Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1980

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1980
TENTANG
PEMANFAATAN TANAH HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN UNTUK
USAHA PATUNGAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

: bahwa guna lebih meningkatkan gairah dan iklim investasi di berbagai
bidang usaha, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai
pemanfaatan tanah hak guna usaha dan hak guna bangunan untuk usaha
patungan dalam rangka penanaman modal asing.

Mengingat

: 1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043); (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) jo. UndangUndang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2943);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal
Asing;
4. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1977 tentang Badan Koordinasi
Penanaman Modal;
5. Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 1977 tentang Ketentuan Pokok
Tata Cara Penanaman Modal;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan

(1)
(2)

(3)

(4)

: KEPUTUSAN
PRESIDEN

REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG
PEMANFAATAN TANAH HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN
UNTUK USAHA PATUNGAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL
ASING

Pasal 1
Dalam usaha patungan dalam rangka penanaman modal asing, hak guna usaha
dipegang oleh peserta Indonesia.
Hak guna usaha atas tanah untuk usaha patungan dalam rangka penanaman modal
asing diberikan atas nama badan hokum peserta Indonesia dari usaha patungan yang
bersangkutan.
Apabila dalam usaha patungan yang bersangkutan terdapat lebih dari satu peserta
Indonesia, maka hak guna usaha diberikan atas nama salah satu peserta Indonesia atau
lebih, sesuai dengan persetujuan antara seluruh peserta Indonesia dari usaha patungan
tersebut.
Peserta Indonesia sebagai pemegang hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) harus berbentuk badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia, berkedudukan di Indonesia dan saham-sahamnya harus atas nama dan

seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia

-2(5) Permohonan untuk memperoleh hak guna usaha sebagaimana di maksud dalam ayat (2)
dan ayat (3) diajukan oleh peserta Indonesia calon pemegang hak guna usaha.
(6) Hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 35
(tiga puluh lima) tahun, dengan kemungkinan diperpanjang menjadi paling lama 60
(enam puluh) tahun, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2
(1) Pemegang hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat menyerahkan
tanah hak guna usahanya kepada usaha patungan yang bersangkutan dalam bentuk
serah pakai.
(2) Serah pakai tanah hak guna usaha tersebut dalam ayat (1) dilakukan denga syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Serah pakai tanah hak guna usaha berlaku untuk jangka waktu selama
berlangsungnya usaha patungan, akan tetapi tidak boleh melebihi jangka waktu
berlakunya hak guna usaha yang bersangkutan ;
b. Untuk serah pakai tanah hak guna usaha tersebut pemegang hak guna usaha dapat
memperoleh nilai pengganti sebesar nilai kumulatip pengganti pemanfaatan tanah
hak guna usaha yang bersangkutan dan dapat memasukkan jumlah tersebut
sekaligus atau secara bertahap ke dalam usaha patungan sebagai penyertaan

modalnya;
c. Usaha patungan berkewajiban mengusahakan dengan baik tanah hak guna usaha
yang diserah-pakaikan sesuai dengan kelayakan usaha;
d. Apabila tanah hak guna usaha yang diserah-pakaikan itu dinilai tidak diusahakan
dengan baik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maka dengan izin Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, pihak peserta
Indonesia pemegang hak guna usaha dapat membatalkan serah pakai tersebut;
e. Serah-pakai tanah hak guna usaha tersebut tidak boleh dibatalkan secara sepihak
oleh pemegang hak guna usaha, selama usaha patungan yang bersangkutan
memenuhi kewajibannya kepada Pemerintah maupun kepada pemegang hak guna
usaha.
(3) Serah-pakai dengan syarat-syarat tersebut dalam ayat (2) dicantumkan dalam Perjanjian
Dasar patungan.

(1)

(2)

(3)
(4)


(5)

Pasal 3
Dalam hal pemegang hak guna usaha menyerahkan tanah hak guna usahanya kepada
usaha patungan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2, maka hak guna usaha
tersebut tidak boleh dijadikan jaminan hutang dalam bentuk apapun.
Kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pemegang hak guna usaha
dilarang untuk memindah tangankan baik langsung maupun tidak langsung seluruh
ataupun sebagian hak guna usahanya.
Dalam larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) termasuk pemindah tanganan
saham-saham pemegang hak guna usaha yang bersangkutan.
Pemindah tanganan hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
hanya diperbolehkan dalam rangka penggantian peserta atau peserta-peserta Indonesia
dalam usaha patungan yang bersangkutan sepanjang dimungkinkan dalam perjanjian
dasarnya dan setelah mendapat izin Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1), (2), dan (3) dapat menjadi alasan bagi
Pemerintah untuk meninjau kembali hak guna usaha yang bersangkutan.

Pasal 4

(1) Dalam hak usaha patungan memerlukan tanah untuk keperluan amplasemen, bangunan
pabrik, gudang, perumahan karyawan, dan bangunan-bangunan lainnya, maka kepada
usaha patungan tersebut dapat diberikan hak guna bangunan atas tanah yang
bersangkutan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hak tanah yang dikehendaki untuk diberikan dengan hak guna bangunan atas
nama usaha patungan tersebut termasuk dalam areal yang sudah ada hak guna
usahanya, maka pemegang hak guna usaha dapat melepaskan sebaian haknya kepada
usaha patungan tersebut.

-3(3) Pelepasan hak guna usaha untuk kepentingan hak guna bangunan dalam usaha
patungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi saham peserta
Indonesia dalam usaha patungan tersebut.
(4) Hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat dijadikan
jaminan hutang.
Pasal 5
(1) Pemerintah dapat menyatakan usaha patungan itu berakhir atau tidak dapat diteruskan
apabila :
a. Usaha patungan tidak mengusahakan tanah hak guna usaha dengan baik;
b. Usaha patungan tidak memenuhi kewajibannya dengan baik kepada Pemerintah.
(2) Apabila usaha patungan itu dinyatakan oleh Pemerintah berakhir atau tidak dapat

diteruskan karena sesuatu hal, maka:
a. Hak guna usaha yang telah diberikan tetap berlaku apabila pihak Indonesia:
1. secara bersama-sama dengan peserta asing lainnya;
2. secara sendiri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
dapat mengusahakan tanah hak guna usaha tersebut dengan baik sesuai dengan
tujuan pemberian hak guna usahanya.
b. hak guna usaha yang telah diberikan kepada pihak Indonesia akan dibatalkan apabila
tanah hak guna usaha tersebut tidak diusahakan secara baik sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Permohonan hak guna usaha untuk keperluan suatu usaha patungan yang pada saat
ditetapkannya Keputusan Presiden ini sudah diajukan atas nama usaha patungan
tersebut tetapi belum mendapat keputusan, diajukan kembali oleh peserta Indonesia
yang bersangkutan dengan pesertujuan peserta asingnya, dengan ketentuan bahwa
acara yang sudah dilalui dan diselesaikan dalam rangka pengajaun permohonan
terdahulu tidak perlu diulang.
(2) Permohonan hak guna usaha yabng didasarkan atas persetujuan pengembalian
perusahaan perkebunan asing berdasarkan Instruksi Presidium kabinet Ampera Nomor
28/U/IN/1966 diselesaikan menurut persetujuan yang bersangkutan.

Pasal 7
Ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Presiden ini berlaku mutatis-mutandis terhadap
perusahaan nasional yang sudah mempunyai hak guna usaha dan melakukan usaha
patungan dalam rangka penanaman modal asing.
Pasal 8
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Maret 1980
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
(SOEHARTO)