J00847

PEMILIHAN WEB-BASED INSTRUCTIONAL AUTHORING TOOLS
DALAM PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING
Mawardi
mawardiu@gmail.com
Program Studi PGSD – FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Web-based authoring tools merupakan perangkat lunak yang sangat
penting perannnya dalam mendesain pembelajaran berbasis e-learning.
Perangkat lunak ini memiliki kemampuan untuk membuat, mengedit, review,
konten pembelajaran dan mengintegrasikan dengan strategi pembelajaran dan
teknologi penyampaian materi (delivery technology) yang sesuai. Authoring
tools dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu: 1) CD-ROM-based
authoring tools, 2) Web-based authoring tools, 3) Course Management
System/Learning Management System, 4) Learning Content Management
System. CD-ROM-based authoring tools, dikenal sebagai multimedia
authoring tools yang digunakan untuk mengembangkan media pembelajaran.
Web-based authoring tools merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk
pengembangan media pembelajaran berbasis web. Course Management
System (CMS) atau Learning Management System (LMS) merupakan
perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk mendesain
pembelajaran berbasis online delivery. Learning Content Management System

(LCMS) merupakan perangkat lunak yang lebih menekankan pada kemampuan
untuk mengelola konten dengan cara memberikan akses pengguna untuk
memodifikasi obyek dan mengelola pembelajaran lebih lanjut dibandingkan
LMS. Rambu-rambu yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih webbased authoring tools, yaitu: 1) fitur perangkat lunak sesuai dengan kebutuhan
siswa dan sekolah, 2) fiturnya suport dengan teknologi internet yang mutakhir,
3) perangkat lunak tersebut direkomendasikan oleh para pakar e-learning dan
berdasarkan hasil penelitian.
Kata kunci: web-based instructional authoring tools, pengembangan
pembelajaran, e-learning
PENDAHULUAN
Berkaitan dengan terminologi pembelajara berbasis e-learning, Smaldino
(2005:34), mengatakan bahwa e-learning merupakan desain penyampaian konten
pembelajaran atau pengalaman belajar secara elektronik mengunakan media berbasis
komputer. E-learning tidak sekedar meng-upload bahan ajar ke internet atau membaca
konten pembelajaran dari internet, tetapi lebih merupakan rekontektualisasi dan
rekonseptualisasi proses pembelajaran ke dalam paradigma baru, pedagogi digital.
Pradigma ini memiliki implikasi pada perubahan kultur pembelajaran konvensional ke
kultur e-learning.
Berbeda dengan Smaldino, Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning
merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan konten pembelajaran

yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Uraian di atas menunjukan

bahwa sebagai dasar dari e-learning adalah pemanfaatan teknologi internet. E-learning
merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital
melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-learning dapat digunakan dalam sistem
pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam pendidikan
konvensional fungsi e-learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model
pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat kita catat beberapa filosofis elearning berikut: 1) e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, pelatihan secara online; 2) e-learning menyediakan seperangkat alat yang
dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional, sehingga dapat menjawab
tantangan perkembangan globalisasi; dan 3) e-learning tidak ber-arti menggantikan
model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut
melalui pengayaan konten dan pengembangan teknologi pendidikan. Kapasitas siswa
amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik
kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik. Pandangan
Smaldino dan Rosenberg memberikan gambaran secara tersirat bahwa dalam
mengembangkan e-learning perlu diperhatihan hal-hal berikut: 1) mendesain
pembelajaran berbasis e-learning bukan sekedar mengunggah materi dalam portal
internet, tetapi didasari oleh pradigma dan kultur pembelajaran era digital. Maknanya

bahwa para pengembang pembelajaran berbasis e-learning harus memahami secara utuh
model pedagogis yang mendasari rancangannya dan mengkonversinya secara digital. 2)
Tujuan utama pembelajaran berbasis e-learning diarahkan dalam rangka meningkatkan
kompetensi belajar siswa. Pernyataan ini membawa konsekuensi bahwa dalam
mengembangkan pembelajaran berbasis e-learning perlu mempertimbangkan authoring
tools atau perangkat lunak yang secara potensial mampu memfasilitasi siswa untuk
belajar lebih bermakna. Oleh karena itu pemilihan perangkat lunak merupakan langkah
awal yang sangat penting.
WEB-BASED INSTRUCTIONAL AUTHORING TOOLS

Apakah sebenarnya web-based instructional authoring tools itu?. Dabbagh &
Bannan-Ritland (2005:273) memberikan batasan singkat bahwa web-based instruction
authoring tools adalah perangkat lunak (software) yang dapat digunakan oleh desainer
pembelajaran ataupun guru untuk mendesain lingkungan pembelajaran berbasis
multimedia dan hypermedia tanpa harus menguasai bahasa pemrograman. Definisi
singkat ini memberikan gambaran bahwa seorang perancang pembelajaran berbasis web
dapat menggunakan Authoring Tools untuk mengembangkan dan menerapakan program
pembelajaran, meskipun tidak memiliki pengalaman dibidang pemrograman. Bisa
dibayangkan betapa berat kalau seorang pengajar harus menguasai bahasa pemrograman
jika ingin mengembangkan pembelajaran berbasis e-learning. Kemungkinan mereka

akan mengurungkan niatnya untuk mengembangkan pembelajaran tersebut. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, web-based instruction authoring tools umumnya sudah disetting

dapat digunakan tanpa bahasa pemrograman dan dapat digunakan oleh desainer atau
pengajar dengan cepat.
Berking (2013: 6) menjelaskan bahwa authoring tools merupakan aplikasi perangkat
lunak yang digunakan untuk mengembangkan produk pembelajaran berbasis e-learning.

Perangkat lunak ini memiliki kemampuan untuk membuat, mengedit, review, tes, dan
mengkonfigurasi e-learning. Secara lebih luas, software ini dapat digunakan untuk
merancang pembelajaran dan pelatihan dengan mengintegrasikan strategi pembelajaran
dan teknologi penyampaian materi (delivery technology) yang sesuai. Authoring tools
juga memungkinkan penyebarluasan materi pembelajaran secara online dengan biaya
lebih murah. Dewasa ini software authoring tools telah banyak tersedia. Semuanya
menawarkan kemudahan untuk mengembangkan konten digital untuk mendukung elearning. Authoring tool dalam pembelajaran berbasis web disebut juga e-learning
authoring tool atau e-learning authoring software.
E-learning authoring tool memungkinkan pengajara untuk mengembangkan
konten digital berbasis hypertext dan hypermedia . Pengajar juga dapat menggunakan
kembali file digital yang sudah digunakan dari suatu mata pelajaran untuk
mengembangkan mata pelajaran lainnya. Authoring tool dibutuhkan untuk dapat

mengembangkan konten digital yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat
mengikuti dinamika perubahan sistem pembelajaran (custom conten). Dengan
menggunakan authoring tool, konten digital dapat di delivery dalam berbagai macam
variasi bentuk publikasi seperti CD, LMS, HTML, Zip, PodCast sehingga lebih meluas
jangkauannya. Selain itu, pengajar juga dapat mengembangkan konten pembelajaran
secara cepat dengan tingkat interactivity sehingga mempercepat pemahaman siswa
tehadap topik yang dibahas. Dabbagh & Bannan-Ritland (2005: 275) menjelaskan bahwa
semua web-based instruction authoring tool memiliki karakteristik umum berikut. 1)
Memiliki fitur antara muka (interface) dengan menu drop-down dan toolbars. 2)
Memiliki kapasitas hypermedia-linkage dan kontrol navigasi. 3) Memiliki kemampuan
memonitor perkembangan belajar siswa/mahasiswa selama proses pembelajaran
berlangung, dengan cara mode toggling between an author and user mode. 4) Memiliki
kemampuan untuk lebih fokus pada desain pembelajaran yang telah dirancang daripada
fokus pada fitur-fitur teknologinya. 5) Mampu mengintegrasikan elemen multimedia,
seperti gambar, suara dan video. 6) Memilki fitur impor dan ekspor file dan gambar k
berbagai sistem. 7) Tampilan nyaman untuk dilihat. 8) Memiliki fungsi editing seperti
mengkopi, menempel (paste), moving, inserting, dan menghapus elemen e-learning, dan
9) Memiliki kemampuan untuk menampilkan informasi dalam berbagai format, seperti
format linier, non linier, option controlled.
Pengelompokan Authoring Tools

Secara umum, authoring tools dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok,
yaitu: full-service authoring tools, web-based distance learning tools (virtual
classrooms), atau powerpoint convertion tools. Sudah banyak pengembang konten
digital saat ini yang menggunakan kombinasi berbagai macam tool seperti flash,

software graphic design dan software pemrograman HTML untuk membuat konten
multimedia interaktif. Sedangkan Bannan-Ritland (2005:288) mengelompokkan
authoring tool berdasarkan perkembangan fitur-fiturnya menjadi empat kelas, yaitu: 1)
CD-ROM-based authoring tools, 2) Web-based authoring tools, 3) Course Management
System / Learning Management System, 4) Learning Content Management System. CDROM-based authoring tools, kemudian dikenal juga sebagai multimedia authoring tools
merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengembangkan media
pembelajaran.
Dilihat dari perspektif desain media pembelajaran, multimedia authoring tools
merupakan perangkat yang mula-mula digunkan untuk pengembangan desain
pembelajaran berbasis komputer (Computer-based Instruction, CBI). Contoh multimedia
authoring tools diantaranya adalah: Hypercard, Multimedia Authorware, ToolBook II,
Director . Web-based authoring tools merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk
pengembangan media pembelajaran berbasis web (Web-based Instruction, WBI) pada
perkembangan awalnya. Contohnya: FrontPage, Dreamweaver, Claris HomePage,
HomeSite).

Course Management System(CMS) / Learning Management System (LMS)
merupakan perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk mendesain
pembelajaran berbasis online delivery. Perangkat lunak ini merupakan evolusi dari Webbased authoring tools seperti FrontPage. Perkembangannya terlihat bahwa CMS/LMS
dapat memfasilitasi migrasi pembelajaran face-to-face ke pembelajaran yang berbasis
web secara penuh (full online). Ini jelas berbeda dengan FrontPage yang belum bersifat
“one stop, one shop”, artinya masih memerlukan pengintegrasian dengan perangkat
lunak lain untuk mengembangkan pembelajaran online. Dewasa ini sudah banyak
authoring tools CMS/LMS yang bersifat komersial maupun open source (bisa diunduh
secara gratis). Contohnya: 1) CMS/LMS komersial: WebCT, TopClass, Virtual-U,
ANGEL Learning, ApexLaerning, Blackboard, dan lain-lain., 2) CMS/LMS open source:
Atutor, Moodle, Claroline, LON-CAPA, DotLRN, dan lain-lain.
Learning Content Management System (LCMS) merupakan perangkat lunak yang
lebih menekankan pada kemampuan untuk mengelola konten (bukan hanya materi
pembelajaran) dengan cara memberikan akses pengguna untuk memodifikasi obyek dan
mengelola pembelajaran lebih lanjut dibandingkan LMS. Bahkan perangkat lunak ini
memungkinkan para perancang pembelajaran (instrucional designer ) dapat
mengembangkan desain pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah desain yang
dikembangkan. Keuntungan lain dengan perangkat lunak ini adalah bahwa siswa atau
pengguna yang lain dapat mengkustomisasi secara personal. Sampai tulisan ini disusun,
perangkat lunak LCMS ini merupakan perangkat lunak generasi terbaru. Contoh:

TopClass (by WBT Systems), LEAP-Learning Development System (LDS, by Intellinex),
ePath Learning (by ePath Learning ,Inc.), dan Docent Outliner (by Docent).Visualisai
pengelompokkan authoring tools terdapat dalam Gambar 1 berikut.

Learning Content
Management
System (LCMS)

LMS/CMS
Web-based
Authoring Tools

CD-ROM-based
authoring tools

Gambar 1. Four Classes Of Authoring Tools (Bannan-Ritland (2005:288)

Manakah yang kita gunakan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis elearning? LMS? CMS? atau LCMS? . Tidak dapat dipungkiri bahwa ada kebingungan
dalam memahami berbagai akronim tentang authoring tools. Di kalangan para
pengembang pembelajaran, ada yang berpandangan bahwa sebenarnya LMS, CMS, dan

LCMS merupakan perangkat lunak yang sama. Ada yang menyatakan bahwa ketiganya
berbeda. Sedangkan menurut Bannan-Ritland (2005:288), terlihat bahwa dalam
memetakan pengelompokkan perangkat lunak menyamakan antara LMS dengan CMS,
dan jelas membedakan antara LMS/CMS dengan LCMS. Akronim LCMS bukan
penggabungan dari Learning Management System (LMS) dan Course Management
System (CMS). LCMS menurut Bannan-Ritland merupakan pengembangan LMS, atau
CMS, dimana produk pengembangannya dapat dipersonalisasi secara individual,
dikelola, diduplikasi dan diedit. Berdasarkan uraian tentang berbagai pandangan tentang
akronim seperti tersebut di atas, maka untuk menghindari kesalahpahaman, penulis
merekomendasikan akronim LCMS (Learning Course & Learning Management System)
untuk menyebut LMS atau CMS, dan bukan “LCMS” yang dipetakan oleh BannanRitland.Rekomendasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa di dalam web-based
instructional authoring tools, misalnya di dalam sistem Moodle, Claroline maupun
Atutor terdapat dua sistem utama, yaitu pengelolaan lingkungan pembelajaran secara
umum dan pengelolaan matapelajaran.

Fungsi pertama, pengelolaan lingkungan pembelajaran e-learning secara umum,
misalnya pendaftaran matakuliah, registrasi pengguna dan pembuatan akun merupakan
fungsi Learning Management System (LMS). Pengelolaan sistem ini umumnya dilakukan
oleh
seorang

administrator
sistem.
Fungsi
yang
kedua,
pengelolaan
matapelajaran/matapelatihan seperti peserta kelas, penataan topik pembelajaran, sistem
penilaian, pengelolaan tugas dan lain-lain merupakan fungsi Course Management System
(CMS). Fungsi pengelolaan matapelajaran dilakukan oleh pengajar ( course creator ). Jadi
penggabungan akronim tersebut memiliki dasar yang kuat.
PEMILIHAN LCMS SEBAGAI AUTHORING TOOLS DALAM
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING
Pada bagian pengelompokkan authoring tools telah disampaikan bahwa dalam
pembelajaran berbasis e-learning atau pembelajaran berbasis web (web-based
instruction), perangkat lunak yang digunakan adalah LMS / CMS (LCMS). Dalam dunia
pembelajaran berbasis e-learning, telah banyak tersedia LCMS. Pertanyaan mendasar
berkaitan dengan berbagai pilihan tersebut adalah: LCMS yang manakah yang paling
baik untuk digunakan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis e-learning?. Tentu
tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut secara angsung, mengingat luasnya faktorfaktor yang harus dipertimbangkan oleh pengembang atau guru. Namun demikian
sebagai bahan pertimbangan, rambu-rambu berikut dapat digunakan sebagai acuan.

Pertama, pastikan bahwa rencana pembelajaran berbasis e-learning yang akan
dikembangkan didasarkan pada kebutuhan siswa dan sekolah.
Kebutuhan siswa, terutama berkaitan dengan upaya memperbaiki proses dan hasil
pembelajaran. Berdasarkan pertimbangan kebutuhan siswa ini memberikan gambaran
LCMS mana yang memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja pembeajaran.
Kebutuhan sekolah, terutama berkaitan dengan biaya, sarana dan prasarana yang dimiliki
sekolah. Sekolah yang memiliki daya dukung biaya, sarana dan prasarana yang
memadai, tentu saja dapat memilih LCMS yang komersial, karena lebih stabil interaksi
antar mukanya. Sekolah yang memiliki biaya dan sarana yang kurang memadai, lebih
baik memilih LCMS yang open source. Tabel 1 berikut memaparkan jenis LCMS yang
sudah ada dipasaran, baik yang komersial maupun yang open source.
Tabel 1
Macam-macam LCMS komersial maupun open source
NO

LCMS komersial

LCMS open source

1
2
3
4
5
6

ANGEL Learning
ApexLearning
Blackboard
Desire2Learn
eCollege,
IntraLearn

Atutor
Claroline
Dokeos
dotLRN
eFront
Fle3

7
8
9
10
11
12

Learn.com
Meridian KSI
NetDimensions
Open Learning
Environment (OLE)
Saba Software
SAP Enterprise Learning

Freestyle Learning
KEWL.nextgen
LON-CAPA
MOODLE
OLAT
Spaghetti Learning

Kedua, kenali fitur-fitur utama yang terdapat dalam LCMS yang telah
dinominasikan untuk dipilih. Baik yang komersial maupun yang open source, kenali
fitur-fitur utama berikut: 1) fitur dalam LCMS tersebut suport dengan teknologi internet
yang mutakhir, 2) fitur teknologi dalam sistem LCMS tersebut bersifat open system, 3)
fitur-fiturnya navigasinya mudah digunakan, 4) memiliki konten yang dinamis, 5)
tersedia fitur untuk mengembangkan pembelajaran yang aktif dan kolaboratif, 6)
memiliki fitur khusus untuk administrator, guru (course creator ) dan siswa, 7) telah
tertanam (embedded) perangkat e-mail, chatting, forum diskusi dan fitur grup, 8) dapat
diandalkan sebagai alat utama dalam pembelajaran berbasis e-learning di sekolah.
Ketiga, mengkaji literatur dan hasil penelitian tentang web-based authoring tools
yang dapat mengarahkan pemilihan LCMS yang tepat. Berikut berbagai acuan literatur
dan hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai panduan.
1) Kriteria pemilihan LCMS sebagai software pembelajaran menurut Pujiriyanto
(2012:129) merupakan keputusan pedagogis yang penting, bukan sekedar
preferensi atau menurut intuisi pengajar. Pemilihan software pembelajaran
hendaknya memperhatikan : a) kesesuaiannya dengan kurikulum, b) kesesuaian
dengan model pedagogis yang dikembangkan, dan c) ditinjau terlebih dahulu
oleh pengajar dan institusi pendidikan yang bersangkutan. Sementara Dabbagh &
Bannan-Ritland (2005:300) menyatakan bahwa pemilihan LCMS sebaiknya
berdasarkan teknologi LCMS yang telah familier dengan lingkungan institusi
pendidikan penyelenggara. Bukan berdasarkan pada fitur-fitur yang tersedia.
2) Romi Satria Wahono (2008) dalam situsnya www.romisatriawahono.net (diakses
tgl 19 januari 2013) menulis tentang memilih sistem e-learning berbasis open
source. Tulisan tersebut berisi rambu-rambu pemilihan LCMS disesuaikan
dengan kebutuhan di sekolah dan universitas masing-masing. LCMS dengan
fiturnya terlalu sederhana mungkin tidak mencukupi untuk sekolah atau
universitas yang ingin menerapkan e-learning secara penuh. Di lain pihak LCMS
yang kompleks dan fiturnya banyak belum tentu sesuai dengan kebutuhan riil di
lapangan. Beberapa sekolah dan universitas bahkan ada yang tercukupi hanya
dengan menggunakan LCMS blog semacam wordpress. Sekali lagi jangan
mengejar teknologi, tetapi pilih yang sesuai untuk memecahkan masalah yang
ada.

3) Empy Effendi dan Hartono Zhuang (2005:94) menjelaskan bahwa beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam memilih perangkat lunak dalam mengembangkan
e-learning. Pilihlah perangkat lunak yang memungkinkan aspek-aspek e-learning
seperti aspek tampilan, akses, interaksi, desain pembelajaran, dan kontrol
navigasi terakomodir dengan baik.
Komponen tampilan, umumnya berkaitan dengan background atau latar
belakang laman portal, tampilan gambar, foto, audio, video ataupun animasi.
Upayakan tampilan menarik secara visual, tetapi jangan sampai mengganggu
konsentrasi pembelajar. Untuk latar belakang, pilih gambar, foto atau animasi
yang halus dan warna yang tidak terlalu kuat atau mencolok agar tidak
mengganggu tulisan materi pembelajaran. Warna yang kuat akan membuat silau
dan melelahkan mata. Apabila latar belakakng laman materi dilengkapi dengan
grafik, perlu dibuat berwarna yang menarik. Untuk menambah kesan dekat
dengan dunia nyata, dapat ditambahkan foto sehingga akan memberikan kesan
pengalaman otentik. Kesan mendalam dan natural terhadap materi pelatihan
dapat ditimbulkan oleh suara baik musik, suara narator atau original sound.
Untuk memberikan hasil terbaik, dapat menggunakan video karena video akan
memberikan gambar hidup yang menampilkan kondisi nyata materi yang
dipelajari, menampilkan animasi, suara, musik dan original sound sekaligus.
Komponen akses berkaitan dengan kemudahan dalam mengakses
perkuliahan, kemudahan pengoperasian program perkuliahan dan juga
penggunaan bahasa yang dapat dipahami. Komponen interaksi atau hubungan
timbal balik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran atau pelatihan, baik
interaksi antara fasilitator dengan peserta maupun peserta dengan peserta.
Interaksi akan memudahkan penguasaan terhadap materi yang dipelajari serta
memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga peserta tidak bosan. Interaksi
dalam e-learning dapat dibuat dengan berbagai variasi tampilan dan kegiatan
bagi pembelajar sehingga pembelajar dapat melakukan respon, inisiatif, bertanya,
bahkan sharing pengalaman dengan peserta lain. Misalnya chatting, message,
forum diskusi dan fitur-fitur untuk memberikan balikan pada mahasiswa
berkaitan dengan skor (grade) terhadap kuis, tugas (assignment)dan lain-lain.
Komponen desain pembelajaran berkaitan dengan penataan materi
pembelajaran. Materi hendaknya ditata semenarik mungkin dengan
memperhatikan kaidah-kaidah pengembangan materi. Misalnya kesesuaianya
dengan tujuan pembelajaran, metode, media, alokasi waktu dan karakteristik
mahasiswa. Materi juga diupayakan dapat memancing motivasi dan keaktifan
belajar mahasiswa. Demikian juga perlu dirancang agar dapat meminimalisir
ketidakjujuran mahasiswa dalam pembelajaran (bila memungkinkan perlu diinstal fitur plagiarism checking.
Pembelajaran berbasis e-learning menuntut kemandirian belajar yang
tinggi sehingga pembelajar harus dapat mengontrol kecepatan belajarnya sendiri.

Agar mahasiswa dapat mengontrol kecepatan belajarnya sendiri sesuai urutan
materi yang harus dipelajari ataupun tugas-tugas yang harus dikerjakan, perlu
diperhatikan penataan menu utama, sub menu dan direktori yang sistematis.
Demikian juga panel navigasi atau user interface, dalam menyajikan suatu topik
atau pokok bahasan, harus ada panel untuk mengontrol maju mundurnya
halaman. Materi harus dilengkapi pula dengan tombol panel dimana peserta akan
berhenti sementara dan keluar dari pembelajaran kapanpun. Tombol Help, akan
menolong mahasiswa apabila tidak mengetahui tombol yang harus ditekan
dengan melihat menu help atau pertolongan dengan menekan tombol help atau
tanda tanya.
4) Penelitian dari Graf dan List (2005) yang dibiayai oleh European Social Fund
(ESF) tentang evaluasi dan komparasi LCMS berbasis open source menarik untuk
dicermati dalam rangka memilih web-based authoring tools. Graf menggunakan
satu metode evaluasi produk software bernama QWS (Qualitative Weight and
Sum).QWS menghitung bobot (weight) menggunakan enam simbol kualitatif
berdasarkan tingkat kepentingannya (importance level). Simbol-simbol kalau
diurutkan dari yang paling penting: E (Essential), * (Extremely Valuable), #
(Very Valuable), + (Valuable), | (Marginally Valuable), 0 (Not Valuable). Ada 8
kategori yang dievaluasi yaitu: Communication Tools, Learning Objects,
Management of User Data, Usability, Adaptation, Tehnical Aspect,
Administration dan Course Management. Masing-masing kategori memiliki
subkategori, misalnya di Communication Tools akan dilihat fiturForum, Char,
Mail/Message,
Announcements,
Conferences,
Collaboration ,
dan
Synchronous/Asynchronous Tools. Hasilnya adalah bahwa secara umum LCMS
Moodle menempati urutan pertama, terutama di kategori Communication Tools,
Learning Objects, Management of User Data, Usability, dan Adaptation . Dokeos
di urutan kedua, sedangkan urutan ketiga adalah Atutor, LON-CAPA,
Spaghettilearning. Sementara dotLRN ada di posisi terakhir.
Berdasarkan hasil penelitian Sabine Graf dan Beate List (2005), terbukti
bahwa LCMS Moodle termasuk yang terbaik secara kelengkapan fitur
dibandingkan dengan software LCMS lain. Tercatat lebih dari tiga puluh ribu
institusi pendidikan menggunakan LCMS Moodle sebagai engine dasar e-learning
mereka. Termasuk sebagian besar Sekolah dan Universitas di Indonesia
menggunakan LCMS Moodle. Salah satu yang menarik di Moodle adalah proses
customization yang relatif tidak merepotkan, bahkan meskipun kita tidak
memahami skill pemrograman dengan baik. Template dan theme yang disediakan
juga banyak, dan mendukung 40 bahasa termasuk bahasa Indonesia. Fitur
“Lesson” Moodle juga menarik dan tidak ada di LCMS lain. Fitur “Lesson” ini
memungkinkan mengarahkan siswa dan peserta e-Learning diarahkan secara
otomatis ke halaman lain sesuai dengan jawaban dari pertanyaan di suatu
halaman.

Mengacu pandangan Dabbagh & Bannan-Ritland,Romi Satria Wahono,
dan hasil penelitian Graf & List yang telah diuraikan di atas, maka LCMS Moodle
merupakan pilihan yang dapat tepat. Pertimbangannya adalah: 1) LCMS Moodle
sudah familier di kalangan institusi pendidikan di Indonesia, 2) tersedia dalam
bahasa Indonesia, sehingga memu-dahkan dosen, mahasiswa dan staff admin
untuk mengakses dan mengelolanya, 3) proses customization yang relatif tidak
merepotkan, bahkan meskipun kita tidak memahami skil pemrograman dengan
baik,4) Template dan theme yang disediakan memadai, 5) pertimbangan praktis,
terutama biayanya lebih ringan (kecuali biaya internet) karena bersifat open
source (gratis) dan 6) secara empirik berdasarkan hasil penelitian terbukti sebagai
LCMS yang handal.
Rekomendasi dari hasil kajian literatur dan hasil penelitian yang menyatakan
bahwa LCMS Moodle merupakan web-based authoring tools tidaklah mengagetkan.
Karena LCMS tersebut telah digunakan diberbagai institusi pendidikan di Indonesia.
Untuk itu, perlu disampaikan sekedar sebagai pengantar tentang Moodle.
LEARNING COURSE & MANAGEMENT SYSTEM (LCMS) MOODLE
LCMS merupakan aplikasi yang mengotomasi dan mem-virtualisasi proses
belajar mengajar secara elektronik. LCMS secara umum memiliki fitur-fitur standard
pembelajaran elektronik antara lain: a) fitur kelengkapan belajar mengajar: daftar mata
kuliah dan kategorinya, silabus mata kuliah, materi kuliah (berbasis text atau
multimedia), daftar referensi atau bahan bacaan, b) fitur diskusi dan komunikasi: forum
diskusi atau mailing list, instant messenger untuk komunikasi realtime, papan
pengumuman, porfil dan kontak instruktur, file and directory sharing, c) fitur ujian dan
penugasan, meliputi ujian online (exam), tugas mandiri (assignment), rapor dan
penilaian.

Pengertian LCMS Moodle
Moodle (Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment ) adalah nama
sebuah aplikasi komputer yang dapat merubah sebuah media pembelajaran kedalam
bentuk web. Moodle yang dikembangkan pertama kali oleh Martin Dougiamas seperti
dikutip oleh Limongelli, Sciarrone & Vaste (2011:2) merupakan software learning
content & management system (LCMS) yang didesain menggunakan prinsip pedagogik,
untuk membantu pengajar menciptakan komunitas pembelajaran online yang efektif dan
menyenangkan. LCMS Moodle adalah perangkat lunak untuk membuat materi
perkuliahan online (berbasis web), mengelola kegiatan pembela-jaran serta hasilhasilnya, memfasilitasi interaksi, komunikasi, kerjasama antar dosen dan mahasiswa.
LCMS Moodle mendukung berbagai aktivitas, antara lain: administrasi, peyampaian
materi pembelajaran, penilaian (tugas maupun quiz), pelacakan/tracking & monitoring,
kolaborasi, dan komunikasi/interaksi.Logo Moodle dapat dilihat dalam gambar 2.6.

Aplikasi program Moodle ini memungkinkan siswa/mahasiswa masuk ke dalam
“ruang kelas” digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran dimanapun dan
kapanpun (lepas dari ruang dan waktu). Dengan Moodle, pengajar dapat membuat materi
pembelajaran, kuis, jurnal elektronik, diskusi, forum, dan lain-lain. Herman D. Sujono
(2010:6) menjelaskan bahwa LMS (maksudnya LCMS-pen) adalah perangkat lunak
untuk membuat materi perkuliahan on-line (berbasis web), mengelola kegiatan
pembelajaran serta hasil- hasilnya, memfasilitasi interaksi, komunikasi, kerjasama antar
dosen dan mahasiswa. LMS mendukung berbagai aktivitas, antara lain: administrasi,
peyampaian materi pembelajaran, penilaian (tugas, quiz), pelacakan/tracking &
monitoring, kolaborasi, dan komunikasi/interaksi.

Gambar 2. Logo Moodle
Prinsip implementasi LCMS Moodle dalam perkuliahan
Siragosa (2005) mengidentifikasi tujuh hal yang harus dicermati dalam
mengembangkan Moodle e-learning, yaitu: a) struktur, b) konten,c) motivasi, d)
umpanbalik/bantuan, e) interaksi, f) strategi belajar, dan g) peran pengajar. Sedangkan
strategi pembelajaran yang perlu dipertimbangkan: kolaborasi (collaboration),
konstruktivisme (contructivism), eksplorasi, proyek online, belajar berbasis masalah dan
studi kasus, belajar dengan pengaturan sendiri, mempertanyakan dan diskusi, serta
Simulasi (simulation). Berhubungan dengan hal-hal yang harus dicermati tersebut,
Siragosa mengemukakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran dengan LCMS
Moodle e-learning berikut ini.
a) Prinsip multimedia , gunakan teks dan grafik atau gambar ketimbang
hanya kata-kata. Gambar yang digunakan sebaiknya gambar yang
benar-benar berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan.
Fungsinya adalah untuk edukasi, bukan dekorasi.
b) Prinsip contiguity, letakkan teks dan gambar yang saling berhubung-an
berdekatan satu sama lain.
c) Prinsip modality, gunakan suara (audio) ataupun teks yang dinara-sikan
ketimbang hanya menampilkan teks di layar.

d) Prinsip redundancy, sebuah teks yang ditampilkan di layar dan
dibacakan pada saat bersamaan hanya akan mengganggu pembelajaran.
e) Prinsip coherence, menambahkan materi yang terlalu detail karena
dipandang dapat nenarik perhatian siswa justru dapat mengganggu
keterpaduan pembelajaran.
f) Prinsip personalization, gunakan percakapan sehari-hari untuk
berkomunikasi dengan learner (misalnya : dear mahasiswa).
Tipe materi pembelajaran dengan menggunakan LCMS Moodle
Tipe materi pembelajaran dengan LCMS Moodle e-learning menurut
Clark & Mayer (2008:15) dikategorikan menjadi lima tipe, yaitu fakta, konsep,
prosedur dan prinsip. Fakta adalah sesuatu yang unik dan spesifik, misalnya
simbul-simbul dalam rumus program MS Excel. Konsep adalah satu kategori
yang terdiri dari banyak contoh seperti rumus-rumus dalam program MS
Excel. Proses merupakan urutan kejadian atau aktivitas, misalnya bagaimana
sistem kerja spreadsheets dalam program MS Excel; prosedur merupakan
suatu tugas yang dilakukan langkah-demi langkah, contohnya bagaimana
menuliskan rumus dalam spreadsheets program MS Excel. Sedangkan prinsip
adalah suatu tugas yang dilakukan sesuai dengan panduan yang dibuat,
misalnya bagaimana membuat proyeksi keuangan menggunakan spreadsheets
program MS Excel. Jenis-jenis materi ini menja-di bahan utama dalam
penyusunan LOM dan program mapping.
Persyaratan kompetensi awal bagi learners dan instructor dalam implementasi
LCMS Moodle
Prasyarat kompetensi bagi learner dan instructor diperinci berikut.
Bagi e-learner : lancar menggunakan teknologi belajar online, memiliki
kebutuhan berafiliasi, memahami dan menganggap penting pembelajaran
kolaboratif, mampu mengontrol belajarnya sendiri , memiliki academic selfconcept yang tinggi dan memiliki pengalaman belajar mandiri (Dabbagh &
Bannan-Ritland, 2005:39). Sedangkan bagi dosen selaku pengajar
(instructors)adalah: mampu mengembangkan kemampuan siswa sebagai
learners online learning, mampu mengadaptasikan gaya mengajarnya terhadap
berbagai perbedaan siswa, memahami dan mampu mengembangkan teknonogi
penyampaian pembelajaran online dan berfungsi secara efektif sebagai
fasilitator yang cakap dalam menyediakan konten pembelajaran (Dabbagh &
Bannan-Ritland.2005:47)
Komponen LCMS Moodle
Moodle dibagi dalam 3 bagian besar yaitu : a) Administrator, orang
yang ditempatkan sebagai pengelola yang harus mengatur pengguna.
Fungsinya terutamamengelola LMS (Learning Management System), b)

Pengajar, yaitu Pengajar Utama (Course Creator ). Fungsinya mengelola CMS
(Course Management System). Pengajar utama dibantu oleh Pengajar biasa
(Pengajar), Asisten (Non-editing teacher ).; dan c) Student (Siswa), yaitu
Siswa terdaftar, dan SiswaTamu (Guest).
Fitur-fitur yang dikembangkan harus dapat memfasilitasi berbagai
kegiatan yang dilakukan secara online. fitur-fitur tersebut antara lain
manajemen bahan ajar (content management), manajemen isi perkuliahan
(content/course management), manajemen pengguna (user management),
tugas, quiz, komunikasi (communication tools) baik yang asynchronous
maupun synchronous.
PENUTUP
Sebagai penutup, berikut beberapa catatan rekomendatif bagi para guru maupun
pengembang pembelajaran berbasis e-learning. Pertama, Pengembangan e-learning
didasarkan pada hasil analisis kebutuhan siswa. Analisis dilakukan dengan melihat
kesenjangan antara kompetensi ideal yang ditetapkan dengan kompetensi nyata yang
dicapai. Kesenjangan tersebut menjadi dasar untuk mencari solusi melaluipembelajara
berbasis e-learning. Kedua, Pilih perangkat lunak yang bersifat open source, tetapi
cukup stabil, agar biaya dapat menghemat biaya yang dikeluarkan oleh lemabaga,
sekaligus tetap menjaga mutu pembelajaran. Ketiga, kenali fitur-fitur perangkat lunak
dengan melihat aspek-aspek berikut: 1) fitur dalam LCMS tersebut suport dengan
teknologi internet yang mutakhir, 2) fitur teknologi dalam sistem LCMS tersebut bersifat
open system, 3) fitur-fiturnya navigasinya mudah digunakan, 4) memiliki konten yang
dinamis, 5) tersedia fitur untuk mengembangkan pembelajaran yang aktif dan
kolaboratif, 6) memiliki fitur khusus untuk administrator, guru (course creator ) dan
siswa, 7) telah tertanam (embedded) perangkat e-mail, chatting, forum diskusi dan fitur
grup, 8) dapat diandalkan sebagai alat utama dalam pembelajaran berbasis e-learning di
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Berking, Peter. (2013). Choosing authoring tools. ADL Instructional Design Team.
Available: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/
Dabbagh, Nada & Bannan-Ritland, Brenda. (2005). Online learning, concepts,
strategies, and application.Upper Saddle River, N.J: Pearson Education, Inc.
Empy Effendi dan Hartono Zhuang. (2005). E-learning, konsep dan aplikasi.
Yogyakarta: Andi Offset.
Graf, Sabine & List, Beate (2005). An evaluation of open source e-learning platforms
stressing adaptation issues.Vienna: Vienna University of Technology.
Mayer, Richard.E. (2008). Learning and instruction. Second edition.Ohio:Pearson Merill
Prentisce

Pujiriyanto. (2012). Teknologi untuk pengembangan media dan pembelajaran .
Yogyakarta:UNY Press.
Romi Satria Wahono. (2008). Memilih sistem e-learning berbasis open source. Retrieved
from http://www.romisatriawahono.net (diakses tgl 19 januari 2014)
Smaldino, S.E., Lowther, D.L., Russell, J.D. (8ed).(2005). Instructional technology and
media for learning. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Dokumen yang terkait