268001306 Jurnal pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian Agus Miyanto 1 REV doc

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian
Produksi Tanaman Cabai Rawit
(Studi Kasus di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri)
Agus Miyanto
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Sosial dan Ekonomi, Universitas Surya
E-mail: agoesmiyanto@gmail.com

Abstrak
Perubahan iklim merupakan fenomena alam yang saat ini menjadi isu penting yang dibicarakan oleh
dunia. Perubahan iklim memberikan dampak dalam berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pertanian.
Pertanian merupakan sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim, karena iklim adalah penentu
utama dari hasil produksi. Hal tersebut terlihat seperti kasus hasil produksi cabai rawit di desa Bulupasar,
Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri pada tahun 2009—2010. Hasil dari penelitian ini adalah dengan adanya
perubahan iklim memberikan dampak penurunan terhadap hasil produksi cabai rawit dari hasil tahun 2009
yang mampu mencapai 1.237 kg mengalami penurunan menjadi 615 kg pada tahun 2010, atau terjadi
penurunan produksi sebesar 50,28%. Namun dengan menurunnya hasil produksi, harga cabai rawit
mengalami peningkatan menjadi Rp54.146,-/kg di tahun 2010 yang sebelumnya 8.427,-/kg pada tahun 2009,
sehingga dengan meningkatnya harga cabai memberikan kenaikan pendapatan para petani cabai di Desa
Bulupasar sebesar Rp26.351.304,-.

Pendahuluan

Perubahan iklim yang dipicu oleh
pemanasan global akibat dari efek gas rumah
kaca merupakan isu lingkungan yang mendapat
perhatian dalam beberapa dekade terakhir.
Perubahan iklim (climate changes) merupakan
salah satu fenomena alam dimana terjadi
perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara
alamiah maupun yang dipercepat akibat
aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak
revolusi industri dimulai hingga sekarang telah
menyebabkan terjadinya peningkatan suhu
udara global.
Selain meningkatkan itu, perubahan
iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti
fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD
(Indian Ocean Dipole), penurunan atau
peningkatan suhu udara secara ekstrim, curah
hujan dan musim bergeser dari pola biasanya
dan tidak menentu serta permukaan air laut
meningkat dan terjadinya rob di beberapa

wilayah. El-Nino adalah kejadian iklim di mana
terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah
hujan akibat naiknya suhu permukaan laut di
wilayah Samudra Pasifik Selatan yang
mendorong mengalirnya massa uap air di
wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya,
La-Nina adalah kejadian iklim di mana terjadi

peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan
hingga memasuki musim kemarau akibat
penurunan suhu permukaan laut di wilayah
Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya
massa uap air di wilayah Indonesia (Nurdin,
2010).
Menurut Trenberth, Houghton dan Filho
(1995)
cit.
Ditjen.
Penataan
Ruang

Dekimpraswil, 2002), iklim selalu berubah
menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu
perubahan iklim akan membentuk pola atau
siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan
maupun siklus beberapa tahunan. Selain
perubahan yang berpola siklus, aktivitas
manusia menyebabkan pola iklim berubah
secara berkelanjutan, baik dalam skala global
maupun skala lokal. Perubahan iklim (anomali)
akan membawa pengaruh pada intensitas
dampak dan sangat tergantung pada tingkat
penyimpangannya (Ariyanto, 2010).
Pertanian adalah sektor yang sangat
rentan terhadap perubahan iklim, karena iklim
adalah penentu utama dari produktivitas
pertanian (Adams, at.al., 1998). Menurut
Subarjo, negara-negara dengan kondisi
geografis yang lebih khusus seperti India dan
Afrika akan mengalami penurunan produksi
pertanian yang lebih tinggi lagi (Muslim,. C,


2013). Di kKebanyakan negara berkembang,
sektor pertanian memberikan mata pencaharian
utama dan pekerjaan bagi sebagian besar
penduduk dan memberikan kontribusi jauh
terhadap PDB nasional. Menurut Komisi untuk
Afrika 2005, Oleh karena itu, penurunan
produksi pertanian yang disebabkan oleh
Perubahan iklim di masa depan serius dapat
melemahkan
ketahanan
pangan
dan
memperburuk mata pencaharian kondisi bagi
penduduk miskin pedesaan (Calzadilla, at.al.,
2010).
Perubahan iklim terjadi di Indonesia dan
berdampak pada wilayah wilayah pertanian dan
kawasan pesisir (Adger, 2001). Sektor pertanian
merupakan salah satu sektor penting yang

mengalami dampak perubahan iklim, terutama
diakibatkan oleh banjir, kekeringan, dan hama
(IPB, 2009), di Indonesia merupakana salah
satu negara yang mengalami dampak perubahan
iklim dalam sektor pertanian. Sektor pertanian
yang mengalami dampak dari perubahan iklim
antara lain seperti tanaman pangan, padi, jagung
kedelai maupun cabai.
Cabai
termasuk
tanaman
yang
mengalami kerusakan akibat perubahan iklim
yang ekstrim. Akibatnya, terjadi penurunan
produksi yang cukup signifikan sehingga
kenaikan harga tidak dapat dihindarkan.
Menurut Herlina, 2010, tanaman cabai
merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomi penting di
Indonesia (Maulidah, at.al., 2012).

Cabai dapat tumbuh baik di dataran
tinggi maupun dataran rendah. Akan tetapi,
tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan,
terutama pada waktu berbunga karena bungabunganya akan mudah gugur (Sunarjono,
2010). Kondisi cuaca yang tidak menentu yang
menyebabkan itensitas hujan lebih tinggi
menyebabkan penurunan produksi cabai pada
khir tahun 2010 hingga awal tahun 2011
mencapai 50% (Anonim, 2010).
Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu,
Kabupaten Kediri, dikenal dengan pertanian
cabainya. Seperti di daerah lain, produksi cabai
pada musim tanam tahun 2010, di lokasi ini
juga mengalami penurunan karena curah hujan
yang meningkat, yakni dari 1.415 mm pada
tahun 2009 menjadi 1.943 mm pada tahun
2010, sehingga jumlah produksinya jauh lebih
rendah daripada musim tanam tahun 2009

(BMKG Karangploso, 2011).

Dengan
penurunan cabai yang dialami oleh petani desa
Bulupasar maka penulis merumuskan beberapa
tujuan yaitu, (1) Mendeskripsikan pengetahuan
dan sikap petani cabai rawit terhada perubahan
iklim di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu,
Kabupaten Kediri; (2) Mengetahui dampak
perubahan iklim terhadap produksi dan harga
cabai rawit pada tahun 2009 dan 2010 di di
Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten
Kediri; dan (3) Menganalisis dampak
perubahan iklim terhadap pendapatan petani
cabai rawit pada tahun 2009 dan tahun 2010 di
Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten
Kediri.
Tinjauan Literatur
a.
Perubahan Iklim
Dalam laporan yang dikeluarkannya
tahun 2001, Intergovernmental Panel on

Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa
temperatur udara global telah meningkat 0,6
derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak
1861. Pemanasan tersebut terutama disebabkan
oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas
rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi
peningkatan temperatur rata-rata global akan
meningkat 1,1 hingga 6,4 °C (2,0 hingga 11,5
°F) antara tahun 1990 dan 2010. Kondisi ini
akan mengakibatkan iklim tetap terus
menghangat selama periode tertentu akibat
emisi yang telah dilepaskan sebelumnya dan
karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer
selama seratus tahun atau lebih sebelum alam
mampu menyerapnya kembali (Stocker, et al.,
2007) .
Menurut (United Nations Framework
Convention on Climate Change, 1992),
perubahan iklim merupakan perubahan yang

disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung yang
mengubah komposisi atmosfer secara global
dan mengakibatkan perubahan variasi iklim
yang dapat diamati dan dibandingkan selama
kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim terjadi di Indonesia dan
berdampak pada wilayah-wilayah pertanian dan
kawasan pesisir (Adger, 2001). Sektor pertanian

merupakan salah satu sektor penting yang
mengalami dampak perubahan iklim, terutama
diakibatkan oleh banjir, kekeringan, dan hama
(IPB, 2009).
b. Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan salah satu
sektor yang menrima dampak dari perubahan
iklim yang salahsatunya dikarenakan oleh
pemanasan global. Dampak dari pemansan
global (Global warming ) akan mempengaruhi

pola presipitasi, evaporasi, water run-off ,
kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat
fluktuatif secara keseluruhan mengancam
keberhasilan produksi pangan.
Kajian terkait dampak perubahan iklim
pada bidang pertanian oleh National Academy
of Science/NAS (2007), Iklim jangka panjang
seperti perubahan dan peristiwa cuaca ekstrim
akan membawa lebih besar fluktuasi hasil
panen dan persediaan makanan dan risiko yang
lebih tinggi dari kerawanan pangan (IPCC
2012). Memahami dampak dan adaptasi
perubahan iklim pada pertanian menurut
wilayah sangat penting untuk kebijakan
perubahan iklim. Perubahan iklim dan
dampaknya terhadap pertanian diharapkan
bervariasi signifikan antar daerah. Menghadapi
perubahan
iklim,
bagaimana

untuk
mengevaluasi dampak perubahan iklim
terhadap pertanian, memahami tanggapan dari
petani untuk iklim berubah, dan merumuskan
strategi nasional yang tepat untuk mengatasi
perubahan iklim yang paling mendesak
menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia
telah dipengaruhi secara nyata oleh adanya
variasi hujan tahunan dan antar tahun yang
disebabkan oleh Australia-Asia Monsoon and
El Nino-Southern Oscilation (ENSO).
Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis
melakukan pengambilan data dengan cara
menggunakan studi pustaka yamg di dapatkan
dari jurnal dan menggunakan penelitian yang
telah dilakukan di Desa Bulupasar, Kecamatan
Pagu, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur,

yang merupakan salah satu sentra penanaman
cabai rawit terbesar di wilayah Jawa Timur.
Selain itu, dari penelitian pendahuluan,
diketahui banyak petani mengalami penurunan
produksi pada tanaman budidaya (cabai rawit)
dan perubahan pendapatan dari musim tanam
tahun 2009 ke musim tanam tahun 2010.
Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Mei
sampai dengan Juli 2011.
Metode Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan
petani cabai rawit yang ditentukan secara
sengaja (purposive). Responden diambil dari
kelompok tani Joyoboyo. Hal tersebut
dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, antara
lain bahwa kelompok tani Joyoboyo merupakan
kelompok tani pertama dan tertua di Desa
Bulupasar. Jumlah petani cabai rawit di Desa
Bajupasar adalah 89. Namun dari sejumlah
petani tersebut, 21 petani tidak menanam cabai
rawit pada tahun 2009 dan 27 petani tidak
menanam cabai pada tahun 2010. Dan sisanya,
yakni 41 petani menanam cabai rawit pada
periode tahun 2009 dan 2010. Inilah yang
diambil sebagai responden dan disebut sebagai
41 petani responden, sehingga sesuai dengan
tujuan penelitian, yakni membandingkan
produksi dan pendapatan petani cabai rawit
tahun 2009 dan 2010.
2. Analisis Data
Metode Analisis Data Terdapat dua macam
metode yang digunakan oleh peneliti
terdahulu yaitu, analisis kualitatif dan
kuantitatif.
a. Analisis Kualitatif (Deskriptif) Analisis
kualitatif
digunakan
untuk
mendeskripsikan data secara sistematik,
akurat, normatif, dan naratif mengenai
fakta, sifat serta hubungan antara
fenomena yang diteliti, yakni dampak
yang ditimbulkan oleh perubahan iklim
di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu,
Kabupaten Kediri. Kegiatan yang terjadi
secara
bersamaan
dalam
proses
pendeskripsian ini antara lain: reduksi

data, penyajiandata, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
b. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif
yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut: a. Analisis Biaya Usaha
tani (Total Cost/ TC) b. Analisis
Penerimaan Total Usahatani (Total
Revenue/ TR) c. Analisis Pendapatan/
Keuntungan Usaha tani (Π) d. Analisis
Uji Beda Rata-rata.

suatu kasus atau persoalan yang tengah
dihadapi. Tidak mengetahui pengertian
perubahan iklim, bukan berarti tidak merasakan
adanya perubahan iklim itu sendiri. Seluruh
responden menyatakan telah merasakan adanya
perubahan iklim beserta dampaknya (Maulidah,
at.al.,2012).

Hasil dan Pembahasan
Pengetahuan Petani tentang Perubahan Iklim
Dari penelitian yang telah dilakukan,
pengetahuan responden mengenai perubahan
iklim dinyatakan dengan “Ya” dan “Tidak”.
Kemudian, responden memaparkan sedikit
pendapatnya tentang perubahan iklim bagi
responden yang menyatakan tahu (ya), seperti
terlihat pada Tabel 1 berikut ini;
Coba tabel di buat ulag
Tabel x. Pengetahuan...............

Dari 41 responden, 35 diantaranya mengetahui
perubahan iklim. Terminologi yang
dikemukakan (menurut pendapat petani itu
sendiri) juga cukup tepat. Rata-rata responden
menyebutkan perubahan iklim adalah berubah
dan bergesernya musim dari kemarau menjadi
banyak hujan. Pengetahuan responden ini
berasal dari pengalaman. Hanya sebagian saja
responden yang mengetahui perubahan iklim
dari televisi. Sedangkan responden yang tidak
mengetahui pengertian perubahan iklim
diketahui sebanyak 6 orang. Hal ini disebabkan
oleh minimnya pengetahuan petani akan hal
baru seperti perubahan iklim. Tingkat
pendidikan yang relatif masih rendah membuat
petani merasa kesulitan untuk menjelaskan

Dari table di atas diketahui bahwa 100%
responden merasakan adanya perubahan iklim
terhadap tanaman cabainya, yang menimbulkan
sikap yang berbeda dari masing-masing petani
dalam menyikapi kejadian perubahan iklim
tersebut.
Sikap Petani Terhadap Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang berdampak
terhadap tanaman cabai rawit menimbulkan
berbagai sikap dan tindakan yang dilakukan
oleh para petani di Indonesia, terutama di
tempat penelitian yang dilakukan oleh peneliti
terdahulu, terlihat seperti pada tabel 3.

Dari data yang diperoleh oleh responden sikap
yang paling banyak oleh para petani terhadap
tanaman cabainya yaitu membiarkan tanamnnya
tanpa melakukan tindakan lainny sebesar 56%,
sedangkan ada 23% responden melakukan
penambahan perlakuan perawatan terhadap
tanamannya, sikap positif ini ditunjukkan
dengan melakukan tindakan nyata berupa

perawatan tanaman cabai rawit lebih intensif
karena berharap akan menjadi lebih baik dari
kondisi yang semula kurang bagus. Perlakuan
tersebut antara lain: penyulaman tanaman,
penambahan frekuensi penyemprotan pupuk
daun, lebih kerap melakukan penyiangan dan
penggulu dan, dan memperbaiki drainase lahan.
Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, petani
mampu mempertahankan kondisi tanaman cabai
rawitnya. Sedangkan terdapat 12,20% yang
memilih untuk melakukan pencabutan terhadap
tanaman cabai rawitnya, Hal tersebut dilakukan
karena responden merasa gagal melakukan
usaha tani cabai rawit pada musim tanam tahun
2010 dengan indikator, pertumbuhan tanaman
di lahan terhambat. Selain itu, mereka juga
berpikir jika menambah perlakuan, justru akan
menambah biaya, namun produksi tetap
menurun.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi
dan Harga Cabai Rawit
Produksi usaha tani cabai rawit
merupakan hasil panen yang diperoleh dalam
satu kali musim tanam cabai rawit dalam luasan
1 ha. Dari hasil penelitian pada panen musim
tanam tahun 2009 ke tahun 2010, menunjukkan
bahwa adanya penurunan produksi cabai rawit.
Penurunan tersebut dapat dilihat dari Tabel 4 di
bawah ini:

pada Tabel 4 di atas, dapat disimpulkan, bahwa
perubahan iklim memberikan pengaruh yang
kuat terhadap jumlah produksi cabai rawit. Hal
tersebut terkait dengan jumlah curah hujan yang
tinggi menyebabkan produksi yang semula
mencapai 1.237 kg pada tahun 2009 turun
menjadi 615 kg di tahun 2010, atau terjadi
penurunan produksi sebesar 49,72%. Namun

hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi
harga cabai rawit yang mengalami peningkatan
harga per kilo gramnya. Tahun 2010, rata-rata
harga cabai rawit justru mengalami peningkatan
menjadi Rp54.146,- /kg atau naik sebesar
642,53%, yang semula hanya Rp8.427,-/kg
pada tahun 2009, dalam hal ini hukum
permintaan ternyata berlaku yaitu jika
persediaan barang terbatas atau turun, maka
harga akan mengalami kenaikan. Jadi
perubahan iklim merupakan salah satu
penyebab berkurangnya pasokan cabai rawit
sehingga harga cabai menjadi meningkat.
Sedangkan penjelasan tentang penurunan
produksi, dapat dijabarkan sebagai berikut;
Analisis Produktifitas
Produktivitas merupakan perbandingan
antara hasil yang dicapai (output) dengan
keseluruhan sumberdaya yang digunakan
(input). Pada Tabel 5 berikut ini disajikan ratarata produktivitas usaha tani cabai rawit. Bahwa
terjadi penurunan produksi cabai rawit di lokasi
penelitian hingga 50,28%, dari 1.237 kg di
tahun 2009 menjadi 615 kg di tahun 2010.

Table 5 dapat menunjukan bahwa perubahan
iklim memengaruhi produktifitas dari tanaman
cabai yaitu menyebabkan turunnya produktifitas
hasil panen cabai rawit di daerah penelitian,
yaitu dari tahun 2009 jumlah produktifitasnya
sebesar 3.512kg/ha, turun menjadi 2.072kg/ha
di tahun 2010.
Perubahan iklim yang ditandai dengan
peningkatan curah hujan membawa dampak
buruk pada tanaman cabai rawit di awal masa
pertumbuhannya. Musim tanam di lokasi
penelitian terjadi pada awal Bulan Juli sampai

dengan September. Pada bulan-bulan yang
sama, terjadi peningkatan curah hujan di lokasi
penelitian. Hal ini yang menjadi alasan utama
terjadinya penurunan produksi karena tanaman
banyak yang layu dan kemudian mati. Hujan
yang terus terjadi hingga Bulan Desember,
mengakibatkan rontoknya bunga tanaman cabai
rawit. Selain memengaruhi kuntitas cabai ,
perubahan iklm juga berpengaruh terhadap
kualitas cabai rawit jika pada tahun 2009
kualitas cabai rawit dikatakan bagus dengan
pertumbuhan yang normal, maka berbeda pada
tahun 2010 yang kualitasnya menurun
meskipun ukuran buahnya lebih besar namun
buahnya rusak . Penurunan kualitas ini ditandai
dengan semakin banyaknya buah yang busuk
dengan ciri tanaman lebih pendek dan daun
keriput.
Dampak
Perubahan
Iklim
terhadap
Pendapatan Petani Cabai Rawit
A. Analisis Biaya Usahatani Cabai Rawit
Biaya total (TC) merupakan hasil
penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan
biaya variabel (TVC) yang telah
dikeluarkan oleh petani cabai rawit dalam
satu kali masa tanam.

Data pada Tabel 6 menginformasikan
kenaikan biaya total pada usaha tani cabai
rawit di lokasi penelitian. Jika pada tahun
2009, biaya total sejumlah Rp 7.281.472,meningkat menjadi Rp 7.596.375,- pada
tahun 2010. Hal tersebut terjadi karena
kenaikan pada biya tetap maupun biaya
variabel pada tanaman cabai rawit.
B. Analisis Penerimaan

Penerimaan (TR) usahatani cabai rawit
diperoleh dari hasil kali antara produksi
cabai rawit dengan harga jualnya.

Dari Tabel 7 menunjukan penerimaan total
responden meningkat dari tahun 2009 ke tahun
2010, yaitu rata-rata penerimaan sejumlah
Rp10.258.305,-, pads tahun 2009 dan pada
tahun 2010 menjadi Rp36.924.512,-. Hal ini
disebabkan oleh kenaikan harga yang cukup
tinggi (mencapai 642,53%), yaitu dari
Rp8.427,-/kg pada tahun 2009 menjadi
Rp54.146,-/kg pada tahun 2010. Kenaikan
harga cabai tersebut dipicu oleh produksi cabai
rawit yang menurun drastis hingga 50,28% dari
tahun sebelumnya. Hal ini juga sama terjsdi di
daerah sekitar penelitian yang juga mengalami
penurunan hasil panen cabai rawit oleh karena
itu kelangkaan terjadi secara bersamaan di
wilayah Kabupaten Kediri dan sekitarnya.
Kelangkaan
ini
yang
pada
akhirnya
menyebabkan kebutuhan lokal tidak terpenuhi
dan kenaikan harga cabai rawit tidak dapat
dihindari.
Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit
Pendapatan/keuntungan usahatani cabai
rawit merupakan selisih dari penerimaan total
(TR) dengan seluruh biaya yang telah
dikorbankan (TC).

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa
pendapatan yang diterima petani meningkat
hingga 10 kali lipat dari tahun sebelumnya, jika
pada tahun sebelumnya (2009) pendapatan
petani cabai rawit di daerah adalah sebesar
Rp2.976.833,- maka pada tahun 2010
mengalami
kenaikan
Rp29.328.137,-.
Peningkatan pendapatan ini disebabkan karena
kenaikan
harga
cabai
rawit
hingga
Rp45.719,-/kg.
Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Petani
Cabai Rawit
Pengujian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antara
pendapatan petani pada tahun 2009 dan tahun
2010, dengan menggunakan taraf signifikansi, α
= 5% atau α = 0,05. Alat analisis yang
digunakan dalam analisis uji beda rata-rata
adalah Uji Wilcoxon. Hasil dari pengujian
dengan uji Wilcoxon dapat disajikan pada Tabel
9.

Berdasarkan uji wilcoxon pada Tabel 9, dapat
diketahui bahwa dari 41 petani responden, 5 di
antaranya mengalami penurunan pendapatan,
dan 36 petani responden mengalami

peningkatan, sedangkan yang tetap tidak ada.
Hasil uji wilcoxon pada Tabel 9 juga diperoleh
nilai signifikasi sebesar α= 0,000. Oleh karena
taraf signifikansi (α) pada perhitungan lebih
kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditetapkan
yaitu 5% atau 005 (0,000 < 0,05), maka dapat
dinyatakan bahwa tolak H0 dan terima H1,
yang berarti terdapat perbedaan signifikan
antara pendapatan petani cabai rawit pada tahun
2009 dengan tahun 2010 di lokasi penelitian.
Sehingga dapat di simpulkan, bahwa pada tahun
2010 pendapatan petani cabai rawit di Desa
Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri
mengalami peningkatan.
Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan yang telah dilakukn dapat
disimpulkan bahwa;
1. Petani cabai rawit di Desa Pugupasar
sebagian besar mengerti tentang arti
perubahan iklim dan para petani semua
merasakan dampak adanya perubahan
iklim terhadap produktifitas tanaman
cabai rawit. Sikap yang dilakukan oleh
para petani pling banyak dengan adanya
perubahan iklim terhadap tanaman cabai
rawit
yaitu
yaitu
membiarkan
tanamnnya tanpa melakukan tindakan
lainnya sebesar 56%, sedangkan ada
23% responden melakukan penambahan
perlakuan
perawatan
terhadap
tanamannya, dan sisanya mencabut
tanaman yang belum berbunga. Dari
ketiga sikap yang dilakukan oleh para
petani, yang paling untung adalah yang
tetap melakukn perawatan terhadap
tanamannya, karena para petani tersebut
dapat menghasilan yang besar.
2. Perubahan iklim memberikan pengaruh
yang kuat terhadap jumlah produksi
cabai rawit. Hal tersebut terkait dengan
jumlah curah hujan yang tinggi
menyebabkan produksi cabai rawit
mengalami penurunan produksi dari
tahun 2009 mencapai 1.237 kg ke tahun
turun menjadi 615 kg, atau terjadi

penurunan produksi sebesar 49,72%.
Sedangkan penurunan jumlah produksi
cabai rawit menyebabkan naiknya harga
cabai rawit, yang semula hanya Rp
8.427,-/kg pada tahun 2009, harga naik
menjadi Rp 54.146,-/kg atau naik
sebesar 642,53%.
3. Perubahan
iklim
menyebabkan
meningkatnya pendapatan petani cabai
rawit di Desa Bulupasar pada tahun
2010 yaitu dengan rata-rata pendapatan
sebesar Rp29.328.137,-, di tahun
sebelumnya pendapatan rata-rata hanya
mencapai
Rp2.976.833,-.
Dan
berdasarkan uji Wilcoxon terdapat
perbedaan signifikan antara pendapatan
petani cabai rawit pada tahun 2009
dengan tahun 2010 di lokasi penelitian.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
pada tahun 2010 pendapatan petani
cabai rawit di Desa Bulupasar,
Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri
mengalami peningkatan.
Saran bagi para petani cabai rawit dengan
adanya perubahan iklim antara lain;
1. Para petani lebih bijak lagi dalm
menghadapi perubahan iklim yang
terjadi
pada
tanaman,
sehingga
meskipun terjadi perubahn iklim para
petani dapat mengambil keputusan yng
tepat dan lebih menguntungkan, sebgai
contoh ketika terdapat perubahan iklim
petani tetap harus merawat tanamannya
dengan baik agar tetap mendapatkan
hasil yang maksimal.
2. Petani harus lebih selektif dan harus bias
mengatur perhitungan administrasi
dalam melakukan usaha tani, contoh,
petani harus menghitung biaya yang
digunakan dalam usaha tani dan
mencatat penghasilan yang ada sehingga
dapat dipergunakan untuk pertimbangan
usaha selanjutnya yang lebih baik lagi.
3. Bagi pihak pemerintah sebaiknya imut
serta membantu dalam menghadapi

permasalahan perubahan iklim terhadap
sektor pertanian dengan ikut serta
memberikan solusi dan cara mitigasi
maupun adaptasi terhadap para petani.
Daftar Pustaka
Adams, R. M., B. H., Lenhart, S., & Leary, N.
(1988). Effects of global climate change
on agriculture: an interpretative review.
Clim Res Vol. 11: 19–30, 1998, 19-30.
Adger, W.N., 2001. Scales of governance and
environmental justice for adaptation and
mitigation of climate change. Journal of
International Development, 13, 7, 921931.
Ariyanto, S. E. (2010). Kajian Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Produktifitas
Kacang Hijau ( Phaseolus radiatus L.) di
Lahan Kering. Dampak Perubahan
Iklim , 1-10.
Calzadilla, A., Katrin Rehdanz a, c., d, R. B., d,
P. F., Wiltshire, A., & And Richard S.J.
Tol e, f. (2010). Climate Change
Impacts on Global Agriculture. Working
Paper FNU-185.
IPB, B., Kementrian Pertanian, dan Pemerintah
Kabupaten
Indramayu,
2009.
Penggunaan Informasi Iklim dalam
Manajemen Risiko Iklim.
IPPC. (2001). Climate Change 2001: The
Scientifik Basic. Cambridge: Cambridge
University Press.
Maulidah, S., Santoso, H., Subagyo, H., &
Rifqiyyah,
F.
(2012).
Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan
Pendapatan Usaha Cabai Rawit. SEPA :
Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182,
51-182.
Muslim, C. (2013). Mitigasi Perubahan Iklim
Dalam Mempertahankan Produktifitas
Tanah Padi Sawah (Studi Kasus di
Kabupaten
Indramayu).
Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan Vol.13 (3)
211-222 , 211-222.
Nations, U. (1992). United Nations Framework
Convantion. New York.

Nurdin. (2010.). Antisipasi Perubahan Iklim
Untuk
Keberlanjutan
Ketahanan
Pangan. 1-10.
Silvana Maulidah, at.al.,. (2012). Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan
Pendapatan Usaha Tani Cabai Rawit.
SEPA: Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 –
182 , 139.
Stocker, Thomas F.; et al. 7.5.2 Sea Ice .
Climate Change 2001: The Scientific
Basis. Contribution of Working Group I
to the Third Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate
Change . Intergovernmental Panel on
Climate Change. Diakses pada 11
Februari 2007.