ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASI ATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT | Karya Tulis Ilmiah Post op Trepanasi
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASI
ATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT
Disusun Oleh :
SUBHAN
NIM . 010 030 170 B
PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2002
CIDERA KEPALA (TRAUMA KAPITIS)
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
PATOFISIOLOGI
Cidera kepala
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer
Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi
Kerusakan Sel otak
Gangguan autoregulasi
rangsangan simpatis
Stress
Aliran darah keotak
tahanan vaskuler
katekolamin
Sistemik & TD
O2 ggan metabolisme
tek. Pemb.darah
sekresi asam lambung
Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan
oedema paru cardiac out put
Asupan nutrisi kurang
Cerebral
Difusi O2 terhambat
Gg perfusi jaringan
Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada
cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
edema fokal atau difusi
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala:
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala,
Muntah
Hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral
Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi,
peningkatan suhu.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat
2
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Bingung
Mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan
Edema pupil.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Dilatasi pupil ipsilateral dan
Kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
3
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
4
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
5
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan,
tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan
tingkat
kesadaran
biasa/perbaikan,
kognisi,
dan
fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan
koma/penurunan
dalam
pemulihannya
setelah
serangan
awal,
perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
jaringan otak dan potensial intensif.
peningkatan TIK.
Pantau
/catat
status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
neurologis secara teratur TIK dan bermanfaat
dalam menentukan
lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
terhadap cahaya.
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap
cahaya
mencerminkan
fungsi
yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu.
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi
dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
6
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
turgor kulit dan membran yang
mukosa.
terintegrasi
dengan
perfusi
jaringan.
Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
Turunkan
stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
eksternal
dan
kenyamanan,
berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.
Bantu
pasien
menghindari
untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak
/membatasi dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15-45
derajad
indikasi/yang
sesuai akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
dapat terjadinya peningkatan TIK.
ditoleransi.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
sesuai indikasi.
edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan
sesuai indikasi.
hipoksemia,
yang
mana
dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Berikan
obat
sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan
indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
steroid,
analgetik,
antipiretik.
antikonvulsan, Steroid
menurunkan
inflamasi,
yang
selanjutnya
sedatif, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
7
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
Catat
dapat
Rasional
menandakan
awitan
komplikasi
pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
ketidakteraturan otak.
pernapasan.
Pernapasan
lambat,
periode
apnea
dapat
menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Pantau
dan
catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
kompetensi
reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
gag/menelan
dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan
kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi.
melindungi
jalan
napas
sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
sesuai aturannya, posisi menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
miirng sesuai indikasi.
Anjurkan
pasien
menyumbat jalan napas.
untuk
melakukan napas dalam Mencegah/menurunkan atelektasis.
yang efektif bila pasien
sadar.
Lakukan
dengan
penghisapan
ekstra
hati-hati, Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau
jangan lebih dari 10-15 dalam
detik.
Catat
keadaan
imobilisasi
dan
tidak
dapat
karakter, membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada
warna dan kekeruhan dari trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
sekret.
hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan
hipoksia
yang
menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
Auskultasi
perhatikan
suara
napas, cukup besar pada perfusi jaringan.
daerah Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
8
hipoventilasi dan adanya atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak membahayakan
normal
misal:
oksigenasi
cerebral
dan/atau
ronkhi, menandakan terjadinya infeksi paru.
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
Lakukan ronsen thoraks asam basa dan kebutuhan akan terapi.
ulang.
Melihat
kembali
keadaan
ventilasi
dan
tanda-
tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
Berikan oksigen.
bronkopneumoni.
Memaksimalkan
oksigen
pada
darah
arteri
dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada mekanik.
jika ada indikasi.
Walaupun
merupakan
kontraindikasi
pada
pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan
antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi
yang
kerusakan,
daerah
kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
mengalami untuk
melakukan
tindakan
dengan
segera
dan
daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
9
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur,
catat
demam,
adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
menggigil, segera.
diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan
kesadaran).
Anjurkan
untuk Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru
melakukan napas dalam, untuk
menurunkan
resiko
terjadinya
pneumonia,
latihan pengeluaran sekret atelektasis.
paru secara terus menerus.
Observasi
karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
indikasi
mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
dilakukan
pembedahan
untuk
menurunkan
resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC ,
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
11
ASUHAN KEPERAWATAN TN. S
POST OP TREPANASI DENGAN CEDERA OTAK BERAT
DI RUANG ROI IRD LT.3
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama
: TN. S.
Umur
: 50 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia.
Agama
: Islam
Alamat
: Blimbing Ngeran Bojonegoro
Pekerjaan
: tidak bekerja
Pendidikan
: SLTA
Tgl.MRS
: 28 April 2002 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian
: 29 April 2002 jam: 08.00
Diagnosa Medik
: Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S)
1.2 Alasan MRS
: kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck, klien
tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntahmuntah (-), kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan
langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo.
1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR
Insp MV: 500
Exp MV: - FIO2: : 50%
A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR
18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit,
tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan – Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan – Eliminasi alvi
infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah
abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang – otot – integumen:
12
Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena
pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix,
tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet,
kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265
PCO2: 46,0
HCO3: 20,4
BE: -6,6
PO2: 259,4
CT Scan tanggal 29 April 2002:
ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan dan kiri
Fraktur temporal kiri
1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV
Novalgin 3 x 1 amp IV
Afriaxon 1 x 2 gr IV
Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.
13
2. ANALISA DATA
DS: -
Data
Kemungkinan penyebab
Trauma kepala
DO:
Kesadaran me , GCS: 1
x 1,
ICH
daerah
dengan
pnemotocele.
Fr Impresi frontal
kanan dan kiri
Hematom Subarachnoid
Odema otak
temporofrontal kiri
jaringan cerebral
CT Scan :
Masalah
Gangguan
perfusi
Fraktur
temporal
TIK
Aliran darah ke otak
O2
kiri
DS: -
TIK
DO:
Menggunakan respirator,
Mode: CR
500
Insp MV:
Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
Gangguan
pola
napas
rangsangan simpatis
tahanan vaskuler sistemik
terjadi pe tek. pada sist.
RR 18 x/menit
pemb. darah pulmonal.
Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
Pe hambatan difusi O2 CO2
DS: -
Hipoksemia
Trauma kepala
Resiko
nutrisi
DO:
kurang
dari
GCS:
1-x-1,
terpasang
sonde, infus Dex 1500
cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan maag
Stress
kebutuhan tubuh
Pe katekolamin
14
slang warna coklat 200 cc.
Pe sekresi asam lambung
Mual, muntah
Asupan tidak adekuat
DS: DO:
Trauma jaringan, kulit rusak,
Luka post
pada
op trepanasi
farietal
pembalut,
prosedur invasif.
Resiko
tinggi
terhadap infeksi
tertutup
tidak
tampak
adanya perdarahan, luka
laserasi
pada
rahang
bawah dan tertutp kasa
serta
luka
jejas
pada
phalank distal sinistra dan
mengeluarkan
bau
dan
secret berwarna kuning,
Turgor baik, warna kulit
pucat.
Klien
terpasang
respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
DS: -
Trauma kepala
DO:
Kesadaran me , GCS: 1x-14
Sindroma
defisit
perawatan diri
Hematom Subarachnoid
Klieb tidak sadar
TIK
Aliran darah ke otak
O2
Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
15
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran membaik
Intervensi
Pantau
/catat
Rasional
status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
neurologis secara teratur TIK
dan
bermanfaat
dalam
menentukan
lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri
dan
kanan,
terhadap cahaya.
reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap
cahaya
mencerminkan
fungsi
yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu.
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia
mencerminkan
cerebral.
kerusakan
Demam
pada
dapat
hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang
turgor kulit dan membran terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma
mukosa.
serebral
dapat
mengakibatkan
diabetes
insipidus.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah
16
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Turunkan
stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
eksternal
dan
kenyamanan,
berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.
Bantu
pasien
menghindari
untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan
/membatasi intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 5- Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15 derajad.
akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
terjadinya peningkatan TIK.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema
sesuai indikasi.
serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD
dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan
sesuai indikasi.
hipoksemia,
yang
mana
dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Berikan obat:
Manitol 4 x 100 cc menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan
iv
Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,
untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Dilantin 3 x 100
mg IV
17
DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi:
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
setiap
1
Rasional
menandakan
dapat
awitan
komplikasi
pernapasan pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
jam.
Catat otak.
ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
tube,
selang
ventilator pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara
sesering mungkin.
yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
berada didekat pasien
Lakukan
dengan
gangguan pada ventilator.
penghisapan Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau
ekstra
hati-hati, meningkatkan
hipoksia
yang
menimbulkan
jangan lebih dari 10-15 vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
detik.
Catat
karakter, cukup besar pada perfusi jaringan.
warna dan kekeruhan dari
sekret.
Lakukan
fisioterapi Walaupun
Napas .
merupakan
kontraindikasi
pada
pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
Auskultasi
suara
perhatikan
napas, atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
daerah membahayakan
oksigenasi
cerebral
dan/atau
hipoventilasi dan adanya menandakan terjadinya infeksi paru.
suara tambahan yang tidak
normal
misal:
wheezing, krekel.
ronkhi,
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
Pantau analisa gas darah, asam basa dan kebutuhan akan terapi.
tekanan oksimetri
Melihat
kembali
keadaan
ventilasi
dan
tanda-
Lakukan ronsen thoraks tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
18
ulang.
bronkopneumoni.
DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan
antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi
daerah
yang
kerusakan,
kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
mengalami untuk
melakukan
tindakan
dengan
segera
dan
daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur,
catat
demam,
adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
menggigil, segera.
diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
program dokter.
mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
19
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa
Tindakan Keperawatan
29/4/02
1
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor
reaksi cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit,
suhu: 37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
-
Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.
-
Memberikan obat:
Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)
Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)
Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 –
– 06.00 )
2
-
Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
-
Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan
sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –
20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna
lendir putih kental.
3
-
.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
30/4/02
1
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:
37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15
20
-
Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
-
Memberikan obat:
Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)
Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)
Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 –
– 06.00 )
2
-
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –
11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,
mencatat
karakter
warna
lendir
putih
kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
1/5/02
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
-
Melakukan pemeriksaan lab:
Pasien Meninggal
21
EVALUASI
TGL
DIAGNOSA
29/4/2002
1. Perubahan perfusi S: jaringan
EVALUASI
serebral O:
berhubungan dengan
Klien masih tampak gelisah, GCS: 1- x-1
hemoragi/
pupil isokor reaksi cahaya +/+
hematoma;
edema
cerebral.
TTV stabil TD berkisar antara 140/100 120/90, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
29/4/2002
P: rencana tindakan dilanjutkan
2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O:
dengan
kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70,
neurovaskuler
nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
(cedera pada pusat Ventilator terpasang Menggunakan respirator,
pernapasan otak).
Mode: CR
Insp MV: 500
Exp MV: - FIO2:
: 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
A: Masalah belum teratasi
29/4/2002
3. Resiko tinggi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan,
S:
terhadap infeksi b.d
O:
trauma jaringan,
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
kulit rusak, prosedur
150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 –
invasif.
22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
Cairan drain kepala warna merah, luka
ditangan merembes cairan (serum) warna
kecoklatan.
A: masalah belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan
30/4/2002
Perubahan
jaringan
perfusi S: serebral O:
berhubungan dengan
GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+
hemoragi/
TTV stabil TD berkisar antara 130/100 -
hematoma;
cerebral.
edema
140/110, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 –
22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
22
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan.
2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O:
dengan
kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70,
neurovaskuler
nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
(cedera pada pusat Ventilator dilepas, dipasang T –Piece , dengan
pernapasan otak).
O2 6 lt/menit, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH: 7,265
HCO3: 20,4
PCO2:46,0
PO2: 254,4
BE: - 6,6
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan :
Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece.
3. Resiko tinggi
S:
terhadap infeksi b.d
O:
trauma jaringan,
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
kulit rusak, prosedur
150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 –
invasif.
22 x/menit. suhu : 37,3 – 37,7 C.
Cairan drain kepala warna merah, luka
ditangan merembes cairan (serum) warna
kekuning-kuningan.
A: masalah infeksi belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan
Tanggal 1/5/2002 klien meninggal
23
PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASI
ATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT
Disusun Oleh :
SUBHAN
NIM . 010 030 170 B
PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2002
CIDERA KEPALA (TRAUMA KAPITIS)
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
PATOFISIOLOGI
Cidera kepala
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer
Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi
Kerusakan Sel otak
Gangguan autoregulasi
rangsangan simpatis
Stress
Aliran darah keotak
tahanan vaskuler
katekolamin
Sistemik & TD
O2 ggan metabolisme
tek. Pemb.darah
sekresi asam lambung
Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan
oedema paru cardiac out put
Asupan nutrisi kurang
Cerebral
Difusi O2 terhambat
Gg perfusi jaringan
Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada
cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
edema fokal atau difusi
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala:
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala,
Muntah
Hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral
Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi,
peningkatan suhu.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat
2
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Bingung
Mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan
Edema pupil.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Dilatasi pupil ipsilateral dan
Kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
3
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
4
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
5
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan,
tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan
tingkat
kesadaran
biasa/perbaikan,
kognisi,
dan
fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan
koma/penurunan
dalam
pemulihannya
setelah
serangan
awal,
perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
jaringan otak dan potensial intensif.
peningkatan TIK.
Pantau
/catat
status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
neurologis secara teratur TIK dan bermanfaat
dalam menentukan
lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
terhadap cahaya.
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap
cahaya
mencerminkan
fungsi
yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu.
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi
dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
6
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
turgor kulit dan membran yang
mukosa.
terintegrasi
dengan
perfusi
jaringan.
Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
Turunkan
stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
eksternal
dan
kenyamanan,
berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.
Bantu
pasien
menghindari
untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak
/membatasi dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15-45
derajad
indikasi/yang
sesuai akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
dapat terjadinya peningkatan TIK.
ditoleransi.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
sesuai indikasi.
edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan
sesuai indikasi.
hipoksemia,
yang
mana
dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Berikan
obat
sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan
indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
steroid,
analgetik,
antipiretik.
antikonvulsan, Steroid
menurunkan
inflamasi,
yang
selanjutnya
sedatif, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
7
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
Catat
dapat
Rasional
menandakan
awitan
komplikasi
pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
ketidakteraturan otak.
pernapasan.
Pernapasan
lambat,
periode
apnea
dapat
menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Pantau
dan
catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
kompetensi
reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
gag/menelan
dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan
kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi.
melindungi
jalan
napas
sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
sesuai aturannya, posisi menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
miirng sesuai indikasi.
Anjurkan
pasien
menyumbat jalan napas.
untuk
melakukan napas dalam Mencegah/menurunkan atelektasis.
yang efektif bila pasien
sadar.
Lakukan
dengan
penghisapan
ekstra
hati-hati, Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau
jangan lebih dari 10-15 dalam
detik.
Catat
keadaan
imobilisasi
dan
tidak
dapat
karakter, membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada
warna dan kekeruhan dari trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
sekret.
hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan
hipoksia
yang
menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
Auskultasi
perhatikan
suara
napas, cukup besar pada perfusi jaringan.
daerah Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
8
hipoventilasi dan adanya atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak membahayakan
normal
misal:
oksigenasi
cerebral
dan/atau
ronkhi, menandakan terjadinya infeksi paru.
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
Lakukan ronsen thoraks asam basa dan kebutuhan akan terapi.
ulang.
Melihat
kembali
keadaan
ventilasi
dan
tanda-
tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
Berikan oksigen.
bronkopneumoni.
Memaksimalkan
oksigen
pada
darah
arteri
dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada mekanik.
jika ada indikasi.
Walaupun
merupakan
kontraindikasi
pada
pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan
antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi
yang
kerusakan,
daerah
kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
mengalami untuk
melakukan
tindakan
dengan
segera
dan
daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
9
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur,
catat
demam,
adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
menggigil, segera.
diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan
kesadaran).
Anjurkan
untuk Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru
melakukan napas dalam, untuk
menurunkan
resiko
terjadinya
pneumonia,
latihan pengeluaran sekret atelektasis.
paru secara terus menerus.
Observasi
karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
indikasi
mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
dilakukan
pembedahan
untuk
menurunkan
resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC ,
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
11
ASUHAN KEPERAWATAN TN. S
POST OP TREPANASI DENGAN CEDERA OTAK BERAT
DI RUANG ROI IRD LT.3
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama
: TN. S.
Umur
: 50 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia.
Agama
: Islam
Alamat
: Blimbing Ngeran Bojonegoro
Pekerjaan
: tidak bekerja
Pendidikan
: SLTA
Tgl.MRS
: 28 April 2002 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian
: 29 April 2002 jam: 08.00
Diagnosa Medik
: Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S)
1.2 Alasan MRS
: kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck, klien
tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntahmuntah (-), kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan
langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo.
1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR
Insp MV: 500
Exp MV: - FIO2: : 50%
A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR
18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit,
tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan – Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan – Eliminasi alvi
infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah
abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang – otot – integumen:
12
Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena
pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix,
tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet,
kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265
PCO2: 46,0
HCO3: 20,4
BE: -6,6
PO2: 259,4
CT Scan tanggal 29 April 2002:
ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan dan kiri
Fraktur temporal kiri
1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV
Novalgin 3 x 1 amp IV
Afriaxon 1 x 2 gr IV
Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.
13
2. ANALISA DATA
DS: -
Data
Kemungkinan penyebab
Trauma kepala
DO:
Kesadaran me , GCS: 1
x 1,
ICH
daerah
dengan
pnemotocele.
Fr Impresi frontal
kanan dan kiri
Hematom Subarachnoid
Odema otak
temporofrontal kiri
jaringan cerebral
CT Scan :
Masalah
Gangguan
perfusi
Fraktur
temporal
TIK
Aliran darah ke otak
O2
kiri
DS: -
TIK
DO:
Menggunakan respirator,
Mode: CR
500
Insp MV:
Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
Gangguan
pola
napas
rangsangan simpatis
tahanan vaskuler sistemik
terjadi pe tek. pada sist.
RR 18 x/menit
pemb. darah pulmonal.
Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
Pe hambatan difusi O2 CO2
DS: -
Hipoksemia
Trauma kepala
Resiko
nutrisi
DO:
kurang
dari
GCS:
1-x-1,
terpasang
sonde, infus Dex 1500
cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan maag
Stress
kebutuhan tubuh
Pe katekolamin
14
slang warna coklat 200 cc.
Pe sekresi asam lambung
Mual, muntah
Asupan tidak adekuat
DS: DO:
Trauma jaringan, kulit rusak,
Luka post
pada
op trepanasi
farietal
pembalut,
prosedur invasif.
Resiko
tinggi
terhadap infeksi
tertutup
tidak
tampak
adanya perdarahan, luka
laserasi
pada
rahang
bawah dan tertutp kasa
serta
luka
jejas
pada
phalank distal sinistra dan
mengeluarkan
bau
dan
secret berwarna kuning,
Turgor baik, warna kulit
pucat.
Klien
terpasang
respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
DS: -
Trauma kepala
DO:
Kesadaran me , GCS: 1x-14
Sindroma
defisit
perawatan diri
Hematom Subarachnoid
Klieb tidak sadar
TIK
Aliran darah ke otak
O2
Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
15
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran membaik
Intervensi
Pantau
/catat
Rasional
status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
neurologis secara teratur TIK
dan
bermanfaat
dalam
menentukan
lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri
dan
kanan,
terhadap cahaya.
reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap
cahaya
mencerminkan
fungsi
yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu.
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia
mencerminkan
cerebral.
kerusakan
Demam
pada
dapat
hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang
turgor kulit dan membran terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma
mukosa.
serebral
dapat
mengakibatkan
diabetes
insipidus.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah
16
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Turunkan
stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
eksternal
dan
kenyamanan,
berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.
Bantu
pasien
menghindari
untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan
/membatasi intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 5- Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15 derajad.
akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
terjadinya peningkatan TIK.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema
sesuai indikasi.
serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD
dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan
sesuai indikasi.
hipoksemia,
yang
mana
dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Berikan obat:
Manitol 4 x 100 cc menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan
iv
Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,
untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Dilantin 3 x 100
mg IV
17
DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi:
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
setiap
1
Rasional
menandakan
dapat
awitan
komplikasi
pernapasan pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
jam.
Catat otak.
ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
tube,
selang
ventilator pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara
sesering mungkin.
yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
berada didekat pasien
Lakukan
dengan
gangguan pada ventilator.
penghisapan Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau
ekstra
hati-hati, meningkatkan
hipoksia
yang
menimbulkan
jangan lebih dari 10-15 vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
detik.
Catat
karakter, cukup besar pada perfusi jaringan.
warna dan kekeruhan dari
sekret.
Lakukan
fisioterapi Walaupun
Napas .
merupakan
kontraindikasi
pada
pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
Auskultasi
suara
perhatikan
napas, atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
daerah membahayakan
oksigenasi
cerebral
dan/atau
hipoventilasi dan adanya menandakan terjadinya infeksi paru.
suara tambahan yang tidak
normal
misal:
wheezing, krekel.
ronkhi,
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
Pantau analisa gas darah, asam basa dan kebutuhan akan terapi.
tekanan oksimetri
Melihat
kembali
keadaan
ventilasi
dan
tanda-
Lakukan ronsen thoraks tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
18
ulang.
bronkopneumoni.
DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan
antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi
daerah
yang
kerusakan,
kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
mengalami untuk
melakukan
tindakan
dengan
segera
dan
daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur,
catat
demam,
adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
menggigil, segera.
diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
program dokter.
mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
19
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa
Tindakan Keperawatan
29/4/02
1
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor
reaksi cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit,
suhu: 37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
-
Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.
-
Memberikan obat:
Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)
Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)
Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 –
– 06.00 )
2
-
Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
-
Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan
sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –
20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna
lendir putih kental.
3
-
.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
30/4/02
1
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:
37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15
20
-
Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
-
Memberikan obat:
Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)
Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)
Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 –
– 06.00 )
2
-
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –
11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,
mencatat
karakter
warna
lendir
putih
kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
1/5/02
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
-
Melakukan pemeriksaan lab:
Pasien Meninggal
21
EVALUASI
TGL
DIAGNOSA
29/4/2002
1. Perubahan perfusi S: jaringan
EVALUASI
serebral O:
berhubungan dengan
Klien masih tampak gelisah, GCS: 1- x-1
hemoragi/
pupil isokor reaksi cahaya +/+
hematoma;
edema
cerebral.
TTV stabil TD berkisar antara 140/100 120/90, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
29/4/2002
P: rencana tindakan dilanjutkan
2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O:
dengan
kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70,
neurovaskuler
nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
(cedera pada pusat Ventilator terpasang Menggunakan respirator,
pernapasan otak).
Mode: CR
Insp MV: 500
Exp MV: - FIO2:
: 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
A: Masalah belum teratasi
29/4/2002
3. Resiko tinggi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan,
S:
terhadap infeksi b.d
O:
trauma jaringan,
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
kulit rusak, prosedur
150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 –
invasif.
22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
Cairan drain kepala warna merah, luka
ditangan merembes cairan (serum) warna
kecoklatan.
A: masalah belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan
30/4/2002
Perubahan
jaringan
perfusi S: serebral O:
berhubungan dengan
GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+
hemoragi/
TTV stabil TD berkisar antara 130/100 -
hematoma;
cerebral.
edema
140/110, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 –
22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
22
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan.
2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O:
dengan
kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70,
neurovaskuler
nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
(cedera pada pusat Ventilator dilepas, dipasang T –Piece , dengan
pernapasan otak).
O2 6 lt/menit, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH: 7,265
HCO3: 20,4
PCO2:46,0
PO2: 254,4
BE: - 6,6
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan :
Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece.
3. Resiko tinggi
S:
terhadap infeksi b.d
O:
trauma jaringan,
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
kulit rusak, prosedur
150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 –
invasif.
22 x/menit. suhu : 37,3 – 37,7 C.
Cairan drain kepala warna merah, luka
ditangan merembes cairan (serum) warna
kekuning-kuningan.
A: masalah infeksi belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan
Tanggal 1/5/2002 klien meninggal
23