ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASI ATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT | Karya Tulis Ilmiah Post op Trepanasi

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASI
ATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT

Disusun Oleh :
SUBHAN
NIM . 010 030 170 B

PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2002

CIDERA KEPALA (TRAUMA KAPITIS)
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
PATOFISIOLOGI
Cidera kepala


TIK - oedem
- hematom
Respon biologi

Hypoxemia
Kelainan metabolisme

Cidera otak primer

Cidera otak sekunder

Kontusio
Laserasi

Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi

 rangsangan simpatis


Stress

Aliran darah keotak 

 tahanan vaskuler

 katekolamin

Sistemik & TD 
O2   ggan metabolisme

 tek. Pemb.darah

 sekresi asam lambung
Mual, muntah

Pulmonal
Asam laktat 

 tek. Hidrostatik


Oedem otak

kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan

oedema paru  cardiac out put 

Asupan nutrisi kurang

Cerebral
Difusi O2 terhambat

Gg perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada
cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.


Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-

Kejang-kejang

-

Gangguan saluran nafas

-

Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:


edema fokal atau difusi




hematoma epidural



hematoma subdural



hematoma intraserebral



over hidrasi

-

Sepsis/septik syok


-

Anemia

-

Shock

Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:


Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala:



Penurunan tingkat kesadaran



Nyeri kepala,



Muntah



Hemiparesa.



Dilatasi pupil ipsilateral




Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi,
peningkatan suhu.



Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat
2

diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:






Nyeri kepala



Bingung



Mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan



Edema pupil.

Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:






Nyeri kepala



Penurunan kesadaran



Komplikasi pernapasan



Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:



Nyeri kepala



Penurunan kesadaran



Hemiparese



Dilatasi pupil ipsilateral dan



Kaku kuduk.

Penatalaksanaan:
Konservatif


Bedrest total



Pemberian obat-obatan



Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
3

Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :


Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).



Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.



Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.



Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.



Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.



Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
4

hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:


CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.



Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.



X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.



Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.



Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.

Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
5

diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan,
tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
Tujuan:


Mempertahankan

tingkat

kesadaran

biasa/perbaikan,

kognisi,

dan

fungsi

motorik/sensorik.
Kriteria hasil:


Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan
koma/penurunan

dalam

pemulihannya

setelah

serangan

awal,

perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan

jaringan otak dan potensial intensif.
peningkatan TIK.
Pantau

/catat

status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

neurologis secara teratur TIK dan bermanfaat

dalam menentukan

lokasi,

dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
terhadap cahaya.

antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap

cahaya

mencerminkan

fungsi

yang

terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu.

terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran.

Hipovolemia/hipertensi

dapat

mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
6

Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
turgor kulit dan membran yang
mukosa.

terintegrasi

dengan

perfusi

jaringan.

Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.

Turunkan

stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

eksternal

dan

kenyamanan,

berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.

lingkungan yang tenang.
Bantu

pasien

menghindari

untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak

/membatasi dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15-45

derajad

indikasi/yang

sesuai akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
dapat terjadinya peningkatan TIK.

ditoleransi.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
sesuai indikasi.

edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
TD dan TIK.

Berikan oksigen tambahan Menurunkan
sesuai indikasi.

hipoksemia,

yang

mana

dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.

Berikan

obat

sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan

indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
steroid,
analgetik,
antipiretik.

antikonvulsan, Steroid

menurunkan

inflamasi,

yang

selanjutnya

sedatif, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

7

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:


mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:


bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
Catat

dapat

Rasional
menandakan

awitan

komplikasi

pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
ketidakteraturan otak.

pernapasan.

Pernapasan

lambat,

periode

apnea

dapat

menandakan perlunya ventilasi mekanis.

Pantau

dan

catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi

kompetensi

reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan

gag/menelan

dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan

kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi.
melindungi

jalan

napas

sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
sesuai aturannya, posisi menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
miirng sesuai indikasi.
Anjurkan

pasien

menyumbat jalan napas.

untuk

melakukan napas dalam Mencegah/menurunkan atelektasis.
yang efektif bila pasien
sadar.
Lakukan
dengan

penghisapan
ekstra

hati-hati, Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau

jangan lebih dari 10-15 dalam
detik.

Catat

keadaan

imobilisasi

dan

tidak

dapat

karakter, membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada

warna dan kekeruhan dari trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
sekret.

hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan

hipoksia

yang

menimbulkan

vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
Auskultasi
perhatikan

suara

napas, cukup besar pada perfusi jaringan.
daerah Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
8

hipoventilasi dan adanya atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak membahayakan
normal

misal:

oksigenasi

cerebral

dan/atau

ronkhi, menandakan terjadinya infeksi paru.

wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan

Lakukan ronsen thoraks asam basa dan kebutuhan akan terapi.
ulang.

Melihat

kembali

keadaan

ventilasi

dan

tanda-

tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
Berikan oksigen.

bronkopneumoni.
Memaksimalkan

oksigen

pada

darah

arteri

dan

membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada mekanik.
jika ada indikasi.

Walaupun

merupakan

kontraindikasi

pada

pasien

dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:


Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:


Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan

antiseptik, nosokomial.

pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi
yang
kerusakan,

daerah

kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan

mengalami untuk

melakukan

tindakan

dengan

segera

dan

daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
9

dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur,

catat

demam,

adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
menggigil, segera.

diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan
kesadaran).
Anjurkan

untuk Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru

melakukan napas dalam, untuk

menurunkan

resiko

terjadinya

pneumonia,

latihan pengeluaran sekret atelektasis.
paru secara terus menerus.
Observasi

karakteristik

sputum.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
indikasi

mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
dilakukan

pembedahan

untuk

menurunkan

resiko

terjadinya infeksi nosokomial.

10

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC ,
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

11

ASUHAN KEPERAWATAN TN. S
POST OP TREPANASI DENGAN CEDERA OTAK BERAT
DI RUANG ROI IRD LT.3
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama

: TN. S.

Umur

: 50 tahun

Suku/Bangsa

: Jawa/Indonesia.

Agama

: Islam

Alamat

: Blimbing Ngeran Bojonegoro

Pekerjaan

: tidak bekerja

Pendidikan

: SLTA

Tgl.MRS

: 28 April 2002 jam: 02.30

Tgl. Pengkajian

: 29 April 2002 jam: 08.00

Diagnosa Medik

: Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S)

1.2 Alasan MRS

: kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck, klien
tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntahmuntah (-), kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan
langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo.

1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR

Insp MV: 500

Exp MV: - FIO2: : 50%

A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR
18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit,
tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan – Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan – Eliminasi alvi
infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah
abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang – otot – integumen:
12

Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena
pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix,
tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet,
kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl.

Leko: 5,6.

Trombo: 101.

PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265

PCO2: 46,0

HCO3: 20,4

BE: -6,6

PO2: 259,4

CT Scan tanggal 29 April 2002:


ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.



Fr Impresi frontal kanan dan kiri



Fraktur temporal kiri

1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV

Novalgin 3 x 1 amp IV

Afriaxon 1 x 2 gr IV

Dilantin 3x 100 IV

Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.

13

2. ANALISA DATA
DS: -

Data

Kemungkinan penyebab
Trauma kepala

DO:



Kesadaran me , GCS: 1
x 1,
ICH

daerah

dengan
pnemotocele.
Fr Impresi frontal
kanan dan kiri


Hematom Subarachnoid

Odema otak

temporofrontal kiri



jaringan cerebral



CT Scan :


Masalah
Gangguan
perfusi

Fraktur

temporal


 TIK

Aliran darah ke otak 

O2 

kiri
DS: -

TIK 

DO:



Menggunakan respirator,
Mode: CR
500

Insp MV:

Exp MV: - FIO2: :

50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,

Gangguan

pola

napas

 rangsangan simpatis

 tahanan vaskuler sistemik

terjadi pe  tek. pada sist.

RR 18 x/menit

pemb. darah pulmonal.

Pe  tek.hidrostatik 
kebocoran cairan kapiler

Pe  hambatan difusi O2 CO2

DS: -

Hipoksemia
Trauma kepala

Resiko

nutrisi

DO:



kurang

dari

GCS:

1-x-1,

terpasang

sonde, infus Dex 1500
cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan maag

Stress

kebutuhan tubuh


Pe  katekolamin

14

slang warna coklat 200 cc.

Pe  sekresi asam lambung

Mual, muntah

Asupan tidak adekuat

DS: DO:

Trauma jaringan, kulit rusak,

Luka post
pada

op trepanasi

farietal

pembalut,

prosedur invasif.

Resiko

tinggi

terhadap infeksi

tertutup

tidak

tampak

adanya perdarahan, luka
laserasi

pada

rahang

bawah dan tertutp kasa
serta

luka

jejas

pada

phalank distal sinistra dan
mengeluarkan

bau

dan

secret berwarna kuning,
Turgor baik, warna kulit
pucat.

Klien

terpasang

respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
DS: -

Trauma kepala


DO:
Kesadaran me , GCS: 1x-14

Sindroma

defisit

perawatan diri

Hematom Subarachnoid


Klieb tidak sadar

 TIK

Aliran darah ke otak 

O2 


Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
15

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
Tujuan:


Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil:


Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK



Tingkat kesadaran membaik

Intervensi
Pantau
/catat

Rasional
status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

neurologis secara teratur TIK

dan

bermanfaat

dalam

menentukan

lokasi,

dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri

dan

kanan,

terhadap cahaya.

reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap

cahaya

mencerminkan

fungsi

yang

terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu.

terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia
mencerminkan

cerebral.

kerusakan

Demam
pada

dapat

hipotalamus.

Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang
turgor kulit dan membran terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma
mukosa.

serebral

dapat

mengakibatkan

diabetes

insipidus.

Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah
16

hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Turunkan

stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

eksternal

dan

kenyamanan,

berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.

lingkungan yang tenang.
Bantu

pasien

menghindari

untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan

/membatasi intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 5- Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15 derajad.

akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
terjadinya peningkatan TIK.

Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema
sesuai indikasi.

serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD
dan TIK.

Berikan oksigen tambahan Menurunkan
sesuai indikasi.

hipoksemia,

yang

mana

dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.

Berikan obat:


Manitol 4 x 100 cc menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan
iv



Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,
untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.

Dilantin 3 x 100
mg IV

17

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
Tujuan:


Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi:


Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal

Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
setiap

1

Rasional
menandakan

dapat

awitan

komplikasi

pernapasan pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
jam.

Catat otak.

ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
tube,

selang

ventilator pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara

sesering mungkin.

yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
berada didekat pasien
Lakukan
dengan

gangguan pada ventilator.

penghisapan Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau
ekstra

hati-hati, meningkatkan

hipoksia

yang

menimbulkan

jangan lebih dari 10-15 vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
detik.

Catat

karakter, cukup besar pada perfusi jaringan.

warna dan kekeruhan dari
sekret.
Lakukan

fisioterapi Walaupun

Napas .

merupakan

kontraindikasi

pada

pasien

dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti

Auskultasi

suara

perhatikan

napas, atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
daerah membahayakan

oksigenasi

cerebral

dan/atau

hipoventilasi dan adanya menandakan terjadinya infeksi paru.
suara tambahan yang tidak
normal

misal:

wheezing, krekel.

ronkhi,
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan

Pantau analisa gas darah, asam basa dan kebutuhan akan terapi.
tekanan oksimetri

Melihat

kembali

keadaan

ventilasi

dan

tanda-

Lakukan ronsen thoraks tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
18

ulang.

bronkopneumoni.

DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan

antiseptik, nosokomial.

pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi

daerah

yang
kerusakan,

kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan

mengalami untuk

melakukan

tindakan

dengan

segera

dan

daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur,

catat

demam,

adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
menggigil, segera.

diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
program dokter.

mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.

19

TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa
Tindakan Keperawatan
29/4/02
1
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor
reaksi cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit,
suhu: 37C.
-

Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.

-

Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.

-

Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.

-

Memberikan obat:


Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)



Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)



Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)



Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 –
– 06.00 )

2

-

Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.

-

Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan
sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –
20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna
lendir putih kental.

3

-

.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

-

Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.

30/4/02

1

-

Melakukan perawatan luka secara aseptik.
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:
37C.

-

Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.

-

Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15 
20

-

Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit

-

Memberikan obat:


Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)



Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)



Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)



Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 –
– 06.00 )

2

-

Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –
11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,
mencatat

karakter

warna

lendir

putih

kental.

Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3

-

Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.

1/5/02

-

Melakukan perawatan luka secara aseptik.

-

Melakukan pemeriksaan lab:

Pasien Meninggal

21

EVALUASI
TGL
DIAGNOSA
29/4/2002
1. Perubahan perfusi S: jaringan

EVALUASI

serebral O:

berhubungan dengan 

Klien masih tampak gelisah, GCS: 1- x-1

hemoragi/

pupil isokor reaksi cahaya +/+

hematoma;

edema 

cerebral.

TTV stabil TD berkisar antara 140/100 120/90, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.

A: masalah belum teratasi
29/4/2002

P: rencana tindakan dilanjutkan
2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O:
dengan

kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70,

neurovaskuler

nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.

(cedera pada pusat Ventilator terpasang Menggunakan respirator,
pernapasan otak).

Mode: CR

Insp MV: 500

Exp MV: - FIO2:

: 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
A: Masalah belum teratasi
29/4/2002

3. Resiko tinggi

P: Rencana keperawatan dilanjutkan,
S:

terhadap infeksi b.d

O:

trauma jaringan,



TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

kulit rusak, prosedur

150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 –

invasif.

22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.


Cairan drain kepala warna merah, luka
ditangan merembes cairan (serum) warna
kecoklatan.

A: masalah belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan
30/4/2002

Perubahan
jaringan

perfusi S: serebral O:

berhubungan dengan 

GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+

hemoragi/

TTV stabil TD berkisar antara 130/100 -

hematoma;
cerebral.


edema

140/110, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 –
22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
22

A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan.

2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O:
dengan

kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70,

neurovaskuler

nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.

(cedera pada pusat Ventilator dilepas, dipasang T –Piece , dengan
pernapasan otak).

O2 6 lt/menit, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit


Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH: 7,265
HCO3: 20,4

PCO2:46,0

PO2: 254,4

BE: - 6,6

A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan :
Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece.
3. Resiko tinggi

S:

terhadap infeksi b.d

O:

trauma jaringan,



TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

kulit rusak, prosedur

150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 –

invasif.

22 x/menit. suhu : 37,3 – 37,7 C.


Cairan drain kepala warna merah, luka
ditangan merembes cairan (serum) warna
kekuning-kuningan.

A: masalah infeksi belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan

Tanggal 1/5/2002 klien meninggal

23

Dokumen yang terkait

KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN POST OP Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Post Op Hernia Inguinalis Hari Ke-1 Di Bangsal Multazam Rs Pku Muhammadiyah Surakarta.

0 1 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PENCERNAAN Tn. H DENGAN POST OP HERNIOTOMY DIBANGSAL Asuhan Keperawatan Pada Sistem Pencernaan Tn. H Dengan Post Op Herniotomy Dibangsal Cempaka RSUD Pandan Arang Di Boyolali.

0 1 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PENCERNAAN Tn. H DENGAN POST OP HERNIOTOMY DIBANGSAL Asuhan Keperawatan Pada Sistem Pencernaan Tn. H Dengan Post Op Herniotomy Dibangsal Cempaka RSUD Pandan Arang Di Boyolali.

0 1 13

KARYA TULIS ILMIAH Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Post OP Sectio Caesaria Dengan Indikasi Kala II Lama Di Ruang Dahlia Rsud Pandan Arang Boyolali.

0 0 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. N DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI KALA II LAMA DI Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Post OP Sectio Caesaria Dengan Indikasi Kala II Lama Di Ruang Dahlia Rsud Pandan Arang Boyolali.

0 0 14

CIDERA OTAK BERAT | Karya Tulis Ilmiah CIDERA OTAK BERAT

0 0 5

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA | Karya Tulis Ilmiah ASKEP chest pain

0 1 1

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASI ATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT

0 2 12

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PRE OP BENIGNE PROSTAT HYPERPLASIA | Karya Tulis Ilmiah

0 1 1

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA | Karya Tulis Ilmiah

0 0 1