T1 672009020 Full text

Analisis Mekanisme Failover
pada Hyper-V Cluster untuk Virtual Server

Artikel Ilmiah

Peneliti :
Hallilintar Arya Pasa Putra (672009020)
Teguh Indra Bayu, S.Kom., M.Cs.

Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen SatyaWacana
Salatiga
Juli 2013

Analisis Mekanisme Failover pada Hyper-V Cluster
untuk Virtual Server
1)

Hallilintar Arya Pasa Putra, 2) Teguh Indra Bayu
Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1) aryapasaputra@live.com, 2) t.indra.bayu@gmail.com

Abstract
Virtualization technology has been a trend in IT sector as an effort to reduce
the expenditure of server infrastructure development. Virtualization allows
multiple servers run as virtual machine (VM) that are built inside single physical
machine. As a consequence, if the physical machine experiences a failure, it will
also cause failure to the entire VMs inside. In order to maintain services and
disaster recovery scenario, a failover technique have to be deployed inside the
physical machine. Hyper-V Cluster comes with the feature that needed for the
condition. Result of this research is downtime variation analysis which influenced
by failover mechanism. Parameters which used for testing are VM amounts that
move concurrently and priority level of each VM.
Keywords: Hyper-V Cluster, Failover, Downtime

Abstrak
Teknologi virtualisasi telah menjadi tren dalam bidang IT sebagai usaha
untuk menekan pengeluaran dalam pengembangan infrastruktur server . Virtualisasi

memungkinkan beberapa server berjalan sebagai mesin virtual (VM) yang
dibangun di dalam satu unit mesin fisik. Kerugiannya, jika mesin fisik mengalami
kegagalan, akan mengakibatkan kegagalan terhadap seluruh VM di dalamnya.
Untuk dapat mempertahankan layanan dan sebagai skenario pemulihan bencana,
sebuah teknik failover harus diaplikasikan di dalam mesin fisik. Hyper-V Cluster
memiliki fitur yang diperlukan pada kondisi tersebut. Hasil dari penelitian ini
adalah analisis terhadap variasi downtime yang dipengaruhi oleh mekanisme
failover . Parameter yang digunakan pada proses uji coba adalah jumlah VM yang
berpindah secara bersamaan serta tingkatan prioritas dari masing-masing VM.
Kata Kunci: Hyper-V Cluster, Failover, Downtime

1)

Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen
Satya Wacana, Salatiga.
2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

1. Pendahuluan
Infrastruktur di bidang teknologi informasi menjadi aset yang penting dan

strategis bagi sebuah perusahaan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa investasi IT
memerlukan anggaran yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan investasi dan
perancangan infrastruktur teknologi informasi yang dikembangkan secara strategis
untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan serta juga dapat
mereduksi pengeluaran. Salah satu potensi pengeluaran yang cukup tinggi adalah
pengembangan infrastruktur server . Solusi untuk menekan pengeluaran ini salah
satunya adalah dengan melakukan konsolidasi server dengan menggunakan
teknologi virtualisasi. Beberapa server yang memiliki utilitas rendah dapat
dijadikan sebagai virtual server yang berjalan di dalam sebuah server fisik.
Seringkali sebuah server dituntut untuk dapat memberikan layanan yang
bersifat continue, dengan downtime dan fault tolerance sekecil mungkin untuk
mendukung kelangsungan bisnis perusahaan. Padahal, terkadang server
memerlukan maintenance, bahkan pada jam sibuk. Ditambah lagi kemungkinan
adanya kegagalan maupun error yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Disaster
recovery perlu dipersiapkan sebagai langkah untuk menjaga layanan dari server .
Oleh karena itu, server harus dikonfigurasi sedemikian rupa untuk dapat
melakukan penanganan secara otomatis terhadap kegagalan yang terjadi, sehingga
server dapat mencapai high availability (ketersediaan tinggi). Salah satu solusinya
adalah dengan membangun failover cluster , yang juga dapat diimplementasikan
pada lingkungan virtualisasi server . Beberapa server fisik yang menjalankan

virtual server secara keseluruhan saling bekerja sama menjadi satu kesatuan
cluster . Saat salah satu server fisik mengalami kegagalan, maka sumber daya dari
virtual server akan dipindahkan menuju ke server fisik lain yang masih aktif.
Dengan demikian, layanan yang diberikan oleh virtual server dapat berjalan
secara terus-menerus tanpa terganggu oleh kegagalan maupun error yang terjadi
pada server fisiknya.
2. Kajian Pustaka
Teknologi virtualisasi merupakan upaya untuk mengemulasikan sumber
daya komputasi fisik, seperti komputer desktop , server , prosesor dan memori,
sistem penyimpanan, jaringan, dan aplikasi individu. Virtualisasi server
menciptakan lingkungan virtual yang mengijinkan berbagai aplikasi maupun
server untuk dapat berjalan bersamaan dalam satu komputer, layaknya seperti
berada pada satu komputer independen [1]. Ada beberapa pokok-pokok penting
mengenai virtualisasi. Hal tersebut adalah penambahan lapisan abstraction di
antara aplikasi dan perangkat keras, pengurangan biaya dan kompleksitas,
pemisahan sumber daya komputer untuk peningkatan ketahanan uji dan
keamanan, eliminasi kemungkinan redudansi, dan meningkatkan utilitas
infrastruktur IT [2]. Setiap virtual server didukung oleh arsitektur dasar yang
sama dengan komputer fisik aslinya. Di dalam virtualisasi server , terdapat
abstraction yang bekerja untuk membuat sebuah mesin komputer tunggal

berfungsi seperti layaknya lebih dari satu mesin, dengan mereplikasikan setiap
karakteristik fisik perangkat keras untuk dapat digunakan dalam perangkat lunak
pada virtual server . Virtualisasi merupakan konsep pembagian sumber daya
1

perangkat keras yang ada pada mesin komputer fisik untuk dibagi menjadi
beberapa bagian. Setiap bagian tersebut dioperasikan secara mandiri tanpa
mengganggu satu sama lain. Bagian ini yang disebut sebagai virtual machine
(VM). Sistem operasi yang berjalan pada VM ini disebut sebagai guest dan server
fisik disebut sebagai host.
Terdapat tiga jenis pendekatan dalam virtualisasi server , yaitu full
virtualization, paravirtualization, dan hardware-assisted virtualization [3]. Pada
jenis pendekatan hardware-assisted virtualization, terdapat istilah hypervisor
yang merupakan lapisan tambahan yang berada di antara physical hardware dan
sistem operasi, yang berfungsi untuk mengelabui setiap sistem operasi agar
berpikir bahwa mereka sedang berjalan pada perangkat keras yang sebenarnya.
Jenis-jenis hypervisor dapat dibedakan berdasarkan tipe maupun desainnya [4].
Berdasarkan tipenya, terdapat hypervisor dengan jenis bare-metal dan hosted.
Bare-metal berjalan langsung di atas hardware, sedangkan tipe hosted berjalan di
dalam sistem operasi host-nya. Berdasarkan desainnya terdapat hypervisor dengan

struktur monolithic dan microkernelized. Monolithic hypervisor membawa driver
perangkat kerasnya sendiri yang mengakibatkan attack surface-nya masih
signifikan. Sedangkan microkernelized hypervisor tidak memiliki third-party
device drivers. Driver yang dibutuhkan oleh perangkat keras dalam berbagi
sumber daya terletak pada sistem operasi host, sehingga guest tidak perlu
melakukan routing melalui host partition drivers.

Gambar 1 Strukrur Hypervisor tipe Bare-metal dan Hosted [4]

Gambar 2 Strukrur Hypervisor tipe Monolithic dan Microkernel [4]

2

Hyper-V merupakan platform virtualisasi dari Microsoft yang dapat diinstal
sebagai standalone application maupun sebagai role dari sistem operasi Microsoft
Windows Server 2008 ke atas. Hyper-V menggunakan arsitektur hypervisor tipe
bare-metal dengan mengadopsi konsep microkernelized. Hypervisor merupakan
jenis software unik yang memungkinkan sebuah komputer dapat menjalankan
lebih dari satu sistem operasi. Bare-metal merupakan jenis hypervisor yang
berjalan secara langsung di atas perangkat keras fisik dari host-nya, untuk menjadi

penjembatan dan sebagai program pengendali antara sistem operasi guest dengan
hardware. Sehingga VM memiliki akses langsung terhadap perangkat keras fisik.
Sedangkan implementasi dari microkernelized memungkinkan sebuah instance
VM berperan sebagai parent partition dan instance lain sebagai child partition.
Parent partition merupakan sistem operasi host, sedangkan VM sebagai child
partitions. Pada dasarnya, sistem operasi host dan beberapa sistem operasi guest
berjalan bersama-sama pada tingkatan yang sama, yaitu di atas hypervisor .
Kesemuanya memiliki hak akses yang sama terhadap hardware. Host
bertanggung jawab mengelola semua guest yang ada [5]. Selain itu, Hyper-V
merupakan platform virtualisasi dengan jenis hardware-assited virtualization,
sehingga dibutuhkan prosesor yang mendukung platform virtualisasi tersebut,
yaitu dengan menggunakan prosesor Intel VT atau AMD-V. Selain itu, opsi Data
Execution Protection (DEP) pada prosesor, atau yang biasa disebut sebagai Intel
XD atau AMD NX Bit, juga harus diaktifkan [6].

Gambar 3 Abstraksi Hypervisor pada Hyper-V [5]

Cluster merupakan sekumpulan komputer independen yang beroperasi serta
bekerja bersama-sama untuk sebuah layanan yang diberikan kepada client. Dari
sisi client, komputer-komputer dalam cluster tersebut akan terlihat seolah-olah

merupakan satu unit komputer. Salah satu jenis cluster adalah high availability
cluster , atau yang biasa disebut juga sebagai failover cluster, yang pada umumnya
diimplementasikan untuk tujuan peningkatan ketersediaan layanan yang
disediakan oleh sistem cluster tersebut. Elemen-elemen cluster saling bekerja
sama dengan memiliki node-node redundan, yang kemudian digunakan untuk
menyediakan layanan saat salah satu node mengalami kegagalan (single point of
failure). Dalam lingkungan non-virtualisasi, HA diimplementasikan untuk server
yang memiliki beban kerja tinggi dan layanan yang bersifat kritis. Agar layanan

3

tidak mengalami gangguan, diperlukan solusi high availability untuk melakukan
recovery apabila server tersebut mengalami downtime. Sedangkan pada
lingkungan virtualisasi, dimana satu unit server fisik menangani beberapa VM
sekaligus, apabila terjadi gangguan pada server fisik tersebut tentunya akan
berimbas pada gangguan layanan dari seluruh VM yang ada di dalamnya. Untuk
mencegah kemungkinan ini, implementasi high availability menjadi hal yang
penting dari virtualisasi server .
Implementasi high availability cluster bertujuan untuk meminimalisasi
angka downtime dan fault tolerance. Downtime merupakan periode waktu saat

layanan yang diberikan oleh sistem tidak tersedia, dikarenakan oleh terjadinya
kegagalan dari sistem tersebut [7]. Downtime dapat diakibatkan oleh kesengajaan
maupun adanya kegagalan pada sistem. Sehingga, downtime dibagi menjadi dua
jenis, yaitu planned downtime dan unplanned downtime [8]. Planned downtime
terjadi saat dibutuhkan sebuah pemeliharaan terhadap sistem, antara lain
perbaikan atau upgrade hardware maupun software, update dan patching yang
memerlukan restart sistem, dan juga deployment aplikasi. Sedangkan unplanned
downtime terjadi secara mendadak dan tidak diinginkan, karena disebabkan oleh
kegagalan sistem, yang biasanya terjadi karena kesalahan dalam pemakaian
(human error ), baik oleh administrator maupun oleh user , kerusakan dan
malfungsi hardware maupun software, terputusnya jaringan, pemakaian yang
melebihi kapasitas, serta dapat pula diakibatkan oleh bencana alam.
Pada Hyper-V Cluster suatu planned downtime saat dilakukan maintenance
terhadap server host dapat diantisipasi dengan melakukan migrasi VM. Migrasi
VM adalah kemampuan memindahkan sebuah VM dari satu Hyper-V host menuju
Hyper-V host yang lain tanpa terjadinya downtime dari VM yang mengalami
perpindahan tersebut. Agar layanan yang diberikan oleh VM tetap dapat berjalan
dengan normal, maka untuk meminimalisasi downtime terlebih dahulu VM
dipindahkan menuju ke host yang lain. Dan setelah proses maintenance selesai
dilakukan, VM dapat dikembalikan menuju host semula. Selain itu, migrasi VM

juga dapat dilakukan untuk pembagian beban VM pada host yang ada. Sehingga
beberapa server host yang ada pada datacenter dapat memiliki utilisasi resource
hardware yang seimbang. Terdapat tiga macam migrasi VM pada Hyper-V
Cluster, yaitu VM storage migration, quick migration, dan live migration. Storage
migration adalah kemampuan untuk memindahkan file-file yang berkaitan dengan
VM, seperti virtual hard disk, snapshot, dan configuration file dari satu lokasi ke
lokasi lain. Storage migration seringkali dilakukan saat terjadi maintenance dan
optimalisasi sumber daya media penyimpanan (storage). Proses perpindahan pada
storage migration hanya terjadi terhadap file-file VM saja, sedangkan resource
VM tetap berada pada host-nya. Quick migration merupakan kemampuan untuk
memindahkan VM yang sedang berjalan dari host yang satu menuju ke host yang
lain. Proses quick migration dimulai dengan mengambil snapshot dari VM,
dilanjutkan dengan save VM state, memindahkan VM, dan kemudian di-resume
kembali saat VM sudah berada pada host tujuan. Sedangkan live migration
memiliki fungsi yang sama dengan quick migration, yaitu dengan memindahkan
VM antar server host. Namun, perpindahan dilakukan secara live, sehingga VM
tetap aktif saat berpindah menuju host yang lain. Kunci dari live migration adalah

4


pada proses copy memory pages secara iteratif dari host sumber menuju host
tujuan dan setelah berpindah menuju host tujuan, VM diaktifkan serta akses dari
sisi client di-redirect ke VM target [9].
Unplanned downtime pada Hyper-V Cluster di-recovery dengan
menggunakan teknik failover . Recovery ditujukan bagi VM apabila host
mengalami kegagalan. Saat terjadi kegagalan pada server host, seluruh VM yang
berada di dalam host tersebut akan di-failover dengan cara dipindahkan menuju
host lain yang masih aktif. Namun, pada saat host mengalami kegagalan VM
kehilangan sumber daya selama beberapa saat, hingga dipindahkan menuju host
lain dan di-restart secara otomatis. Sehingga hal ini tetap menyebabkan downtime
bagi VM, yang dimulai sejak host asal mengalami kegagalan, dan berakhir pada
saat VM aktif setelah proses booting selesai dan service dari VM juga telah aktif.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah Network Development Life Cycle
(NDLC) yang biasa dipakai dalam perancangan infrastuktur jaringan. Tahapantahapan pada metode NDLC dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan Network Development Life Cycle [10]

Analysis adalah tahap dilakukannya analisis terhadap perencanaan kerja,
berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Pada
tahapan ini dilakukan pula persiapan terhadap teknologi yang ingin dipakai dan
sesuai dengan kebutuhan. Virtualisasi server dibangun dengan menggunakan
platform Hyper-V yang diinstal sebagai role dari Windows Server 2012.
Sedangkan virtualisasi server yang sudah terbangun disempurnakan dengan
mengimplementasikan Hyper-V Cluster sebagai failover clustering terhadap VM.
Untuk dapat memenuhi hal tersebut, dilakukan persiapan terhadap kebutuhan
hardware maupun software dengan detail pada Tabel 1 dan Tabel 2. Dua unit
server fisik digunakan sebagai host yang juga berperan sebagai node pada cluster ,
sedangkan satu tambahan server digunakan sebagai domain controller server
untuk menyediakan sebuah domain, mengendalikan active directory, dan sebagai
DNS server, serta memiliki peran sebagai iSCSI Target, yaitu server yang
menyediakan iSCSI sebagai media penyimpanan bersama untuk kedua server
node. Dalam hal ini server node berperan sebagai iSCSI Initiator , atau client dari
iSCSI. Penggunaan dua jaringan bertujuan untuk memisahkan jaringan internal
antar server secara lokal dengan jaringan eksternal yang digunakan untuk koneksi

5

oleh client. Jaringan internal untuk komunikasi antar server membutuhkan
bandwidth yang besar, karena dikhususkan untuk mendukung proses failover
clustering, migrasi VM, dan pertukaran data lain yang menghubungkan seluruh
server fisik dan virtual yang ada. Pada penelitian ini jaringan internal didukung
dengan penggunaan jaringan dengan bandwidth 1 Gbps. Sedangkan jaringan
eksternal menggunakan bandwidth 100 Mbps, untuk koneksi internet, aktivitas
manajemen dan remoting, serta akses yang dilakukan oleh client.
Tabel 1 Spesifikasi Hardware

Server Domain
controller

-

Spesifikasi
Intel Core i3 2100 3,1 GHz
RAM 4 GB
Hard disk 500 GB
Gigabit Ethernet Card
100 Mbps Ethernet Card

Server Host 1

-

Intel Core i3 2310 3,4 GHz
RAM 4 GB
Hard disk 500 GB
Gigabit Ethernet Card
100 Mbps Ethernet Card

Server Host 2

-

Intel Core i3 M380 2,53 GHz
RAM 4 GB
Hard disk 500 GB
Gigabit Ethernet Card
100 Mbps USB Ethernet Card

Hardware

Switch 1

5 port Gigabit switch

Switch 2

8 port 100 Mbps switch

Tabel 2 Spesifikasi Software

Software
Windows Server 2012

Fungsi
Sistem operasi server fisik dan virtual

Hyper-V 3.0

Platform vrtualisasi hypervisor

Internet Information Services (IIS)

Aplikasi Web server

Starwind iSCSI SAN Free Edition v.6

iSCSI SAN

Pada fase design dilakukan perencanaan desain dari infrastruktur cluster
dari server secara keseluruhan, termasuk server fisik dan server virtual. Terdapat
tiga VM yang akan dibangun di atas kedua server host. Salah satu host diinstal
dua VM dan host yang lain satu VM, sebagai langkah pemerataan beban, agar
semua VM tidak hanya berjalan pada satu host. Hal ini juga diharapkan dapat
mengurangi resiko downtime, agar tidak semua layanan VM mengalami downtime
secara bersamaan saat host-nya mengalami kegagalan. Ketiga VM yang dibangun
merupakan web server dengan layanan yang berbeda-beda. Seluruh VM ini yang

6

nantinya akan bertugas untuk melayani client secara langsung melalui layanan
yang diberikan melalui aplikasi dari tiap-tiap VM tersebut. Topologi jaringan dari
setiap server dengan penggunaan dua jaringan yang berbeda ditunjukkan melalui
Gambar 5. Sedangkan desain dari sistem cluster ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 5 Topologi Jaringan dari Infrastruktur Virtualisasi Server

Gambar 6 Infrastruktur Sistem Hyper-V Cluster

7

Perancangan desain dari sistem Hyper-V Cluster digambarkan melalui alur
kerja dalam Gambar 7. Diawali dengan aktivasi role Failover Clustering pada
kedua server node, sehingga muncul fitur Failover Cluster Manager sebagai tool
manajemen sistem cluster. Sebelum sistem cluster dibentuk, terlebih dahulu
dilakukan validasi untuk melakukan cek validitas dan kompatibilitas dari
hardware, jaringan, konfigurasi sistem, dan media penyimpanan terdistribusi yang
digunakan. Media penyimpanan Cluster Shared Volume (CSV) digunakan untuk
menyimpan seluruh file yang berkaitan dengan VM. Untuk kemudian ketiga VM
didaftarkan sebagai role dalam cluster dan juga dilakukan migrasi VM storage
menuju CSV.

Gambar 7 Alur Kerja Proses Desain Hyper-V Cluster

Gambar 8 menunjukkan proses alur kerja failover terhadap VM yang terjadi
dalam Hyper-V Cluster :

Gambar 8 Flowchart Proses Failover pada Hyper-V Cluster

8

Fase simulation prototyping dilakukan dengan mensimulasikan prototpye
desain yang telah dirancang dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Cisco
Packet Tracer. Pada simulasi tersebut, seluruh server fisik dan server virtual
diletakkan sejajar dan terhubung langsung dengan jaringan internal dan jaringan
eksternal. Hal ini dikarenakan VM yang berdiri di atas lapisan hypervisor
memiliki akses langsung dengan jaringan luar, sama seperti server fisik.
Meskipun VM menggunakan virtual switch dengan dijembatani oleh ethernet
card fisik dari server host-nya, tetapi VM memiliki jaringan mandiri yang tidak
memerlukan bridging maupun routing dari ethernet card fisik milik host-nya
untuk dapat terhubung dengan jaringan luar. Sedangkan sebuah komputer client
ditambahkan pada jaringan eksternal.

Gambar 9 Fase Simulation Prototyping dengan Cisco Packet Tracer

Implementation merupakan penerapan dari perancangan desain sistem
virtualisasi dan cluster. Setiap server yang ada harus memiliki alamat IP untuk
dapat saling berkomunikasi dan melakukan pertukaran data. Seluruh server
memiliki dua ethernet card dengan alamat IP subnet 192.168.2.0/24 untuk
jaringan internal dan 192.168.1.0/24 untuk jaringan eksternal. Daftar alamat IP
dan hostname dari tiap-tiap server dijelaskan pada Tabel 3. Melalui domain
controller server diciptakan sebuah domain pada forest baru dengan nama
“aryapasaputra.net”, untuk kemudian seluruh server yang lain dijadikan sebagai
member dari domain tersebut.
Tabel 3 Daftar Alamat IP dan Hostname

Server

Domain Controller

IP Internal

IP Eksternal

192.168.2.100 192.168.1.100

Hostname

DCS1.aryapasaputra.net

Server Host 1

192.168.2.101 192.168.1.101 HVHOST1.aryapasaputra.net

Server Host 2

192.168.2.102 192.168.1.102 HVHOST2.aryapasaputra.net

VM 1

192.168.2.111 192.168.1.111

WEB1.aryapasaputra.net

VM 2

192.168.2.112 192.168.1.112

WEB2.aryapasaputra.net

VM 3

192.168.2.113 192.168.1.113

WEB3.aryapasaputra.net

9

Proses instalasi VM dilakukan dengan menggunakan tool Hyper-V Manager
yang terdapat pada server host. Konfigurasi dibuat dengan menetapkan resource
hardware untuk masing-masing VM yaitu memori sebesar 700 MB dan 50 GB
untuk besaran kapasitas hard disk-nya, serta dilakukan aktivasi opsi Processor
Compatibility agar VM dapat berpindah antar host dengan prosesor yang berbeda.
Hal ini disebabkan karena server HVHOST1 dan HVHOST2 memiliki perbedaan
spesifikasi prosesor, meskipun keduanya berasal dari famili Core i3. Setiap VM
dibangun dengan menggunakan sistem operasi Windows Server 2012. Layanan
dari ketiga VM dirancang dengan menggunakan Internet Information Services
(IIS) sebagai aplikasi web server . IIS merupakan role yang sudah tersedia pada
sistem operasi Windows Server. Sehingga untuk instalasinya hanya perlu
dilakukan aktivasi dari role ini. Halaman web yang akan ditampilkan oleh ketiga
VM ini berbeda-beda, oleh karena itu dilakukan pemasangan halaman web custom
berupa template HTML pada ketiga VM tersebut. Pada IIS, halaman web beserta
dengan seluruh file yang berkaitan dengan web yang akan ditampilkan, disimpan
dalam direktori C:\inetpub\wwwroot\.
Sistem cluster juga diimplementasikan berdasarkan desain yang telah
dirancang sebelumnya. Cluster diberi nama HVCluster dengan alamat IP
192.168.2.105/24. iSCSI SAN yang berada pada domain controller server
dibentuk dengan menggunakan bantuan aplikasi Starwind iSCSI SAN Free
Edition versi 6.0, dan dikoneksikan dengan kedua node, melalui fitur iSCSI
Initiator. Pada Failover Cluster Manager, iSCSI yang sudah terkoneksi dengan
kedua node dikonversikan sebagai Cluster Shared Volume (CSV) untuk
menyimpan seluruh file yang berkaitan dengan VM, meliputi file virtual hard
disk, file-file konfigurasi VM, dan juga snapshot. Ketiga VM dari kedua node
didaftarkan ke dalam sistem cluster agar proses failover dapat diterapkan terhadap
VM tersebut. Serta dilakukan pula VM storage migration untuk memindahkan
seluruh file yang berkaitan dengan VM menuju ke media penyimpanan CSV.
Dengan demikian VM akan memiliki kemampuan untuk melakukan proses
failover secara cepat jika terjadi kegagalan pada host-nya, karena file tersimpan di
luar dari kedua node. Sehingga, saat terjadi kegagalan yang diperlukan hanya
memindahkan VM menuju resource perangkat keras yang baru dari host yang
masih aktif.
Monitoring dilakukan sebagai proses pengujian dari sistem yang telah
dibangun, untuk memastikan sistem telah berjalan dengan baik secara
keseluruhan. Terutama untuk melakukan pengecekan terhadap kondisi VM dan
juga komponen-komponen cluster untuk dapat melakukan proses failover dengan
baik. Selain monitoring yang dilakukan dari sisi internal sistem, proses ini juga
dilakukan dari sisi client. Dari sisi client dilakukan pengecekan terhadap layanan
VM. Selain itu, untuk melakukan uji coba terhadap fungionalitas sistem cluster
dilakukan simulasi kegagalan dengan parameter besaran waktu downtime saat
terjadi proses failover . Dan dengan melakukan variasi kondisi dalam simulasi
kegagalan tersebut, dapat diketahui bagaimana mekanisme failover dari Hyper-V
Cluster dalam melakukan penanganan kegagalan.

10

Management, sebagai tahap terakhir melalui pengkajian ulang dengan
tujuan untuk mencapai peningkatan kinerja sistem yang optimal dan dapat
menyelesaikan permasalahan, serta memastikan bahwa sistem yang dibangun
dapat berjalan dengan baik untuk waktu yang lama dan lebih reliabel. Hal yang
menjadi kendala dalam infrastruktur cluster yang dibangun adalah terbatasnya
hardware dari server host. Masing-masing server host harus mampu menjalankan
ketiga VM secara bersamaan. Meskipun dari desain yang dibangun masingmasing host menjalankan 1 dan 2 VM, tetapi saat terjadi kegagalan pada salah
satu host, VM yang berada di dalamnya akan berpindah menuju host yang masih
aktif. Sehingga ketiga VM akan berjalan pada satu host. Oleh karena itu, pada
tahap management dilakukan pengkajian ulang mengenai policy dan beberapa
konfigurasi pada sistem. Terutama dalam menetapkan limitasi alokasi hardware
resources untuk tiap-tiap VM, sebagai persiapan menghadapi proses failover .
Karena kedua host memiliki spesifikasi prosesor dengan 4 logical core dan
memori 4 GB, untuk tiap VM ditetapkan prosesor dengan 1 logical core dan
memori sebesar 700 MB. Sedangkan pada iSCSI SAN sebagai media
penyimpanan dari VM disediakan kapasitas 150 GB. Sehingga virtual hard disk
dari tiap VM ditetapkan dengan besaran 50 GB dengan konfigurasi dynamically
expanded, sebagai langkah penghematan dalam penggunaan free space pada
media penyimpanan fisik, karena besarnya file VHD bergantung dari penggunaan
media penyimpanan dalam VM yang bersangkutan.

4. Hasil dan Pembahasan
Setelah infrastruktur Hyper-V Cluster telah terbangun dengan baik, maka
perlu dilakukan uji coba untuk mengukur keberhasilannya dalam mencapai tujuan
dari virtualisasi server dan penanganan kegagalan dengan failover . Sebuah
komputer client diposisikan pada jaringan eksternal dengan
alamat IP
192.168.1.200/24 dan didaftarkan ke dalam domain “aryapasaputra.net” dengan
username “user1”. Untuk melakukan uji coba terhadap VM yang telah dirancang
sebelumnya, mula-mula dilakukan uji koneksi dari client menuju IP address dari
ketiga VM dengan menggunakan perintah “ping” melalui command prompt.
Apabila client sudah terkoneksi dengan ketiga VM, uji coba dilanjutkan terhadap
layanan dari VM tersebut.
Layanan web yang disediakan oleh ketiga VM diakses melalui web browser.
Alamat URL yang digunakan adalah hostname atau dapat pula menggunakan
alamat IP dari masing-masing VM. Layanan web dari VM 1 diakses dengan
memasukkan URL http://web1.aryapasaputra.net atau dengan alamat IP
http://192.168.1.111. Untuk akses terhadap VM 2 menggunakan URL
http://web2.aryapasaputra.net atau http://192.168.1.112. Sedangkan akses
terhadap layanan web dari VM 3 adalah dengan menggunakan URL
http://web3.aryapasaputra.net atau http://192.168.1.113.

11

Gambar 10 Hasil Uji Coba Layanan VM 1

Gambar 11 Hasil Uji Coba Layanan VM 2

Gambar 12 Hasil Uji Coba Layanan VM 3

Uji coba selanjutnya bertujuan untuk melakukan pengecekan terhadap
fungsionalitas sistem cluster , terutama untuk menguji proses failover saat salah
satu node mengalami gangguan atau kegagalan. Pengujian dilakukan dengan
simulasi downtime, yaitu planned downtime dan unplanned downtime. Saat
simulasi downtime sedang berlangsung, dilakukan analisa terhadap proses
failover , apakah sistem cluster yang dibangun sudah dapat berfungsi baik, yaitu
dengan memindahkan VM yang menjadi guest pada node yang mengalami
kegagalan menuju ke node lain yang masih aktif. Parameter utama yang

12

digunakan dalam pengujian ini adalah hasil dari besaran downtime yang
didapatkan. Untuk melakukan pengujian terhadap kondisi VM, dilakukan
monitoring koneksi dengan menggunakan aplikasi PRTG Network Monitoring
yang diinstal pada sisi client. Karena ketiga VM merupakan web server dengan
layanan HTTP yang didukung oleh aplikasi IIS, sehingga pengukuran downtime
dapat dilakukan dengan menggunakan “HTTP Sensor ” yang tersedia pada aplikasi
PRTG Network Monitoring. Dengan penggunaan HTTP Sensor didapatkan hasil
berupa grafik loading time dari layanan HTTP dari web server . Dari grafik
tersebut, didapatkan pula durasi downtime yang terjadi.
Uji Coba Simulasi Planned Downtime
Planned downtime dilakukan dengan simulasi migrasi sebagai tindakan saat
direncanakan maintenance terhadap server host. Simulasi migrasi yang dilakukan
adalah quick migration, dan live migration. Kedua jenis migrasi VM tersebut
memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memindahkan hadware resource VM dari
satu host menuju ke host yang lain, namun dengan teknik pemindahan yang
berbeda. Quick migration terjadi dengan proses save-move-resume, sedangkan
live migration terjadi secara live, melalui proses copy memori bitmap secara
iteratif.
Quick migration dilakukan dengan memindahkan VM dari server host-nya
menuju ke host yang lain secara satu per satu dan dilakukan perhitungan durasi
perpindahan dan downtime yang terjadi. VM 1 dipindahkan dari server
HVHOST1 menuju ke server HVHOST2, sedangkan untuk VM 2 dan VM 3
dipindahkan dari server HVHOST2 menuju ke server HVHOST1. Hasil
perhitungan durasi quick migration dan downtime dari masing-masing VM
ditunjukkan oleh Tabel 5. Durasi dari downtime yang terjadi sama dengan durasi
dari proses quick migration. Hal ini disebabkan karena pada saat berpindah VM
berada pada posisi nonaktif, karena VM terlebih dahulu di-pause dan di-resume
saat VM sudah berada pada host tujuan.
Tabel 5 Perbandingan Durasi Quick Migration dengan Durasi Downtime

VM
VM 1
VM 2
VM 3

Durasi Quick Migration
31 detik
29 detik
30 detik

Durasi Downtime
31 detik
29 detik
30 detik

Live migration dilakukan dengan cara yang sama dengan quick migation,
yaitu dengan memindahkan resource ketiga VM dari host-nya masing-masing
menuju ke host yan lain. Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan durasi
perpindahan pada proses live migration dan durasi downtime. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada proses live migration, downtime hanya terjadi sekitar 3
detik. Meskipun pada kenyataannya, selama durasi downtime tersebut, layanan
HTTP tidak terputus secara total, hanya saja pada saat kembali terhubung, loading
time mengalami peningkatan hingga sekitar 3000 ms, atau 3 detik, sesuai dengan
durasi downtime tersebut. Sehingga, hampir tidak ada downtime yang dihasilkan
dan performa layanan dari VM tidak akan mengalami gangguan.

13

Tabel 6 Perbandingan Durasi Live Migration dengan Durasi Downtime

VM
VM 1
VM 2
VM 3

Durasi Live Migration
78 detik
68 detik
68 detik

Durasi Downtime
3 detik
3 detik
3 detik

Uji Coba Simulasi Unplanned Downtime
Pengujian dengan simulasi unplanned downtime merupakan inti uji coba
dalam menganalisis tentang bagaimana Hyper-V Cluster dapat menangani
kegagalan dari sebuah server host melalui proses failover . Apabila salah satu
server host mengalami kegagalan, seberapa cepat proses failover berlangsung
dengan melakukan perpindahan VM menuju host lain yang masih aktif.
Pehitungan besaran downtime dilakukan dengan cara yang sama saat dilakukan uji
coba planned downtime sebelumnya, yaitu dengan aplikasi PRTG Network
Monitoring, dan dengan memanfaatkan penggunaan HTTP Sensor . Pengujian
dilakukan dengan cara mematikan power dari salah satu server . Saat salah satu
host yang juga berperan sebagai node dimatikan power -nya, maka Heartbeat akan
mengenali bahwa node tersebut berada dalam kondisi down, dan secara simultan
akan langsung mengirimkan informasi tersebut kepada Cluster Resource Manager
untuk melakukan proses failover dengan memindahkan seluruh VM dan juga role
lain yang berada pada node yang mengalami kegagalan tersebut menuju node lain
yang masih aktif. Proses tersebut berlangsung dalam durasi waktu sekitar 2 detik,
tetapi VM yang berpindah akan mengalami proses restart, sehingga terjadi
downtime selama beberapa saat, sampai VM berhasil melakukan startup dan
berada dalam kondisi standby. Saat VM sudah berhasil melakukan startup, masih
diperlukan lagi durasi waktu tambahan untuk menjalankan service IIS, sebagai
aplikasi web server . Dari pengujian unplanned downtime yang dilakukan, hasil
perhitungan durasi downtime yang didapatkan merupakan durasi waktu yang
dimulai pada saat VM tidak aktif karena host-nya mengalami kegagalan, sampai
dengan aktifnya layanan IIS setelah VM kembali aktif di dalam host yang lain.
Durasi downtime yang bervariasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pengujian
unplanned downtime ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap faktorfaktor yang dapat mempengaruhi variasi dari durasi downtime yang diakibatkan
oleh mekanisme failover yang terjadi.
Hipotesis pada uji coba unplanned downtime adalah kemungkinan
perbedaan durasi downtime yang diakibatkan oleh faktor jumlah VM yang difailover pada saat yang bersamaan, dan juga oleh faktor perbedaan priority level
dari masing-masing VM. Untuk lebih memastikan hasil kebenaran dari hipotesis,
pada tiap-tiap tahap pengkondisian proses failover dilakukan sebanyak 10 kali dan
diambil nilai rata-rata dari hasil yang diperoleh sebagai penarikan kesimpulan.
Uji coba unplanned downtime yang pertama adalah dengan mengkondisikan
proses failover dengan perbedaan jumlah VM dari host yang mengalami
kegagalan. Uji coba ini dibagi ke dalam tiga tahap. Tahapan pertama dilakukan
dengan menempatkan 1 VM pada host yang mengalami kegagalan, uji coba tahap
kedua dengan 2 VM, dan uji coba pada tahap yang ketiga adalah dengan
menempatkan ketiga VM pada satu host yang sama dan dilakukan simulasi
14

kegagalan pada host tersebut. Sehingga dari uji coba ini akan didapatkan hasil
berupa nilai downtime yang terjadi saat terdapat 1 VM, 2 VM, dan 3 VM yang
berpindah secara bersamaan dari host yang mengalami kegagalan menuju host
lain yang masih aktif. Detail besaran nilai rata-rata dari tiap-tiap tahap pengujian
ditunjukkan melalui Tabel 7. Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata downtime
pada perpindahan 1 VM adalah 74,1 detik, 2 VM 126,6 detik, dan 3 VM 187,3
detik.
Tabel 7 Perbandingan Durasi Downtime dengan Perbedaan Jumlah VM

Jumlah VM
yang Berpindah
1

Rata-rata Downtime
74,1 detik

2

126,6 detik

3

187,3 detik

Uji coba unplanned downtime yang kedua dikondisikan dengan perbedaan
priority level dari masing-masing VM. Pada jendela Failover Cluster Manager,
terdapat tiga opsi priority level, yaitu high, medium, low, dan no auto start. VM
yang memiliki priority level lebih tinggi akan didahulukan proses recovery-nya
saat terjadi kegagalan pada host-nya. Sedangkan dengan opsi no auto start, VM
hanya akan dipindahkan menuju host lain yang masih aktif, tetapi dibiarkan tetap
dalam keadaan mati. Uji coba ini dilakukan dengan memposisikan ketiga VM
dalam satu host yang sama, dan dengan memberikan priority level yang berbedabeda kepada setiap VM. Kemudian host dimatikan power -nya dan dilakukan
analisis mengenai kemungkinan pengaruh priority level terhadap failover dan
downtime yang dihasilkan. Uji coba dilakukan dalam tiga tahapan. Setiap tahapan
memiliki setingan priority level yang berbeda-beda. Hasil berupa nilai rata-rata
downtime dari seluruh tahapan uji coba ini dijelaskan melalui Tabel 8. Rata-rata
downtime VM dengan priority high adalah 150,9 detik, medium 174 detik, dan
low 198,5 detik.
Tabel 8 Perbandingan Durasi Downtime dengan Perbedaan Priority Level pada VM

Tahap
ke-

VM yang
Berpindah
VM 1
VM 2
VM 3

Priority
Level
high
medium
low

2

VM 1
VM 2
VM 3

low
high
medium

200,2 detik
170,8 detik
182,7 detik

3

VM 1
VM 2
VM 3

medium
low
high

163,2 detik
199,6 detik
145,2 detik

1

15

Rata-rata Downtime
136,7 detik
176 detik
195,7 detik

Total keseluruhan uji coba unplanned downtime adalah sebanyak 60 kali
yang dilakukan dalam kondisi yang bervariasi. Dari seluruh uji coba tersebut
sistem Hyper-V Cluster mampu menangani seluruh simulasi kegagalan dengan
baik. Proses failover dapat terjadi secara sempurna meskipun kegagalan terjadi
berulang kali dan terus-menerus.
5. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
perancangan Hyper-V Cluster dapat menjadi salah satu solusi dalam peningkatan
ketersediaan pada lingkungan virtualisasi server . Dua host dibangun sebagai node
dari cluster yang saling bekerja sama menyediakan sumber daya perangkat keras
bagi VM. Sedangkan, seluruh file yang berhubungan dengan VM, seperti file
virtual hard disk, configuration file, dan snapshot disimpan di luar dari kedua
server host, dengan menggunakan Cluster Shared Volume (CSV) sebagai media
penyimpanan terdistribusi. Sehingga, saat terjadi kegagalan pada salah satu host,
seluruh VM yang ada di dalamnya dapat secara langsung dipindahkan menuju
host lain yang masih aktif. Durasi proses failover dan downtime dipengaruhi oleh
faktor jumlah VM yang berpindah secara bersamaan serta oleh priority level dari
masing-masing VM. Semakin banyak VM yang berpindah dalam waktu
bersamaan mengakibatkan angka downtime yang semakin besar. Sedangkan
priority level yang lebih tinggi mengakibatkan downtime yang semakin kecil.
Rata-rata downtime saat perpindahan 1 VM adalah 74,1 detik, perpindahan 2 VM
126,6 detik, sedangkan pada perpindahan 3 VM 187,3 detik. Sedangkan pada uji
coba dengan priority level yang berbeda-beda, rata-rata angka downtime pada
priority level high adalah 150,9 detik, pada level medium 174 detik, sedangkan
pada level low 198,5 detik.
Sebagai saran bagi pengembangan penelitian, agar lebih mengoptimalkan
infrastruktur Hyper-V yang telah dibangun, perlu disediakan metode backup bagi
domain controller server dan juga pemisahan sumber energi primer dan sekunder
bagi kedua server node, sehingga apabila terjadi kegagalan yang diakibatkan oleh
hilangnya pasokan listrik, tidak akan mengakibatkan padamnya server secara
keseluruhan. Selain itu dapat pula ditambahkan implementasi load balancing
untuk pembagian beban pada host secara otomatis.
6. Daftar Pustaka
[1] Miller, Lawrence C., 2012, Server Virtualization for Dummies, Oracle
Special Edition, Hoboken : John Wiley & Sons, Inc.
[2] Rule, D. & Dittner, R., 2007, The Best Damn Server Virtualization Book
Period, Burlington : Syngress.
[3] Anonim, 2007, Understanding Full Virtualization, Paravirtualization, and
Hardware Assist, VMware, Inc.
[4] Tulloch, Mitch., 2010, Understanding Microsoft Virtualization Solutions,
Second Edition, Washington : Microsoft Press.
[5] Carvalho, Leandro, 2012, Hyper-V Cookbook, Birmingham : Packt
Publishing.
16

[6] Tutang, 2013, Instalasi dan Konfigurasi Windows Server 2012 Step By Step .
[7] Anonim, 2009, Overview of High Availability, Oracle, Inc.,
http://oracle.su/docs/11g/server.112/e10804/overview.htm (diakses 17 Juni
2013).
[8] Anonim, 2006, Understanding Downtime, A Vision Solutions Whitepaper ,
Irvine : Visions Solutions, Inc.
[9] Zulkarnain, Bobby I., 2011, Pengantar Virtualization Server dengan Hyper-V
dan Presentation Virtualization.
[10] Goldman, J.E., & Rawles, P.T., 2001, Applied Data Communications, A
Business-Oriented Approach, Hoboken : John Wiley & Sons, Inc.

17