Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN NILAI EKONOMI
SATWA LIAR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT
DI JAWA TENGAH

DIYAH KARTIKASARI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN NILAI EKONOMI
SATWA LIAR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT
DI JAWA TENGAH

DIYAH KARTIKASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Konservasi Biodiversitas
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan


SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRACT
DIYAH KARTIKASARI. Species Diversity and Economic Value of Medicinal
Wild Animal in Central Java. Under the supervisions of BURHANUDDIN
MASY’UD dan MIRZA D KUSRINI.
Indonesia has high biodiversity and endemism, however extinction rate is
also high. Excessive harvesting and habitat destruction by human activity were the
dominant factor leading to species extinction and biodiversity loss. Most of the
people depend on biodiversity as foods, medicine and housing, but sometime they
heedless sustainable utilization. This research was aimed to identify wild animal
diversity utilized as traditional medicine and its economics value in Central Java.
Research was carried out from May to August 2007 in Central Java
Province. Information was obtained through semi structured questionnaires
applied to 105 respondents from 19 sub-provinces. I recorded 54 animal species
utilized in traditional medicine, 42 of which are wild animal species (vertebrates),

10 avertebrates and 2 livestock animals; whose products were recommended for
the treatment of 50 types of illnesses. The most frequently quoted treatments were
for respiratory system (20 species), skin disease (18 species) and increasing
stamina and appetite (14 species). Reptiles (21 species), followed by mammals
(11 species) and fishes (4 species) represented the bulk of medicinal species.
Medicinal wild animal is not only used for local consumption, but also exported.
The economic value of wild animal to human health in Central Java is estimated
to reach Rp.1,421,714,004 per year. Excessive harvesting of medicinal wild animal
might increase species loss which resulted in extinction. However, if harvest and
trade are based on sustainable utilization, it will not only increasing economic
benefit but also generate effort for conservation.
Keywords : species diversity, economic value, medicinal wild animal, Cental Java

RINGKASAN
DIYAH KARTIKASARI. Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar
yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah. Dibimbing oleh
BURHANUDDIN MASY’UD dan MIRZA D KUSRINI.
Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta endemisme yang
sangat tinggi, namun tingkat keterancaman terhadap kepunahan spesies dan
genetik di Indonesia juga sangat tinggi. Penyebab utama keterancaman terhadap

bahaya kepunahan spesies adalah kerusakan habitat dan pemanfaatan yang tidak
terkendali. Keanekaragaman hayati potensial sebagai sumber pangan, papan,
sandang, obat-obatan yang mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membuat harga obat-obatan yang
tinggi menjadi tidak terjangkau lagi oleh masyarakat yang tingkat daya belinya
rendah. Pengobatan tradisional dipilih oleh sebagian masyarakat untuk menjaga
kesehatannya. Selain tumbuh-tumbuhan, masyarakat juga menggunakan beberapa
jenis satwa sebagai obat tradisional. Keanekaragaman jenis satwa liar serta
pengetahuan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah tentang penggunaannya
sebagai obat merupakan aset yang bernilai strategis untuk pemanfaatan satwa liar
sebagai obat.
Penelitian dan pustaka mengenai satwa liar untuk obat masih sangat sedikit.
Masih banyak jenis satwa obat yang belum tergali potensinya secara optimal
namun keberadaannya di alam sudah terancam punah. Untuk dapat melakukan
pengelolaan dan pemanfaatan satwa liar secara lestari maka pemanfaatan jenis
satwa obat dan nilai ekonominya perlu diketahui untuk menentukan strategi
konservasi yang harus diambil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis satwa liar
dan bagian mana yang digunakan serta cara penggunaannya sebagai obat,
menghitung nilai ekonomi satwa liar yang digunakan sebagai obat dan

mengetahui jalur pemasarannya serta mengidentifikasi permasalahan yang
berkaitan dengan penggunaan satwa liar sebagai obat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2007 di 19 kabupaten/kota
di Propinsi Jawa Tengah. Karena jumlah pemanfaat satwa liar obat di Jawa
Tengah belum diketahui secara pasti, pengambilan sampel penelitian dilakukan
secara snowball sampling dengan bantuan key informan. Responden dibagi dalam
empat kategori yaitu pemungut, pengumpul, peracik dan penjual. Jumlah
responden yang berhasil diwawancarai adalah 105 orang. Selain kepada
masyarakat, wawancara juga dilakukan pada instansi terkait Pengumpulan data
dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan studi pustaka. Data dianalisis
secara deskriptif dengan bantuan tabel frekuensi, tabel silang dan grafik.
Di Jawa Tengah terdapat 54 jenis satwa yang digunakan sebagai obat
tradisional oleh masyarakat. 42 diantaranya adalah satwa liar (vertebrata) yang
sebagian besar masuk dalam kelas reptilia, 10 jenis satwa yang tidak bertulang
belakang (avertebrata) dan 2 jenis satwa ternak. Terdapat 23 bagian tubuh satwa
yang dipercaya mempunyai khasiat obat dan bagian yang paling banyak
digunakan adalah daging yang dimanfaatkan dengan cara dimakan. Satwa tersebut
dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan 50 jenis penyakit, terutama kelompok
penyakit saluran pernafasan. Jenis yang paling banyak diyakini dapat


menyembuhkan penyakit adalah reptilia (21 jenis), terutama ular. Satwa liar selain
dipercaya untuk menyembuhkan penyakit secara umum, digunakan juga untuk
penyembuhan penyakit secara magic.
Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati & Ekosistemnya dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan
dan Satwa, 5 jenis satwa masuk dalam daftar dilindungi undang-undang; 1 jenis
masuk daftar apendiks I; 12 jenis apendiks II dan 2 jenis apendiks III CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora). Sedangkan menurut IUCN (International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources)Red List of Threatened Species, 1 jenis tercatat
dalam kategori “genting”; 4 jenis masuk kategori “rentan” dan 13 jenis tercatat
dengan kategori “beresiko rendah”.
Secara garis besar jalur pemasaran satwa liar untuk obat terdiri dari 2 jalur,
yaitu jalur pemasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan jalur
pemasaran untuk ekspor. Jalur pemasaran untuk masyarakat lokal adalah:
pemungut – pengumpul kecil – pengumpul besar – peracik/penjual – konsumen.
Jalur pemasaran untuk ekspor adalah: pemungut – pengumpul kecil – pengumpul
besar – eksportir. Total pendapatan yang diterima responden dari pemanfaatan
satwa liar obat diperkirakan sebesar Rp.1.421.714 004/tahun.
Pemanfaatan satwa sebagai obat telah menjadi suatu matapencaharian bagi

masyarakat. Hal ini menyebabkan tekanan yang besar terhadap kelestarian satwa
liar obat. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan yang lebih dapat
memberdayakan masyarakat. Dalam pemanfaatan satwa liar untuk obat, masih
banyak masyarakat yang melanggar aturan-aturan yang sudah ditentukan, mereka
masih menangkap dan memperdagangkan satwa yang dilindungi undang-undang
dan melakukan perdagangan satwa liar yang masuk daftar apendiks CITES tanpa
dokumen yang sah.
Perhatian dan penelitian pada satwa sebagai obat masih sangat jarang, hal ini
menyebabkan pemanfaatan satwa untuk pengobatan tradisional masih mempunyai
kelemahan-kelemahan antara lain: belum adanya standar dosis yang tepat untuk
penggunaan obat, belum adanya standar keamanan penggunaan satwa liar untuk
obat terutama yang dikonsumsi dalam bentuk mentah (darah, empedu, sumsum)
dan belum adanya kajian ilmiah tentang kandungan zat aktif yang terdapat dalam
satwa sebagai obat.
Dengan adanya berbagai permasalahan dalam pemanfaatan satwa liar untuk
obat, untuk mencegah kepunahan jenis satwa dan agar pemanfaatan satwa liar
dapat lestari maka strategi konservasi yang harus dilakukan antara lain:
peningkatan kesadaran dan usaha pemberdayaan masyarakat pemanfaat satwa liar,
penyediaan data dasar tentang satwa dan habitatnya (informasi ilmiah dan teknis
lain tentang populasi dan habitat, data dasar tentang bioreproduksi dan pola

reproduksi satwa), mengembangkan jaringan kerja dengan stakeholders,
penelitian terhadap zat aktif yang dikandung oleh satwa liar, penertiban peredaran
satwa liar, usaha penangkaran .
Kata kunci : keanekaragaman jenis, nilai ekonomi, satwa liar obat, Jawa Tengah

menyembuhkan penyakit adalah reptilia (21 jenis), terutama ular. Satwa liar selain
dipercaya untuk menyembuhkan penyakit secara umum, digunakan juga untuk
penyembuhan penyakit secara magic.
Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati & Ekosistemnya dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan
dan Satwa, 5 jenis satwa masuk dalam daftar dilindungi undang-undang; 1 jenis
masuk daftar apendiks I; 12 jenis apendiks II dan 2 jenis apendiks III CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora). Sedangkan menurut IUCN (International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources)Red List of Threatened Species, 1 jenis tercatat
dalam kategori “genting”; 4 jenis masuk kategori “rentan” dan 13 jenis tercatat
dengan kategori “beresiko rendah”.
Secara garis besar jalur pemasaran satwa liar untuk obat terdiri dari 2 jalur,
yaitu jalur pemasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan jalur
pemasaran untuk ekspor. Jalur pemasaran untuk masyarakat lokal adalah:

pemungut – pengumpul kecil – pengumpul besar – peracik/penjual – konsumen.
Jalur pemasaran untuk ekspor adalah: pemungut – pengumpul kecil – pengumpul
besar – eksportir. Total pendapatan yang diterima responden dari pemanfaatan
satwa liar obat diperkirakan sebesar Rp.1.421.714 004/tahun.
Pemanfaatan satwa sebagai obat telah menjadi suatu matapencaharian bagi
masyarakat. Hal ini menyebabkan tekanan yang besar terhadap kelestarian satwa
liar obat. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan yang lebih dapat
memberdayakan masyarakat. Dalam pemanfaatan satwa liar untuk obat, masih
banyak masyarakat yang melanggar aturan-aturan yang sudah ditentukan, mereka
masih menangkap dan memperdagangkan satwa yang dilindungi undang-undang
dan melakukan perdagangan satwa liar yang masuk daftar apendiks CITES tanpa
dokumen yang sah.
Perhatian dan penelitian pada satwa sebagai obat masih sangat jarang, hal ini
menyebabkan pemanfaatan satwa untuk pengobatan tradisional masih mempunyai
kelemahan-kelemahan antara lain: belum adanya standar dosis yang tepat untuk
penggunaan obat, belum adanya standar keamanan penggunaan satwa liar untuk
obat terutama yang dikonsumsi dalam bentuk mentah (darah, empedu, sumsum)
dan belum adanya kajian ilmiah tentang kandungan zat aktif yang terdapat dalam
satwa sebagai obat.
Dengan adanya berbagai permasalahan dalam pemanfaatan satwa liar untuk

obat, untuk mencegah kepunahan jenis satwa dan agar pemanfaatan satwa liar
dapat lestari maka strategi konservasi yang harus dilakukan antara lain:
peningkatan kesadaran dan usaha pemberdayaan masyarakat pemanfaat satwa liar,
penyediaan data dasar tentang satwa dan habitatnya (informasi ilmiah dan teknis
lain tentang populasi dan habitat, data dasar tentang bioreproduksi dan pola
reproduksi satwa), mengembangkan jaringan kerja dengan stakeholders,
penelitian terhadap zat aktif yang dikandung oleh satwa liar, penertiban peredaran
satwa liar, usaha penangkaran .
Kata kunci : keanekaragaman jenis, nilai ekonomi, satwa liar obat, Jawa Tengah

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman Jenis dan Nilai
Ekonomi Satwa Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008


Diyah Kartikasari
NRP. E 051054015

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis atau tinjauan pustaka suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

Judul Tesis

:

Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar yang

Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah

Nama

:

Diyah Kartikasari

Nomor Pokok

:

E.051054015

Program Studi

:

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Sub Program Studi

:

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Disetujui:
Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Mirza D Kusrini, M.Si
Anggota

Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, M.S
Ketua

Diketahui:
Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 17 Desember 2007

Tanggal Lulus :

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr

KATA PENGANTAR
Tesis yang berjudul Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa
Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah dibimbing oleh Dr. Ir.
Burhanuddin Masy’ud, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Mirza D
Kusrini, M.Si selaku anggota. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar magister profesi pada Sub Program Studi Konservasi
Keanekaragaman hayati, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tesis ini menguraikan tentang keanekaragaman jenis satwa liar yang
digunakan sebagai obat di Jawa Tengah, bagian tubuh mana yang digunakan dan
cara penggunaannya sebagai obat; nilai ekonomi dan jalur pemasaran satwa obat;
serta permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan satwa sebagai obat. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dan sebagai masukan untuk
menentukan suatu kebijakan di dalam pengelolaan satwa liar baik dalam
pelestarian, pengawetan maupun pemanfaatannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna,
walaupun demikian penulis berharap semoga informasi yang terkandung dalam
tesis ini bermanfaat bagi para pihak terkait dan bagi mereka yang memerlukan.

Bogor, Januari 2008

Diyah Kartikasari

UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya tesis ini selesai pada waktunya.
Segalanya menjadi bagian dari rahmat dan karunia-Nya dan semakin
membuktikan bahwa manfaat senantiasa mengiringi setiap zat yang Dia ciptakan.
Tesis ini menjadi bagian akhir dari pelaksanaan tugas belajar penulis di Sub
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu
Pengetahuan

Kehutanan

Institut

Pertanian

Bogor.

Karenanya

penulis

mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA), atas kesempatan mengikuti pendidikan karyasiswa
Departemen Kehutanan.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada komisi
pembimbing: Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS., sebagai ketua komisi
pembimbing dan Dr. Ir. Mirza D Kusrini, M.Si., sebagai anggota. Keduanya
mengawal proses mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan hasil,
sehingga tulisan ini layak untuk disebut tulisan ilmiah. Penghargaan serupa
penulis sampaikan kepada Dr. drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr yang
kesediaannya menjadi dosen penguji luar komisi telah membuat karya ilmiah ini
menjadi lebih sempurna.
Motivasi dan dukungan semangat diberikan oleh Dr. Ir. Yanto Santosa,
DEA selaku Ketua Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, kepadanya secara khusus penulis
menyampaikan terima kasih. Belajar memahami permasalahan ekologi dan
peubah pentingnya, segalanya menjadi sistematis dalam setiap persoalan
kehidupan.
Bantuan yang luar biasa diterima penulis selama penelitian, antara lain dari
Ir. Minto Basuki, Haning Tjipto, Agung Budi S., Mu’ali, Ananto, Darus
Subiantoro, T. Suharyono, Deddy Rusyanto dan staf Balai KSDA Jawa Tengah.
Hutang budi ini menjadi semangat untuk senantiasa berbuat yang terbaik bagi
konservasi
Buat ibunda dengan doa yang selalu ia panjatkan, sehingga kesejukan terasa
disaat letih dan gelisah; kakak dan adik yang waktunya tersita untuk menguatkan

penulis, memberikan semangat, dukungan dan doa selama penulis menyelesaikan
studi; tulisan ini menjadi bingkisan kecil tanda sayang penulis kepada mereka.
Terima kasih, sesuatu yang tak pernah bisa berhenti untuk terucap. Dan tak
terlupa doa buat ayahanda tercinta (Alm.), yang suritauladannya selalu menjadi
panutan bagi penulis.
Teman-teman mahasiswa S2 Profesi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati (IPK/KKH) 2006 atas
kebersamaan, kekompakan, bantuan, semangat dan ide-ide cemerlangnya selama
kuliah bersama-sama. Tak ada yang bisa terucap kecuali kata terimakasih buat
kalian semua, kita pernah bersatu dan tetap akan bersatu dimanapun kita berada.
Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tulisan ini dan selama penulis menempuh
pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kepada semuanya,
semoga Allah SWT membalas budi baik dan bantuan yang telah diberikan.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 23 Oktober 1973 dari ayah
Sugito PA (alm.) dan ibu Sumiyati. Penulis merupakan putri keempat dari lima
bersaudara.
Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri Blabak di Magelang dan pada
tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Penulis

memilih

Program

Studi

Ilmu

Tanah

dan

berhasil

menyelesaikan studi pada tahun 1997.
Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai Penyuluh Kehutanan di
Departemen Kehutanan dan ditugaskan di Kabupaten Lampung Tengah. Pada
tahun 2001 penulis menjalani alih tugas ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Jawa Tengah dan bekerja sebagai Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem
Hutan. Tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Kehutanan
untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan sub program studi Konservasi Keanekaragaman
Hayati.
.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvii
PENDAHULUAN ............................................................................... ......... 1
Latar Belakang..................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................ 3
Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
Satwa Liar Sebagai Obat ..................................................................... 6
Etnofarmakologi................................................................................... 11
Obat Tradisional................................................................................... 12
Konsep Nilai dan Penilaian ................................................................. 13
GAMBARAN UMUM WILAYAH ........................................................... 15
Kondisi Biofisik................................................................................... 15
Kondisi Sosial Budaya ......................................................................... 16
METODOLOGI ............................................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
Alat .....................................................................................................
Batasan Penelitian................................................................................
Penentuan Sampel................................................................................
Jenis Data.............................................................................................
Metode Pengumpulan Data .................................................................
Analisis Data........................................................................................

18
18
18
18
18
21
22
23

HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 26
Hasil ..................................................................................................... 26
Karakteristik Responden ............................................................ 26
Pemanfaatan Satwa Liar Sebagai Obat oleh Masyarakat............ 28
Jalur Pemasaran dan Nilai Ekonomi .......................................... 43
Pembahasan ......................................................................................... 51
Karakteristik Responden ............................................................ 51
Pemanfaatan Satwa Liar Sebagai Obat oleh Masyarakat............ 55
Jalur Pemasaran dan Nilai Ekonomi .......................................... 65
Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam Pemanfaatan
Satwa Liar untuk obat ................................................................ 69
Permasalahan dalam Pemanfaatan Satwa Liar untuk Obat......... 72
Strategi Konservasi yang harus Dilakukan ................................. 74
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 76
Kesimpulan .......................................................................................... 76

Saran..................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA . ................................................................................. 78
LAMPIRAN.................................................................................................. 86

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Daftar obat-obatan yang menggunakan bahan dari satwa............................ 8
2 Sebaran responden berdasarkan kategori ..................................................... 20
3 Rekapitulasi keanekaragaman jenis satwa yang
digunakan sebagai obat ................................................................................ 24
4

Sebaran responden berdasarkan umur.......................................................... 26

5

Jenis satwa yang digunakan sebagai obat di Jawa Tengah ......................... 29

6

Lima jenis satwa yang paling banyak dipercaya berkhasiat obat ................ 31

7

Status konservasi satwa liar yang digunakan sebagai obat .......................... 32

8

Habitat satwa dan cara penangkapannya..................................................... 34

9

Jumlah satwa liar yang diduga dimanfaatkan sebagai obat di Jawa
Tengah ......................................................................................................... 37

10 Bagian satwa yang paling sering digunakan sebagai bahan obat................. 38
11 Kelompok penyakit yang dianggap paling banyak disembuhkan
dengan penggunaan obat tradisional dari satwa liar .................................... 40
12 Realisasi eksport satwa obat dan bagiannya Propinsi Jawa Tengah
bulan Mei s/d September 2006..................................................................... 47
13 Harga rata-rata tiap jenis satwa liar obat ..................................................... 48
14 Harga rata-rata simplisia satwa obat di pasaran........................................... 50
15 Total penghasilan masing-masing kategori setiap bulan ............................. 51
16 Regresi nilai ekonomi responden ................................................................. 66

DAFTAR GAMBAR

1

Halaman
Peta Propinsi Jawa Tengah .......................................................................... 15

2

Persentase responden berdasarkan jenis kelamin......................................... 26

3

Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ................................ 27

4

Persentase sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ......... 27

5 Persentase sebaran responden berdasarkan lama bekerja ............................ 28
6

Jumlah jenis satwa liar yang digunakan sebagai obat pada masingmasing kelas ................................................................................................. 30

7

Ular kobra (Naja sputatrix), salah satu satwa yang paling banyak
dipercaya mempunyai khasiat obat .............................................................. 34

8

Persentase cara penangkapan satwa dari alam ............................................. 35

9

Jumlah jenis satwa berdasarkan bagian-bagiannya yang digunakan
sebagai obat.................................................................................................. 39

10 Jumlah jenis satwa obat berdasarkan kelompok penyakit yang
disembuhkan ................................................................................................ 40
11 Persentase cara penggunaan satwa obat....................................................... 41
12 Persentase tujuan penjualan pada masing-masing kategori pemanfaat
satwa liar obat .............................................................................................. 44
13 Persentase banyaknya lokasi penjualan racikan satwa obat......................... 45
14 Jalur pemasaran satwa obat di Jawa Tengah................................................ 46
15 Persentase responden yang menjadikan pekerjaan sebagai pemanfaat
satwa liar obat sebagai pekerjaan pokok dan sampingan............................. 48
16 Persentase kontribusi pemanfaatan satwa liar untuk obat terhadap
penghasilan total keluarga............................................................................ 51
17 Persentase banyaknya responden yang tahu dan tidak tahu tentang
jenis-jenis satwa yang dilindungi undang-undang ....................................... 54
18 Perbandingan persentase jumlah responden yang pernah dan tidak
pernah mendapatkan penyuluhan................................................................. 54
19 Jumlah jenis satwa yang digunakan untuk pengobatan pada berbagai
lokasi di beberapa negara. ............................................................................ 56
20 Landak (Hystrix brachyura), salah satu satwa yang dilindungi
undang-undang yang dipercaya mempunyaikhasiat obat ............................ 57
21 Perbandingan persentase jumlah responden yang pernah dan tidak
pernah mendapatkan penyuluhan................................................................. 60

DAFTAR LAMPIRAN

1

Halaman
Karakteristik responden ............................................................................... 86

2 Pengetahuan reponden tentang konservasi................................................... 88
3

Jenis satwa liar (vertebrata) yang dipercaya sebagai obat dan jumlah
responden yang melaporkan......................................................................... 89

4

Kegunaan masing-masing satwa untuk obat ................................................ 90

5

Jumlah jenis satwa berdasarkan kelompok penyakit yang diobati............... 97

6

Jumlah jenis satwa berdasarkan bagian tubuh yang digunakan sebagai
obat............................................................................................................... 98

7

Satwa liar yang digunakan sebagai obat di Jawa Tengah ............................ 99

8

Ramuan dan simplisia satwa obat ................................................................ 103

9

Jumlah penghasilan responden dari pemanfaatan satwa liar........................ 106

10 Peta kawasan hutan di Propinsi Jawa Tengah.............................................. 107

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
serta tingkat endemisme yang sangat tinggi (Abdulhadi 2001; Direktorat KKH
2005). Dari segi keanekaragaman jenis, Indonesia menduduki tempat pertama
didunia dalam kekayaan jenis mamalia (515 jenis, 36% endemik), pertama dalam
kekayaan jenis kupu-kupu swallowtail (121 jenis, 44% endemik), ketiga dalam
kekayaan jenis reptil (lebih dari 600 jenis, 30% endemik), keempat dalam
kekayaan jenis burung (1519 jenis, 28% endemik), kelima dalam kekayaan jenis
amfibi (270 jenis, 40% endemik) (BAPPENAS 2003; KLH 2003). Namun
demikian Indonesia merupakan negara dengan tingkat keterancaman terhadap
kepunahan spesies dan genetik yang sangat tinggi (Direktorat KKH 2006).
Penyebab utama keterancaman terhadap bahaya kepunahan spesies adalah
kerusakan habitat dan pemanfaatan yang tidak terkendali (McNeely 1992;
Noerdjito et al. 2005; Direktorat KKH 2006).
Keanekaragaman hayati merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan
kelangsungan hidup bagi umat manusia karena potensial sebagai sumber pangan,
papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain (Haeruman 1995;
Addy 2002; BPPT 2006). Keanekaragaman hayati tersebut nilainya mencapai
triliunan rupiah dan merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan (BPPT
2006). Sebagian dari kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia telah
dimanfaatkan dan memberikan nilai secara ekonomis. Lebih dari 6000 jenis
tumbuhan dan satwa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi
kebutuhannya, baik secara langsung dari alam maupun melalui kegiatan budidaya
(Shiva 1994; Abdulhadi & Kardono 2005; KLH 2003).
Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang melanda Indonesia pada tahun
1997 memaksa semua orang untuk menengok kembali berbagai potensi yang
dimilikinya (Subekti & Mardiastuti 2004). Harga obat cukup tinggi apabila diukur
dari tingkat daya beli masyarakat yang masih rendah (Sirait 2001), hal tersebut
menyebabkan harga obat-obatan tidak terjangkau oleh masyarakat (Subekti &
Mardiastuti 2004). Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan bahan-bahan

2

dari alam merupakan pilihan yang diambil oleh sebagian masyarakat untuk
menjaga kesehatannya, dan adanya gerakan kembali ke alam (back to nature)
semakin meningkatkan pemanfaatan bahan-bahan yang berasal dari alam.
Selain tumbuh-tumbuhan, masyarakat juga menggunakan beberapa jenis
satwa sebagai obat. Beberapa contoh satwa liar yang digunakan sebagai obat
adalah ular kobra, kukang dan badak. Darah, empedu dan sumsum ular kobra
dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan rematik dan liver (Hartono 1996).
Daging kukang dipercaya sebagai obat yang bisa meningkatkan stamina laki-laki
(Nursahid & Purnama 2007). Kulit dari cula badak dipergunakan dalam
pengobatan tradisional dan dipercaya dapat mengurangi demam, menyusutkan
tumor dan menyembuhkan patah atau retak tulang (BTNKS 1998).
Dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat
kadang kurang mengindahkan asas konservasi. Sebagian masyarakat mengambil
satwa tersebut langsung dari alam tanpa membudidayakannya terlebih dahulu.
Bahkan pengambilan sumberdaya alam tersebut tidak sebatas untuk memenuhi
kebutuhan pengobatan sehari-hari tetapi sebagai mata pencaharian. Pemanfaatan
yang berlebihan menyebabkan turunnya populasi satwa di habitatnya dan
beberapa jenis terancam kepunahan. Sebenarnya masih banyak sumberdaya hayati
yang belum tergali potensinya secara optimal namun keberadaannya di alam
sedang terancam punah (KLH 2003). Untuk itu perlu dilakukan penggalian
potensi sumberdaya alam hayati yang ada dan pembenahan pemanfaatannya agar
sumberdaya alam tersebut dapat tetap lestari.
Jawa Tengah yang luasnya sekitar 3.254.412 ha mempunyai beberapa tipe
hutan yang terdiri dari hutan hujan tropis dataran rendah sampai hutan hujan
tropis pegunungan. Tipe hutan yang ada merupakan habitat beranekaragam
sumberdaya alam hayati baik tumbuhan maupun satwa. Penduduk Propinsi Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari suku Jawa, terkenal dalam pemakaian obatobat tradisional berupa jamu yang menggunakan bahan-bahan alami baik berupa
tumbuhan maupun satwa.
Suporahardjo dan Hargono (1994) menyatakan pada awal perkembangan
industri obat tradisional khususnya jamu hanya berpusat di Jawa Tengah.
Berdasarkan data BPS ( 2001) dari 59 industri jamu yang ada di Indonesia, 28

3

diantaranya terdapat di Jawa Tengah (47,46%). Menurut Suporahardjo dan
Hargono (1994) dari 350 industri obat tradisional yang tercatat di Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) tersebar di 20 propinsi di
Indonesia, 53 industri diantaranya terdapat di Jawa Tengah. Keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta pengetahuan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah
tentang penggunaannya sebagai obat merupakan potensi yang perlu digali dan
dikembangkan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang lestari.
Penelitian-penelitian keanekaragaman hayati yang ada saat ini sebagian
besar tertuju pada penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat sedangkan penelitian
tentang penggunaan satwa liar sebagai bahan obat masih sangat sedikit. Oleh
karena itu penelitian tentang keanekaragaman jenis dan nilai ekonomi satwa yang
digunakan sebagai obat oleh masyarakat Jawa Tengah menjadi penting.
Perumusan Masalah
Akhir-akhir ini pemanfaatan satwa liar sebagai obat semakin bertambah
besar, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya penjual atau pengobat yang
menggunakan bahan yang berasal dari satwa. Banyak kedai, rumah makan dan
restoran yang juga menyajikan menu-menu masakan yang berasal dari satwa liar
yang dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau penambah stamina.
Beberapa satwa yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat adalah satwa yang
masuk dalam daftar satwa yang terancam punah dan satwa-satwa yang statusnya
dilindungi undang-undang seperti rusa, kijang, penyu dan landak.
Masyarakat biasanya mengambil satwa liar langsung dari alam dan masih
jarang yang membudidayakan. Di lain pihak kondisi satwa liar yang masih tersisa
di alam pun sudah menurun karena rusaknya habitat mereka. Kehidupan satwaliar
semakin terdesak oleh kehidupan manusia yang jumlahnya semakin meningkat
(Alikodra 1983). Dari tahun ke tahun semakin banyak daftar satwa yang kita
punyai masuk ke dalam daftar satwa-satwa yang langka dan terancam punah
padahal kadang belum banyak informasi yang kita dapatkan dari satwa-satwa
tersebut baik bio-ekologi maupun manfaatnya. Menurut Grifo et al. (1997) dengan
hilangnya keanekaragaman hayati berarti kita sudah kehilangan materi dan senjata
baru untuk menyembuhkan penyakit dan mencegah kematian.

4

Pustaka mengenai jenis-jenis satwa yang digunakan sebagai obat di
Indonesia masih sangat terbatas. Informasi tentang satwa-satwa yang digunakan
untuk pengobatan sebagian besar terdapat dalam berita media massa dan jarang
terdokumentasi dalam laporan atau tulisan ilmiah. Kurangnya perhatian
pemerintah terhadap penggunaan satwa sebagai obat, hukum mengkonsumsi
beberapa jenis satwa liar yang masih menjadi perdebatan dalam agama tertentu
dan kurangnya dana penelitian merupakan beberapa hal yang menyebabkan
kurangnya penelitian penggunaan satwa sebagai obat (Darusman LK 30 Maret
2007, komunikasi pribadi)1.
Di negara-negara maju satwa obat sudah banyak diteliti dan menghasilkan
produk-produk berupa obat tradisional maupun sudah berbentuk obat modern.
Sebagai contoh, dari publikasi Grifo et al. (1997) dari 150 merek dagang obatobatan dalam daftar IMS Amerika, 27 jenis diantaranya berasal dari mamalia
maupun reptilia. Produksi obat yang menghasilkan pendapatan bagi pabrik obat
ternama di negara maju ini tentunya didahului oleh serangkaian riset yang
mendalam. Hal ini yang sayangnya kurang dimiliki oleh negara-negara
berkembang semisal Indonesia. Padahal, keanekaragaman hayati yang tinggi
berpotensi menghasilkan devisa lebih tinggi daripada sumberdaya habis terpakai
seperti minyak yang suatu saat akan lenyap, sementara satwa liar akan terus
bereproduksi selama dilakukan pengelolaan yang baik.
Potensi untuk menemukan senyawa obat-obatan pada organisme liar sangat
besar dan memberikan salah satu alasan untuk konservasi keanekaragaman hayati.
Untuk dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan satwa liar secara lestari
maka pemanfaatan jenis satwa yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat dan
nilai ekonominya perlu diketahui untuk menentukan strategi konservasi yang
harus diambil oleh pengelola.
Dari uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1

Jenis-jenis satwa obat apa saja yang selama ini digunakan oleh masyarakat di
Propinsi Jawa Tengah dan bagaimana cara penggunaannya ?

2

Bagaimana prospek penggunaan satwa obat di masa mendatang ditinjau dari
aspek ekonomi dan konservasi ?

1

Kepala Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor

5

3

Permasalahan apa yang kemungkinan timbul berkaitan dengan penggunaan
satwa obat tersebut ?
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk :

1

Mengetahui keanekaragaman jenis satwa liar, bagian tubuh satwa liar yang
digunakan dan cara penggunaannya sebagai obat.

2

Menghitung nilai ekonomi satwa liar yang digunakan sebagai obat dan
mengetahui jalur pemasarannya.

3

Mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan satwa
sebagai obat.
Manfaat
Hasil penelitian merupakan data dasar keanekaragaman jenis dan nilai

ekonomi satwa liar yang digunakan sebagai obat serta sebagai masukan bagi
instansi terkait dalam upaya pelestarian, pengelolaan dan pemanfaatan satwa liar
di Propinsi Jawa Tengah.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini maka ruang
lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1

Keanekaragaman jenis satwa liar terdiri dari : (a) jenis satwa liar, yang
meliputi : nama daerah, nama ilmiah dan status (dilindungi/tidak dilindungi),
(b) bagian satwa yang digunakan sebagai obat, (c) manfaat dan (d) cara
penggunaannya,

2

Kajian nilai ekonomi dalam penelitian ini menyangkut harga pasar tiap-tiap
jenis satwa liar yang digunakan sebagai obat dan kontribusi terhadap
pendapatan masyarakat dari usaha pemanfaatan satwa liar sebagai obat.

TINJAUAN PUSTAKA
Satwa Liar Sebagai Obat
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi dan
tersebar di beberapa tipe habitat (Alikodra 1990). Satwa liar adalah vertebrata
yang hidup bebas di lingkungan alamnya (Bailey 1984). Sedangkan menurut
Dephut (2005) satwa liar adalah semua binatang yang masih mempunyai sifatsifat liar yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara, baik yang hidup
bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Bermacam-macam jenis satwa liar merupakan sumberdaya alam yang
dimanfaatkan untuk banyak kepentingan manusia, baik untuk kepentingan
ekologis, ekonomis maupun kebudayaan (Alikodra 1990). Satwa liar juga
memegang peranan penting dalam bidang kedokteran. Jenis-jenis primata sangat
diperlukan dalam dunia obat-obatan, dan banyak jenis satwa liar yang menurut
kepercayaan masyarakat dapat dipergunakan untuk mengobati berbagai penyakit
tetapi belum dikembangkan secara luas (Alikodra 1983).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai macam
bahan dan ramuan obat tradisional. Berbagai resep obat tradisional dari bahan
hayati telah dikembangkan oleh masyarakat. Kebanyakan obat tradisional
mempergunakan bahan tumbuh-tumbuhan, namun tidak sedikit juga yang dibuat
dari bahan-bahan hewani atau dikombinasikan dengan bahan-bahan hewani
(Noerdjito et al. 2005).
Di beberapa negara telah banyak dilakukan penelitian tentang penggunaan
satwa liar sebagai obat. Penelitian yang dilakukan diantaranya meliputi potensi
jenis satwa liar yang digunakan sebagai obat, populasinya di alam dan kandungan
bahan bioaktifnya yang berfungsi sebagai obat. Menurut Mohamed et al. (2003)
dari penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Suku Sungai Cuba di
Malaysia terhadap penggunaan satwa yang dilihat dari beberapa aspek yaitu:
makanan, obat-obatan, perhiasan, hewan peliharaan dan kepercayaan, penggunaan
satwa sebagai obat-obatan mempunyai persentase tertinggi (27,2%) dari 49 jenis
satwa yang digunakan. Dari penelitian ini dapat kita ketahui bahwa sebenarnya
peranan satwa dalam pemanfaatannya sebagai obat cukup besar.

7

Negara kita memiliki kekayaan satwa liar yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan obat. Beberapa spesies rusa dapat diternakkan untuk
diambil dagingnya, ranggah muda rusa dan hasil sampingnya digunakan sebagai
pengobatan tradisional (English 1994). Ranggah muda rusa mengandung senyawa
glycosamynoglycan yang merupakan senyawa penting dalam pengobatan
osteoporosis (Semiadi G 14 Maret 2007, komunikasi pribadi)2. Peranannya yang
cukup signifikan sebagai nutraceutical (unsur nutrisi yang mempunyai efek medis
bagi manusia) telah banyak diulas (Jamal et al. 2005).
Tulang harimau loreng sumatra (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah
satu bahan obat yang sangat dicari oleh bangsa Cina. Tulang-tulang tersebut
sepenuhnya diperoleh dari perburuan harimau langsung dari alam (Maryanto et al.
1993). Tulang harimau merupakan salah satu bahan obat-obatan tradisional Asia
yang digunakan untuk mengobati sakit rematik (Mills & Jackson 2007).
Kelelawar dipercaya bisa menyembuhkan penyakit asma (Prasetyo 2003).
Beruang

juga

digunakan

sebagai

pengobatan

tradisional,

meskipun

kemanjurannya belum terbukti secara medis satwa ini mengandung bahan aktif
Urso Deoxy Cholic Acid (UDCA) yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit
tertentu seperti menajamkan pandangan, luka dalam, memperbaiki hati, dan
sebagainya (Profauna 2007).
Di Ghana gigi ular python yang dibakar hingga menjadi abu dan dicampur
dengan jeruk lemon digunakan untuk mengobati anak-anak yang mengalami
masalah pada pencernaannya, sedangkan hati ular python dipakai untuk
menyembuhkan kejang. Duri landak (porcupine) digunakan untuk mencegah
kematian prematur pada anak-anak (Adow 2002). Beberapa contoh obat yang
terdaftar dalam IMS Amerika Serikat (Grifo et al. 1997) yang mengandung bahan
satwa terdapat dalam Tabel 1.

2

Peneliti PUSLIT Biologi LIPI

8

8
Tabel 1 Daftar obat-obatan yang menggunakan bahan dari satwa
No

Nama dagang

Nama generik

1

Premarin
(Wyeth-Ayerst)

conjugated
USP

2

Zantac
(Glaxo Pharm)

3

estrogen,

Kategori penyakit

Kerja obat

Bahan yang digunakan

Golongan
obat

Referensi

terapi penggantian
estrogen

ginekologi

diambil dari urine kuda
yang hamil

alami

P373 Cutting’s

ratinidine

antihistamin

gastroenterologi

screening
mamalia

semisintetik

P904 G&G1996

Synthroid
(Boots Pharm)

levothyroxine

hormon tiroid

endokrin

tiroid domba yang diekstrak,
oleh Muray (1891) sebagai
terapi hormon.
Diidentifikasi tahun 1915

alami

P365 Cutting’s

4

Vasotec
(Merck&Co)

enalapril maleat

Antihipertensi
(ACE inhibitor)

kardiovaskuler

merupakan derivat dari
captopril, ditemukan pada
bisa Bothrops jararaca

semisintetik

P41 Burger p760G
&G1990

5

Provera
(Upjohn)

medroxyprogesterone
asetat

terapi estrogen dan
kontrasepsi

ginekologi

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P381 Cutting’s

6

Tagamet
(SKB Pharm)

cimetidine

antihistamin

gastroenterologi

screening
mamalia

histamin

semisintetik

P904 G&G1996

7

Ortho-Novum
(Ortho)

etinil estradiol/
norethindron

obat
oral

ginekologi

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P244 Taylor
P154 Ross&Brain

8

Capoten
(Squibb)

captopril

antihipertensi

kardiovaskuler

bahan obat ditemukan pada
bisa ular Bothrops jararaca

semisintetik

P41 Burger

9

Humulin N
(Lilly)

NPH human insulin

antidiabet

endokrin

Insulin recDNA manusia

alami

P1487G&G1996

kontrasepsi

dari

dari

histamin

9
No
10

Nama dagang

Nama generik

Kategori penyakit

Zestril
(Stuart)

lisinopril

antihipertensi

11

Triphasil 28
(Wyeth-Ayerst)

levonorgestrel/etinil
estradiol

obat
oral

12

Pepcid
(Merck)

famotidin

13

Estraderm
(Ciba)

14

Kerja obat

modifikasi struktur
enalapril,
derivat
captopril, bahan obat
ditemukan
pada
Bothrops jararaca

Golongan
obat

Referensi

dari
dari
yang
bisa

semisintetik

ginekologi

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P904G&G1996

antihistamin

gastroenterologi

screening
mamalia

semisintetic

P904 G&G1996

estradiol

estrogen

ginekologi

sintesis steroid mamalia

semisintetik

P1419G&G1996

Axid
(Lilly)

nitazidin

antihistamin

gastroenterologi

screening
mamalia

semisintetic

P904 G&G1996

15

Beconase AQ
(Allen
&Handburys)

beclomethasone
dipropionate

corticosteroid/
antiasthma

paru-paru

semisintetik analog
cortisol mamalia

dari

semisintetik

P154 Ross& Brain
p1449G&G 1990

16

Ortho-Nov 1/
3528
(Ortho)

norethindrone/etinil
estradiol

obat
oral

kontrasepsi

ginekologi

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P1433 G&G1996

17

Lo/Ovral-28
(Wyeth-Ayerst)

norgestrel/etinil
estradiol

obat
oral

kontrasepsi

ginekologi

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P1433 G&G1996

18

Estrase
(mead Johnson
Labs)

17β-estradiol

terapi estrogen

ginekologi

Sintesis
mamalia

semisintetik

P373 Cutting’s

kontrasepsi

kardiovaskuler

Bahan yang digunakan

dari

dari

dari

histamin

histamin

steroid

P41 Burger
P760 G&G1990

10
Bahan yang digunakan

Golongan
obat
semisintetik

P1450G&G1990

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P360 Cutting’s

kardiovaskuler

modifikasi struktur
enalapril,
derivat
captopril, bahan obat
ditemukan
pada
Bothrops jararaca

dari
dari
yang
bisa

semisintetik

P41 Burger
P760 G&G1990

corticosteroid/antia
sthma

paru-paru

semisintetik analog
cortisol mamalia

dari

semisintetik

P154 Ross& Brain
p1449G&G 1990

prednison

glucocorticosteroid

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P360 Cutting’s

Humulin 70/30
(Lilly)

human insulin

antidiabet

penyakit
kulit/penyakit
metabolik
endokrin

insulin recDNA manusia

alami

P1487G&G1996

25

Levoxin
(Daniels Pharm)

levothyroxine

hormon tiroid

endokrin

tiroid domba yang diekstrak,
oleh Muray (1891) sebagai
terapi hormon.
Diidentifikasi tahun 1915

alami

P365 Cutting’s

26

Humulin R
(Lilly)

human insulin

antidiabet

endokrin

Insulin recDNA manusia

alami

P1487G&G1996

27

Tri-levlen
(Berlex Labs)

levonorgestrel/ethinyl
estradiol

obat
oral

ginekologi

sintesis dari steroid mamalia

semisintetik

P904G&G1996

No

Nama dagang

Nama generik

19

Azmacort
(Rhone-Poulenc
Rorer)

triamcilone acetonide

bronchodilator

pernafasan/paruparu

semisintetik corticosteroid
analog dari cortisol mamal

20

Deltasone
(Upjohn)

prednison

glucocorticosteroid

penyakit
kulit/penyakit
metabolik

21

Prinivil
(Merck)

lisinopril

antihipertensi

22

VancenaseAQ
(Schering)

beclomethasone

23

Prednison
(Schein Pharm)

24

Sumber : Grifo et al. 1997

Kategori penyakit

kontrasepsi

Kerja obat

Referensi

11

11

Marshall (1999) menyatakan bahwa tumbuhan dan satwa liar yang berguna
dalam kesehatan semakin langka keberadaanya di Afrika Timur dan Afrika
Selatan. Dari penelitian yang dilakukan diidentifikasi ada 29 jenis satwa (badak
hitam, phyton, pangolin, penyu hijau dll) yang digunakan sebagai bahan obat yang
perlu diprioritaskan dalam konservasi dan pengelolaannya.
Etnofarmakologi
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai macam
bahan dan ramuan obat tradisional. Berbagai resep obat tradisional dari bahan
hayati telah dikembangkan oleh masyarakat. Kebanyakan obat tradisional
mempergunakan bahan tumbuh-tumbuhan, namun tidak sedikit juga yang dibuat
dari bahan-bahan hewani atau dikombinasikan dengan bahan-bahan hewani
(Noerjito et al. 2005; Aliadi & Roemantyo 1994).
Pengobatan tradisional merupakan sumber informasi spesies-spesies yang
telah digunakan berdasarkan pengalaman turun menurun. Pengalaman tersebut
sebenarnya membuktikan bahwa spesies yang dipakai berpotensi sebagai bahan
baku, baik obat tradisional maupun obat modern (Aliadi & Roemantyo 1994).
Pengetahuan masyarakat lokal memegang peranan penting dalam penemuan obat
dan pengembangannya. Norman Farsworth memperkirakan bahwa 3/4 dari
penemuan obat-obat yang dipakai sekarang diidentifikasi dari tumbuhan obat yang
dipakai oleh masyarakat tradisional (Laird 1993).
Pengkajian pengobatan dengan menggunakan pengetahuan masyarakat lokal
sering disebut etnofarmakologi. Menurut Martin (1995), etnofarmakologi pada
dasarnya adalah mempelajari dan menghimpun pengetahuan perihal kandungan
perobatan dalam ramuan yang dihasilkan oleh penduduk setempat. Bidang ini
memberi tumpuan pada cara memilih, menyediakan dan memberikan obat yang
berasal dari tumbuhan dan hewan. Cabang antropologi yang menekankan kaitan
antara hewan dan manusia melalui sejarah peradabannya disebut etnozoologi
(Mohamed et al. 2003).

12

Obat tradisional
Obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose, pengobatan,
melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada
hewan (Anief 1995). Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang
saling terkait, yaitu pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri menggunakan
obat, obat tradisional atau cara tradisional; pengobatan medis yang dilakukan oleh
perawat, dokter, Puskesmas atau rumah sakit serta pengobat tradisional (James
1980 dalam Supardi et al. 2005). Pengobatan tradisional memainkan peranan
penting di bidang kesehatan di seluruh dunia. Menurut WHO (World Health
Organisation) 80% lebih penduduk dunia menggunakan obat tradisional untuk
menjaga

kesehatan mereka. Namun demikian pengobatan tradisional

sering

dianggap rendah dibanding dengan obat-obat dari negara barat dan ilmu
pengetahuan mod