11e4bc98d6710a36af4c303934383534

LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.300, 2014

SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi.
Kebijakan.
(Penjelasan
Dalam
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5609)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2014
TENTANG
KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi,
perlu menyusun kebijakan energi nasional;

b. bahwa rancangan kebijakan energi nasional telah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik
Indonesia
melalui
Keputusan
Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 01/DPR
RI/III/2013-2014;
c. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi
Nasional;
Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4796);

www.peraturan.go.id

2014, No.300

2

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI
NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa
panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika.

2. Sumber Energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan Energi, baik
secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi.
3. Sumber Daya Energi adalah sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan, baik sebagai Sumber Energi maupun sebagai Energi.
4. Sumber Energi Baru adalah Sumber Energi yang dapat dihasilkan oleh
teknologi baru, baik yang berasal dari Sumber Energi Terbarukan
maupun Sumber Energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen,
gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquefied
coal), dan batubara tergaskan (gasified coal).
5. Energi Baru adalah Energi yang berasal dari Sumber Energi Baru.
6. Sumber Energi Terbarukan adalah Sumber Energi yang dihasilkan dari
Sumber Daya Energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik,
antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan
terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
7. Energi Terbarukan adalah Energi yang berasal dari Sumber Energi
Terbarukan.
8. Pengelolaan Energi adalah penyelenggaraan kegiatan penyediaan,
pengusahaan, dan pemanfaatan Energi, serta penyediaan Cadangan
Strategis dan Konservasi Sumber Daya Energi.
9. Kemandirian Energi adalah terjaminnya ketersediaan Energi dengan

memanfaatkan semaksimal mungkin potensi dari sumber dalam
negeri.
10. Ketahanan Energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan
Energi dan akses masyarakat terhadap Energi pada harga yang
terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
perlindungan terhadap Lingkungan Hidup.
11. Konservasi Energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu
guna melestarikan Sumber Daya Energi dalam negeri serta
meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.

www.peraturan.go.id

3

2014, No.300

12. Konservasi Sumber Daya Energi adalah pengelolaan Sumber Daya
Energi yang menjamin pemanfaatannya dan persediaannya dengan
tetap
memelihara

dan
meningkatkan
kualitas
nilai
dan
keanekaragamannya
13. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
14. Kemandirian Pengelolaan Energi adalah kualitas Pengelolaan Energi
yang sepenuhnya berorientasi pada kepentingan nasional untuk
menjamin bahwa Energi, Sumber Energi, dan Sumber Daya Energi
dikelola sebaik-baiknya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
dengan mengutamakan semaksimal mungkin kemampuan sumber
daya manusia dan industri dalam negeri.
15. Pemanfaatan Energi adalah kegiatan menggunakan Energi, baik
langsung maupun tidak langsung dari Sumber Energi.
16. Industri Energi adalah semua industri yang bergerak dalam produksi
dan penjualan Energi termasuk kegiatan ekstraksi Sumber Energi,

manufaktur, pengolahan, transmisi, dan distribusi.
17. Penyediaan Energi adalah kegiatan atau proses menyediakan Energi,
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
18. Energi Primer adalah Energi yang diberikan oleh alam dan belum
mengalami proses pengolahan lebih lanjut.
19. Energi Final adalah Energi yang langsung dapat dikonsumsi oleh
pengguna akhir.
20. Elastisitas Energi adalah perbandingan antara laju pertumbuhan
kebutuhan Energi terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
21. Intensitas Energi adalah jumlah total konsumsi Energi per unit produk
domestik bruto.
22. Cadangan Energi adalah Sumber Daya Energi yang sudah diketahui
lokasi, jumlah, dan mutunya.
23. Cadangan Strategis adalah Cadangan Energi untuk masa depan.
24. Cadangan Penyangga Energi adalah jumlah ketersediaan Sumber
Energi dan Energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan Energi nasional pada kurun waktu
tertentu.
25. Diversifikasi Energi adalah penganekaragaman pemanfaatan Sumber
Energi.


www.peraturan.go.id

2014, No.300

4

26. Rasio Elektrifikasi adalah perbandingan jumlah
berlistrik dengan jumlah rumah tangga total.

rumah

tangga

27. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
28. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
29. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
30. Dewan Energi Nasional adalah suatu lembaga bersifat nasional,
mandiri, dan tetap yang bertanggung jawab atas kebijakan energi
nasional.
31. Rasio Penggunaan Gas Rumah Tangga adalah perbandingan antara
jumlah rumah tangga yang menggunakan gas terhadap total rumah
tangga.
Pasal 2
Kebijakan energi nasional merupakan kebijakan Pengelolaan Energi yang
berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi
nasional.
Pasal 3
(1) Kebijakan energi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri
dari kebijakan utama dan kebijakan pendukung.
(2) Kebijakan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ketersediaan Energi untuk kebutuhan nasional;

b. prioritas pengembangan Energi;
c. pemanfaatan Sumber Daya Energi nasional; dan
d. Cadangan Energi nasional.
(3) Kebijakan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Konservasi Energi,
Diversifikasi Energi;

Konservasi

Sumber

Daya

Energi,

dan

b. Lingkungan Hidup dan keselamatan;
c. harga, subsidi, dan insentif energi;


www.peraturan.go.id

5

2014, No.300

d. infrastruktur dan akses untuk masyarakat terhadap Energi dan
Industri Energi;
e. penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi Energi; dan
f. kelembagaan dan pendanaan.
Pasal 4
Kebijakan energi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
3 dilaksanakan untuk periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2050.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 5
Kebijakan energi nasional disusun sebagai pedoman untuk memberi arah
Pengelolaan Energi nasional guna mewujudkan Kemandirian Energi dan

Ketahanan Energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional
berkelanjutan.
Pasal 6
Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi nasional
dimaksud dalam Pasal 5 dicapai dengan mewujudkan:

sebagaimana

a. Sumber Daya Energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata
tetapi sebagai modal pembangunan nasional;
b. Kemandirian Pengelolaan Energi;
c. ketersediaan Energi dan terpenuhinya kebutuhan Sumber Energi
dalam negeri;
d. pengelolaan Sumber Daya Energi secara optimal, terpadu, dan
berkelanjutan;
e. Pemanfaatan Energi secara efisien di semua sektor;
f.

akses untuk masyarakat terhadap Energi secara adil dan merata;

g. pengembangan kemampuan teknologi, Industri Energi, dan jasa Energi
dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia;
h. terciptanya lapangan kerja; dan
i.

terjaganya kelestarian fungsi Lingkungan Hidup.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

6

Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 7
Sumber Energi dan/atau Sumber Daya Energi ditujukan untuk modal
pembangunan guna sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan cara
mengoptimalkan pemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi nasional,
penciptaan nilai tambah di dalam negeri, dan penyerapan tenaga kerja.
Pasal 8
Sasaran penyediaan dan pemanfaatan Energi Primer dan Energi Final
sebagai berikut:
a. terpenuhinya penyediaan Energi Primer pada tahun 2025 sekitar 400
MTOE (empat ratus million tonnes of oil equivalent) dan pada tahun
2050 sekitar 1.000 MTOE (seribu million tonnes of oil equivalent);
b. tercapainya pemanfaatan Energi Primer per kapita pada tahun 2025
sekitar 1,4 TOE (satu koma empat tonnes of oil equivalent) dan pada
tahun 2050 sekitar 3,2 TOE (tiga koma dua tonnes of oil equivalent);
c. terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik pada tahun
2025 sekitar 115 GW (seratus lima belas giga watt) dan pada tahun
2050 sekitar 430 GW (empat ratus tiga puluh giga watt); dan
d. tercapainya pemanfaatan listrik per kapita pada tahun 2025 sekitar
2.500 KWh (dua ribu lima ratus kilo watt hours) dan pada tahun 2050
sekitar 7.000 KWh (tujuh ribu kilo watt hours).
Pasal 9
Untuk pemenuhan Penyediaan Energi dan Pemanfaatan Energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperlukan pencapaian sasaran
kebijakan energi nasional sebagai berikut:
a. terwujudnya paradigma baru bahwa Sumber Energi merupakan modal
pembangunan nasional;
b. tercapainya Elastisitas Energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025
yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi;
c. tercapainya penurunan Intensitas Energi final sebesar 1% (satu persen)
per tahun sampai dengan tahun 2025;
d. tercapainya Rasio Elektrifikasi sebesar 85% (delapan puluh lima
persen) pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100% (seratus persen)
pada tahun 2020;
e. tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015
sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan
f.

tercapainya bauran Energi Primer yang optimal:

www.peraturan.go.id

2014, No.300

7

1. pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling
sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling
sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya
terpenuhi;
2. pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh
lima persen) dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 20% (dua
puluh persen);
3. pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh persen)
dan pada tahun 2050 minimal 25% (dua puluh lima persen); dan
4. pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua
persen) dan pada tahun 2050 minimal 24% (dua puluh empat
persen).
BAB III
ARAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
Bagian Kesatu
Kebijakan Utama
Paragraf 1
Ketersediaan Energi untuk Kebutuhan Nasional
Pasal 10
(1) Ketersediaan Energi untuk kebutuhan nasional dipenuhi dengan:
a. meningkatkan eksplorasi sumber daya, potensi dan/atau cadangan
terbukti Energi, baik dari jenis fosil maupun Energi Baru dan Energi
Terbarukan;
b. meningkatkan produksi Energi dan Sumber Energi dalam negeri
dan/atau dari Sumber Energi luar negeri;
c. meningkatkan keandalan sistem
distribusi Penyediaan Energi;

produksi,

transportasi,

dan

d. mengurangi ekspor Energi fosil secara bertahap terutama gas dan
batubara serta menetapkan batas waktu untuk memulai
menghentikan ekspor;
e. mewujudkan keseimbangan antara laju penambahan Cadangan
Energi fosil dengan laju produksi maksimum; dan
f. memastikan terjaminnya daya dukung Lingkungan Hidup untuk
menjamin ketersediaan Sumber Energi air dan panas bumi.
(2) Dalam mewujudkan ketersediaan Energi untuk kebutuhan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika terjadi tumpang tindih
pemanfaatan lahan dalam Penyediaan Energi maka didahulukan yang
memiliki nilai ketahanan nasional dan/atau nilai strategis lebih tinggi.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

8

Paragraf 2
Prioritas Pengembangan Energi
Pasal 11
(1) Prioritas pengembangan Energi dilakukan melalui:
a. pengembangan Energi dengan mempertimbangkan keseimbangan
keekonomian Energi, keamanan pasokan Energi, dan pelestarian
fungsi Lingkungan Hidup;
b. memprioritaskan Penyediaan Energi bagi masyarakat yang belum
memiliki akses terhadap Energi listrik, gas rumah tangga, dan
Energi untuk transportasi, industri, dan pertanian;
c. pengembangan Energi dengan mengutamakan Sumber Daya Energi
setempat;
d. pengembangan Energi dan Sumber Daya Energi diprioritaskan
untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri; dan
e. pengembangan industri dengan kebutuhan Energi yang tinggi
diprioritaskan di daerah yang kaya Sumber Daya Energi.
(2) Untuk mewujudkan keseimbangan keekonomian Energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, prioritas pengembangan Energi
nasional didasarkan pada prinsip:
a. memaksimalkan
penggunaan Energi
memperhatikan tingkat keekonomian;

Terbarukan

dengan

b. meminimalkan penggunaan minyak bumi;
c. mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan Energi Baru; dan
d. menggunakan batubara sebagai andalan pasokan Energi nasional.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi
Energi nuklir yang dimanfaatkan dengan mempertimbangkan
keamanan pasokan Energi nasional dalam skala besar, mengurangi
emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi Energi Baru dan Energi
Terbarukan sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya
sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan
secara ketat.
Paragraf 3
Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional
Pasal 12
(1) Pemanfaatan Sumber Daya Energi nasional dilaksanakan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengacu pada strategi
sebagai berikut:

www.peraturan.go.id

9

2014, No.300

a. pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis Energi aliran dan
terjunan air, Energi panas bumi, Energi gerakan dan perbedaan
suhu lapisan laut, dan Energi angin diarahkan untuk
ketenagalistrikan;
b. pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis Energi sinar
matahari diarahkan untuk ketenagalistrikan, dan Energi nonlistrik
untuk industri, rumah tangga, dan transportasi;
c. pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis bahan bakar
nabati diarahkan untuk menggantikan bahan bakar minyak
terutama untuk transportasi dan industri;
d. pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis bahan bakar
nabati dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan pangan;
e. pemanfaatan Energi Terbarukan dari jenis biomassa dan sampah
diarahkan untuk ketenagalistrikan dan transportasi;
f. pemanfaatan minyak bumi hanya untuk transportasi dan komersial
yang belum bisa digantikan dengan Energi atau Sumber Energi
lainnya;
g. pemanfaatan
Sumber
Energi
gas
bumi
untuk
industri,
ketenagalistrikan, rumah tangga, dan transportasi, diutamakan
untuk pemanfaatan yang memiliki nilai tambah paling tinggi;
h. pemanfaatan Sumber Energi batubara untuk ketenagalistrikan dan
industri;
i. pemanfaatan Sumber Energi Baru berbentuk cair yaitu batubara
tercairkan (liquefied coal) dan hidrogen untuk transportasi;
j. pemanfaatan Sumber Energi Baru berbentuk padat dan gas untuk
ketenagalistrikan;
k. pemanfaatan Sumber Energi berbentuk cair di luar liquefied
petroleum gas diarahkan untuk sektor transportasi;
l. pemanfaatan Sumber Energi gerakan dan perbedaan suhu lapisan
laut didorong dengan membangun percontohan sebagai langkah
awal yang tersambung dengan jaringan listrik;
m. peningkatan pemanfaatan Sumber Energi sinar matahari melalui
penggunaan sel surya pada transportasi, industri, gedung
komersial, dan rumah tangga; dan
n. pemaksimalan dan kewajiban pemanfaatan Sumber Energi sinar
matahari dilakukan dengan syarat seluruh komponen dan sistem
pembangkit Energi sinar matahari dari hulu sampai hilir diproduksi
di dalam negeri secara bertahap.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

10

(2) Pemanfaatan Sumber Daya Energi nasional
memenuhi kebutuhan Energi dan bahan baku.

diutamakan

untuk

(3) Prioritas pemanfaatan Sumber Energi nasional dilakukan berdasarkan
pertimbangan
menyeluruh
atas
kapasitas,
kontinuitas,
dan
keekonomian serta dampak Lingkungan Hidup.
Paragraf 4
Cadangan Energi Nasional
Pasal 13
Cadangan Energi nasional meliputi:
a. Cadangan Strategis;
b. Cadangan Penyangga Energi; dan
c. cadangan operasional.
Pasal 14
(1) Cadangan Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a
diatur dan dialokasikan oleh Pemerintah untuk menjamin Ketahanan
Energi jangka panjang.
(2) Cadangan Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diusahakan sesuai waktu yang telah ditetapkan atau sewaktu-waktu
diperlukan untuk kepentingan nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cadangan Strategis
diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 15
(1) Cadangan Penyangga Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf b disediakan untuk menjamin Ketahanan Energi nasional sejalan
dengan kebijakan efisiensi Energi nasional, terutama melalui kebijakan
subsidi bahan bakar minyak dan listrik yang tepat sasaran.
(2) Cadangan Penyangga Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disediakan oleh Pemerintah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Cadangan Penyangga Energi merupakan cadangan di luar cadangan
operasional yang disediakan Badan Usaha dan Industri Energi;
b. Cadangan Penyangga Energi dipergunakan untuk mengatasi kondisi
krisis dan darurat Energi; dan
c. Cadangan Penyangga Energi disediakan secara bertahap sesuai
kondisi keekonomian dan kemampuan keuangan negara.
(3) Dewan Energi Nasional mengatur jenis, jumlah, waktu, dan lokasi
Cadangan Penyangga Energi.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

11

(4) Pengelolaan Cadangan Penyangga Energi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Badan Usaha dan industri penyedia Energi wajib menyediakan
cadangan operasional untuk menjamin kontinuitas pasokan Energi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan cadangan operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pemerintah.
Bagian Kedua
Kebijakan Pendukung
Paragraf 1
Konservasi Energi, Konservasi Sumber Daya Energi,
dan Diversifikasi Energi
Pasal 17
(1) Konservasi Energi dilakukan baik dari sisi hulu sampai hilir, meliputi
pengelolaan Sumber Daya Energi dan seluruh tahapan eksplorasi,
produksi, transportasi, distribusi, dan pemanfaatan Energi dan
Sumber Energi.
(2) Pengelolaan Sumber Daya Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk menjamin agar penyediaan dan pemanfaatan Sumber
Daya Energi tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman Sumber Daya Energi tersebut.
(3) Konservasi Sumber Daya Energi dilaksanakan dengan pendekatan
lintas sektor, paling sedikit melalui penyesuaian dengan tata ruang
nasional dan daya dukung Lingkungan Hidup.
(4) Untuk melaksanakan Konservasi Sumber Daya Energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dalam Penyediaan Energi mengutamakan
Sumber Daya Energi yang lebih lestari.
(5) Produsen dan konsumen Energi wajib melakukan Konservasi Energi
dan efisiensi pengelolaan Sumber Daya Energi untuk menjamin
ketersediaan Energi dalam jangka panjang.
(6) Konservasi
Energi
di
sektor
mempertimbangkan daya saing.

industri

dilakukan

dengan

(7) Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangannya menetapkan pedoman dan penerapan kebijakan
Konservasi Energi khususnya di bidang hemat Energi, paling sedikit
meliputi:
a. kewajiban standardisasi dan labelisasi semua peralatan pengguna
Energi;

www.peraturan.go.id

2014, No.300

12

b. kewajiban manajemen Energi termasuk audit Energi bagi pengguna
Energi;
c. kewajiban penggunaan teknologi pembangkit listrik dan peralatan
konversi Energi yang efisien;
d. sosialisasi budaya hemat Energi;
e. mewujudkan iklim usaha bagi berkembangnya usaha jasa Energi
sebagai investor dan penyedia Energi secara hemat;
f. mempercepat
penerapan
dan/atau
pengalihan
ke
sistem
transportasi massal, baik transportasi perkotaan maupun antarkota
yang efisien;
g. mempercepat penerapan jalan berbayar (electronic road pricing)
untuk mengurangi kemacetan yang ditimbulkan oleh kendaran
pribadi; dan
h. penetapan target konsumsi bahan bakar di sektor transportasi
dilakukan secara terukur dan bertahap untuk peningkatan efisiensi.
Pasal 18
(1) Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangannya wajib melaksanakan Diversifikasi Energi untuk
meningkatkan Konservasi Sumber Daya Energi dan Ketahanan Energi
nasional dan/atau daerah.
(2) Diversifikasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
paling sedikit melalui:
a. percepatan penyediaan dan pemanfaatan berbagai jenis Sumber
Energi Baru dan Sumber Energi Terbarukan;
b. percepatan pelaksanaan substitusi bahan bakar minyak dengan gas
di sektor rumah tangga dan transportasi;
c. percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak kendaraan
bermotor;
d. peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk
pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, batubara tergaskan
(gasified coal) dan batubara tercairkan (liquefied coal); dan
e. peningkatan pemanfaatan batubara kualitas menengah dan tinggi
untuk pembangkit listrik dalam negeri.
Paragraf 2
Lingkungan Hidup dan Keselamatan Kerja
Pasal 19
(1) Pengelolaan Energi nasional diselaraskan dengan arah pembangunan
nasional berkelanjutan, pelestarian sumber daya alam, konservasi

www.peraturan.go.id

13

2014, No.300

Sumber Daya Energi, dan pengendalian pencemaran Lingkungan
Hidup.
(2) Kegiatan Pengelolaan Energi nasional wajib memperhatikan faktor
kesehatan, keselamatan kerja, dan dampak sosial dengan tetap
mempertahankan fungsi Lingkungan Hidup.
(3) Setiap kegiatan Penyediaan Energi dan Pemanfaatan Energi wajib:
a. melaksanakan pencegahan, pengurangan, penanggulangan, dan
pemulihan dampak, serta ganti rugi yang adil bagi para pihak yang
terkena dampak;
b. meminimalkan produksi limbah, penggunaan kembali limbah dalam
proses produksi, penggunaan limbah untuk manfaat lain, dan
mengekstrak unsur yang masih memiliki manfaat yang terkandung
dalam limbah, dengan tetap mempertimbangkan aspek sosial,
Lingkungan Hidup, dan keekonomiannya; dan
c. mengutamakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
(4) Setiap pengusahaan instalasi nuklir wajib memperhatikan keselamatan
dan risiko kecelakaan serta menanggung seluruh ganti rugi kepada
pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan nuklir.
(5) Pelaksanaan pengelolaan Lingkungan Hidup dan pelaksanaan
keselamatan kerja dalam kegiatan Pengelolaan Energi nasional,
Penyediaan Energi, dan Pemanfaatan Energi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Harga, Subsidi, dan Insentif Energi
Pasal 20
(1) Harga Energi ditetapkan berdasarkan nilai Keekonomian Berkeadilan.
(2) Harga Energi Terbarukan diatur berdasarkan pada:
a. perhitungan harga Energi Terbarukan dengan asumsi untuk
bersaing dengan harga Energi dari Sumber Energi minyak bumi
yang berlaku di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, yang
dihitung dengan tidak memasukkan subsidi bahan bakar minyak;
atau
b. perhitungan harga Energi yang rasional untuk penyediaan Energi
Terbarukan dari sumber setempat, dalam rangka pengamanan
pasokan Energi di wilayah tertentu yang lokasinya terpencil, sarana
dan prasarana belum berkembang, rentan terhadap gangguan
cuaca, atau berada dekat garis perbatasan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

14

(3) Pemerintah mengatur harga
terbentuknya pasar yang efisien.

batubara

dalam

negeri

sampai

(4) Pemerintah mewujudkan pasar tenaga listrik paling sedikit melalui:
a. pengaturan harga Energi Primer tertentu seperti batubara, gas, air,
dan panas bumi untuk pembangkit listrik;
b. penetapan tarif listrik secara progresif;
c. penerapan mekanisme feed in tariff dalam penetapan harga jual
Energi Terbarukan; dan
d. penyempurnaan Pengelolaan Energi panas bumi melalui pembagian
risiko antara pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dan
pengembang.
(5) Pemerintah mengatur pasar Energi Terbarukan, termasuk kuota
minimum tenaga listrik, bahan bakar cair, dan gas yang bersumber
dari Energi Baru dan Energi Terbarukan.
Pasal 21
(1) Subsidi disediakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2) Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal:
a. penerapan Keekonomian Berkeadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) tidak dapat dilaksanakan; dan/atau
b. harga Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (2) huruf b lebih mahal daripada harga Energi dari bahan bakar
minyak yang tidak disubsidi.
(3) Penyediaan subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara tepat sasaran untuk golongan masyarakat tidak mampu.
(4) Pengurangan subsidi bahan bakar minyak dan listrik dilakukan secara
bertahap sampai kemampuan daya beli masyarakat tercapai.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan insentif fiskal dan
nonfiskal untuk mendorong program diversifikasi Sumber Energi dan
pengembangan Energi Terbarukan.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan insentif bagi
pengembangan, pengusahaan, dan pemanfaatan Energi Terbarukan
terutama untuk skala kecil dan berlokasi di daerah terpencil sampai
nilai keekonomiannya kompetitif dengan Energi konvensional.
(3) Pemerintah memberikan insentif kepada produsen dan konsumen
Energi yang melaksanakan kewajiban Konservasi Energi dan efisiensi
Energi serta memberikan disinsentif kepada yang tidak melaksanakan
kewajiban Konservasi Energi dan efisiensi Energi.

www.peraturan.go.id

15

2014, No.300

(4) Pemerintah memberikan insentif bagi lembaga swasta atau perorangan
yang mengembangkan teknologi inti pada bidang Energi Baru dan
Energi Terbarukan.
(5) Pemberian insentif oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 4
Infrastruktur, Akses untuk Masyarakat, dan Industri Energi
Pasal 23
(1) Pengembangan dan penguatan infrastruktur Energi serta akses untuk
masyarakat terhadap Energi dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
(2) Pengembangan dan penguatan infrastruktur Energi serta akses untuk
masyarakat terhadap Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan kemampuan industri dalam negeri dalam penyediaan
infastruktur Energi;
b. mengembangkan infrastruktur pendukung industri batubara yang
meliputi transportasi, stockpiling, dan blending untuk mewujudkan
pasar yang efisien dan dapat mensuplai kebutuhan dalam negeri
secara terus-menerus;
c. melakukan percepatan penyediaan infrastruktur pendukung
produksi minyak dan gas, pengilangan bahan bakar, transportasi
dan distribusi Energi, sistem transmisi, dan distribusi Energi;
d. melakukan percepatan penyediaan infrastruktur pendukung Energi
Baru dan Energi Terbarukan;
e. memberikan akses untuk masyarakat dalam memperoleh informasi
mengenai Energi secara transparan dan kemudahan dalam
mendapatkan Energi; dan
f. mempermudah akses masyarakat memperoleh informasi terhadap
pengembangan dan penguatan infrastruktur Energi.
(3) Pengembangan infrastruktur energi memperhatikan kondisi geografis
Indonesia yang sebagian besar terdiri dari perairan laut, dengan
memperkuat
infrastruktur
eksplorasi,
produksi,
transportasi,
distribusi, dan transmisi di wilayah kepulauan.
Pasal 24
(1) Pemerintah mendorong dan memperkuat berkembangnya Industri
Energi dalam rangka mempercepat tercapainya sasaran Penyediaan
Energi dan Pemanfaatan Energi, penguatan perekonomian nasional,
dan penyerapan lapangan kerja.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

16

(2) Penguatan perkembangan Industri Energi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. peningkatan kemampuan Industri Energi dan jasa Energi dalam
negeri;
b. peningkatan pengembangan industri peralatan
pemanfaat Energi Terbarukan dalam negeri;

produksi

dan

c. peningkatan kemampuan dalam negeri untuk mendukung kegiatan
eksplorasi panas bumi dan industri pendukung ketenagalistrikan;
d. mendorong industri sistem dan komponen peralatan instalasi
pembangkit listrik tenaga sinar matahari dan pembangkit listrik
tenaga gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut;
e. peningkatan tingkat kandungan dalam negeri dalam Industri Energi
nasional;
f. pengembangan industri komponen atau peralatan instalasi
pembangkit listrik tenaga angin melalui usaha kecil dan menengah
dan/atau industri nasional;
g. pemberian kesempatan lebih besar kepada perusahaan nasional
dalam pengelolaan minyak, gas bumi, dan batubara; dan
h. pembangunan Industri Energi dalam negeri melalui pembelian
lisensi pabrik.
Paragraf 5
Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Teknologi Energi
Pasal 25
(1) Kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi Energi
diarahkan untuk mendukung Industri Energi nasional.
(2) Dana kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi
Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi sampai kepada
tahap komersial oleh:
a. Pemerintah
dan/atau
kewenangannya; dan

Pemerintah

Daerah

sesuai

dengan

b. Badan Usaha.
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong terciptanya iklim
pemanfaatan dan keberpihakan
terhadap hasil penelitian,
pengembangan, dan penerapan teknologi Energi nasional.
(4) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan penguatan
bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan Energi paling sedikit
melalui:

www.peraturan.go.id

2014, No.300

17

a. penyiapan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia
dalam penguasaan dan penerapan teknologi serta keselamatan di
bidang Energi; dan/atau
b. peningkatan penguasaan teknologi Energi dalam negeri melalui
penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi Energi yang
efisien.
Paragraf 6
Kelembagaan dan Pendanaan
Pasal 26
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan penguatan
kelembagaan untuk memastikan tercapainya tujuan dan sasaran
Penyediaan Energi dan Pemanfaatan Energi.
(2) Penguatan kelembagaan sebagaimana
dilaksanakan paling sedikit dengan:

dimaksud

pada

ayat

(1)

a. menyempurnakan sistem kelembagaan dan layanan birokrasi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan peningkatan koordinasi
antarlembaga di bidang Energi guna mempercepat pengambilan
keputusan, proses perizinan, dan pembangunan infrastruktur
Energi;
b. meningkatkan kerja sama dan koordinasi antarlembaga penelitian,
universitas, industri, pemegang kebijakan, dan komunitas dalam
rangka mempercepat penguasaan dan Pemanfaatan Energi;
c. meningkatkan akuntabilitas kelembagaan dengan menyesuaikan
fungsi dan kewenangan kelembagaan di tingkat pusat dan daerah;
d. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di bidang Energi
di daerah dalam Pengelolaan Energi;
e. memperkuat kapasitas organisasi di tingkat kabupaten/kota yang
akan bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengembangan,
dan Pengelolaan Energi di perdesaan; dan/atau
f. regionalisasi penyediaan Energi listrik untuk memperkecil disparitas
penyediaan Energi listrik di luar pulau Jawa.
(3) Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangannya bertanggung jawab dalam menangani dan mengatasi
permasalahan Energi.
Pasal 27
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam menetapkan sasaran
pertumbuhan
Penyediaan
Energi
memperhatikan
sasaran
pertumbuhan ekonomi.

www.peraturan.go.id

2014, No.300

18

(2) Untuk
mencapai
sasaran
pertumbuhan
Penyediaan
Energi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah menyediakan alokasi dana pengembangan dan
penguatan infrastruktur Energi yang memadai.
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong penguatan
pendanaan untuk menjamin ketersediaan Energi, pemerataan
infrastruktur Energi, pemerataan akses masyarakat terhadap Energi,
pengembangan Industri Energi nasional, dan pencapaian sasaran
Penyediaan Energi serta Pemanfaatan Energi.
(4) Pemerintah mendorong Badan Usaha dan perbankan untuk turut
mendanai pembangunan infrastruktur dan Pemanfaatan Energi.
(5) Penguatan pendanaan sebagaimana
dilaksanakan paling sedikit dengan:

dimaksud

pada

ayat

(3)

a. meningkatkan peran perbankan nasional dalam pembiayaan
kegiatan produksi minyak dan gas bumi nasional, kegiatan
pengembangan Energi Terbarukan, dan program hemat Energi;
b. menerapkan premi pengurasan Energi fosil untuk pengembangan
Energi; dan/atau
c. menyediakan alokasi anggaran khusus oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah untuk mempercepat pemerataan akses listrik
dan Energi.
(6) Premi pengurasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
digunakan untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dan
pengembangan Sumber Energi Baru dan Energi Terbarukan,
peningkatan kemampuan sumber daya manusia, penelitian dan
pengembangan, serta pembangunan infrastruktur pendukung.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 28
Dewan Energi Nasional melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan energi nasional yang bersifat lintas sektoral.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 29
Kebijakan energi nasional dapat ditinjau kembali paling cepat 5 (lima)
tahun apabila dipandang perlu.
Pasal 30
Kebijakan energi nasional menjadi dasar dalam penyusunan Rencana
Umum Energi Nasional dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.

www.peraturan.go.id

19

2014, No.300

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku semua peraturan
pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 32
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku Peraturan Presiden
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN

www.peraturan.go.id

Dokumen yang terkait