi pada kategori saham loser dengan periode pembalikan selama 5 hari. Hasil tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yull dan Kirmizi (2012) terhadap saham saham yang diperdagangkan di BEI selama tahun 2007-2010. Periode pembalikan saham loser dalam hasil penelitian Yull dan Kirmizi lebih singkat, yaitu selama 2 hari.
Wibowo dan Sukarno (2004) meneliti tentang overreaction dengan melihat ukuran perusahaan. Wibowo dan Sukarno menguji saham harian di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara ukuran perusahaan saham winner dan loser, baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar ketika terjadi momentum overreaction. Dalam penelitian tersebut juga dikemukaan bahwa terdapat kecenderungan saham loser untuk menjadi winner, tetapi tidak sebaliknya.
Sukmawati dan Hermawan (2003) melakukan penelitian mengenai overreaction hypothesis dengan cara membentuk enam portofolio dimana portofolio tersebut terdiri dari tiga portofolio golongan loser dan tiga portofolio golongan winner. Selanjutnya, penelitian tersebut menguji keberadaan reaksi berlebihan untuk memprediksikan apakah pola portofolio loser mengungguli pola portofolio winner. Mereka menemukan bahwa portofolio loser terbukti mengungguli portofolio winner dan terjadi secara terpisah selama beberapa waktu. Dinawan (2007) juga menguji adanya overreaction di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2010. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa price reversal terjadi pada saham winner maupun loser. Pembalikan harga pada hari peristiwa, baik peristiwa kenaikan maupun penurunan harga terjadi akibat dari reaksi berlebihan investor. Derajat overreaction saham winner yang lebih besar dibandingkan dengan loser menyebabkan periode pembalikan harga saham winner lebih lama dibandingkan dengan saham loser.
(11)
Pengembangan Hipotesis
Hubungan Overreaction Hypothesis dengan Price Reversal
De Bond and Thaler (1985) menyatakan bahwa pada dasarnya pasar telah bereaksi secara berlebihan terhadap suatu informasi. Sekuritas kategori loser yang biasanya memiliki return rendah justru akan mempunyai abnormal return tinggi, sedangkan sekuritas yang termasuk kategori winner justru mempunyai abnormal return yang rendah (Sukmawati dan Hermawan, 2003). Anomali pasar ini disebut hipotesis reaksi berlebihan (overreaction hypothesis).
Ketika terdapat informasi yang menyebabkan perilaku investor menjadi overreaction pembentukan dan pergerakan harga saham menjadi abnormal. Selanjutnya harga terkoreksi sehingga terjadi pembalikan harga (price reversal) karena harga saham terkoreksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa overreaction dapat diketahui melalui adanya pembalikan harga setelah munculnya suatu informasi baru (Yill dan Kirmizi, 2012).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Terdapat hubungan antara reaksi berlebihan (overreaction) dari
(12)
METODE PENELITIAN
Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian, yaitu selama tahun 2010 – 2013. Teknik pengambilan sampel menggunakan pendekatan non probability random sampling dengan metode purposive sampling. Dasar yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria-kriteria tersebut antara lain:
1. Saham tersebut termasuk saham yang aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) berturut-turut dari awal 2010 sampai dengan akhir 2013. Suatu saham dapat dikatakan aktif diperdagangkan apabila frekuensi perdagangan dalam tiga bulan lebih dari 75 kali (berdasarkan surat edaran PT. BEJ No. SE- 03/BEJ II/1/1/94).
2. Data saham perusahaan yang termasuk sampel harus tersedia. Apabila terdapat ketidaktersediaan data, maka saham tersebut dikeluarkan dari sampel.
3. Pada portofolio winner, sampel harga saham perusahaan diambil jika harga tersebut mengalami kenaikan harian diatas rata-rata penurunan harga saham pada hari peristiwa ( .
4. Pada portofolio loser, sampel harga saham perusahaan diambil jika harga tersebut mengalami penurunan harian dibawah rata-rata penurunan harga saham pada hari peristiwa ( .
5. Sampel saham winner maupun loser tersebut tidak mengadakan aksi korporasi selama periode pengamatan. Dalam penelitian, aksi korporasi dalam kriteria pengambilan sampel dilihat berdasarkan publikasi yang terdapat dalam publikasi web masing-masing perusahaan.
(13)
Tabel 1. Jumlah Sampel yang Memenuhi Syarat Berdasarkan Kriteria Pengambilan Sampel
No. Kriteria Pengambilan Sampel
Jumlah Sampel yang Memenuhi Syarat Populasi Penelitian: 461 perusahaan.
1.
Termasuk saham yang aktif diperdagangkan. Data tersedia mulai 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2013.
213 2.
Sampel Penelitian: 213 perusahaan.
3.
Sampel Winner
Memiliki kenaikan diatas
7,2%* 89
Bebas dari aksi korporasi 69 Jumlah sampel winner: 69 perusahaan.
4.
Sampel Loser
Memiliki kenaikan diatas
8,9%** 106
Bebas dari aksi korporasi 102 Jumlah sampel loser: 102 perusahaan.
Sumber: Data sekunder yang diolah. Ket.
* Rata-rata kenaikan harga saham perusahaan pada hari peristiwa positif (26/05/10).
** Rata-rata penurunan harga saham perusahaan pada hari peristiwa negatif (22/09/11).
(14)
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel-variabel dalam penelitian antara lain overreaction dan price reversal. Price reversal merupakan fenomena pembalikan arah harga saham setelah terjadinya tren naik atau tren turun pada harga saham. Pembalikan harga tersebut dapat diketahui melalui perubahan abnormal return pada average abnormal return atau cumulative abnormal return. Penelitian ini menggunakan Cumulative Abnormal Return (CAR) untuk mewakili price reversal. Menurut Jogiyanto (2009), rumus perhitungan CAR adalah sebagai berikut:
∑
CARi,t adalah cumulative abnormal return saham i pada periode ke-t. Nilai CARi,t merupakan akumulasi dari abnormal return saham i, mulai dari awal periode (a atau t3) hingga periode ke-t.
Overreaction didefinisikan sebagai reaksi yang berlebihan dari investor terhadap harga saham karena adanya informasi yang bersifat baik maupun buruk (Yill dan Kirmizi, 2012). Reaksi berlebihan tersebut dapat diketahui melalui adanya pembalikan harga terhadap perubahan harga, baik kenaikan maupun penurunan yang terjadi sebelumnya. Sehingga korelasi antara abnormal return pada saat perubahan harga tersebut dengan abnormal return pada saat terjadinya price reversal akan menunjukkan hubungan antara overreaction dengan fenomena price reversal.
Menurut Jogiyanto (2009), rumus perhitungan abnormal return (AR) adalah sebagai berikut:
ARi,t merupakan abnormal return saham i pada periode ke-t, dimana . R merupakan nilai actual return. Sedangkan ER merupakan nilai expected return, dimana keduanya merupakan nilai untuk saham i pada periode ke-t.
Variabel ukuran perusahaan (firm size) dan likuiditas digunakan untuk menjelaskan karakteristik perusahaan pada saham winner dan loser pada saat
(15)
terjadi momentum overreaction. Firm size didefinisikan sebagai nilai pasar dari ekuitas perusahaan (Zarowin, 1990). Rumus perhitungan untuk mengukur firm size adalah sebagai berikut:
saham x volume saham yang beredar Likuiditas saham yang baik ditunjukkan dengan frekuensi transaksi yang semakin tinggi. Sehingga likuiditas saham merupakan volume perdagangan saham yang terjadi di pasar modal (Ferdian, 2009).
∑
Metode Analisis Data
Mengidentifikasi Hari Peristiwa ( t = 0 )
Penentuan hari peristiwa terjadinya perubahan (kenaikan atau penurunan) harga secara signifikan mengacu pada perubahan return IHSG. IHSG dijadikan sebagai indikator awal adanya perubahan harga secara besar-besaran yang diikuti oleh pembalikan ke arah yang berlawanan (price reversal). Return IHSG tersebut kemudian digunakan untuk membedakan perubahan harga menurut kejadiannya. Metode penentuan jenis kejadian mengikuti metode yang digunakan Dinawan (2007), antara lain:
a) Kejadian positif adalah kejadian dimana ̅ . b) Kejadian negatif adalah kejadian dimana ̅ .
c) Bukan kejadian adalah perubahan harga dimana ̅
. Keterangan:
Rt : return pada hari t
(16)
Penentuan untuk peristiwa kenaikan harga secara besar-besaran dilakukan dengan memilih kejadian positif yang bernilai paling besar. Sedangkan penentuan untuk peristiwa penurunan harga secara besar-besaran dilakukan dengan memilih kejadian negatif yang bernilai paling rendah. Sehingga, selama periode penelitian terdapat dua hari peristiwa, antara lain peristiwa kenaikan harga dan peristiwa penurunan harga.
Mengidentifikasi Terjadinya Price Reversal
Langkah untuk mengidentifikasi terjadinya price reversal setelah mengetahui hari peristiwa perubahan harga yang signifikan dapat dilakukan dengan melihat average abnormal return saham winner dan loser pada periode pengamatan. Periode pengamatan yang digunakan adalah ( ) sampai dengan ( ). Periode pengamatan ini mengikuti periode pengamatan yang digunakan oleh Wibowo dan Sukarno (2004) dan Dinawan (2007). Alasan digunakannya periode pengamatan ( ) adalah untuk menghindari bias akibat event lain yang kemungkinan bersifat dramatik. Sedangkan digunakan periode (t = 20) setelah perubahan besar harga saham adalah untuk mengetahui adanya pembalikan yang terjadi. Apabila periode setelah momentum harga terlalu pendek, maka akan sulit untuk mengidentifikasi adanya pembalikan.
Berdasarkan periode pengamatan tersebut, jika abnormal return setelah hari peristiwa signifikan dan mengalami perubahan kearah yang berlawanan, maka terdapat pembalikan harga (Kusumawardhani, 2001). Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan menghitung abnormal return untuk masing-masing saham winner dan loser selama periode pengamatan. Nilai abnormal return dihitung dengan menggunakan Market Adjusted Model. Perhitungan Market Adjusted Model adalah sebagai berikut (Jogiyanto, 2009):
1. Menghitung return saham harian untuk masing-masing saham winner dan loser selama periode pengamatan (Daily Return).
(17)
2. Menentukan expected return dengan menggunakan nilai return pasar (Daily Return Market)
3. Menghitung abnormal return untuk masing-masing saham
4. Menghitung Cumulative Abnormal Return ∑
5. Mengitung Average Abnormal Return
∑
6. Mengitung Cumulative Average Abnormal Return ∑
Keterangan :
: Return harian saham i pada periode t
: Harga closing price saham pada periode t
: Harga closing price saham pada periode t-1 : Return pasar pada periode t
: Indeks Harga Saham Gabungan periode t
: Indeks Harga Saham Gabungan periode t-1 : Abnormal return saham i pada hari t
: Return saham pada periode t
(18)
: Average Abnormal Return saham i pada hari t
: Cumulative Average Abnormal Return saham pada periode t n : Jumlah saham yang diteliti
Teknik Analisis Data
Pengujian terhadap overreaction dilakukan dengan melakukan uji korelasi terhadap abnormal return pada hari peristiwa ( ) dengan CAR pada hari pembalikan harga. Korelasi negatif antara overreaction dan price reversal menandakan bahwa return positif yang makin besar di hari tertentu akan diikuti dengan return negatif. Pembalikan tersebut yang menandakan terjadinya price reversal. Langkah-langkah pengujian adalah dengan menghitung koefisien korelasi pearson yang diolah dengan software SPSS Statistics 20.
(19)
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum Sampel
Saham perusahaan yang dijadikan obyek penelitian adalah saham yang aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut selama tahun 2010 hingga tahun 2013. Suatu saham dikatakan aktif diperdagangkan apabila frekuensi perdagangannya lebih dari 75 kali dalam 3 bulan. Berdasarkan kriteria pemilihan sampel tersebut, terdapat 213 saham perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Saham-saham yang termasuk dalam sampel penelitian ditunjukkan dalam Lampiran 1.
Selanjutnya sampel tersebut diklasifikasikan menjadi dua antara lain sampel saham winner dan sampel saham loser. Sampel yang termasuk saham winner merupakan saham yang mengalami kenaikan harga harian diatas rata-rata kenaikan harga saham pada hari kemungkinan terjadinya kenaikan harga saham secara besar-besaran. Sedangkan saham loser merupakan saham yang mengalami penurunan harga harian dibawah rata-rata penurunan harga saham pada hari kemungkinan terjadinya penurunan harga saham secara besar-besaran. Saham-saham yang termasuk dalam sampel Saham-saham winner dan loser ditunjukkan dalam Lampiran 2 dan 3.
Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 69 perusahaan yang termasuk portfolio saham winner dan 102 perusahaan yang termasuk portfolio saham loser. Penguatan bursa Asia yang dibarengi dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia juga ikut mempengaruhi bursa saham Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan harga saham terutama saham untuk sektor komoditas (http: //bisnis.news.viva.co.id/news/read/153553-regional_menguat__ihsg_berhasil_re Bound). Namun jumlah sampel saham loser yang lebih besar dibandingkan winner mengindikasikan bahwa terdapat kejadian negatif yang memberikan dampak yang lebih kuat pada bursa dibandingkan dengan kejadian positif, sehingga mengakibatkan saham-saham emiten mengalami penurunan harga yang signifikan. Kejadian negatif tersebut adalah anjloknya bursa saham Indonesia
(20)
hingga 8,9 persen pada tanggal 22 September 2011 (Publikasi PT Prudential Life Assurance, 26/09/11). Faktor utama yang menyebabkan anjloknya bursa saham Indonesia adalah ketidakpastian kondisi ekonomi di AS dan krisis hutang kawasan Eropa. Ketidakpastian tersebut menimbulkan kekhawatiran investor lokal dan asing sehingga aksi jual segera dilakukan untuk mengamankan investasi mereka dari risiko. Nilai tukar rupiah yang terkoreksi cukup cepat menambah terjadinya aksi jual yang lebih besar. Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut secara umum merupakan refleksi atas penguatan yang terjadi atas dolar Amerika Serikat.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data. Deskripsi tersebut dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean) dan standar deviasi data. Statistik deskriptif dari variabel penelitian yang digunakan ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Statistik Deskriptif Saham Winner dan Loser Saham Winner
AAR* Firm Size Likuiditas*
Min 0,0005 20.583.517.500 0,0000
Max 0,4473 120.554.000.000.000 0,0434
Mean 0,0734 8.601.340.215.728 0,0058
St. Deviasi 0,0842 20.131.673.575.928 0,0082
Sumber: Data JKSE yang diolah Ket. * dalam rasio
** dalam Rupiah
Saham Loser
AAR* Firm Size ** Likuiditas*
Min -0,1502 46.920.000.000 0,0000
Max 0,0366 163.204.023.340.300 0,0403
Mean -0,0353 12.145.348.889.281 0,0040
(21)
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa portofolio saham winner menghasilkan rata-rata abnormal return yang positif dan portofolio saham loser memiliki rata-rata abnormal return yang negatif. Portfolio saham winner rata-rata mendapatkan abnormal return sebesar 7,34 persen. Nilai abnormal return tertinggi dimiliki oleh PT. Energi Mega Persada sebesar 44,73 persen. Salah satu penyebab tingginya abnormal return yang dimiliki PT. Energi Mega Persada adalah akibat meningkatnya likuiditas saham tersebut. Bahkan saham tersebut merupakan saham yang paling likuid pada hari peristiwa. Sedangkan portfolio saham loser memiliki abnormal return negatif sebesar -3,53 persen, dengan nilai maksimal return hanya 3,66 persen. Fenomena yang terjadi selama periode pengamatan mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan terjadi anomali winner-loser pada emiten di pasar modal Indonesia. Hal tersebut mendukung hasil penelitian DeBond dan Thaler yang menemukan bahwa saham-saham yang awalnya memberikan return sangat positif (winner) atau return sangat negatif (loser), kondisinya akan berbalik pada periode-periode berikutnya.
Likuiditas saham yang baik ditunjukkan dengan frekuensi transaksi yang semakin tinggi. Berdasarkan tabel diatas, rata-rata likuiditas saham winner yang lebih tinggi dari saham loser mengindikasikan bahwa portfolio saham winner memang memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan portfolio saham loser pada hari peristiwa. Rasio likuiditas tertinggi untuk saham winner dimiliki oleh PT. Energi Mega Persada dengan nilai 0,0434. Sedangkan likuiditas tertinggi untuk saham loser dimiliki oleh PT. Berlina Tbk dengan nilai 0,0403; walaupun PT tersebut memiliki ukuran perusahaan paling kecil dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar 46.920.000.000.
Terkait dengan ukuran perusahaan (firm size), ketika terjadi penurunan harga saham secara signifikan, portfolio saham loser justru dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan kecil yang jarang mengeluarkan informasi membuat investor lebih sensitif sehingga peluang untuk bereaksi berlebihan menjadi lebih besar. Dalam penelitian, nilai minimum, maximum dan rata-rata ukuran perusahaan saham loser lebih besar dibandingkan saham winner. Hal tersebut disebabkan adanya overreaction akibat pengaruh ancaman dari
(22)
default Yunani yang diikuti dengan kebijakan Operation Twist yang dikeluarkan bank sentral Amerika Serikat sehingga nilai rupiah melemah (http://investasi.kontan.co.id/news/anjlok-32-rupiah-terseret-ke-posisi-terlemah-dalam-setahun--1/2011/09/22). Faktor-faktor tersebut menyebabkan tekanan jual yang tinggi, tidak terkecuali pada saham-saham berkapitalisasi besar seperti Bank Mandiri dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar 163.204.023.340.300. Selanjutnya, saham-saham perusahaan yang biasanya memberikan return positif, malah mendapatkan return negatif di hari peristiwa. Investor yang sahamnya telah masuk dalam kategori loser tidak akan mengambil risiko kerugian lebih banyak dengan menahan saham perusahaan yang dimiliki. Apalagi portofolio saham loser sebagian besar merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang besar.
Mengidentifikasi Hari Peristiwa
Hari peristiwa terjadinya kenaikan dan penurunan saham secara besar-besaran ditentukan dengan menggunakan tingkat perubahan dalam IHSG. Penentuan untuk peristiwa kenaikan harga saham secara besar-besaran dilakukan dengan memilih kejadian positif yang memiliki tingkat perubahan yang paling besar. Sedangkan penentuan untuk peristiwa penurunan harga saham secara besar-besaran dilakukan dengan memilih kejadian negatif yang memiliki tingkat perubahan yang paling rendah.
Berikut adalah hasil penentuan tiga kejadian positif dengan nilai terbesar dan tiga kejadian negatif dengan nilai terendah.
Tabel 3. Kejadian Positif
Tanggal IHSG Return (Rt) Rata-rata
Return
(
̅
)
Rt-̅
Ket. 26/05/2010 2696,8 0,0727 0,0006 0,0721dipilih menjadi
27/09/2011 3473,94 0,0476 0,0006 0,0469 19/09/2013 4670,73 0,0465 0,0006 0,0459 Sumber: Data JKSE yang diolah.
(23)
Tabel 4. Kejadian Negatif
Tanggal IHSG Return (Rt) Rata-rata
Return
(
̅
)
Rt-̅
Ket. 22/09/2011 3369,14 -0,0888 0,0006 -0,0894dipilih menjadi
03/10/2011 3348,71 -0,0564 0,0006 -0,0570 19/07/2013 4313,52 -0,0558 0,0006 -0,0564 Sumber: Data JKSE yang diolah.
Berdasarkan hasil perhitungan sesuai kriteria yang terdapat dalam bab sebelumnya, kejadian positif dengan tingkat perubahan paling tinggi terjadi pada tanggal 26 Mei 2010. Pemicu utama sentimen positif pada pergerakan IHSG pada tanggal tersebut adalah adanya penguatan indeks di bursa Asia, seiring dengan pergerakan positif harga minyak mentah dunia. Pergerakan positif tersebut kemudian diikuti aksi beli investor terhadap saham-saham terutama di sektor komoditas (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/153677-bursa_regional_pe rkasa__ihsg_melonjak_7_).
Sedangkan kejadian negatif dengan tingkat perubahan paling rendah terjadi pada tanggal 22 September 2011. Penurunan sebesar 8,9 persen tersebut disebabkan oleh ancaman dari default Yunani yang diikuti dengan kebijakan Operation Twist yang dikeluarkan bank sentral Amerika Serikat. Kebijakan tersebut memancing orang untuk membeli obligasi AS sehingga mengakibatkan rupiah melemah hingga level Rp 9367 per dolar AS (http://investasi. kontan.co.id/news/anjlok-32-rupiah-terseret-ke-posisi-terlemah-dalam-setahun--1/2011/09/22). Banyak investor asing dan lokal yang khawatir dan memilih untuk keluar dari bursa domestik sehingga memicu tekanan jual yang tinggi. Tekanan tersebut menyebabkan indeks turun drastis.
Selanjutnya untuk masing-masing kejadian digunakan untuk menentukan sampel saham winner dan loser. Suatu saham dikategorikan sebagai
(24)
daripada rata-rata perubahan sampel pada hari peristiwa kenaikan saham besar-besaran. Sebaliknya, saham tersebut dikategorikan sebagai sampel saham loser jika tingkat penurunan saham tersebut lebih rendah daripada rata-rata perubahan sampel pada hari peristiwa penurunan saham besar-besaran. Berdasarkan kriteria tersebut, suatu saham termasuk sampel saham winner apabila memiliki tingkat perubahan harga diatas 7,20 persen. Sedangkan sampel saham loser memiliki tingkat penurunan harga dibawah -8,92 persen.
Analisis Data
Identifikasi Pembalikan Harga Saham (Price Reversal)
Terjadinya pembalikan harga saham (price reversal), baik untuk sampel saham winner maupun sampel saham loser, diidentifikasi dengan melakukan uji t sehingga tingkat signifikansi average abnormal return (AAR) dari masing-masing hari perdagangan selama periode pengamatan dapat diketahui. Periode pengamatan yang digunakan adalah hingga . Selanjutnya terjadi pembalikan harga diasumsikan sebagai perubahan harga menuju ke arah yang berlawanan dengan peristiwa yang terjadi pada . Price reversal terjadi ketika nilai average abnormal return (AAR) signifikan tidak sama dengan nol dan mengalami kenaikan atau penurunan. Selain itu price reversal juga dapat diidentifikasi melalui grafik CAAR.
Analisis Pembalikan Harga (Price Reversal) untuk Saham Winner
Pembalikan harga yang terjadi pada saham winner dapat diketahui jika Average Abnormal Return (AAR) pada hari setelah signifikan dan bernilai negatif. Pembalikan harga juga dapat diketahui dengan membuat scatter plot pada hasil Cumulative Average Abnormal Return (CAAR).
(25)
Tabel 5. AAR dan CAAR Winner Periode Pengamatan t-5 sampai dengan t+20
t Tanggal AAR CAAR Signifikansi
-5 19/05/10 0,0021 0,0021 0,661
-4 20/05/10 -0,0014 0,0007 0,788
-3 21/05/10 -0,0200 -0,0193 0,000
-2 24/05/10 -0,0339 -0,0532 0,000
-1 25/05/10 -0,0658 -0,1190 0,000
0 26/05/10 0,0734 -0,0456 0,000
1 27/05/10 0,0079 -0,0377 0,185
2 31/05/10 -0,0041 -0,0418 0,413
3 01/06/10 0,0225 -0,0193 0,008
4 02/06/10 -0,0041 -0,0234 0,467
5 03/06/10 -0,0029 -0,0263 0,470
6 04/06/10 0,0034 -0,0229 0,598
7 07/06/10 -0,0029 -0,0258 0,558
8 08/06/10 -0,0018 -0,0276 0,641
9 09/06/10 0,0078 -0,0198 0,046
10 10/06/10 0,0189 -0,0009 0,000
11 11/06/10 -0,0084 -0,0093 0,007*
12 14/06/10 -0,0006 -0,0099 0,839
13 15/06/10 -0,0038 -0,0137 0,339
14 16/06/10 0,0056 -0,0081 0,275
15 17/06/10 -0,0024 -0,0105 0,491
16 18/06/10 -0,0071 -0,0176 0,014*
17 21/06/10 0,0033 -0,0143 0,364
18 22/06/10 -0,0012 -0,0155 0,668
19 23/06/10 0,0105 -0,005 0,008
20 24/06/10 0,0007 -0,0043 0,835
(26)
Berdasarkan tabel diatas, pembalikan harga untuk saham winner terjadi pada dengan tingkat signifikansi 0,007. Grafik CAAR berikut juga memperlihatkan bahwa tren naik berakhir pada kemudian diikuti dengan penurunan harga walaupun pembalikan tersebut tidak terlalu signifikan.
Gambar 1. CAAR Winner Periode Pengamatan t-5 sampai dengan t+20
Sumber: Data JKSE yang diolah.
Analisis Pembalikan Harga untuk Saham Loser
Pembalikan harga yang terjadi pada saham loser dapat diketahui jika Average Abnormal Return (AAR) pada hari setelah signifikan dan bernilai positif. Pembalikan harga juga dapat diketahui dengan membuat scatter plot pada hasil Cumulative Average Abnormal Return (CAAR).
Tabel 6. AAR dan CAR Loser Periode Pengamatan t-5 sampai dengan t+20
t Date AAR CAAR Signifikansi
-5 15/09/2011 -0,0014 -0,0014 0,535
-4 16/09/2011 -0,0017 -0,0031 0,590
-3 19/09/2011 -0,0072 -0,0103 0,002
-2 20/09/2011 0,0025 -0,0078 0,424
-1 21/09/2011 -0,0026 -0,0104 0,362
0 22/09/2011 -0,0353 -0,0457 0,000
-0.1400 -0.1200 -0.1000 -0.0800 -0.0600 -0.0400 -0.0200 0.0000 0.0200
(27)
1 23/09/2011 -0,0049 -0,0506 0,227
2 26/09/2011 -0,0226 -0,0732 0,000
3 27/09/2011 0,0239 -0,0493 0,000*
4 28/09/2011 -0,0126 -0,0619 0,001
5 29/09/2011 -0,0068 -0,0687 0,023
6 30/09/2011 -0,0087 -0,0774 0,017
7 03/10/2011 -0,0086 -0,0860 0,013
8 04/10/2011 -0,0075 -0,0935 0,040
9 05/10/2011 0,0044 -0,0891 0,380
10 06/10/2011 0,0119 -0,0772 0,008*
11 07/10/2011 -0,0044 -0,0816 0,132
12 10/10/2011 0,0001 -0,0815 0,986
13 11/10/2011 0,0037 -0,0778 0,193
14 12/10/2011 0,0020 -0,0758 0,594
15 13/10/2011 0,0109 -0,0649 0,024*
16 14/10/2011 0,0105 -0,0544 0,008*
17 17/10/2011 0,0235 -0,0309 0,000*
18 18/10/2011 -0,0145 -0,0454 0,000
19 19/10/2011 0,0075 -0,0379 0,026*
20 20/10/2011 -0,0007 -0,0386 0,768
Sumber: Data JKSE yang diolah.
Tabel diatas menunjukkan nilai AAR positif yang signifikan terdapat pada
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Pada grafik CAAR, tren penurunan juga berhenti pada dan terjadi pembalikan harga ke arah berlawanan. Walaupun pembalikan harga tersebut hanya terjadi satu hari dilanjutkan dengan tren penurunan kembali pada periode selanjutnya.
(28)
Gambar 2. CAAR Loser Periode Pengamatan t-5 sampai dengan t+20
Sumber: Data JKSE yang diolah.
Pengujian Normalitas Data
Uji normalitas dalam penelitian dilakukan dengan melihat nilai signifikansi data pada uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Pada uji K-S, data yang berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05.
Tabel 7. Hasil Uji Kormogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Saham Winner
AR0 CAR11
N 69 69
Normal Parametersa,b
Mean ,073422 -,009206 Std.
Deviation ,0842166 ,1411647 Most Extreme
Differences
Absolute ,197 ,099 Positive ,197 ,099 Negative -,193 -,061
Kolmogorov-Smirnov Z 1,638 ,820
Asymp. Sig. (2-tailed) ,091 ,512
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
-0.1000 -0.0800 -0.0600 -0.0400 -0.0200 0.0000
(29)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Saham Loser AR0 CAR3
N 102 102
Normal Parametersa,b
Mean -,035285 -,049196 Std.
Deviation ,0314100 ,0745696 Most Extreme
Differences
Absolute ,115 ,048 Positive ,105 ,045 Negative -,115 -,048
Kolmogorov-Smirnov Z 1,162 ,488
Asymp. Sig. (2-tailed) ,134 ,171
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Ouput SPSS yang diolah.
Distribusi data yang normal dapat dilihat pada tabel hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan nilai signifikansi di atas 0,05. Nilai signifikansi hari peristiwa saham winner dan loser, serta hari pembalikan harga masing-masing saham berturut-turut adalah 0,91; 0,134; 0,512 dan 0,171 membuktikan bahwa data dalam penelitian telah berdistribusi normal.
Analisis Data
Pengujian Hipotesis 1 untuk Saham Winner
Pengujian hipotesis 1 untuk saham winner dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara abnormal return (AR) saham winner pada hari peristiwa ( ) dengan cumulative abnormal return (CAR) saham winner pada hari pembalikan harga yaitu , pada 69 saham perusahaan yang termasuk dalam kategori saham winner.
(30)
Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Saham Winner Correlations
AR0 CAR11
AR0
Pearson Correlation 1 -,156
Sig. (2-tailed) ,201
N 69 69
CAR11
Pearson Correlation -,156 1 Sig. (2-tailed) ,201
N 69 69
Sumber: Output SPSS yang diolah.
Tabel tersebut menunjukkan adanya korelasi negatif antara AR dan CAR sebesar -0,156. Namun korelasi tersebut memiliki nilai signifikansi 0,201. Pada tingkat kepercayaan 95 persen, nilai tersebut tidak signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat overreaction investor yang menyebabkan terjadinya fenomena pembalikan harga.
Pengujian Hipotesis 1 untuk Saham Loser
Pengujian hipotesis 1 untuk saham loser dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara abnormal return (AR) saham winner pada hari peristiwa ( ) dengan cumulative abnormal return (CAR) saham winner pada hari pembalikan harga yaitu , pada 102 saham perusahaan yang termasuk dalam kategori saham loser.
Tabel 9. Hasil Uji Korelasi Saham Loser
Correlations
AR0 CAR3
AR0
Pearson Correlation 1 -,252*
Sig. (2-tailed) ,011
N 102 102
CAR3
Pearson Correlation ,252* 1 Sig. (2-tailed) ,011
N 102 102
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber: Output SPSS yang diolah.
(31)
Hasil output menunjukkan terdapat korelasi negatif antara AR dan CAR sebesar -0,252 dengan nilai signifikansi 0,011. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat reaksi berlebihan dari investor yang menyebabkan terjadinya fenomena price reversal. Korelasi yang negatif antara abnormal return pada hari peristiwa dengan cumulative abnormal return pada hari pembalikan harga menunjukkan bahwa return negatif yang terjadi pada akan diikuti dengan return positif sebagai akibat dari adanya koreksi harga. Koefisien korelasi yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen berarti menerima Ha yaitu terdapat hubungan antara reaksi berlebihan (overreaction) investor yang menyebabkan terjadinya fenomena price reversal pada saham loser dan menolak Ho.
Pembahasan
Peristiwa Price Reversal untuk Saham Winner
Perhitungan average abnormal return dengan menggunakan metode Market Adjusted Model pada tabel 4 menunjukkan bahwa penurunan harga untuk saham winner terjadi pada hari ke-11 dan 16 setelah hari peristiwa ( ). Peningkatan harga saham sampel winner ketika hari peristiwa menyebabkan saham tersebut memiliki abnormal return positif. Nilai average abnormal return setelah hari peristiwa yang signifikan dan negatif menandakan kemungkinan tejadinya pembalikan harga sebagai koreksi akibat adanya pergerakan harga yang tidak normal ketika hari peristiwa.
Terjadinya pembalikan harga juga dapat diketahui dengan melihat pergerakan cumulative abnormal return (CAAR) portfolio saham winner selama periode pengamatan yaitu Pergerakan CAAR saham winner ditunjukkan dalam grafik berikut.
(32)
Gambar 3. CAAR Winner Periode Pengamatan t-5 sampai dengan t+20
Sumber: Data JKSE yang diolah.
Grafik diatas menunjukkan pergerakan harga yang terus menurun di awal periode pengamatan. Selanjutnya terjadi peristiwa kenaikan harga saham secara besar-besaran yang ditunjukkan dengan grafik CAAR yang meningkat secara signifikan pada . Pada periode setelah , harga masih bergerak naik. Walaupun pada beberapa periode harga kembali turun, namun secara keseluruhan harga masih menunjukkan tren kenaikan. Tren tersebut berakhir pada pe . Pada periode , harga mulai terkoreksi dan menurun secara perlahan. Penurunan kembali terjadi pada hingga harga bergerak relatif stabil.
Walaupun terdapat korelasi negatif antara abnormal return dengan cumulative abnormal return yang menunjukkan adanya kenaikan harga saham yang signifikan diikuti dengan pembalikan harga, namun nilai tersebut tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ekstrim pada harga saham tersebut tidak disebabkan oleh overreaction dari investor.
Walaupun sama-sama digunakan untuk menentukan posisi aksi jual dan beli saham, overreaction berbeda dengan trend. Suatu trend harga naik diamati dengan melihat pergerakan harga dalam beberapa periode atau bahkan dalam jangka panjang. Identifikasi adanya trend dilakukan dengan membuat garis trend yang dihubungkan dari beberapa support (Kusumawati, 2011). Sedangkan overreaction hanya terjadi dalam satu periode (satu hari) dan kenaikan harga yang terjadi
-0.1400 -0.1200 -0.1000 -0.0800 -0.0600 -0.0400 -0.0200 0.0000 0.0200
(33)
ditandai dengan pembalikan harga pada periode berikutnya akibat koreksi harga. Sedangkan dalam trend, perubahan harga dari trend naik menjadi turun disebut retracement (Kusumawati, 2011). Perubahan tersebut bukan akibat koreksi pasar, melainkan akibat adanya pembeli yang menutup posisinya dengan tujuan memperoleh keuntungan.
VIVAnews (Rabu, 26/05/10) mempublikasikan bahwa pemicu utama sentimen positif bagi pergerakan IHSG dan kenaikan harga saham tersebut adalah penguatan indeks di bursa Asia sejak pembukaan pada hari yang sama. Penguatan bursa di Asia sendiri disebabkan oleh naiknya harga komoditas, seiring dengan pergerakan positif harga minyak mentah dunia dan melemahnya mata uang yen Jepang terhadap euro Eropa setelah beberapa hari terus mengalami pelemahan (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/153677-bursa_regional_perkasa__
ihsg_melonjak_7_ ). Penurunan indeks harga saham gabungan bursa Indonesia selama lima hari sebelumnya akibat kecemasan krisis utang Yunani akhirnya terhenti. Menurut tim riset PT Mega Capital, sentimen positif bursa gobal dan regional, serta harga minyak mentah yang berbalik arah menguat (rebound) diprediksi mampu memberikan angin segar di pasar saham domestik. Hal tersebut dapat dimanfaatkan kembali oleh investor dalam memburu saham-saham unggulan (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/153553-regional_menguat__ ihsg_berhasil_rebound).
IHSG pada penutupan transaksi sesi kedua tanggal 26 Mei 2010 memang melonjak 182,66 poin atau 7,26 persen ke level 2.696,78. Sebanyak 226 saham menguat, 31 melemah, 24 stagnan, serta sebanyak 222 sedang tidak terjadi transaksi. Bursa Asia saat IHSG ditutup hari ini juga bergerak positif. Indeks Hang Seng naik 1,11 persen ke level 19.196,45, Nikkei 225 menguat 0,66 persen di posisi 9.522,66, dan Straits Times terangkat 1,71 persen menjadi 2.696,02 (http://www.yiela.com/view/1128632/bursa-regional-menguat-ihsg-melonjak-7-).
Di Bursa Efek Indonesia, saham unggulan (blue chips) yang memberikan kontribusi dalam penguatan IHSG, antara lain PT Gudang Garam Tbk (GGRM) terangkat Rp 4.250 atau 13,20 persen ke level Rp 36.000, PT Astra International Tbk (ASII) menguat Rp 3.650 (10,02 persen) menjadi Rp 40.050, dan PT Indo
(34)
Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik Rp 3.050 atau 10,09 persen di posisi Rp 33.250 (hhtp://bisnis.news.viva.co.id/news/read/153677-bursa_regional_perkasa_ _ihsg_melonjak_7_).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga saham pada saham-saham winner pada hari peristiwa bukan diakibatkan oleh perilaku investor yang bereaksi berlebihan terhadap suatu informasi positif, namun lebih kepada pengaruh penguatan indeks bursa Asia dan kenaikan harga minyak mentah dunia.
Peristiwa Price Reversal untuk Saham Winner
Perhitungan average abnormal return dengan menggunakan metode Market Adjusted Model pada tabel 5 menunjukkan bahwa pembalikan harga pertama untuk saham loser terjadi pada hari ke-3 setelah hari peristiwa ( ). Berikut adalah pergerakan CAAR saham loser selama periode pengamatan yaitu dari
Gambar 4. CAAR Loser Periode Pengamatan t-5 sampai dengan t+20
Sumber: Data JKSE yang diolah.
Berdasarkan grafik tersebut, tren pergerakan harga yang turun sebenarnya telah terlihat sejak sebelum . Pada periode , harga sempat naik walaupun pada akhirnya turun kembali pada periode berikutnya. Selanjutnya terjadi penurunan yang signifikan dimana hari tersebut merupakan hari peristiwa penurunan saham secara besar-besaran ( ). Penentuan hari pembalikan harga
-0.1000 -0.0800 -0.0600 -0.0400 -0.0200 0.0000
(35)
dilihat berdasarkan nilai average abnormal return setelah yang signifikan dan bernilai positif. Sehingga kenaikan harga saham-saham loser terjadi pada hari ke-3, 10, 15, 16, 17 dan 19. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa penurunan harga saham sampel loser ketika hari peristiwa menyebabkan saham tersebut memiliki abnormal return negatif. Nilai average abnormal return setelah hari peristiwa yang signifikan dan positif menandakan kemungkinan tejadinya pembalikan harga sebagai koreksi akibat adanya pergerakan harga yang tidak normal ketika hari peristiwa.
Penurunan harga yang terjadi akibat overreaction juga berbeda dengan trend. Harga memiliki trend menurun apabila garis trend dalam pergerakan harga semakin rendah. Garis trend dibuat dengan menghubungkan beberapa ressistance (Kusumawati, 2011). Sehingga trend turun diamati dalam beberapa periode atau jangka panjang. Sedangkan penurunan harga dalam overreaction hanya terjadi dalam satu periode (satu hari) dengan penurunan yang sangat signifikan akibat pengaruh adanya peristiwa negatif. Overreaction juga ditandai dengan pembalikan harga pada periode berikutnya akibat koreksi harga. Dalam trend, perubahan harga dari trend turun menjadi naik disebut retracement (Kusumawati, 2011). Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya penjual yang menutup posisinya dengan tujuan memperoleh keuntungan dan bukan akibat koreksi pasar.
Pada tanggal 22 September 2011, IHSG di Bursa Efek Indonesia turun sangat signifikan ke zona negatif. IHSG terpuruk 328,35 poin atau 8,89 persen ke level 3.369,14. Bahkan pelemahan IHSG tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan bursa kawasan Asia Pasifik (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read /249291-indeks-terpuruk-300-poin).
Pergerakan negatif IHSG tersebut dipicu oleh berbagai faktor. Faktor pertama adalah pelemahan bursa global, terutama Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi tersebut kemudian merembet ke pasar saham Asia akibat outlook ekonomi AS yang memburuk. Outlook negatif ekonomi AS dan krisis utang Eropa yang berkepanjangan akan berimplikasi pada outlook ekonomi dunia. Hal tersebut akan tentunya juga akan berpengaruh pada ekonomi Asia, termasuk
(36)
Indonesia (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/249291-indeks-terpuruk-300-poin).
Selain itu, terpuruknya bursa Indonesia juga diakibatkan pasar keuangan yang melemah. Hal tersebut terlihat dari nilai tukar rupiah yang terkoreksi cukup cepat. Kondisi pelamahan nilai rupiah menambah ketidakpastian investor asing dan domestik, sehingga mereka cenderung untuk meminimalisir risiko dengan menjual lebih dahulu. Adanya informasi negatif dibarengi dengan ketidakpastian menyebabkan investor, baik domestik maupun asing bereaksi berlebihan sehingga tekanan jual menjadi tinggi. BI dan pemerintah mulai mempersiapkan pencadangan dana buyback (http://internasional.kompas.com/read/2011/09 /22/15260963/Hatta.Pelaku.Pasar.Modal.Jangan.Panik). BEI sendiri menyarankan untuk membeli saham asing sehingga keuntungan dapat dihasilkan pada periode selanjutnya (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/249246-bursa-ri-terpuruk--ini-saran-otoritas-bei). Namun antisipasi tersebut tidak terlalu mempengaruhi keputusan investor, karena investor yang sahamnya telah masuk dalam kategori loser tidak berani mengambil risiko kerugian lebih banyak dengan menahan saham perusahaan yang dimiliki. Apalagi portofolio saham loser sebagian besar merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang besar.
Ketajaman Overreaction dan Jangka Waktu Pembalikan Harga Saham
Winner dan Loser
Berdasarkan grafik CAAR sebelumnya, terlihat bahwa derajat ketajaman overreaction saham winner lebih besar dibandingkan dengan saham loser. Secara psikologis, pelaku pasar memang cenderung memberikan aksi yang lebih dramatik terhadap berita yang buruk akibat keinginan investor untuk meminimalisasi risiko. Investor yang sahamnya telah masuk dalam kategori loser tidak akan mengambil risiko kerugian lebih banyak dengan menahan saham perusahaan yang dimiliki. Selanjutnya aksi tersebut akan diikuti oleh reaksi yang jangka waktunya tergantung pada jenis informasi yang menyebabkan perilaku aksi tersebut.
(37)
Jusuf (2008) menyatakan bahwa berita positif hanya mengakibatkan reaksi “lembut” yang kurang mencerminkan efisiensi pasar. Investor bereaksi dengan segera, namun berlangsung dalam waktu yang lama. Sedangkan even negatif mengakibatkan reaksi yang lebih kuat. Pergerakan ekstrim pada harga saham akan diikuti dengan pergerakan arah sebaliknya, dan semakin pendek durasi pergerakan harga saham maka durasi reaksi yang terjadi juga semakin singkat. Hal tersebut sesuai dengan pergerakan harga dalam grafik CAAR saham winner dan loser. Saham winner yang mempunyai derajat overreaction lebih besar daripada saham loser membutuhkan waktu 11 hari dalam koreksi harga. Sedangkan pada saham loser, pembalikan harga terjadi dalam periode yang lebih singkat yaitu selama 3 hari. Kedua hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa semakin besar pergerakan harga ketika hari peristiwa, maka semakin besar pula jangka waktu pembalikan harga selama hari penyesuaian.
Tabel 10. Perbandingan Ketajaman Overreaction dan Jangka Waktu Pembalikan Harga Saham Winner dan Loser
Saham Winner Saham Loser
Kenaikan Return IHSG 0,0721 -0,0894
Koefisien Korelasi -0,156 -0,252
Derajat Overreaction 7,34 % 3,53 %
Periode Pembalikan Harga
Jangka Waktu Pembalikan Harga 11 hari 3 hari Sumber: Data sekunder yang diolah.
Karakteristik Perusahaan Saham Winner dan Loser ketika Terjadi Overreaction
Penelitian overreaction selalu mengelompokkan data menjadi dua jenis saham, antara lain kelompok saham winner dan saham loser. Perusahaan-perusahaan yang termasuk saham winner mengalami kenaikan harga secara signifikan pada hari peristiwa sehingga abnormal returnnya bernilai positif. Sebaliknya perusahaan yang termasuk dalam saham loser mengalami penurunan
(38)
harga yang signifikan, sehingga abnormal return perusahaan-perusahaan tersebut menjadi negatif.
Beberapa penelitian terdahulu, diantaranya Kusumawardhani (2001), Dinawan (2007) serta Yull dan Kirmizi (2012) menggunakan variabel firm size, likuiditas dan bid-ask spread sebagai faktor yang mempengaruhi price reversal dalam penelitian overreaction. Namun dalam penelitian ini, variabel bid-ask spread tidak digunakan akibat sulitnya memperoleh data historis bid dan ask. Data bid dan ask yang bersifat intraday menyebabkan data historis tidak tersedia pada website-website bursa. Padahal variabel tersebut merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi adanya reaksi berlebihan investor yang akhirnya memicu pembalikan harga. Pendekatan lain dalam menghitung variabel bid-ask spread telah dilakukan namun masih belum dapat merepresentasikan variabel tersebut. Sehingga penelitian ini hanya menganalisis perbedaan likuiditas dan ukuran perusahaan pada saham winner dan loser sebagai karakteristik perusahaan yang diamati dalam penelitian overreaction.
Likuiditas saham adalah seberapa mudah dan cepat suatu aset dijual dan berada dekat dengan nilai wajarnya (Rusliati dan Farida, 2010). Tingginya frekuensi transaksi berdampak pada peningkatan minat investor terhadap saham tersebut. Minat yang tinggi dimungkinkan karena semakin tinggi tingkat likuiditas saham, semakin tinggi kemungkinan untuk mendapatkan return dibandingkan saham yang likuiditasnya rendah (Yull dan Kirmizi, 2012).
Terkait dengan analisis overreaction hypothesis, tindakan sharesplit yang dilakukan perusahaan dapat mengakibatkan peningkatan signifikan pada permintaan saham tersebut. Tindakan sharesplit akan berdampak pada penurunan harga saham, disertai dengan kenaikan jumlah saham secara proporsional (Rusliati dan Farida, 2010). Investor mungkin merespon tindakan tersebut dengan menyusun kembali portofolio investasinya berdasarkan berbagai pertimbangan. Investor akan beranggapan kenaikan aktifitas perdagangan pada saham tersebut akan kembali memicu kenaikan harga, dan pada akhirnya return saham. Sehingga semakin likuid suatu saham, semakin sensitif pula reaksi investor terhadap saham tersebut.
(39)
Dalam penelitian kenaikan harga saham yang signifikan memang bukan disebabkan karena perilaku reaksi berlebihan investor. Namun saham winner yang pada hari peristiwa memiliki kinerja diatas rata-rata saham terlihat memiliki tingkat likuiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham loser. Lebih lanjut periode pembalikan harga saham winner yang lebih cepat dibandingkan dengan saham loser sesuai dengan pendapat Cox dan Peterson (1994) yang menyatakan bahwa semakin likuid suatu saham, maka derajat pembalikan harga yang terjadi akan semakin cepat.
Tabel 11. Perbandingan Nilai Firm Size dan Likuiditas Saham Winner dan Loser
Saham Winner Saham Loser
Firm Size Likuiditas Firm Size Likuiditas
Min 20.583.517.500 0,0000 46.920.000.000 0,0000 Max 120.554.000.000.000 0,0434 163.204.023.340.300 0,0403 Mean 8.601.340.215.728 0,0058 12.145.348.889.281 0,0040 Sumber: Data sekunder yang diolah.
Terkait dengan ukuran perusahaan (firm size), Zarowin (1990), Choi (2005) dan Leung (2009) merupakan sebagian peneliti mengemukakan bahwa saham-saham yang yang berkinerja buruk pada satu periode waktu cenderung untuk membaik pada periode berikutnya, begitu juga sebaliknya. Saham dengan kinerja buruk biasanya merupakan saham perusahaan kecil yang memiliki sedikit informasi. Sedangkan saham dengan kinerja baik biasanya merupakan saham-saham unggulan yang informasinya selalu tersedia di pasar dan sering mendapatkan return positif.
Dalam penelitian, tidak seluruh saham winner merupakan perusahaan dengan ukuran yang kecil. Namun nilai minimum, nilai maksimum dan rata-rata kapitalisasi pasar saham winner yang lebih rendah jika dibandingkan dengan saham loser. Momentum saham loser yang diakibatkan oleh overreaction menyebabkan saham perusahaan berkapitalisasi besar yang pada awalnya
(40)
memiliki kinerja yang baik berubah menjadi loser. Saham-saham perusahaan besar yang biasanya memberikan return positif, malah mendapatkan return negatif di hari peristiwa. Investor yang sahamnya telah masuk dalam kategori loser tidak akan mengambil risiko kerugian lebih banyak dengan menahan saham perusahaan yang dimiliki. Apalagi portofolio saham loser sebagian besar merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang besar.
Pada saham winner, momentum harga bukan disebabkan oleh overreaction investor melainkan akibat penguatan indeks di bursa Asia, seiring dengan pergerakan positif harga minyak mentah dunia. Pergerakan positif tersebut kemudian diikuti aksi beli investor terhadap saham-saham terutama di sektor komoditas (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/153677-bursa_regional_per kasa_ihsg_melonjak_7_). Aksi beli tersebut menyebabkan harga saham komoditas naik sehingga memberikan return positif pada hari peristiwa. Selain itu, sentimen positif bursa gobal dan regional, serta harga minyak mentah yang menguat juga dimanfaatkan kembali oleh investor dalam memburu saham-saham unggulan (http://bisnis.news.viva.co.id/153553regional_menguat__ihsg_berhasil_rebound).
(41)
KESIMPULAN
Dari pengujian dan analisis data yang telah dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara reaksi berlebihan dari investor dengan fenomena price reversal. Reaksi investor yang berlebihan dalam menilai saham tersebut ditunjukkan dengan korelasi negatif yang signifikan antara abnormal return hari peristiwa ( ) dengan CAR pada saham loser. Sedangkan momentum harga yang terjadi pada saham winner bukan disebabkan oleh reaksi berlebihan investor, melainkan karena penguatan bursa di Asia akibat naiknya harga komoditas.
Kesimpulan selanjutnya adalah mengenai keterkaitan ketajaman overreaction dengan lama pembalikan harga. Semakin ekstrim pergerakan harga saham pada hari peristiwa, semakin lama pula durasi pembalikan harga sebagai akibat dari adanya pergerakan abnormal tersebut. Saham winner yang mempunyai derajat overreaction lebih besar daripada saham loser membutuhkan waktu 11 hari dalam koreksi harga. Sedangkan saham loser membutuhkan waktu 3 hari dalam koreksi harga. Selanjutnya, momentum saham loser yang diakibatkan oleh overreaction menyebabkan saham perusahaan berkapitalisasi besar yang pada awalnya memiliki kinerja yang baik berubah menjadi loser. Sedangkan momentum saham winner menyebabkan saham sektor komoditas dan saham-saham unggulan mengalami kenaikan harga.
Implikasi Manajerial
Bagi investor, waktu untuk melakukan aksi jual dan beli dapat diketahui dengan mengamati pergerakan CAAR pada saat terjadi overreaction. Overreaction menyebabkan harga menjadi abnormal, sehingga untuk saham winner aksi jual dapat dilakukan ketika harga masih mengalami overreact pada saat hari peristiwa. Harga tersebut masih menguntungkan apabilabelum mencapai harga keseimbangan setelah terjadi overreaction.
(42)
Sebaliknya untuk saham losser, aksi beli dapat dilakukan ketika saham masih mengalami penurunan harga. Dengan harapan ketika terjadi koreksi pasar harga akan naik menuju tingkat keseimbangan dan pada akhirnya investor dapat memperoleh profit. Namun aksi beli tersebut juga perlu mempertimbangkan baik buruknya aspek fundamental dari perusahaan loser yang bersangkutan.
Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang
1. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan variabel firm size, likuiditas dan bid-ask spread sebagai faktor yang mempengaruhi price reversal dalam kaitannya dengan analisis overreaction. Namun dalam penelitian ini, variabel bid-ask spread tidak digunakan. Sulitnya mencari data bid-ask menjadi kendala dalam penelitian. Data bid dan ask yang bersifat intraday menyebabkan data historis tidak tersedia pada website. Pendekatan lain dalam menghitung variabel bid-ask spread telah dilakukan namun masih belum dapat merepresentasikan variabel tersebut.
2. Identifikasi terjadinya overreaction dilakukan dengan melihat perubahan harga yang terjadi pada sampel winner dan loser yang memenuhi beberapa kriteria. Kriteria terakhir mengharuskan sampel winner dan loser bebas dari seluruh aksi korporasi yang dilakukan perusahaan selama periode pengamatan sampai dengan . Pada kenyataannya aksi korporasi bisa saja dilakukan setiap hari oleh suatu perusahaan. Kendala lain adalah sulitnya mencari seluruh media yang digunakan sebagai media publikasi aksi korporasi atau bahkan terdapat kemungkinan beberapa aksi korporasi tidak dipublikasikan. Dalam penelitian, aksi korporasi dalam kriteria pengambilan sampel hanya dilihat berdasarkan publikasi yang terdapat dalam ICMD.
3. Penelitian selanjutnya dapat mengajukan permohonan permintaan data ke Indonesian Capital Market Library (ICaMEL) dan Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) di kota-kota besar, sehingga didapatkan data historis bid-ask yang akurat.
(43)
4. Sebagian besar penelitian menngenai price reversal di Indonesia telah menggunakan variabel firm size, likuiditas dan bid-ask spread sebagai faktor yang berpengaruh. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel-variabel lain yang diduga dapat mempengaruhi price reversal.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Robert. 2011. Hatta: Pelaku Pasar Modal Jangan Panik. http://internasional.kompas.com/read/2011/09/22/15260963/Hatta.Pelaku.Pa sar.Modal.Jangan.Panik. 10 Maret 2014
Ardi, Azhar, Kiryanto, dan Dista Amalia. 2008, “Over Reaksi Pasar terhadap Harga Saham Perusahaan-Perusahaan di Indonesia”, Simposium Nasional Akuntansi ke 11, Pontianak, Mei 2008.
Barberis, N. and Thaler, R. 2003, “Survey of Behavioral Finance,” Handbook of the Economics of Finance.
Benou, G. and Nivine Richie, 2003, “The Reversal of Large Stock Price Declines: The Case of Large Firms”, Journal of Economics and Finance.
Beaver, W.H., 1989, Financial Reporting: An Accounting Revolution, Englewood Cliffs: NJ: Prentice-Hall Inc., second edition.
Bodie, Zvi; Alex Kane, dan Alan J. Marcus, 2008, “Investments”, Seventh Edition Mc-Graw Hill, page 347, 605-621.
Choi, Hyung-Suk dan Narayanan Jayaraman, 2005, “Is Reversal of Large Stock -Price Declines Caused by Overreaction or Information Asymetry: Evidence from Stock and Option Markets”, Working Paper of Georgia Institute of Technology, USA.
Cox, Don R dan David Peterson, 1994, “Stock Returns Following Large One Day Declines:Evidence on Short-Term Reversals and Longer-Term Performance”, The Journal of Finance, March, Vol. XLIL, No. 1, 255-267.
DeBondt, W. dan R Thaler. 1985, “Does the Stock Market Overreact?”, Journal of Finance, Vol. XI No. 3 July: 793-805.
Dewi, Diastiti Okkarisma, 2010, “Pengaruh Jenis Usaha, Perusahaan dan Financial Leverage terhadap Tindakan Perataan Laba pada Perusahaan yang
(1)
40 ITMG, Indo Tambangraya Megah
Tbk 0,101 10,1 > 7,2
41 JPRS, Jaya Pari Steel Tbk 0,2222 22,22 > 7,2
42 JSMR, Jasa Marga (Persero) Tbk 0,0791 7,91 > 7,2
43 KARK Dayaindo Resources
International 0,2063 20,63 > 7,2
44 KBLI, KMI Wire & Cable Tbk 0,1077 10,77 > 7,2
45 KBRI Kertas Basuki Rachmat
Indonesia 0,1077 10,77 > 7,2
46 KIJA, Kawasan Industri Jababeka
Tbk 0,1734 17,34 > 7,2
47 MNCN, Media Nusantara Citra Tbk 0,1818 18,18 > 7,2
48 NIKL PELAT TIMAH
NUSANTARA IDR100 0,1277 12,77 > 7,2
49 PLAS, Polaris Investama Tbk 0,1034 10,34 > 7,2
50 PNBN, Bank Pan Indonesia Tbk 0,15 15 > 7,2
51 PNLF, Panin Financial Tbk 0,0732 7,32 > 7,2
52 POLY, Asia Pacific Fibers Tbk 0,1343 13,43 > 7,2
53 PWON Pakuwon Jati Tbk. 0,1071 10,71 > 7,2
54 PYFA, Pyridam Farma Tbk 0,1047 10,47 > 7,2
55 RAJA, Rukun Raharja Tbk 0,125 12,5 > 7,2
56 RBMS, Ristia Bintang Mahkotasejati
Tb 0,1455 14,55 > 7,2
57 SDPC, Millennium Pharmacon
Internatio 0,1273 12,73 > 7,2
58 SGRO, Sampoerna Agro Tbk 0,1082 10,82 > 7,2
59 SMGR, Semen Indonesia (Persero)
Tbk 0,1558 15,58 > 7,2
60 SRSN, Indo Acidatama Tbk 0,0769 7,69 > 7,2
61 SULI, PT SLJ GLOBAL TBK 0,1935 19,35 > 7,2
62 TINS Timah (Persero) Tbk. 0,0773 7,73 > 7,2
63 TIRT, Tirta Mahakam Resources
Tbk 0,1231 12,31 > 7,2
64 TMAS, Pelayaran Tempuran Emas
Tbk 0,0828 8,28 > 7,2
(2)
66 TRIL, Triwira Insanlestari Tbk 0,1406 14,06 > 7,2
67 TRUB, Truba Alam Manunggal
Engineerin 0,3857 38,57 > 7,2
68 UNSP, Bakrie Sumatra Plantations
Tbk 0,2963 29,63 > 7,2
69 UNVR, Unilever Indonesia Tbk 0,0897 8,97 > 7,2
Lampiran 3 Kriteria Pengambilan Saham Loser
No Symbol Name Return %
1 ABBA.JK Mahaka Media Tbk. -0.1583 -15.83 < -8.921
2 ADES.JK Akasha Wira
International Tbk. -0.1157 -11.57 < -8.921
3 ADHI.JK Adhi Karya (Persero)
Tbk. -0.1053 -10.53 < -8.921
4 ADMG.JK Polychem Indonesia
Tbk -0.1471 -14.71 < -8.921
5 ADRO JK Adaro Energi Tbk.
-0.1000 -10.00 < -8.921
6 AMAG.JK Asuransi Multi Artha
Guna Tbk. -0.2049 -20.49 < -8.921
7 ANTM.JK Aneka Tambang
(Persero) Tbk. -0.0899 -8.99 < -8.921
8 APLI.JK Asiaplast Industries
Tbk. -0.1161 -11.61 < -8.921
9 ARTI.JK Ratu Prabu Energi Tbk
-0.1304 -13.04 < -8.921
10 ASGR.JK Astra Graphia Tbk. -0.0917 -9.17 < -8.921
11 ASRI.JK Alam Sutera Realty
Tbk. -0.1084 -10.84 < -8.921
12 ASII JK Astra International Tbk.
-0.0945 -9.45 < -8.921
13 AUTO JK Astra Otoparts Tbk. -0.0949 -9.49 < -8.921
14 BAYU.JK Bayu Buana Tbk
-0.1296 -12.96 < -8.921
15 BBKP.JK Bank Bukopin Tbk. -0.1148 -11.48 < -8.921
16 BBLD.JK Buana Finance Tbk.
-0.0909 -9.09 < -8.921
(3)
(Persero)
18 BBRI JK Bank Rakyat Indonesia
(Persero) -0.1311 -13.11 < -8.921
19 BBTN JK Bank Tabungan Negara
(Persero) -0.1783 -17.83 < -8.921
20 BEKS.JK Bank Pundi Indonesia
Tbk. -0.1127 -11.27 < -8.921
21 BFIN JK BFI Finance Indonesia
Tbk -0.0952 -9.52 < -8.921
22 BHIT JK MNC Investama Tbk.
-0.1050 -10.50 < -8.921
23 BISI.JK BISI International Tbk. -0.1416 -14.16 < -8.921
24 BKDP JK Bukit Darmo Property
Tbk. -0.1228 -12.28 < -8.921
25 BKSL.JK Sentul City Tbk.
-0.0893 -8.93 < -8.921
26 BMRI JK Bank Mandiri (Persero)
Tbk. -0.1452 -14.52 < -8.921
27 BNGA.JK Bank CIMB Niaga Tbk. -0.1040 -10.40 < -8.921
28 BRNA JK Berlina Tbk. -0.0909 -9.09 < -8.921
29 BRPT.JK Barito Pacific Tbk. -0.1313 -13.13 < -8.921
30 BTON.JK Betonjaya Manunggal
Tbk. -0.1045 -10.45 < -8.921
31 BTPN JK Bank Tabungan
Pensiunan Nasional -0.1141 -11.41 < -8.921
32 BUMI.JK Bumi Resources Tbk -0.1262 -12.62 < -8.921
33 CNKO.JK Exploitasi Energi
Indonesia Tbk -0.1261 -12.61 < -8.921
34 COWL.JK Cowell Development
Tbk. -0.1304 -13.04 < -8.921
35 CPIN JK Charoen Pokphan
Indonesia Tbk -0.1619 -16.19 < -8.921
36 CSAP.JK Catur Sentosa Adiprana
Tbk. -0.1400 -14.00 < -8.921
37 CTRA JK Ciputra Development
Tbk. -0.1161 -11.61 < -8.921
38 DEWA.JK Darma Henwa Tbk
-0.1573 -15.73 < -8.921
39 DGIK.JK Nusa Konstruksi
Enjiniring Tbk. -0.0990 -9.90 < -8.921
40 DILD JK Intiland Development
Tbk. -0.1154 -11.54 < -8.921
(4)
Tbk -0.1139
42 EKAD.JK Ekadharma
International Tbk. -0.2034 -20.34 < -8.921
43 ELSA.JK Elnusa Tbk. -0.1111 -11.11 < -8.921
44 ENRG,JK Energi Mega Persada
Tbk -0.1131 -11.31 < -8.921
45 GDST JK Gunawan Dianjaya
Steel Tbk -0.1184 -11.84 < -8.921
46 GJTL,JK Gajah Tunggal Tbk -0.1101 -11.01 < -8.921
47 GTBO JK Garda Tujuh Buana
Tbk. -0.1726 -17.26 < -8.921
48 HMSP,JK HM Sampoerna Tbk
-0.1009 -10.09 < -8.921
49 IDKM JK Indosiar Karya Media
Tbk -0.1474 -14.74 < -8.921
50 IGAR,JK Champion Pacific
Indonesia Tbk -0.1250 -12.50 < -8.921
51 INAF,JK Indofarma Tbk -0.1000 -10.00 < -8.921
52 INCO,JK Vale Indonesia Tbk -0.1348 -13.48 < -8.921
53 INDF,JK Indofood Sukses
Makmur Tbk -0.1300 -13.00 < -8.921
54 INDR,JK Indo-Rama Synthetics
Tbk -0.1020 -10.20 < -8.921
55 INDY,JK Indika Energy Tbk -0.0965 -9.65 < -8.921
56 INTP,JK Indocement Tunggal
Prakasa Tbk -0.1515 -15.15 < -8.921
57 INVS JK Inovisi Infracom Tbk. -0.2957 -29.57 < -8.921
58 JECC,JK Jembo Cable Company
Tbk -0.1000 -10.00 < -8.921
59 JPFA JK Japfa Comfeed
Indonesia Tbk. -0.1429 -14.29 < -8.921
60 JPRS,JK Jaya Pari Steel Tbk -0.0909 -9.09 < -8.921
61 JSMR,JK Jasa Marga (Persero)
Tbk -0.0949 -9.49 < -8.921
62 KIJA,JK Kawasan Industri
Jababeka Tbk -0.1528 -15.28 < -8.921
63 KBLF JK Kalbe Farma Tbk. -0.1691 -16.91 < -8.921
64 LMPI,JK Langgeng Makmur
Industri Tbk -0.1961 -19.61 < -8.921
65 LPCK,JK Lippo Cikarang Tbk
-0.1344 -13.44 < -8.921
(5)
67 LPPS JK Lippo Securities Tbk. -0.1700 -17.00 < -8.921
68 LSIP JK PP London Sumatra
Indonesia Tbk. -0.1070 -10.70 < -8.921
69 LTLS,JK Lautan Luas Tbk
-0.1196 -11.96 < -8.921
70 MAPI,JK Mitra Adiperkasa Tbk
-0.1582 -15.82 < -8.921
71 MEDC JK Medco Energy
International Tbk. -0.1224 -12.24 < -8.921
72 MICE,JK Multi Indocitra Tbk -0.1795 -17.95 < -8.921
73 MLPL JK Multipolar Tbk. -0.0897 -8.97 < -8.921
74 OKAS,JK Ancora Indonesia
Resources Tbk -0.1228 -12.28 < -8.921
75 PANS,JK Panin Sekuritas Tbk -0.0960 -9.60 < -8.921
76 PGAS JK Perusahaan Gas Negara
(Persero) -0.1287 -12.87 < -8.921
77 PJAA,JK Pembangunan Jaya
Ancol Tbk -0.2286 -22.86 < -8.921
78 PNIN,JK Panin Insurance Tbk -0.1373 -13.73 < -8.921
79 PNLF,JK Panin Financial Tbk -0.1094 -10.94 < -8.921
80 POLY,JK Asia Pacific Fibers Tbk -0.1154 -11.54 < -8.921
81 PTSN,JK Sat Nusapersada Tbk -0.1071 -10.71 < -8.921
82 PYFA,JK Pyridam Farma Tbk -0.1243 -12.43 < -8.921
83 RMBA,JK Bentoel Internasional
Investama -0.1071 -10.71 < -8.921
84 RUIS,JK Radiant Utama
Interinsco Tbk -0.1207 -12.07 < -8.921
85 SGRO,JK Sampoerna Agro Tbk -0.1136 -11.36 < -8.921
86 SIPD,JK Sierad Produce Tbk -0.1176 -11.76 < -8.921
87 SMRA,JK Summarecon Agung
Tbk -0.1000 -10.00 < -8.921
88 SPMA,JK Suparma Tbk -0.1321 -13.21 < -8.921
89 SULI,JK PT SLJ GLOBAL TBK -0.0949 -9.49 < -8.921
90 TINS JK Timah (Persero) Tbk. -0.1095 -10.95 < -8.921
91 TIRT,JK Tirta Mahakam
Resources Tbk -0.0984 -9.84 < -8.921
92 TMAS,JK Pelayaran Tempuran
Emas Tbk -0.1489 -14.89 < -8.921
93 TMPI,JK AGIS Tbk -0.2390 -23.90 < -8.921
94 TMPO,JK Tempo Intimedia Tbk -0.1552 -15.52 < -8.921
95 TRIL,JK Triwira Insanlestari Tbk -0.1053 -10.53 < -8.921
(6)
97 ULTJ,JK Ultra Jaya Milk
Industry & Trad -0.1017 -10.17 < -8.921
98 UNTR,JK United Tractors Tbk -0.0948 -9.48 < -8.921
99 VRNA JK Verena Multi Finance
Tbk. -0.1410 -14.10 < -8.921
100 WICO,JK Wicaksana Overseas
Internationa -0.1207 -12.07 < -8.921
101 WIKA JK Wijaya Karya (Persero)
Tbk. -0.1111 -11.11 < -8.921
102 WOMF,JK Wahana Ottomitra