18548 22596 1 PB

MATHEdunesa

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No. 5 Tahun 2016

ISSN : 2301-9085

PROFIL PENALARAN MATEMATIKA SISWA SMP DITINJAU DARI GAYA BELAJAR KOLB
Khairunnisa Nur Hamidah
Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : khairunnisahamidah@mhs.unesa.ac.id
Abdul Haris Rosyidi
Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : abdulharis@unesa.ac.id
Abstrak
Penalaran merupakan salah satu tujuan pendidikan matematika. Penalaran yang berhubungan dengan
konsep atau informasi matematika disebut penalaran matematika. Penalaran matematika penting karena materi
matematika dipahami melaluinya. Penalaran berkaitan erat dengan gaya belajar karena sama-sama berkaitan
dengan pengolahan informasi. Gaya belajar Kolb adalah gaya belajar yang menekankan pada kajian mengenai
pengolahan informasi. Jenis gaya belajar tersebut adalah konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan profil penalaran matematika siswa SMP ditinjau dari gaya
belajar Kolb. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metode angket dan
wawancara berbasis tugas. Subjek penelitian ini terdiri dari empat siswa yang masing-masing bergaya belajar
berbeda, berjenis kelamin sama, dan mempunyai kemampuan matematika setara. Penalaran matematika siswa

dianalisis berdasarkan indikator penalaran matematika yaitu menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi matematika, menyusun konjektur, membuat generalisasi/kesimpulan, dan memeriksa
keshahihan suatu argumen/pernyataan.
Berdasarkan hasil penelitian, subjek konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen menunjukkan
perbedaan dalam proses bernalar. Subjek konvergen dan asimilasi menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi matematika melalui pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi yang dikumpulkan
secara tertulis dan dianalisis menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Bedanya, subjek konvergen menulis
informasi yang dikumpulkan tanpa disertasi keterangan, sedangkan subjek asimilasi menuliskan secara tertulis
teratur. Subjek konvergen dan asimilasi sama-sama menggunakan pola dan hubungan untuk menyusun
konjektur dan generalisasi. Konjektur yang dibuat oleh subjek konvergen dan asimilasi juga sama-sama
dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki, namun subjek asimilasi lebih sistematis dalam menunjukkan
proses terbentuknya konjektur. Subjek konvergen dan asimilasi membuat generalisasi dalam bentuk penjelasan
verbal berupa kata-kata atau teks, namun subjek asimilasi juga mampu membuat generalisasi dalam bentuk
simbol (persamaan) disertai penjelasan lengkap. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan,
subjek konvergen dan asimilasi menggunakan counter example dari pernyataan tersebut. Subjek akomodasi
dan divergen menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika melalui pembentukan
suatu aturan berdasarkan informasi yang nampak (kongkrit), namun subjek divergen mempertimbangkan cara
pembentukan aturan sebelumnya untuk mencari aturan yang baru. Subjek akomodasi menggunakan pola dan
hubungan untuk menyusun konjektur dan generalisasi, sedangkan subjek divergen menggunakannya hanya
untuk menyusun generalisasi saja. Subjek akomodasi menyusun konjektur berdasarkan pola dan hubungan dari

informasi yang nampak, sedangkan subjek divergen hanya berdasarkan informasi yang nampak. Subjek
akomodasi dan divergen membuat generalisasi terbatas pada penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks.
Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek akomodasi menggunakan counter example,
sedangkan subjek divergen menggunakan contoh pendukung dari pernyataan tersebut tanpa memerhatikan
kasus-kasus yang lain.
Kata Kunci: Penalaran Matematika, Gaya Belajar Kolb
Abstract
Reasoning is one of the aims of mathematics education. Reasoning has closely related to learning styles
because it is equally related to information processing. Kolb learning style is a style of learning that
emphasizes the study of the processing of information. Types of learning styles are convergent, assimilation,
accommodation, and divergent.
This research aims to describe the profile of junior high school students in mathematical reasoning
based on Kolb’s learning styles. This is a qualitative descriptive research that is using questionnaires and
interviews based tasks. Subjects of this study is four students who has different learning style, the same gender,
and has a similar mathematical abilities. Mathematical reasoning students analyzed based on mathematical
reasoning indicators that use patterns and relationships to analyze mathematical situations, prepare
conjecture, making generalizations / conclusions, and examine validity an argument.

Volume 3 No 5 Tahun


2016

Based on the results of the research, subjects convergent, assimilation, accommodation, and divergent
show the differences in the process of reasoning. Subject convergent and assimilation use patterns and
relationships to analyze the situation of mathematics through the establishment of a rule based on written
information gathered and analyzed using the knowledge he had. The difference is, the subject convergent write
the information collected without explanation, while the subject assimilation write regularly. Subject
convergent and assimilation both use patterns and relationships to develop a conjecture and generalization. A
conjecture made by the subject convergent and assimilation were similarly associated with the concept of the
knowledge possessed, but the subject assimilation more systematic in showing the process of making
conjecture. Subject convergent and assimilation make generalizations in the form of a verbal explanation of
the form of words or text, but the subject assimilation are also able to make generalizations in the form of a
symbol (equation) with a full explanation. In examining validity an argument, subject convergent and
assimilation shows an counter example of the argument. Subject accommodation and divergent use patterns
and relationships to analyze the situation of mathematics through the establishment of a rule based on the
concrete information, but the subject diverges consider how the formation of the previous rule to look for the
new rule. Subject accommodation use patterns and relationships to develop a conjecture and generalization,
while the diverging subject only to draw any generalizations. Subject accommodation make conjecture based
on patterns and relationships of concrete information, while the divergent subjects based only on concrete
information. Subject accommodation and diverges make generalizations in the form of a verbal explanation of

the form of words or text. In examining validity an argument, the subject accommodation showing an counter
example, while the subject divergent shows an example of the support that argument without regard the other
cases.
Keywords: Mathematical Reasoning, Kolb Learning Styles

211

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
PENDAHULUAN
Manusia seringkali dihadapkan dengan masalah
atau situasi yang menuntut dirinya untuk mengambil
keputusan dalam kehidupan. Tidak sedikit orang yang
terjebak dalam keputusan yang salah karena tidak
mempertimbangkan konsekuensi apa yang akan diterima
setelah keputusan itu diambil. Sebelum menentukan
sebuah keputusan terbaik, ada kalanya perlu dilakukan
hal seperti mengumpulkan fakta-fakta, memikirkan
alasan dibalik diambilnya sebuah keputusan, dan

kemungkinan/konsekuensi apa yang akan terjadi
setelahnya. Berpikir seperti ini disebut penalaran. Keraf
(dalam Shadiq, 2004) mendefinisikan penalaran sebagai
proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yang
diketahui untuk membentuk suatu kesimpulan/keputusan.
Penalaran dibutuhkan dalam kehidupan seharihari, karena dengan keterampilan ini seseorang mampu
menyelesaikan masalah dengan baik. Vince (2011)
menyatakan bahwa penalaran membantu manusia untuk
bertahan
hidup
dan
bergerak
maju
dengan
kemampuannya dalam menentukan alasan, tindakan,
kesimpulan, atau keputusan yang tepat.
Matematika dan pembelajarannya memiliki peran
yang baik dalam mengembangkan tata nalar siswa.
Menurut Soedjadi (2000:45), terdapat dua tujuan yang
seharusnya diperhatikan dalam pendidikan matematika,

yaitu:
1. Tujuan bersifat formal yang menekankan pada
penataan nalar serta pembentukan kepribadian
2. Tujuan bersifat material yang menekankan pada
penerapan matematika dan keterampilan matematia.
Sejalan dengan hal itu, National Council of
Teacher of Mathematic (NCTM, 2000) juga menetapkan
penalaran sebagai salah satu dari lima keterampilan
proses yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran
matematika. Dari dua pendapat di atas dapat dilihat
bahwa penalaran merupakan salah satu kemampuan yang
harus ada dalam tujuan pembelajaran matematika. Pada
pendidikan matematika di Indonesia sendiri, penalaran
juga menjadi salah satu tujuan pendidikan matematika
SMP pada tiga kurikulum terakhir, yaitu Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), dan Kurikulum 2013 (K-13).
Siswa pada rentang usia SMP dianggap sudah
mampu untuk bernalar. Menurut Nur (2001), rentang usia
siswa SMP merupakan periode awal siswa mampu

bernalar, memeriksa hasil proses penyelesaian suatu
masalah dan hasil penarikan kesimpulan-kesimpulan,
serta mencari penyelesaian dari sudut pandang lain,
dimana kemampuan itu yang dibutuhkan untuk
melakukan proses penalaran. Pada rentang usia ini pula,
menurut teori Piaget, siswa sudah berada pada tahap
operasional formal sehingga mereka sudah mampu untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Penalaran dalam matematika disebut dengan
penalaran matematika atau mathematical reasoning.
Brodie (2010:7) menyatakan, “Mathematical reasoning
is reasoning about and with the object of mathematics”.

Pernyataan tersebut berarti bahwa penalaran matematika
adalah penalaran mengenai objek matematika.
Selanjutnya, Russel (dalam English, 2004) juga
menyebutkan
penalaran
matematika

memuat
perkembangan,
pembenaran,
dan
penggunaan
generalisasi matematika dalam bidang matematika. Hal
tersebut
berarti
penalaran
matematika
selalu
menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan aturanaturan matematika.
Shadiq (2004) menyebutkan materi matematika
dan penalaran matematika adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan matematika
dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui materi matematika. Hal ini sejalan
dengan Russel (NCTM, 1999) yang menyebutkan
penalaran merupakan pusat belajar matematika.
Menurutnya, matematika adalah ilmu yang berkaitan

dengan objek abstrak dan penalaran digunakan sebagai
alat untuk memahaminya.
Salah satu materi yang ada pada pembelajaran
matematika adalah materi aljabar. Aljabar merupakan
cabang matematika yang berhubungan dengan lambang
struktur matematika (Kieren, 1992). Penalaran yang
digunakan dalam aljabar memungkinkan siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan menemukan pola
kemudian membuat generalisasi. Hal tersebut diperkuat
dengan pernyataan Van de Walle (2003:258) yang
mengungkapkan “Algebra is a useful tool for
generalizing arithmetic and representing patterns and
regularities in our world” (aljabar adalah alat yang
berguna untuk generalisasi aritmatika dan mewakili pola
dan keteraturan di dunia kita). Berdasarkan hal tersebut,
dalam penelitian ini penalaran matematika digunakan
pada permasalahan yang berhubungan dengan materi
aljabar.
Penalaran merupakan proses berpikir yang
berhubungan erat dengan pengolahan informasi, hal itu

terkait dengan gaya belajar yang didefinisikan DePorter
dan Hernacki (2003) sebagai kombinasi dari cara
seseorang menyerap, mengatur, serta mengolah
informasi. Sehingga, cara seseorang mengatur dan
mengolah informasi tersebut menjadi komponen penting
dalam bernalar.
Gaya belajar yang digunakan pada penelitian ini
adalah gaya belajar yang dikembangkan oleh David Kolb
atau yang biasa dikenal dengan gaya belajar Kolb (Kolb’s
Learning Style). Alasan peneliti memilih gaya belajar ini
adalah karena gaya belajar Kolb merupakan gaya belajar
yang menekankan pada kajian mengenai pengolahan
informasi. Terdapat 4 tipe gaya belajar yang
dikemukakan oleh Kolb yaitu gaya belajar Kolb tipe
konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen.
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian
ini yaitu bagaimana profil penalaran matematika siswa
SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb tipe konvergen,
asimilasi, akomodasi, dan divergen?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan profil penalaran matematika siswa
SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb tipe konvergen,
212

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
asimilasi, akomodasi, dan divergen. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi bagi guru
maupun peneliti lain yang akan dijadikan bahan
rujukan atau perbandingan terhadap penelitian
sejenis.

tertentu dan berpikir analisis diartikan sebagai suatu
kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa penalaran adalah rangkaian aktivitas mental yang
menghubungkan beberapa konsep atau informasi
sebelumnya untuk membentuk suatu kesimpulan baru
yang logis dan terbukti kebenarannya.

Penalaran
Penalaran merupakan salah satu aktivitas mental
dari kegiatan berpikir. Copi (1978) mengungkapkan
penalaran merupakan jenis khusus dari aktivitas berpikir
yang digunakan untuk membentuk suatu kesimpulan atau
suatu pernyataan baru yang ditarik dari beberapa
pernyataan yang diketahui yang disebut premis. Selain
itu, Keraf (dalam Shadiq, 2004) juga menjelaskan bahwa
penalaran merupakan proses berpikir yang didasarkan
pada beberapa pernyataan yang telah dibuktikan
kebenarannya untuk membentuk suatu kesimpulan atau
pernyataan baru yang benar.
Arti berpikir menurut Soemanto (2006) adalah
peletakkan hubungan antar bagian pengetahuan seperti
konsep, informasi, gagasan, dan pengetahuan yang telah
dimiliki atau diperoleh manusia untuk membentuk suatu
pengertian, pendapat, atau keputusan. Selain itu, berpikir
juga diartikan oleh Solso (2007) sebagai proses yang
menghasilkan representasi mental baru melalui
transformasi informasi yang melibatkan interaksi
kompleks antara berbagai proses mental, seperti
penilaian, abstraksi, penalaran, representasi, pemecahan
masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas, dan
kecerdasan. Arti proses menurut KBBI adalah runtutan
peristiwa atau rangkaian tindakan yang menghasilkan
suatu produk. Berdasarkan penjelasan tersebut proses
berpikir adalah rangkaian aktivitas mental dalam
penjalinan hubungan antar pengetahuan yang telah
dimiliki atau diperoleh manusia, dimana penalaran
sendiri merupakan salah satu aktivitas mental dalam
kegiatan berpikir tersebut.
Tidak semua berpikir dapat dikatakan sebagai
bernalar. Hal ini dikarenakan penalaran merupakan
kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu
yang digunakan untuk menemukan kebenaran.
Karakteristik tersebut adalah pola berpikir yang logis dan
proses berpikir yang analitis. Narbuko dan Achmadi
(2009:18) menyatakan penalaran sebagai suatu kegiatan
berpikir selaras yang memiliki ciri-ciri:
1. Adanya proses berpikir logis, selaras, sehingga
menghasilkan kesimpulan yang tepat dan valid.
2. Adanya proses kegiatan berpikir secara analisis,
hingga menimbulkan kesimpulan yang tepat dan
valid.
Penjelasan mengenai ciri-ciri penalaran tersebut
sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2010) yang
menyatakan bahwa penalaran merupakan suatu proses
berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa
pengetahuan dan mempunyai karakteristik tertentu dalam
menemukan kebenaran. Lebih lanjut, Suriasumantri
menenerangkan penalaran merupakan proses berpikir
yang logis dan analisis, dimana berpikir logis diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau logika

Penalaran Matematika
Belajar matematika tidak hanya melatih siswa
untuk mahir dalam berhitung, tetapi yang lebih penting
adalah melatih siswa untuk berpikir, salah satunya
berpikir nalar. Dalam belajar matematika, seseorang perlu
menggunakan nalarnya untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Penalaran dalam matematika biasa disebut
dengat penalaran matematika atau mathematical
reasoning. Brodie (2010:7) menyatakan, “Mathematical
reasoning is reasoning about and with the object of
mathematics” yang berarti bahwa penalaran matematika
adalah penalaran mengenai objek matematika.
Selanjutnya, Russel (dalam English, 2004) juga
menyebutkan
penalaran
matematika
memuat
perkembangan,
pembenaran,
dan
penggunaan
generalisasi matematika dalam bidang matematika. Hal
tersebut
berarti
penalaran
matematika
selalu
menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan aturanaturan matematika.
Pernyataan mengenai penalaran matematika juga
disebutkan Sternberg (dalam English, 2004:13), “The
traditional view of mathematical reasoning as superior
computational and analytical skill has been revised to
accomodate processes that are important in today’s era.
These include gathering evidence, analyzing data,
making conjectures, constructing argument, drawing and
validating logical conclusion”. Pernyataan tersebut
berarti bahwa penalaran matematika tidak lagi dipandang
sebagai keterampilan berhitung dan analisis saja,
melainkan juga meliputi keterampilan mengumpulkan
bukti, menganalisis data, membuat dugaan, membangun
argumen, membuat dan memvalidasi kesimpulan logis.
Permendikbud no. 58 th. 2014 menyebutkan,
apabila seorang siswa telah mampu menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika, maka tujuan pembelajaran matematika
terkait dengan penalaran matematika telah terpenuhi.
Berdasarkan hal tersebut, Permendikbud no. 58 th. 2014
juga menyebutkan indikator siswa telah memenuhi
penilaian aspek penalaran dan bukti adalah apabila siswa
mampu melakukan (1) identifikasi contoh dan bukan
contoh, (2) menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan
(conjecture), (3) menjelaskan hubungan, (4) membuat
generalisasi, (5) menggunakan contoh kontra, (6)
membuat
kesimpulan,
(7)
merencanakan
dan
mengkonstruksi argumen-argumen matematika, dan (8)
menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan
berbagai cara.

213

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
Sumarmo (2010) memberikan indikator penalaran
dalam matematika sebagai berikut, (1) menarik
kesimpulan yang logis, (2) menggunakan penjelasan
dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan
hubungan, (3) memperkirakan jawaban dan proses solusi,
(4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis
situasi matematik, (5) menarik analogi dan generalisasi,
(6) menyusun dan menguji konjektur, (7) memberikan
lawan contoh (counter example), (8) mengikuti aturan
inferensi, (9) memeriksa validitas argumen, (10)
menyusun argumen valid, dan (11) menyusun
pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan
induksi matematika.
Secara garis besar, indikator penalaran matematika
yang telah dipaparkan memiliki beberapa kesamaan,
sehingga dalam penelitian ini indikator penalaran yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi matematika
Indikator menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi matematika dapat
muncul saat siswa diberi sebuah situasi matematika
yang berupa masalah untuk dicari penyelesaiannya.
Dengan menggunakan pola dan hubungan yang
mereka temukan pada permasalahan yang diberikan,
siswa dapat menganalisis soal sehingga ditemukan
apa yang sebenarnya dicari dalam permasalahan
tersebut berdasarkan informasi yang tersedia.
2. Menyusun konjektur
Konjektur atau dugaan yang dibuat oleh siswa
dilakukan setelah siswa mengumpulkan data. Data
yang dimaksud dalam hal ini adalah pola dan
hubungan yang telah ditemukan sebelumnya.
Konjektur tersebut berupa perkiraan jawaban atau
solusi atas permasalahan yang disebutkan. Sehingga
munculnya indikator menyusun konjektur ini, dapat
dapat dilihat dari kemampuan siswa menyusun
konjektur dari hubungan yang digunakannya pada
indikator 1.
3. Membuat generalisasi/kesimpulan
Siswa
melakukan
generalisasi
dengan
membuat sebuah pernyataan umum (baik itu suatu
penggambaran atau suatu aturan) yang mengikuti
pola dan hubungan yang ditemukan sebelumnya.
Kemudian pernyataan tersebut diberlakukan lebih
lanjut atau pada situasi lain.
4. Memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan
Indikator 4 dapat ditunjukkan saat siswa
memeriksa kebenaran sebuah pernyataan dengan
memberikan argumen yang tepat. Argumen siswa
dalam menunjukkan kebenaran pernyataan tersebut
didasarkan pada aturan matematika atau sifat untuk
menunjukkan kebenaran atau kesalahan pernyataan
berdasarkan hal-hal yang diketahui sebelumnya.
Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai
penalaran matematika beserta indikatornya tersebut,
maka penalaran matematika dalam penelitian ini adalah
rangkaian aktivitas mental yang menghubungkan
beberapa konsep atau informasi matematika sebelumnya

untuk membentuk suatu kesimpulan atau keputusan baru
yang logis dan dapat dibuktikan kebenarannya dengan
memenuhi indikator menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi matematika, menyusun
konjektur, membuat generalisasi/kesimpulan, dan
memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan.
Gaya Belajar
Siswa terdiri dari beberapa individu yang
memiliki karakteristik berbeda, baik perbedaan dalam
berpikir, berperasaan, dan bertindak dalam suatu kelas.
Perbedaan
karakteristik
siswa
dalam
belajar
mempengaruhi cara pengolahan informasi tiap siswa.
Menurut Dunn (dalam DePorter, 2003) “Learning style is
the way person processes, internalizes,and studies new,
and challenging material” (gaya belajar merupakan cara
seseorang dalam memproses, memahami, dan
mempelajari informasi baru yang menantang).
Pernyataan tersebut sejalan dengan DePorter dan
Hernacki (2003) yang menyatakan bahwa gaya belajar
merupakan kombinasi dari cara seseorang menyerap,
mengatur, serta mengolah informasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, gaya belajar dalam
penelitian ini adalah cara yang dimiliki oleh seseorang
untuk memperoleh dan mengolah sebuah informasi atau
pengetahuan agar tersimpan dengan baik. Gaya belajar
yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya belajar
Kolb (Kolb’s Learning Style). Alasan peneliti memilih
gaya belajar Kolb adalah karena gaya belajar ini
menekankan pada kajiannya mengenai pengolahan
informasi.
Gaya Belajar Kolb
Kolb dan Kolb (2005) mengklasifikasikan gaya belajar ke
dalam 4 kuadran kecenderungan seseorang dalam belajar
yang digambarkan pada sebuah lingkaran belajar yaitu:

Gambar 1 Lingkaran Belajar dan Gaya Belajar
(Kolb, 1984:141)
1. Concrete Experience (CE) - Kuadran pengalaman
kongkret adalah bagian dari lingkaran belajar
dimana seseorang belajar melalui perasaan (feeling),
lebih menekankan pada pengalaman kongkret yang
pernah dialami, lebih mementingkan relasi dengan
sesama dan kepekaaan terhadap perasaan orang lain.

214

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
2. Reflective Observation (RO) - Kuadran
observasi
reflektif adalah bagian dari lingkaran belajar dimana
seseorang belajar melalui pengamatan (watching),
penekanannya mengamati sebelum menilai,
menyimak suatu perkara atau kejadian dari berbagai
pandangan sehingga akan menghasilkan suatu opini
atau pendapat, melihat persoalan dari berbagai sudut
pandang, dan mencari makna dari banyak hal.
3. Abstract Conceptualization (AC) - Kuadran
konseptualisasi abstrak adalah bagian dari lingkaran
belajar dimana seseorang belajar melalui pemikiran
(thinking), mengutamakan analisis secara logis, lalu
suatu permasalahan akan direncanakan secara
sistematis dan dipahami secara intelektual.
4. Active Experiment (AE) - Kuadran eksperimen aktif
adalah bagian dari lingkaran belajar dimana
seseorang belajar dengan menggunakan tindakan
(doing) untuk menyelesaikan sesuatu, cenderung
kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas,
berani dalam mengambil resiko, dan mampu
mempengaruhi orang lain melalui tindakan yang dia
perbuat.
Kolb (1984) mengemukakan bahwa dalam proses
belajar setiap siswa tidak hanya memiliki satu
kecenderungan dari empat kuadran tersebut. Biasanya
terdapat kombinasi dari dua kuadran yang membentuk
suatu kecenderungan. Kecenderungan tersebut disebut
gaya belajar. Gaya belajar tersebut adalah gaya belajar
Divergen (CE/RO), Asimilasi (AC/RO), Konvergen
(AC/AE), dan Akomodasi (CE/AE). Gaya belajar Kolb
dalam konteks matematika disampaikan oleh Knisley
(2002) dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Divergen adalah gaya belajar dimana siswa belajar
melalui Reflective Observation (RO) dan Concrete
Experience (CE). Siswa memiliki kemampuan
berimajinasi dan kreatif dalam menghubungkan
suatu informasi dengan informasi yang lain.
2. Asimilasi adalah gaya belajar dimana siswa belajar
melalui Abstract Conseptualization (AC) dan
Reflective Observation (RO). Siswa menganalisis
sesuatu yang abstrak, menyelesaikan masalah secara
logis, tahap demi tahap dengan memulai dari
asumsi,
dan
menyimpulkan
pada
akhir
penyelesaian.
3. Konvergen adalah gaya belajar dimana siswa
melihat konsep sebagai alat untuk membangun ide
dan pendekatan baru. Siswa belajar melalui
Abstract Conseptualization (AC) dan Active
Experimentation (AE). Siswa menggunakan teori
dalam membuat keputusan dan menyelesaikan
masalah dengan mengembangkan strategi dan
pendekatan individu.
4. Akomodasi adalah gaya belajar dimana siswa
belajar melalui Active Experimentation (AE) dan
Concrete Experience (CE). Siswa belajar dengan
terlibat langsung dalam situasi kongkrit dan lebih
pada intuisi daripada logika. Siswa menyelesaikan
masalah
dengan
pertimbangan
“kira-kira”,

contohnya mereka membandingkan
masalah yang telah mereka kerjakan.

masalah-

Hubungan antara Gaya Belajar dan Penalaran
Suriasumantri (2010:42) menyatakan bahwa
penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik simpulan yang berupa pengetahuan. Dimana
berpikir diartikan oleh Soemanto (2006) sebagai
peletakkan hubungan antar bagian pengetahuan seperti
konsep, informasi, gagasan, dan pengetahuan yang telah
dimiliki atau diperoleh manusia untuk membentuk suatu
pengertian, pendapat, atau keputusan. Karena penalaran
merupakan proses berpikir yang berhubungan dengan
pengolahan informasi, maka hal itu terkait dengan gaya
belajar. DePorter dan Hernacki (2003) menyatakan
bahwa gaya belajar merupakan kombinasi dari cara
seseorang menyerap, mengatur, serta mengolah
informasi. Sehingga, cara seseorang mengatur dan
mengolah informasi tersebut menjadi komponen penting
dalam bernalar.
Berdasarkan hal tersebut, dapat terlihat bahwa
terdapat hubungan antara gaya belajar dengan penalaran,
karena bernalar merupakan suatu proses berpikir yang
didalamnya terdapat pemrosesan informasi dan
pemrosesan informasi tersebut berbeda-beda tergantung
gaya belajar yang dimiliki individu. Hal ini diperkuat
oleh berbagai sumber yang membahas penalaran yang
ditinjau dari perbedaan gaya belajar siswa. Hasil
penelitian terdahulu yaitu oleh Laksana (2015) yang
berjudul Profil Kemampuan Penalaran Matematika
Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Matematika dan Tipe
Kepribadian menunjukkan bahwa perbedaan gaya belajar
berpengaruh dalam penalaran. Berdasarkan penelitian
tersebut, peneliti menduga bahwa terdapat hubungan
antara gaya belajar dengan penalaran matematika siswa.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif untuk mendeskripsikan profil penalaran
matematika siswa SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb
tipe konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-G SMP
Negeri 26 Surabaya pada tanggal 18 dan 20 Mei 2016.
Subjek penelitian terdiri dari empat siswa yang masingmasing mewakili 4 gaya belajar (konvergen, asimilasi,
akomodasi, dan divergen) dengan jenis kelamin sama dan
kemampuan matematika setara yang ditunjukkan dengan
nilai UTS matematika yang tidak jauh berbeda, yaitu
dengan selisih nilai antar subjek ≤ 5.
Instrumen utama pada penelitian ini yaitu peneliti,
dengan instrumen pendukung angket gaya belajar, tugas
penalaran matematika, dan pedoman wawancara. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan
pemberian angket gaya belajar dan wawancara berbasis
tugas. Tugas Penalaran Matematika (TPM) dikerjakan
dengan durasi waktu selama 45 menit dan wawancara
dilakukan setelah siswa mengerjakan TPM. Wawancara
dilakukan secara bergantian.
Teknik analisis data yang dilakukan untuk TPM
berdasarkan indikator yang digunakan peneliti yaitu (1)
215

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis
situasi matematika, (2) menyusun konjektur, (3) membuat
generalisasi/kesimpulan, dan (4) memeriksa keshahihan
suatu argumen/pernyataan.

ditemukan pola dan hubungan yang kemudian dianalisis
menggunakan pengetahuan yang dimiliki, sehingga
terbentuk suatu aturan yang ditulis pada lembar jawaban
tetapi tidak disertai keterangan detail. Aturan pola dan
hubungan yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut dijelaskan secara lisan oleh subjek
konvergen.
Subjek konvergen juga menggunakan pola dan
hubungan yang diperoleh untuk menyusun konjektur dan
membuat generalisasi atas permasalahan yang diberikan.
Pola dan hubungan yang digunakan tersebut dikaitkan
dengan pengetahuan yang dimiliki terkait dengan
bilangan kuadrat dan perkalian. Subjek konvergen
menuliskan konjektur yang dibuat tanpa disertai
keterangan yang jelas, namun diperjelas melalui lisan.
Generalisasi yang dibuat subjek konvergen merupakan
suatu pernyataan umum mengenai sebuah aturan, yang
selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk menjawab
permasalahan lainnya. Subjek konvergen tidak dapat
menyatakan generalisasi tersebut menggunakan simbol
atau rumus persamaan. Generalisasi yang dibuat oleh
subjek konvergen hanya terbatas pada penjelasan verbal
berupa kata-kata atau teks.
Dalam
memeriksa
keshahihan
suatu
argumen/pernyataan,
subjek
konvergen
dapat
menunjukkan contoh kontra (counter example) dari
pernyataan yang akan dibuktikan kebenarannya. Subjek
konvergen mendasarkan buktinya pada aturan yang telah
ia temukan sebelumnya dari pola dan hubungan yang
tertera pada informasi soal dan pengetahuan yang
dimiliki.
Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan
gaya belajar konvergen telah disampaikan pada bab II.
Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek konvergen
melihat konsep sebagai alat untuk membangun ide dan
pendekatan baru. Sejalan dengan teori tersebut, terlihat
pada kutipan wawancara berikut bahwa beberapa kali
subjek konvergen mengaitkan langkah penyelesaiannya
dengan konsep yang telah ia miliki terkait perkalian dan
bilangan kuadrat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Angket gaya belajar Kolb yang digunakan dalam
penelitian ini diadaptasi dari angket yang dikembangkan
oleh Honey dan Mumford. Angket gaya belajar diberikan
kepada siswa kelas VIII-G SMP Negeri 26 Surabaya dan
diperoleh 2 siswa bergaya belajar Akomodasi, 15 siswa
bergaya belajar Divergen, 2 siswa bergaya belajar
Asimilasi, dan 9 siswa bergaya belajar Konvergen.
Berdasarkan hasil angket tesebut dipilih 4 siswa yang
memiliki gaya belajar berbeda (konvergen, asimilasi,
akomodasi, dan divergen), berjenis kelamin sama, dan
memiliki kemampuan matematika setara sebagai subjek
penelitian. Subjek diberikan TPM dan wawancara dengan
soal sebagai berikut:
Seorang petani menanam pohon apel pada
kebun dalam beberapa petak dengan pola persegi.
Untuk melindungi pohon apel melawan angin, ia
menanam pohon pinus di sekeliling kebun. Di bawah
ini anda dapat melihat pola pohon apel dan pohon
pinus untuk sejumlah (n) petak kebun:

Pola ke-1
Pola ke-2
Pola ke-3
Pola ke-4

1. Dengan mengikuti pola di atas, berapa banyak
pohon apel dan pohon pinus pada:
1. Pola ke-10?
2. Pola ke-n?
2. Menurut anda, mungkinkah pohon apel dan
pohon pinus sama banyak dalam satu petak?
Jika mungkin, tentukan pada petak ke berapakah
dan tunjukkan cara anda memperolehnya.
3. Berdasarkan pola di atas, menurut anda benar atau
salah kalimat di bawah ini:

S
K

“Pada setiap pola petak ke-berapapun, banyak pohon
pinus selalu lebih besar dari banyak pohon apel”

Aturan banyak apel dikuadratkan dan pinus kelipatan 8
atau dikalikan 8. Kuadrat kan juga memakai cara
perkalian. Jadi, jika dikuadratkan untuk banyaknya
pohon apel 82 sama dengan 64. Dan untuk pohon pinus
kan emang dikalikan 8, jadi 8 × 8 sama dengan 64.
Dan hasilnya sama. Jadi saya temukan di pola ke-8.

Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek
konvergen belajar melalui Abstract Conseptualization
(AC) dan Active Experimentation (AE). Dimana, subjek
menggunakan teori dalam membuat keputusan dan
menyelesaikan masalah dengan mengembangkan strategi.
Berdasarkan hasil analisis mengenai penyelesaian tugas
penalaran matematika yang dilakukan oleh subjek
Konvergen, terlihat kesesuaian karakteristik subjek
konvergen dengan teori yang dijelaskan.

Jelaskan bagaimana anda memperoleh jawaban.
Penalaran Matematika Subjek Ditinjau dari Gaya
Belajar Konvergen
Subjek Konvergen menyelesaikan permasalahan
pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan
pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam
menemukan pola dan hubungan antar informasi yang
disediakan,
subjek
konvergen
terlebih
dahulu
mengumpulkan informasi yang ada di soal dengan
menuliskannya pada lembar jawaban namun tidak
disertai dengan keterangan. Melalui informasi tersebut,

Penalaran Matematika Subjek Subjek Ditinjau dari
Gaya Belajar Asimilasi

216

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
Subjek Asimilasi menyelesaikan permasalahan
pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan
pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam
menemukan pola dan hubungan antar informasi yang
disediakan, subjek Asimilasi terlebih dahulu membuat
coretan pada soal untuk mengolah informasi secara teliti
dan kemudian mengumpulkan informasi yang ada di soal
dengan menuliskannya secara teratur pada lembar
jawaban. Melalui informasi tersebut, ditemukan pola dan
hubungan yang kemudian dianalisis menggunakan
pengetahuan yang dimiliki, sehingga terbentuk suatu
aturan yang dituliskan secara jelas beserta keterangannya.
Aturan pola dan hubungan yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut dijelaskan secara
lisan maupun lisan.
Subjek asimilasi juga menggunakan pola dan
hubungan yang diperoleh untuk menyusun konjektur dan
membuat generalisasi atas permasalahan yang diberikan.
Pola dan hubungan yang digunakan tersebut dikaitkan
dengan pengetahuan yang dimiliki terkait dengan
bilangan berpangkat 2 dan perkalian. Subjek asimilasi
menuliskan konjektur yang dibuat dan diperjelas melalui
lisan secara runtut, tahap demi tahap, dan sistematis.
Generalisasi yang dibuat subjek asimilasi merupakan
suatu pernyataan umum mengenai sebuah aturan, yang
selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk menjawab
permasalahan lainnya. Subjek asimilasi mampu membuat
generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa katakata atau teks dan dalam bentuk simbol atau suatu rumus
persamaan disertai penjelasan lengkap.
Dalam
memeriksa
keshahihan
suatu
argumen/pernyataan, subjek asimilasi dapat menunjukkan
contoh kontra (counter example) dari pernyataan yang
akan dibuktikan kebenarannya. Subjek asimilasi
mendasarkan buktinya pada aturan yang telah ia temukan
sebelumnya dari pola dan hubungan yang tertera pada
informasi soal dan pengetahuan yang dimiliki.
Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan
gaya belajar asimilasi telah disampaikan pada bab II.
Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek dengan gaya
belajar
asimilasi
belajar
melalui
Abstract
Conseptualization (AC) dan Reflective Observation
(RO), dimana subjek pandai menganalisis sesuatu yang
abstrak, menyelesaikan masalah secara logis, tahap demi
tahap dengan memulai dari asumsi, dan menyimpulkan
pada akhir penyelesaian. Karakteristik tersebut terlihat
melalui cara subjek asimilasi dengan membuat coretan
pada soal untuk kemudian ditulis kembali pada lembar
jawaban dengan runtut dan keterangan yang jelas, hal
tersebut
menandakan
bahwa
subjek
asimilasi
menggunakan suatu perencanaan. Subjek Asimilasi
membuat suatu ide melalui observasinya menjadi suatu
aturan dengan mengandalkan perencanaan yang
sistematis. Selain itu, subjek asimilasi mampu membuat
generalisasi dalam bentuk simbol atau suatu rumus
persamaan disertai penjelasan lengkap, hal tersebut
menandakan
bahwa
subjek
asimilasi
mampu
menganalisis sesuatu yang abstrak. Dalam menuliskan
jawaban pada lembar jawaban, subjek asimilasi

menuliskan secara runtut, sehingga mudah dipahami.
Pada saat wawancara pun terlihat bahwa subjek asimilasi
menyelesaikan permasalahan secara tahap demi tahap
sampai pada akhir pembuatan kesimpulan.

SS

SS

Untuk pola pohon pinus. Pertama-tama, saya cari dulu
polanya. Menurut pola ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 pada
soal, saya simpulkan untuk pohon pinusnya itu
memiliki aturan untuk setiap polanya dikalikan 8. Jadi
misalnya ini pada soal, pola ke-1, 1 × 8=8 pohon
pinus. Pola ke-2, 2 × 8=16 pohon pinus. Pola ke-3,
3 × 8=24 pohon pinus. Pola ke-4, 4 × 8=32
pohon pinus.
Untuk pola pohon apel, saya mendapatkan untuk
setiap polanya ini dipangkatkan 2. Jadi misalnya ini
pada soal, pola ke-1, 12=1 × 1=1 pohon apel. Pola
ke-2, 22=2 × 2=4 pohon apel. Pola ke-3, 32=3
× 3=9 pohon apel. Pola ke-4, 42 = 4 × 4 = 16
pohon apel.

Berdasarkan hasil analisis mengenai penyelesaian
tugas penalaran matematika yang dilakukan oleh subjek
Asimilasi, terlihat kesesuaian karakteristik subjek
Asimilasi dengan teori yang dijelaskan.
Penalaran Matematika Subjek Subjek Ditinjau dari
Gaya Belajar Akomodasi
Subjek Akomodasi menyelesaikan permasalahan
pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan
pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam
menemukan pola dan hubungan antar informasi yang
disediakan, subjek Akomodasi mengamati informasi yang
nampak (kongkrit) di soal, tidak menuliskannya pada
lembar jawaban. Melalui informasi yang nampak
(kongkrit) tersebut, ditemukan pola dan hubungan hingga
terbentuk suatu aturan yang tidak dituliskan pada lembar
jawaban. Aturan pola dan hubungan yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan dibuat berdasarkan
kira-kira (intuisi) dan dijelaskan secara lisan.
Subjek akomodasi juga menggunakan pola dan
hubungan yang diperoleh untuk menyusun konjektur dan
membuat generalisasi atas permasalahan yang diberikan.
Pola dan hubungan yang digunakan tersebut dikaitkan
dengan situasi kongkrit dimana ada satu petak yang
mempunyai pohon apel dan pohon pinus sama banyak.
Subjek akomodasi menuliskan konjektur yang dibuat
tanpa disertai keterangan yang jelas, namun diperjelas
melalui lisan. Generalisasi yang dibuat subjek akomodasi
merupakan suatu pernyataan umum mengenai sebuah
aturan, yang selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk
menjawab permasalahan lainnya. Subjek akomodasi tidak
dapat menyatakan generalisasi tersebut menggunakan
simbol atau rumus persamaan. Generalisasi yang dibuat
oleh subjek akomodasi hanya terbatas pada penjelasan
verbal berupa kata-kata atau teks.
Dalam
memeriksa
keshahihan
suatu
argumen/pernyataan,
subjek
akomodasi
dapat
menunjukkan contoh kontra (counter example) dari
pernyataan yang akan dibuktikan kebenarannya. Subjek
akomodasi mendasarkan buktinya pada aturan yang telah

217

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
ia temukan sebelumnya dari pola dan hubungan yang
nampak (kongkrit) pada informasi soal.
Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan
gaya belajar akomodasi telah disampaikan pada bab II.
Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek dengan gaya
belajar
akomodasi
belajar
melalui
Active
Experimentation (AE) dan Concrete Experience (CE)
dimana subjek belajar dengan terlibat langsung dalam
situasi kongkrit dan lebih pada intuisi daripada logika.
Karakteristik tersebut terlihat melalui cara subjek
akomodasi dalam menemukan suatu pola dan hubungan
berdasarkan informasi yang nampak (kongkrit) pada soal.
Berikut kutipan wawancara dengan subjek akomodasi.
S
A
S
A
S
A

itu, subjek Divergen tidak dapat menyatakan generalisasi
tersebut menggunakan simbol atau rumus persamaan.
Generalisasi yang dibuat oleh subjek divergen hanya
terbatas pada penjelasan verbal berupa kata-kata atau
teks.
Dalam
memeriksa
keshahihan
suatu
argumen/pernyataan, subjek Divergen menunjukkan
contoh pendukung dari pernyataan tersebut tanpa
memerhatikan kasus-kasus yang lain. Sehingga subjek
Divergen menganggap benar pernyataan yang tertulis
pada soal. Subjek Divergen mendasarkan buktinya pada
informasi yang nampak (kongkrit) pada soal.
Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan
gaya belajar Divergen telah disampaikan pada bab II.
Menurut Kolb & Kolb (2005), dalam menyelesaikan
suatu masalah, subjek divergen mempertimbangkan
informasi yang baru diterima dengan informasi lama. Hal
itu terlihat pada saat subjek menentukan aturan mengenai
pola pohon pinus dan pohon apel. Subjek divergen
terlebih dahulu menentukan aturan banyak pohon pinus
yang berasal dari hubungan meningkat 8 tiap petaknya,
sehingga untuk menentukan aturan pohon apel, subjek
divergen juga melihat peningkatan jumlah pohon apel
tiap petak yang meningkat berdasar bilangan prima.
Generalisasi yang dibuat oleh subjek Divergen mengenai
aturan penentuan banyak pohon apel dan pinus sudah
benar, namun subjek divergen tidak teliti dalam
mengaitkan generalisasi tersebut ke dalam penyelesaian
soal. Berikut kutipan wawancara dengan subjek divergen.

Kayaknya kelipatan gitu kak. Di soal kan pinusnya kan
pertama pada pola ke-1 kan ada 8, pola ke-2 ada 16,
pola ke-3 ada 24, pola ke-4 ada 32. Ya ituuu...
Ehmmm keliatannya tidak saling berhubungan kak.
Hehe, ya kira-kira seperti itu kak jawabannya menurut
saya

Hal itu sejalan dengan penjelasan Knisley bahwa
subjek akomodasi lebih mengandalkan intuisi daripada
logika dan menyelesaikan masalah dengan pertimbangan
“kira-kira”. Berdasarkan hasil analisis mengenai
penyelesaian tugas penalaran matematika yang dilakukan
oleh subjek Akomodasi, terlihat kesesuaian karakteristik
subjek Akomodasi dengan teori yang dijelaskan.
Penalaran Matematika Subjek Subjek Ditinjau dari
Gaya Belajar Divergen
Subjek Divergen menyelesaikan permasalahan
pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan
pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam
menemukan pola dan hubungan antar informasi yang
disediakan, subjek Divergen mengamati informasi yang
nampak (kongkrit) di soal dan tidak menuliskannya pada
lembar jawaban. Melalui informasi yang nampak
(kongkrit) tersebut, ditemukan pola dan hubungan yang
dilihat dari sudut pandang lain dan dianalisis
menggunakan pengetahuan yang dimiliki hingga
terbentuk suatu aturan yang dituliskan pada lembar
jawaban. Aturan pola dan hubungan yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan dijelaskan secara
lisan.
Dalam menyusun konjektur, subjek Divergen
menggunakan informasi yang nampak (kongkrit) pada
soal untuk kemudian dihubungkan dengan informasi
yang akan dicari. Konjektur yang telah dibuat tidak
dituliskan secara jelas dalam lembar jawaban, namun
dijelaskan secara lisan.
Subjek Divergen menggunakan pola dan
hubungan yang nampak (kongkrit) dalam membuat
generalisasi. Generalisasi yang dibuat subjek divergen
merupakan suatu pernyataan umum mengenai sebuah
aturan, yang selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk
menjawab permasalahan lainnya. Namun, subjek
Divergen kurang teliti dalam menerapkan generalisasi
yang telah dibuat untuk menyelesaikan permasalahan,
sehingga menyebabkan jawabannya tidak tepat. Selain

S
D

Oh, haha. Jawaban saya salah mbak, berarti harus
mencari lagi. Karena di soal ada keterangan “sejumlah
(n)”, jadi untuk n saya pakai penjumlahan semua, tidak
memakai aturan yang saya temukan tadi.

Hal tersebut serupa dengan penelitian Zulfidah
(2015) terkait dengan subjek divergen yang juga kurang
teliti dalam mengaitkan suatu informasi. Berdasarkan
hasil analisis mengenai penyelesaian tugas penalaran
matematika yang dilakukan oleh subjek Divergen, terlihat
kesesuaian karakteristik subjek Divergen dengan teori
yang dijelaskan
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan
deskripsi profil penalaran matematika siswa sebagai
berikut.
1. Profil Penalaran Matematika Siswa SMP Ditinjau
dari Gaya Belajar Kolb Tipe Konvergen.
Siswa dengan gaya belajar konvergen
menggunakan
pola
dan
hubungan
untuk
menganalisis
situasi
matematika
melalui
pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi
yang dikumpulkan secara tertulis tanpa keterangan
dan dianalisis menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya. Pola dan hubungan yang telah
ditemukan oleh subjek konvergen digunakan untuk
menyusun konjektur dan membuat generalisasi.
Generalisasi yang dibentuk oleh subjek konvergen
218

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
adalah generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal
berupa kata-kata atau teks. Dalam memeriksa
keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek
konvergen menggunakan contoh kontra (counter
example) dari pernyataan tersebut.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti
memberikan beberapa saran sebagai berikut.
1. Angket gaya belajar yang menggunakan bahasa
Indonesia yang mudah dipahami oleh siswa SMP.
2. Pendidik lebih mengembangkan kemampuan
abstraksi siswa agar siswa lebih bisa menggunakan
simbol matematika pada proses generalisasinya

2. Profil Penalaran Matematika Siswa SMP Ditinjau
dari Gaya Belajar Asimilasi.
Siswa dengan gaya belajar asimilasi
menggunakan
pola
dan
hubungan
untuk
menganalisis
situasi
matematika
melalui
pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi
yang dikumpulkan secara tertulis dan teratur, serta
dianalisis
menggunakan
pengetahuan
yang
dimilikinya. Pola dan hubungan yang telah
ditemukan oleh subjek asimilasi digunakan untuk
menyusun konjektur secara sistematis dan membuat
generalisasi. Generalisasi yang dibentuk oleh subjek
asimilasi adalah generalisasi dalam bentuk
penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks dan
dalam bentuk simbol (persamaan) disertai
penjelasan lengkap. Dalam memeriksa keshahihan
suatu argumen/pernyataan, subjek asimilasi
menggunakan contoh kontra (counter example) dari
pernyataan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Brodie, Karin. 2010. Teaching Mathematical Reasoning
in Secondary School. Classroom. New York:
Springer
Copi, I.M. 1978. Introduction to Logic. New York:
Macmillan.
DePorter & Hernacki. 2003. Quantum Learning:
membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan.
Bandung: Kaifa
English, Lyn D. 2004. Mathematical and Analogical
Reasoning of Young Learners. London: Lawrence
Erlbaum Associates, Publisher.
KBBI. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Kemendikbud. 2014. Permendikbud 58 Thn 2014 tentang
Kurikulum 2013 SMP dan MTs. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan
Kieren, C. 1992. The Learning and Teaching of School
Algebra. Dalam D.A. Grouws. Handbook of
Research on Mathematics Teaching and Learning
(p-390-419). New York: McMillan.
Knisley, J. 2002. A Four-stage model of mathematical
learning. Diakses pada tanggal13 Februari 2016
pukul
11.00
WIB
dari
http://faculty.etsu.edu/knisleyj/MathematicsEducato
rArticle.pdf
Kolb, D.A. 1984. Experential Learning: Experience As a
Source Of Learning and Development. Diakses pada
27 Desember 2015 pukul 21.00
WIB dari
http://academic.regis.edu/ed205/kolb.pdf
Kolb, Alice Y. 2005. The Kolb learning Style InventoryVersion 3.1 2005Technical Specification. Diakses
pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 21.00 WIB
dari
http://whitewaterrescue.com/support/pagepics/lsitechmanual.pdf
Kusnandi. Tanpa Tahun. Penalaran Matematika SMP.
Diakses pada tanggal 18 Februari 2016 pukul
13.00
WIB
dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND.
_MATEMATIKA/196903301993031KUSNANDI/Penalaran_Matematika_SMP.pdf
Laksana, Ihsan Walidin. 2015. Profil Kemampuan
Penalaran Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya
Belajar Matematika dan Tipe Kepribadian. Skripsi
tidak diterbitkan. Banten: Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2009. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

3. Profil Penalaran Matematika Siswa SMP Ditinjau
dari Gaya Belajar Akomodasi.
Siswa dengan gaya belajar akomodasi
menggunakan
pola
dan
hubungan
untuk
menganalisis
situasi
matematika
melalui
pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi
yang nampak (kongkrit). Pola dan hubungan yang
telah ditemukan oleh subjek akomodasi digunakan
untuk menyusun konjektur dan membuat
generalisasi. Generalisasi yang dibentuk oleh subjek
akomodasi adalah generalisasi dalam bentuk
penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks. Dalam
memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan,
subjek akomodasi menggunakan contoh kontra
(counter example) dari pernyataan tersebut.
4. Profil Penalaran Matematika Siswa SMP Ditinjau
dari Gaya Belajar Divergen.
Siswa dengan gaya belajar divergen
menggunakan
pola
dan
hubungan
untuk
menganalisis
situasi
matematika
melalui
pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi
yang nampak (kongkrit) dengan mempertimbangkan
cara pembentukan aturan sebelumnya untuk
mencari aturan yang baru. Dalam menyusun
konjektur, siswa divergen menggunakan informasi
yang nampak (kongkrit). Pola dan hubungan yang
telah ditemukan oleh subjek divergen digunakan
untuk membuat generalisasi. Generalisasi yang
dibentuk oleh subjek divergen adalah generalisasi
dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata
atau teks. Dalam memeriksa keshahihan suatu
argumen/pernyataan, subjek divergen hanya
menggunakan contoh pendukung dari pernyataan
tersebut tanpa memerhatikan kasus-kasus yang lain.
219

Volume 3 No. 5 Tahun

2016
NCTM. 2000. Principles and Standards for School
Mathematics. Reston, VA: NCTM
Nur, M. 2001. Perkembangan Selama Anak-anak dan
Remaja. Buku Ajar. Surabaya: UNESA PRESS
Ontario Ministry Resources. 2013. Paying Attention to
Algebraic Reasoning K-12. Toronto, ON: Queen’s
Printer for Ontario.
Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran
dan
Komunikasi.
Yogyakarta:
Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan
Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta.
Shadiq, Fadjar. 2007. Penalaran atau Reasoning. Perlu
Dipelajari Para Siswa di Sekolah. Diakses pada
tanggal 27 Desember 2015 pukul 19.30 dari
http://prabu.telkom.us/2007/08/29/penalaran-ataureasoning/
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di
Indonesia.