13354 17206 1 PB

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015
MEKANISME PELEPASAN PIRAZINAMID YANG TERENKAPSULASI PADA ALGINATKITOSAN
MECHANISM RELEASE OF PYRAZINAMIDE ENCAPSULATED
ON ALGINATE-CHITOSAN
Lisa Dini Ari Laksono* dan Sari Edi Cahyaningrum
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
State University of Surabaya
Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761
*Corresponding author, email : lisadiniarilaksono@yahoo.co.id

Abstrak. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik pirazinamid
terenkapsulasi alginat-kitosan serta mekanisme pelepasan pirazinamid secara in-vitro melalui medium
larutan buffer klorida pH 1,2 dan buffer fosfat pH 7,4 sebagai cairan fisiologis lambung dan usus. Proses
enkapsulasi pirazinamid menggunakan teknik pembentukan droplet alginat-CaCl 2 dengan metode
gelatinisasi eksternal. Enkapsulasi pirazinamid menggunakan penyalut polimer alginat dan kitosan serta
Ca2+ sebagai agen pengikat silang. Bahan yang digunakan adalah larutan alginat 2% (b/v), kitosan 0,1%
(b/v) dan CaCl2 0,15 M. Hasil proses enkapsulasi pirazinamid tersebut dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometri FT-IR dan SEM dan diuji disolusi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil analisis
FT-IR menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara gugus karboksilat pada alginat dengan gugus amina
pada kitosan yang ditunjukkan oleh puncak pada bilangan gelombang 1478,24 cm-1. Hasil analisis SEM
menunjukkan bahwa interaksi alginat-kitosan menyebabkan adanya pori-pori. Hasil analisis pada uji

disolusi menunjukkan bahwa mekanisme pelepasan pirazinamid yang dienkapsulasi menggunakan matriks
alginat-kitosan mengikuti kinetika orde 0.
Kata kunci:alginat,kitosan, kinetika,pelepasan.
Abstract. This research has done with purpose was to know characterization pyrazinamid encapsulated
alginate/chitosan and dissolution test in-vitro through medium buffer solution of chloride pH 1.2 and
phospate pH 7.4 as fluid physiological gastric and intestines. The process encapsulation pyrazinamide used
technique of droplet alginate-CaCl 2 with external gelatinisation method. Encapsulated pyrazinamide used
double coating polymer alginate and chitosan with Ca 2+ as crosslink agent. Materials that used is solution of
alginate 2% (w/v), chitosan 0.1% (w/v) and CaCl 2 0.15 M. The result of process encapsulation pyrazinamide
was characterized with spectrophotometer FT-IR and SEM and dissolution test with spectrophotometer UVVis. The result of analysis FT-IR indicated that there are polyelectrolite interaction between carboxylic group
of alginate and amine group of chitosan was showing by peak in wavenumber 1478,24 cm-1. The result of
analysis SEM was showing that interaction of alginate-chitosan had caused the pores. The result of analysis
dissolution test was showed that mechanism release of pyrazinamide had encapsulated alginate-chitosan
was followed kinetic order 0.
Key words: alginate, chitosan,kinetic,release..

1

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015
PENDAHULUAN


2

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015

Tuberkulosis (TBC)
merupakan
suatu
penyakit infeksi yang
disebabkan
bakteri
berbentuk batang (basil)
yang dikenal dengan
nama Mycobacterium
tuberculosis [1]. Bakteri
ini tidak tahan panas,
akan mati pada suhu
6oC selama 15-20 menit
dan dapat bertahan pada
suhu 20oC selama 2

minggu.
Bakteri
penyebab penyakit TBC
dapat
menyerang
hampir semua organ,
tetapi
yang
paling
banyak menyerang pada
organ paru. Penyakit
TBC dapat menular
pada orang lain melalui
pernafasan, dahak atau
ludah penderita TBC.
Penyakit TBC sudah
menyerang di beberapa
negara salah satunya
adalah Indonesia.
Indonesia memiliki

410.000 – 520.000
kasus TBC pada tahun
2013 dan menempati
ranking ke-5 di dunia
[2].
Indonesia
menggunakan program
penanggulangan TBC
dengan strategi DOTS
(Directly
Observed
Theraphy). Program ini
mengharuskan
penderita
TBC
mengkonsumsi
obat
dalam jangka waktu
panjang, rutin dan tepat
waktu.

Kekurangan
program ini adalah
belum
dapat
menjangkau
seluruh

unit
kesehatan
masyarakat
seperti
rumah
sakit
dan
puskesmas
daerah
terpencil. Hal tersebut
dapat
menyebabkan
penderita tidak teratur

dalam mengkonsumsi
obat
sehingga
menimbulkan
efek
kekebalan kuman TBC
terhadap obat atau
Multi Drug Resistance
(MDR). Alasan lain
penderita TBC tidak
teratur mengkonsumsi
obat karena jenuh.
Kejenuhan
tersebut
dikarenakan penderita
harus
mengkonsumsi
obat berkali-kali dalam
sehari selama 6 bulan.
Obat yang digunakan

dalam
terapi
TBC
adalah
isoniazid,
pirazinamid
dan
rifapmisin. Obat-obat
tersebut dikonsumsi 3
kali
sehari
karena
memiliki waktu paruh
yang
singkat.
Pirazinamid memiliki
waktu
paruh
yang
singkat yaitu 9-10 jam.

Untuk mengurangi efek
samping terapi obat
TBC dan meningkatkan
waktu paruh adalah
enkapsulasi.
Enkapsulasi
merupakan teknik untuk
menyalut
suatu
senyawa, dapat berupa
padatan, cairan dan gas
dengan suatu polimer
[3]. Bahan enkapsulasi
merupakan
senyawa
aktif yang bersifat

biokompatibel,
biodegradabel dan tidak
boleh bereaksi dengan

senyawa yang akan
dienkapsulasi
seperti
pati, alginat, kitosan
dan
albumin.
Keuntungan
menggunakan
teknik
enkapsulasi
adalah
mengendalikan
pelepasan
senyawa
pada
obat.
Pengendalian pelepasan
obat digunakan untuk
memperkecil
efek

samping serta untuk
meningkatkan
waktu
paruh obat. Selain itu,
proses
pelepasan
terkendali
dapat
mencegah
terjadinya
peningkatan konsentrasi
obat dalam saluran
pencernaan
sehingga
iritasi pada saluran
pencernaan
terutama
pada dinding lambung
dapat dihindari. Pada
penelitian sebelumnya

enkapsulasi
obat
menggunakan
bahan
alginat-kitosan sebagai
penyalut. Penggunaan
sistem
penyalutan
ganda alginat-kitosan
dapat
mengurangi
porositas
dan
meningkatkan
kestabilan kapsul yang
dihasilkan. Sifat alginat
yang tidak beracun dan
biokompatibel
dapat
digunakan
sebagai
bahan penyalut obat.
Pemilihan
alginat
didasarkan pada sifat
bioadesif pada epitel

3

intestinal
dan
meningkatkan absorpsi
obat sehingga akan
meningkatkan
waktu
paruh
obat
antituberkulosis.
Kelemahan
alginat
dalam
enkapsulasi
adalah sifatnya yang
hidrofilik
sehingga
mudah larut dalam air
sehingga menurunkan
efektivitas enkapsulasi
obat
sehingga
dibutuhkan modifikasi
pada alginat agar dapat
meningkatkan
efektifitas enkapsulasi.
Bahan
untuk
memodifikasi
alginat
harus
merupakan
senyawa yang tidak
larut dalam air seperti
kitosan. Sifat kitosan
yang tidak beracun dan
biokompatibel
digunakan
sebagai
enkapsulasi hal ini
didasarkan
pada
kemampuannya sebagai
bahan bioadesif akan
membuat
kapsul
tertahan lebih lama
dalam dinding usus
sehingga
absorpsi
senyawa aktif akan
meningkat.
Penelitian tentang
enkapsulasi pada obat
menggunakan alginat
dan
kitosan
telah
dilaporkan.
Nanopartikel
alginat
sebagai pembawa obat
antituberkulosis
meningkatkan efisiensi
enkapsulasi
dan
konsentrasi obat pada

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015

plasma mencit dalam 711 hari dan pada organ
(paru-paru, hati dan
limpa mencit) dalam 15
hari [4]. Rifapmisin
yang
dienkapsulasi
dengan menggunakan
kitosan dan polietilen
glikol
dapat
meningkatkan efisiensi
enkapsulasi,
mempengaruhi
karakteristik
dan
mengontrol pelepasan
obat rifapmisin secara
in vitro [5]. Parasetamol
yang
dienkapsulasi
dengan kitosan dan
tripolifosfat
dapat
mempengaruhi
nilai
efisiensi enkapsulasi,
loading obat dan profil
rilis kumulatif pada
larutan buffer pH 1,2
dan 7,4 [6]. Isoniasid
yang
dienkapsulasi
dengan matriks kalsium
alginat-kitosan
menghasilkan
sistem
lepas kontrol melalui
kombinasi erosi dan
difusi
serta
studi
kinetika
mengikuti
model
KorsmeyerPeppas [7].
Penelitian-penelitian
yang sudah dilaporkan
menunjukkan
bahwa
obat
yang
sudah
terenkapsulasi
dapat
mempengaruhi
karakteristik dari obat
dan
melalui
uji
pelepasan obat untuk
memprediksi
kinerja
obat
dalam
tubuh.
Karakteristik
obat
terenkapsulasi
diuji

untuk
mengetahui
pesebaran
senyawa
aktif obat dalam kapsul
dan
morfologi
permukaannya.
Penelitian
yang
dilakukan
adalah
karakterisasi terhadap
pirazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan menggunakan
FT-IR dan SEM serta
uji disolusi secara invitro
menggunakan
larutan buffer yang
mensimulasikan
medium lambung dan
usus.

Pirazinamid sebanyak 6
gram
dicampurkan
dalam larutan alginat 2
%
(b/v)
sampai
homogen.
Larutan
selanjutnya diteteskan
perlahan-lahan
pada
larutan CaCl2 0,15 M.
Butiran yang terbentuk
kemudian
dicuci
menggunakan akuades
sampai filtrat yang
dihasilkan netral dan
tidak mengandung ion
Cl-. Butiran didiamkan
10
menit
lalu
dimasukkan
dalam
larutan kitosan 0,1 %
selama
10
menit.
Butiran disaring dan
dikeringkan pada suhu
ruang. [8]

METODE
PENELITIAN
Alat
Alat-alat gelas berbagai
ukuran, pipet tetes,
neraca
analitik,
magnetic stirrer dan pH
meter. Instrumen yang
digunakan
meliputi
spektrofotometer FTIR,
spektrofotometer
UV-Vis
dan
spektrofotometer SEM.

Karakterisasi
Pirazinamid
Terenkapsulasi
Alginat-Kitosan
Pirazinamid yang sudah
dienkapsulasi dengan
alginat dan kitosan
dikarakterisasi
menggunakan
spektrofotometer FT-IR
untuk
mengetahui
gugus fungsional dan
spektrofotometer SEM
untuk
mengetahui
morfologi permukaan.

Bahan
Akuades,pirazinamid,
alginat, kitosan, CaCl2
0,15 M, AgNO3 0,1M,
KCl 0,2, HCl 0,2 M,
NaOH 0,2 M, KH2PO4
0,2 M.

Uji Disolusi
Pirazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan
dimasukkan
dalam medium larutan
buffer klorida pH 1,2
dan buffer fosfat pH
7,4. Sampel diambil
sebanyak 5 mL dan

PROSEDUR
PENELITIAN
Proses
Pembuatan
Pirazinamid
Terenkapsulasi
Alginat-Kitosan

4

dilakukan pada waktu
1, 60, 180, 240, 360,
480 dan 600 menit.
Sampel diukur dengan
menggunakan
spektrofotometer UVVis untuk mengetahui
konsentrasi pirazinamid
yang terlepas pada
medium buffer.
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan
dibahas tentang proses
pembuatan pirazinamid
terenkaspulasi alginatkitosan,
karakterisasi
piazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan dan uji disolusi.
Proses Pembuatan
Pirazinamid
Terenkapsulasi
Alginat-Kitosan
Proses pembuatan
dimulai
dengan
penghalusan
pirazinamid tablet, lalu
ditambahkan
larutan
alginat 2 % (b/v).
Perbandingan
antara
pirazinamid
dengan
alginat adalah 1:2 (b/v),
kemudian
diaduk
dengan magnetic stirrer
sampai
homogen.
Larutan yang dihasilkan
berwarna putih yang
menandakan
bahwa
pirazinamid
sudah
tercampur
dengan
alginat.
Larutan
tersebut diteteskan satu
demi satu pada larutan
CaCl2.
dengan
menggunakan
pipet
tetes. sehingga menjadi

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015

butiran
gel.
Gel
terbentuk karena ion
Ca2+ mengikat gugus
karboksil
pada
monomer alginat [9]
kemudian
butiran
disaring dan dicuci
dengan aquades sampai
ion Cl- dalam butiran
hilang. Butiran-butiran
bebas ion Cl- didiamkan
selama 10 menit lalu
direndam dalam kitosan
0,1 % (b/v) selama 10
menit . Perendaman
dilakukan agar terjadi
ikatan
polielektrolit
antara
alginat
dan
kitosan.
Ikatan
polielektrolit
terjadi
karena muatan yang
berbeda pada polimer
[10].
Setelah itu
dikeringkan pada suhu
ruang. Reaksi hipotetik
antara
alginat
dan
kitosan dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar
1.
Reaksi
antara alginat dengan
kitosan [11].
Karakterisasi
Pirazinamid
Terenkapsulasi
Alginat-Kitosan
Hasil spektra FTIR
pirazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan menunjukkan
bahwa hasil spektra FTIR pirazinamid-alginat-

kitosan
memiliki
spektra yang hampir
sama dengan spektra
alginat-kitosan,
beberapa puncak tidak
mengalami pergeseran
puncak yang signifikan.
Puncak yang muncul
pada
bilangan
gelombang 3414,74 cm1
disebabkan stretching
gugus O-H dan N-H,
bilangan
gelombang
3292,78
cm-1
disebabkan
oleh
stretching gugus Ar-H
(aromatis-H), bilangan
gelombang 3164,45 cm1
disebabkan
oleh
stretching gugus C-H,
bilangan
gelombang
1716,54
cm-1
disebabkan stretching
gugus C=O, bilangan
gelombang 1611,12 cm1
disebabkan
oleh
stretching gugus C=N,
bilangan
gelombang
1378,98
cm-1
disebabkan
oleh
stretching gugus -C=Cdan
bilangan
gelombang 1024,4 cm-1
disebabkan
bending
gugus -C=C-H dan ArH.
Pembuatan
enkapsulasi pirazinamid
menggunakan alginat
dan
kitosan
menimbulkan interaksi
polielektrolit
antara
alginat dengan kitosan.
Ikatan
polielektrolit
terjadi antara gugus –
COO
dari
alginat
dengan
–NH2
dari
kitosan.
Interaksi
tersebut dapat diketahui

dari spektra FT-IR pada
bilangan
gelombang
1478,24 cm-1. Hasil
spektra alginat-kitosan
dengan alginat-kitosanpirazinamid
terlihat
sangat
mirip.
Hal
tersebut menunjukkan
bahwa
pirazinamid
tidak
berinteraksi
dengan alginat-kitosan
yang
menyalut
pirazinamid.
Hasil SEM dari
pirazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan menunjukkan
adanya
pori-pori
dibandingkan
pirazinamid
tanpa
enkapsulasi.
Pembentukan pori-pori
disebabkan
ikatan
polielektrolit
alginat
dan
kitosan
yang
terbentuk

mikrokristalin,
asam stearat [12].

dan

Gambar 3. Hasil SEM
Pirazinamid
Terenkapsul
asi AlginatKitosan.

Uji Disolusi
Uji
disolusi
dilakukan
untuk
menentukan mekanisme
pelepasan pirazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan. Model kinetika
yang digunakan yaitu
orde 0, orde 1, Higuchi
dan Korsmeyer-Peppas.
Hasil dari pengolahan
data
menggunakan
model kinetika orde 0
pada larutan buffer pH
1,2 dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 2. Pirazinamid
Tanpa Enkapsulasi.

Matriks
pada
pirazinamid
tanpa
enkapsulasi
diduga
merupakan bahan aktif.
Bahan
aktif
dari
pirazinamid
tersebut
yaitu koloid
silikon
dioksida,
natrium
croscarmelosa, kalsium
fosfat dihidrat, selulosa

5

Gambar

4.

Pelepasan
Pirazinamid
Terenkapsul
asi AlginatKitosan
pada
Larutan

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015

Buffer pH
1,2 Menurut
Orde 0.

Persamaan garis
yang diperoleh adalah y
= 0,1302x – 3,139 dan
nilai regresi 0,9593.
Massa
pirazinamid
yang terlepas dari 1
menit sampai 600 menit
meningkat
secara
perlahan-lahan. Pada 1
menit pirazinamid yang
terlepas
sebanyak
2,0202 % dan sampai
pada
600
menit
pirazinamid
yang
terlepas
sebanyak
81,1022 %. Pelepasan
pirazinamid
pada
larutan buffer pH 7,4
menurut orde 0 dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar

5.

Pelepasan
Pirazinam
id
Terenkaps
ulasi
AlginatKitosan
pada
Larutan
Buffer pH
7,4
Menurut
orde 0.

Pada
grafik
Gambar 5 menunjukkan
nilai R2 sebesar 0,9823

dan persamaan garis y
= 0,1406x – 1,8931
serta terlihat bahwa
massa
pirazinamid
mengalami peningkatan
dari 1 menit ke 600
menit.
Pirazinamid
yang terlepas pada 1
menit sebanyak 1,6879
% dan 600 menit
sebanyak 78,9443 %.
Hasil nilai regresi dan n
dari kinetika pelepasan
pirazinamid
menurut
orde 0, orde 1, Higuchi
dan Korsmeyer-Peppas
dapat dilihat pada Tabel
1.

menunjukkan
bahwa
pelepasan pirazinamid
pada medium buffer
tidak bergantung pada
konsentrasi obat. Selain
itu, pada buffer klorida
pH
1,2
matriks
melepaskan
pirazinamid
dengan
cara difusi dan erosi
dengan
ditunjukkan
oleh nilai regresi dari
hasil
KorsmeyerPeppas dan nilai n yang
lebih
dari
0,5
sedangkan pada larutan
buffer pH 7,4 matriks
melepaskan
pirazinamid
dengan
Tabel 1. Hasil nilai regresi
cara
berdifusi
yang
(R2) dan n dari
ditunjukkan oleh nilai
model kinetika
regresi Higuchi yang
orde 0, orde 1,
lebih
besar
Higuchi
dan
dibandingkan
nilai
Korsmeyerregresi
KorsmeyerPeppas
Peppas.
Pelepasan obat dapat
Model
R2
pH 1,2 pH 7,4
terjadi secara difusi
Kinetika
Orde 0
0,9593 0,9823
karena matriks gel
Orde 1
0,8817 0,8153
mengalami
Higuchi
0,815 0,8916
pembengkakan
pada
Korsmeyer- 0,8636 0,8157
saat
mengalami
kontak
Peppas
dengan medium buffer.
Pembengkakan tersebut
Menurut Tabel 1
mengakibatkan
poripelepasan pirazinamid
pori membesar yang
terenkapsulasi alginatmemungkinkan
obat
kitosan pada larutan
untuk berdifusi keluar
buffer klorida pH 1,2
dari matriks ke medium
dan larutan buffer fosfat
buffer[13].
pH 7,4 didominasi oleh
Pelepasan obat
pelepasan kinetika orde
secara erosi diawali
0. Nilai regresi kinetika
dengan pembengkakan
orde 0 pada medium
atau swelling matriks
asam dan basa memiliki
membentuk
gel
nilai yang lebih besar
sehingga obat dapat
dari pada nilai regresi
terdisolusi pada cairan
yang lain. Hal itu
medium. Pada saat

6

matriks
mengalami
kontak dengan cairan
medium akan terbentuk
lapisan
matriks
terhidrasi yang berguna
untuk
mengontrol
kecepatan
pelepasan
obat. Lapisan matriks
yang terhidrasi secara
terus-menerus seiring
dengan bertambahnya
waktu
dan
pada
akhirnya
lapisan
matriks
mengalami
pemutusan
ikatan
polimer.
Pemutusan
ikatan polimer tersebut
mengakibatkan
terjadinya erosi pada
matriks.
SIMPULAN
Analisis
karakteristik
menggunakan
FT-IR
menunjukkan
bahwa
terjadi interaksi antara
alginat dan kitosan
yaitu gugus karboksilat
pada alginat dengan
gugus
amina
pada
kitosan
yang
ditunjukkan
oleh
puncak pada bilangan
gelombang 1478,24 cm1
serta
morfologi
permukaan pada hasil
analisis
SEM
menunjukkan
bahwa
interaksi alginat-kitosan
menyebabkan adanya
pori-pori. Pada uji
disolusi secara in-vitro
menunjukkan
bahwa
mekanisme pelepasan
pirazinamid
yang
dienkapsulasi
menggunakan matriks

UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 , No. 3, September 2015

alginat-kitosan
mengikuti kinetika orde
0.

4.

SARAN
Disarankan pada
peneliti
selanjutnya
yaitu sebaiknya analisis
uji disolusi pirazinamid
terenkapsulasi alginatkitosan
dilanjutkan
pada waktu lebih dari
10 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hiswani. (2009).
“Tuberkulosis
Merupakan
Penyakit
Infeksi
yang
Masih
Menjadi Masalah
Kesehatan
Masyarakat”.
Lecture
Paper:
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
.Medan: Fakultas
Kedokteran,
Universitas Negeri
Sumatera.
2. WHO.
(2014).Global
Tuberculosis
Report
2014.
Switzerland: WHO
Press
3. Wukirsari, Tuti .
(2006).
Enkapsulasi
Ibuprofen Dengan
Penyalut AlginatKitosan.Skripsi
diterbitkan. Bogor:
Fakultas
Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan
Alam,
Institut
Pertanian Bogor.

5.

6.

Ahmad, Z., Rajesh
P. Sadhna S., G.K.
Khuller..
(2005).“Alginate
Nanoparticles as
Antituberculosis
Drug
Carriers:Formulati
on Development,
Pharmacokinetics
and
Therapeutic
Potential’’.The
Indian Journal of
Chest Diseases &
Allied
Sciences.
Vol. 48: pp 171176.
Rajan, M. dan
V.Raj.(2012).
“Encapsulation,
Characterisation
and
In-Vitro
Release of AntiTuberculosis Drug
Using
ChitosanPoly
Ethylene
Glycol
Nanoparticles”.
International
Journal
of
Pharmacy
and
Pharmaceutical
Sciences. Vol. 2
(4): pp 255-259.
Yosaputra,Sugihart
o.(2013).
Pengaruh
pH
Larutan Sodium
Tripolifosfat pada
Preparasi
Mikrosfer Kitosan
terhadap Loading
dan Profil Rilis
Parasetamol.
Skripsi diterbitkan.
Depok: Fakultas
Teknik,

Universitas
Indonesia.
7. Cahyaningrum,
Sari Edi, Nuniek
Herdyastuti
dan
Nur
Qomariah.
(2015). “Synthesis
and
Characterization of
Chitosan- Alginate
for
Controlled
Release
of
Isoniazid
Drug”.Indonesian.
Journal Chemistry.
Vol. 15 (1):pp 1621.
8. Umawiranda,P.F.
dan
Sari
Edi
Cahyaningrum.
(2014).
“Enkapsulasi
Pirazinamid
Menggunakan
Alginat
dan
Kitosan”. Unesa
Journal
of
Chemistry. Vol.3
(2), hal. 146-153.
9. Dima,C., Liliana
G. & Stefan D.
(2013).
“Encapsulation of
Coriander
Essential
Oil
Alginate
and
Alginate/Chitosan
Microspheres by
Emulsification
External Gelation
Method”. Inside
Food Symposium.
Vol. 5: pp 1-6.
10. Gotoh,
T.,
Matsushima K. &
Kikuchi K..(2004).
Preparation
of
Alginate-Chitosan
Hybrid Gel Beads
7

and Adsorption of
Divalent
Metal
Ions.
Chemosphere.
Vol.55: pp135-140.
11. Nnamonu,Lami
A.,et
al.
(2012).”Alginate
Reinforced
Chitosan
and
Starch Beads in
Slow
Release
Formulation
of
Imazaquin
HerbicidePreparation
and
Characterization”.
Material Sciences
and Applications.
Vol.3 (8):pp 566574
12. Toman.
(2004).
Toman’s
Tuberculosis: Case
Detection,
Treatment
and
Monitoring. Edisi
ke-2.
Geneva:
WHO Press.
13. Christian,Rainer.
(2012). Pemodelan
dan
Simulasi
Pelepasan
Theophylline
Sebagai
Sistem
Pelepasan Obat.
Skripsi diterbitkan.
Depok: Fakultas
Matematika
dan
Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas
Indonesia.