T1 802008089 Full text

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN
KECEMASAN AKADEMIS PADA SISWA KELAS XII
SMA NEGERI 3 SALATIGA
OLEH
DEWI CATHARINA
802008089

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2015

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN
KECEMASAN AKADEMIS PADA SISWA KELAS XII
SMA NEGERI 3 SALATIGA


Dewi Catharina
Sutriyono
Berta Esti Ari Prasetya

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2015

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara selfregulated learning dengan kecemasan akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3

Salatiga. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Negeri 3
Salatiga. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan
angket kepada responden sebanyak 188 responden. Dalam penelitian ini pengukuran
self-regulated learning menggunakan Skala Self-regulated Learning dari Zimmerman

(1989), sedangkan pengukuran kecemasan akademis menggunakan Skala Kecemasan
Akademis dari Holmes (1991). Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan

uji asumsi, analisis deskriptif dan analisis interfensial dengan menggunakan uji korelasi
Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif

signifikan antara self-regulated learning dengan kecemasan akademis pada siswa kelas
XII SMA Negeri 3 Salatiga dengan koefisien korelasi (r) (-) 0,298 dan signifikansi
sebesar 0,000 (p < 0,05). Koefisien determinan (r2) sebesar (-0,298)2 yaitu 8,88 %
artinya pengaruh kecemasan akademis terhadap sebesar self-regulated learning 8,88 %
dan masih terdapat 91,12 % variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi selfregulated learning pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.

Kata kunci: self-regulated learning, kecemasan akademis, siswa SMA.

i

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine correlation between self-regulated
learning and academic anxiety on students of grade XII SMA Negeri 3 Salatiga.
Subjects in this study were students of grade XII SMA Negeri 3 Salatiga.. Data
collection techniques in this study conducted by distributing questionnaires, the sample
consisted of 188 respondents. In this study to measure self-regulated learning using

Self-regulated Learning Scale from Zimmerman (1989), while measurement of
academic anxiety using Academic Anxiety Scale from Holmes (1991). Data analysis
techniques in this study using assumptions test, descriptive analysis and inferential
analysis using Pearson's Product-Moment Correlation test. Results from this study
show that negative significant correlation between self-regulated learning and
academic anxiety on students of grade XII SMA Negeri 3 Salatiga with correlation
coefficient (r) of (-) 0,298 and significance of 0,000 (p < 0,05). Determinant coefficient
(r 2) of (-0,298)2 is 8,88 %, which means influence of academic anxiety on self-regulated
learning of 8,88 % and there still 91,12 % other variables that influence self-regulated
learning on students of grade XII SMA Negeri 3 Salatiga.

Keywords: self-regulated learning, academic anxiety, students of High School.

ii

1

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan setiap individu.
Secara


umum

pendidikan

mempunyai

arti

suatu

proses

kehidupan

dalam

mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan.
Pendidikan pertama kali yang didapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
dan lingkungan masyarakat. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk menumbuh

kembangkan potensi yang ada di dalam diri manusia dengan cara mendorong atau
memotivasi dan memfasilitasi proses belajar mengajar. Belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Secara umum, belajar boleh
dikatakan sebagai suatu interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang
mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori (Sardiman, 2007).
Siswa adalah pelajar atau murid yang belajar di sekolah. Sekolah adalah istilah
lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar
maupun pendidikan formal tingkat menengah. Siswa pendidikan menengah adalah
peserta didik yang mengikuti pendidikan menengah yang berusia 15-18 tahun.
Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMU) merupakan pendidikan yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

2

Seringkali siswa mengalami frustasi dalam dirinya dan memiliki hambatan
dalam memenuhi kebutuhan sehingga siswa mengalami kegagalan. Kegagalan yang
muncul akibat individu tidak dapat menyelesaikan hambatan, akan membuat individu
merasa tertekan sehingga individu tersebut merasa cemas (Daradjat, 1990). Kecemasan

merupakan respon pengalaman yang dirasakan tidak menyenangkan dan diikuti
perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
kecemasan merupakan aspek subjektif emosi seseorang (melibatkan faktor perasaan)
(Prasetyo & Wurjaningrum, 2008). Individu yang cemas gejala fisik seperti otot tegang,
gemetaran, berkeringat dan jantung berdetak cepat (Ottens, 1991).
Menurut Valiante dan Pajares (1999) kecemasan akademis merupakan perasaan
tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan tersebut mengganggu
dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis. Ottens
(1991) menjelaskan bahwa kecemasan akademis mengacu pada terganggunya pola
pemikiran dan respon fisik serta perilaku karena kemungkinan performa yang
ditampilkan siswa tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis diberikan.
Kecemasan akademis paling sering dialami selama latihan yang bersifat rutinitas
dan diharapkan siswa dalam kondisi sebaik mungkin saat performa ditunjukkan, serta
saat sesuatu yang dipertaruhkan bernilai sangat tinggi, seperti tampil di depan orang
lain. Siswa yang mengalami kecemasan akan menunjukkan adanya kesulitan khusus
dalam informasi penginstruksian sehingga kehilangan proses pengaturannya, dan
melibatkan memori jangka pendek dan jangka sedang (Tobias, dalam Pratiwi, 2009).
Regulasi diri dapat mengurangi kecemasan, siswa dengan metakognitif yang bagus

3


lebih mudah dalam mengatasi kecemasan (Vicente & Arias, Sanitiara, dalam Nazriati,
dan Firdaus, 2014).
Zimmerman & Martinez-Pons (1990) mendefinisikan self-regulated learning
sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan
perilaku dalam proses belajar. Self-regulated learning juga didefinisikan sebagai bentuk
belajar individual dengan bergantung pada motivasi belajar mereka, secara otonomi
mengembangkan pengukuran (kognisi, metakognisi, dan perilaku), dan memonitor
kemajuan belajarnya (Baumert, 2002). Self-regulated learning mengintegrasikan
banyak hal tentang belajar efektif. Pengetahuan, motivasi, dan disiplin diri merupakan
faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi self-regulated learning (Woolfolk,
2008).
Regulasi diri dalam belajar adalah cara belajar siswa aktif secara individu untuk
mencapai tujuan akademis dengan cara pengontrolan perilaku, memotivasi diri sendiri,
dan menggunakan kognitifnya dalam belajar (Nazriati, dan Firdaus, 2014). Regulasi diri
dalam belajar mempunyai peranan penting dalam suatu proses pembelajaran, karena
siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam belajar. Siswa harus mampu mengarahkan diri
sendiri agar dapat memiliki kemampuan yang mengoptimalkan pembelajarannya.
Terdapat hasil penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai hubungan antara
self-regulated learning dengan kecemasan akademis. Dalam penelitian sebelumnya


Pratiwi (2009) meneliti mengenai hubungan antara kecemasan akademis dengan selfregulated learning pada siswa RSBI, dapat dilihat dari hasil penelitiannya bahwa

4

adanya hubungan yang negatif kecemasan akademis dengan self-regulated learning.
Sedangkan dalam penelitian Sanitiara, Nazriati, dan Firdaus (2014) hubungan
kecemasan akademis dengan regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa tahun pertama
fakultas kedokteran Universitas Riau tahun 2013/2014 menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kecemasan akademis dengan regulasi diri dalam
belajar mahasiswa.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka peneliti tertarik untuk melihat apakah ada
hubungan antara self-regulated learning dengan kecemasan akademik pada siswa kelas
XII SMA Negeri 3 Salatiga.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah yaitu apakah ada
hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Kecemasan Akademis pada siswa
kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga?


TINJAUAN PUSTAKA
Kecemasan Akademik
Wiramihardja (2005) menjelaskan bahwa kecemasan (anxiety) yaitu perasaan
yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan
diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Menurut Pajares dan Valiante (1999)

5

kecemasan akademis sebagai perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan
terjadi, perasaan tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang
beragam dalam situasi akademis. Ottens (1991) menjelaskan bahwa kecemasan
akademis mengacu pada terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku
karena kemungkinan performa yang ditampilkan siswa tidak diterima secara baik ketika
tugas-tugas akademis diberikan.
Berdasarkan pemaparan di atas maka disimpulkan kecemasan akademis adalah
ketakutan terhadap bahaya atau ancaman di masa yang akan datang tanpa sebab khusus,
sehingga mengakibatkan terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku
sebagai hasil tekanan dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi
akademis.
Holmes (1991) membagi kecemasan dalam empat komponen, yaitu mood

(psikologis), kognitif, somatik, dan motorik. Adapun penjelasan dari ke empat
komponen kecemasan tersebut adalah:
a. Komponen Mood (psikologis).
Mood (psikologis) seseorang yang merasa cemas dapat berupa was-was,
khawatir, gelisah, takut, tegang, gugup, dan rasa tidak aman.
b. Komponen Kognitif.
Secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus mengkhawatirkan
segala macam masalah yang mungkin terjadi, sehingga ia akan sulit untuk
berkonsentrasi atau mengambil keputusan, bingung, dan menjadi sulit untuk
mengingat kembali.

6

c. Komponen Somatik.
Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis), gangguan kecemasan dibagi
dua bagian, yaitu pertama adalah gejala langsung yang terdiri dengan mudah
berkeringat, sesak nafas, jantung berdetak cepat, tekanan darah meningkat, pusing,
otot yang tegang. Kedua, kalau kecemasan dirasakan secara berlarut-larut, maka hal
tersebut secara berkesinambungan akan meningkatkan tekanan darah, sakit kepala,
ketegangan otot, dan sering mersa mual.

d. Komponen Motorik.
Secara motorik (gerak tubuh) kecemasan dapat terlihat dari gangguan tubuh
pada seseorang, seperti tangan yang selalu gemetar, suara yang terbata-bata, dan
sikap yang terburu-buru.
Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Rosma, 2013):
a.

Konflik antara dorongan ego dan id
Menurut Freud (dalam Rosma, 2013), munculnya suatu kecemasan adalah
karena adanya konflik yang tidak disadari antara dorongan id yang melawan ego
atau superego. Banyak dorongan id yang mengancam individu karena sering
berlawanan dengan nilai-nilai yang dianut oleh individu atau nilai-nilai moral dalam
masyrakat.

b.

Peristiwa eksternal spesifik dari pada konflik internal
Munculnya kecemasan lebih dipicu oleh peristiwa eksternal spesifik dari pada
konflik internal (Attkinson, dalam Rosma, 2013). Siswa yang mengalami
kecemasan menunjukkan adanya kesulitan khusus dalam informasi penginstruksian

7

sehingga kehilangan proses pengaturannya, dan melibatkan memori jangka pendek
dan jangka sedang (Tobias, dalam Pratiwi, 2009). Hal ini tentunya dapat
mempengaruhi self-regulated learning siswa.
c.

Penilaian yang tidak realistik
Menurut Borkovec (dalam Rosma, 2013) adanya gangguan kecemasan umum
adalah karena adanya kekhawatiran yang berlebihan.

Self-Regulated Learning

Zimmerman mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana
seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviours)
dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan
belajar. Berdasarkan perspektif sosial kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai selfregulated learning adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral

aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka. Siswa tersebut dengan sendirinya
memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian
yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Siswa
dikatakan telah menerapkan self-regulated learning apabila siswa tersebut memiliki
strategi untuk mengaktifkan metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses
belajar mereka sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons, 1990). Kebiasaan mengatur dan
mengarahkan diri sendiri diharapkan dapat terbentuk dalam belajar.
Berdasarkan pemaparan diatas maka disimpulkan self-regulated learning adalah
usaha menetapkan tujuan dalam proses belajar dengan cara memonitor, meregulasi, dan

8

mengontrol aspek kognisi, motivasi, dan perilaku. Seluruh prosesnya akan diarahkan
dan didorong oleh tujuan dan disesuaikan konteks lingkungan.
Menurut Zimmerman (1989) self-regulated learning terdiri atas tiga

aspek

yaitu :
a. Metakognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan siswa merencanakan,
menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai
sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan mereka untuk menjadi
menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar.
b. Motivasi dalam self-regulated learning yaitu dimana siswa merasakan self-efficacy
yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas.
c. Perilaku dalam self-regulated learning ini merupakan upaya siswa untuk memilih,
menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar. Mereka
mencari nasihat, informasi dan tempat yang memungkinakan mereka untuk belajar.
Dari penjelasan di atas, maka aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
aspek dari Zimmerman (1989) yaitu aspek metakognisi, aspek motivasi, dan aspek
perilaku. Alasan dari penulis mengacu pada aspek tersebut adalah aspek-aspek tersebut
lebih sesuai dengan keadaan subjek yang akan diteliti sebagai siswa dalam kegiatan
menempuh studinya.
Self-regulated learning memberikan kontribusi positif kepada siswa, yaitu

(Irwan, Santyasa, & Tegeh, 2014):
1)

Siswa secara personal dapat meningkatkan kemampuannya untuk belajar melalui
motivasi diri dan kepercayaan diri.

9

2)

Siswa secara proaktif dapat memilih struktur dan mengkreasi lingkungan belajar
yang meliputi aspek fisik dan non fisik yang menguntungkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.

3)

Siswa dapat memainkan peran yang signifikan dalam memilih bentuk dan
aktivitas belajar sesuai dengan kebutuhannya.

Hubungan Antara Self-regulated Learning dengan Kecemasan Akademis
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) terdiri dari remaja. Kemampuan untuk
beradaptasi dengan guru dan teman sebaya harus dilakukan, tetapi mereka juga tidak
bisa mengabaikan tugas mereka untuk menyesuaikan diri terhadap bahan pelajaran baru
dalam mata pelajaran yang telah diterima sebelumnya atau belum pernah diterima sama
sekali. Penyesuaian diri di sini berhubungan dengan masalah kesiapan remaja untuk
menerima bahan pelajaran segenap jiwa raga (Djamarah, 2008). Masalah penting dalam
proses penyesuaian diri siswa SMA terkait adanya siswa tertentu yang sama sekali tidak
menyukai bidang-bidang tertentu.
Daradjat (1990) mengungkapkan bahwa kecemasan muncul pada saat individu
mengalami frustrasi (tekanan perasaan) dan konflik (pertentangan batin). Kecemasan
yang terjadi selama kegiatan akademis dikenal dengan kecemasan akademis.
Kecemasan akademis adalah perasaan berbahaya, takut, atau tegang sebagai akibat
adanya tekanan di sekolah (O’Connor, 2007). Kecemasan berpengaruh pada fungsi
kognitif yang selanjutnya termanifestasi dalam perilaku selama proses belajar.
Terganggunya

perilaku,

terutama

dalam

menerapkan

strategi

belajar

akan

mempengaruhi proses yang terjadi selama kegiatan akademis. Strategi belajar

10

merupakan bagian penting dalam self-regulated learning. Penelitian yang dijelaskan
oleh Zimmerman (1989) bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self-regulation
maka mengakibatkan proses dan performa yang lebih buruk.
Kecemasan akademis sebagai perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang
akan terjadi, perasaan tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang
beragam dalam situasi akademis (Pajares dan Valiante, 1999). Kecemasan cenderung
mengganggu proses belajar dan prestasi dalam pendidikan, bahkan mengganggu
perhatian, working memory, dan retrival (Ziedner, dalam Pratiwi, 2009). Siswa yang
mengalami kecemasan menunjukkan adanya kesulitan khusus dalam informasi
penginstruksian sehingga kehilangan proses pengaturannya, dan melibatkan memori
jangka pendek dan jangka sedang (Tobias, dalam Pratiwi, 2009). Siswa yang
mengalami kecemasan akademik akan juga mengalami penurunan perhatian saat
belajar, hal ini tentunya dapat mempengaruhi self-regulated learning siswa.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa selfregulated learning memiliki hubungan negatif signifikan dengan kecemasan akademik

pada pengontrolan proses belajar.

Hipotesis
Hipotesis yang hendak diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan:
Ho = Jika taraf signifikansi > α, maka tidak terdapat hubungan negatif signifikan
antara self-regulated learning dengan kecemasan akademis pada siswa kelas XII
SMA Negeri 3 Salatiga.

11

H1 = Jika taraf signifikansi < α, maka tidak terdapat hubungan negatif signifikan antara
self-regulated learning dengan kecemasan akademis pada siswa kelas XII SMA

Negeri 3 Salatiga.
METODE PENELITIAN
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII di SMA Negeri 3 Salatiga,
Jawa Tengah. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 353 siswa.
Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive

sampling.

Menurut

Sugiyono

(2012),

purposive

sampling

adalah

pengambilan sampel anggota populasi dengan pertimbangan tertentu. Penentuan sampel
dalam penelitian ini menggunakan Rumus Slovin dengan tingkat eror yang diinginkan
peneliti (Sugiyono, 2012), yaitu sebesar 5 %.
n=
n=
n=

(dibulatkan menjadi 188)

Dalam penelitian ini digunakan jumlah sampel sebesar 188 responden siswa
kelas XII di SMA Negeri 3 Salatiga.

12

Pengukuran
a. Skala self-regulated learning
Skala self-regulated learning disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek selfregulated learning yang meliputi strategi meregulasi kognisi, motivasi, dan perilaku

menurut Zimmerman (1989). Variabel self-regulated learning diukur menggunakan
Skala Self-Regulated Learning yang berisi 32 item. Adapun skoring Skala SelfRegulated Learning untuk favourable adalah: satu (1) untuk Tidak pernah (TP), dua

(2) Jarang (J), tiga (3) untuk Kadang-kadang (KK), empat (4) untuk Sering (S) dan
lima (5) untuk Sangat Sering (SS). Sebaliknya untuk unfavourable adalah: lima (5)
untuk Tidak pernah (TP), empat (4) untuk Jarang (J), tiga (3) untuk Kadang-kadang
(KK), dua (2) untuk Sering (S) dan satu (1) untuk Sangat Sering (SS).
b. Skala kecemasan akademis
Skala kecemasan akademis disusun oleh penulis berdasarkan komponen
kecemasan yang meliputi pola kecemasan yang menimbulkan mood (psikologis),
kognitif. somatik, motorik menurut Holmes (1991). Variabel kecemasan akademis
diukur menggunakan Skala Kecemasan Akademis yang berisi yang berisi 29 item.
Adapun skoring Skala Kecemasan Akademis untuk favourable adalah: satu (1)
untuk Tidak pernah (TP), dua (2) Jarang (J), tiga (3) untuk Kadang-kadang (KK),
empat (4) untuk Sering (S) dan lima (5) untuk Sangat Sering (SS). Sebaliknya untuk
unfavourable adalah: lima (5) untuk Tidak pernah (TP), empat (4) untuk Jarang (J),

tiga (3) untuk Kadang-kadang (KK), dua (2) untuk Sering (S) dan satu (1) untuk
Sangat Sering (SS).

13

Pada uji daya diskriminasi item Skala self-regulated learning putaran pertama,
korelasi antar butir skor bergerak antara (-) 0,052 sampai 0,608, dari 32 item terdapat 23
item yang memiliki daya beda ≥ 0,30 dan 9 item yang memiliki daya beda < 0,30. Pada
uji daya diskriminasi item putaran kedua, setelah item gugur dibuang, korelasi antar
butir skor bergerak antara 0,322 sampai 0,665, terdapat 21 item yang memiliki daya
beda ≥ 0,30. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Hasil Uji Daya Diskriminasi Item Skala Self-Regulated Learning
No
1

2

3

Aspek

Indikator

1, 10, 18*

Total Item
Lolos Uji
2

Pengorganisasian
diri untuk belajar

2, 11, 19

3

Menentukan
kegiatan belajar

3, 12, 20

3

Melakukan
evaluasi diri pada
belajar

4*, 21, 27

Yakin
kemampuan
sendiri

5, 14*, 22,
28

3

Atribusi diri dan
berminat
pada
tugas

6, 23

2

Kemampuan untuk
memilih,
menstruktur dalam
belajar

7*, 24, 29

Metakognisi Membuat
perencanaan
belajar

Motivasi

Perilaku

pada
diri

Favorable

Unfavorable

13*

15, 30*

2

3

14

Kemampuan
menciptakan
lingkungan yang
mengoptimalkan
belajar

8, 25, 31*

16

3

Kemampuan untuk
mencari nasihat,
informasi
dan
tempat
yang
memungkinkan
untuk belajar

9*, 26, 32*

17

2

27

5

23

Total

Keterangan: Tanda (*) menunjukkan nomor item yang gugur
Pada uji daya diskriminasi item Skala Kecemasan Akademis putaran pertama,
korelasi antar butir skor bergerak antara 0,103 sampai 0,739, dari 29 item terdapat 22
item yang memiliki daya beda ≥ 0,30 dan 7 item yang memiliki daya beda < 0,30. Pada
uji daya diskriminasi item putaran kedua, setelah item gugur dibuang, korelasi antar
butir skor bergerak antara 0,340 sampai 0,729, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2
Hasil Uji Daya Diskriminasi Item Skala Kecemasan Akademis
No

Aspek

1

Psikologis

Indikator
Merasa tegang
Merasa khawatir

2

Motorik

Favorable

Unfavorable

Total Item
Lolos Uji
3

11, 25*

2

1, 15, 28
2*, 16, 29*

Merasa takut

3, 17

2

Merasa gugup

4, 18

2

Gemetar

5, 19

12*

2

15

3

4

Kognitif

Somatik

Sikap terburu-buru

6, 20

Merasa
sulit
berkonsentrasi

7, 21

Tidak
mampu
dalam mengambil
keputusan

8, 22, 26*

Jantung
cepat

2
13

3
2

berdebar

9, 23*

14

2

Tangan
mudah
berkeringat

10, 24

27*

2

23

6

22

Total

Keterangan: Tanda (*) menunjukkan nomor item yang gugur
Azwar (2012) menyatakan bahwa minimal koefisien konsistensi internal paling
tidak setinggi 0,80. Berdasarkan hasil uji reliabilitas, maka Angket Self-Regulated
Learning adalah reliabel dengan koefisien reliabilitas yaitu 0,890. Sedangkan Angket

Kecemasan Akademis juga reliabel dengan koefisien reliabilitas yaitu 0,895. Hasil uji
reliabilitas dari item yang lolos ke dalam uji daya diskriminasi item dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3
Hasil Perhitungan Realibilitas Angket
No

Instrumen

Koefisien Reliabilitas

1

Angket Self-Regulated Learning

0,890

2

Angket Kecemasan Akademis

0,895

16

Teknik Analisis Data
Peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linieritas, untuk
mengetahui apakah data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk
melakukan analisis dengan uji korelasi Pearson Product Moment. Uji Normalitas
menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS 16.0.
Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan anova dengan bantuan program SPSS
16.0. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Product Moment dari
Pearson dengan bantuan SPSS 16.0.

HASIL PENELITIAN
Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dihitung dengan bantuan program SPSS
16.0. Data berdistribusi normal, jika signifikansi (Sig) > 0,05.

Tabel 4
Hasil Uji Normalitas

Self-Regulated Learning
N
Normal Parametersa

Mean
Std.
Deviation
Most Extreme
Absolute
Differences
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

Kecemasan
Akademis

188
76.41

188
42.37

10.252

9.927

.072
.072
-.034
.987
.285

.078
.064
-.078
1.072
.200

17

Self-Regulated Learning
N
Normal Parametersa

Mean
Std.
Deviation
Most Extreme
Absolute
Differences
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.

Kecemasan
Akademis

188
76.41

188
42.37

10.252

9.927

.072
.072
-.034
.987
.285

.078
.064
-.078
1.072
.200

Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada Tabel 4, kedua variabel memiliki
signifikansi lebih besar dari 0,05 (> 0,05). Variabel Self-Regulated Learning memiliki
nilai K-S Z sebesar 0,987 dengan signifikansi sebesar 0,285. Variabel Kecemasan
Akademis memiliki nilai K-S Z sebesar 1,072 dengan signifikasi sebesar 0,200. Dengan
demikian variabel Self-Regulated Learning dan variabel Kecemasan Akademis memiliki
distribusi yang normal karena p > 0,05.

18

Hasil Uji Linieritas
Uji linieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS
16.0, hasilnya dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5
Hasil Uji Linieritas
Sum of
Squares
SelfRegulated
Learning *
Kecemasan
Akademis

Between
Groups

Mean
df Square

F

Sig.

(Combined) 5616.225 39 144.006 1.518 .040
Linearity

Deviation
from
Linearity

1746.832

1

1746.83 18.41 .000
2
5

3869.394 38 101.826 1.073 .372

Within Groups

14039.41
148 94.861
3

Total

19655.63
187
8

Berdasarkan hasil uji linearitas, maka dapat diketahui bahwa variabel SelfRegulated Learning dan variabel Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA

Negeri 3 Salatiga diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,073 dengan signifikansi p = 0,372 (p >
0,05) yang menunjukkan hubungan antara variabel Self-Regulated Learning dan
variabel Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga adalah
linier.

19

Hasil Deskriptif
a. Self-Regulated Learning
Kategori untuk menentukan tinggi rendahya pengukuran variabel SelfRegulated Learning, yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah dan Sangat

Rendah.

Tabel 6
Kategorisasi Skala Self-Regulated Learning
No

Interval

Kategori

1.

96,6 ≤ x ≤ 115

2.

N

Prosentase

Sangat Tinggi

8

4,3 %

78,2 ≤ x < 96,6

Tinggi

65

34,6 %

3.

59,8 ≤ x < 78,2

Sedang

107

59,9 %

4.

41,4 ≤ x < 59,8

Rendah

8

4,3 %

5.

23 ≤ x < 41,4

Sangat Rendah

0

0%

188

100%

Total
Standar Deviasi = 10,252

Mean

76,41

Min = 51 Max = 105

Keterangan : x = Skor Self-Regulated Learning; N = Jumlah Subjek.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa 8 siswa memiliki skor SelfRegulated Learning yang berada pada kategori sangat tinggi dengan prosentase 4,3

%, 65 siswa memiliki skor Self-Regulated Learning yang berada pada kategori
tinggi dengan prosentase 34,6 %, 107 siswa memiliki skor Self-Regulated Learning
yang berada pada kategori sedang dengan prosentase 59,9 %, 8 siswa memiliki skor
Self-Regulated Learning yang berada pada kategori sangat rendah dengan

20

prosentase 4,3 %. Rata-rata skor Self-Regulated Learning yang diperoleh siswa
sebesar 76,41 berada pada kategori sedang. Skor Self-Regulated Learning yang
diperoleh siswa bergerak dari skor minimum sebesar 51 sampai dengan skor
maksimum sebesar 105 dengan standar deviasi 10,252.

b. Kecemasan Akademis
Kategori untuk menentukan tinggi rendahya pengukuran variabel Kecemasan
Akademis, yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah dan Sangat Rendah.

Tabel 7
Kategorisasi Skala Kecemasan Akademis
No

Interval

Kategori

1.

92,4 ≤ x ≤ 110

2.

N

Prosentase

Sangat Tinggi

0

0%

74,8 ≤ x < 92,4

Tinggi

0

0%

3.

57,2 ≤ x < 74,8

Sedang

9

4,8%

4.

39,6 ≤ x < 57,2

Rendah

113

60,1 %

5.

22 ≤ x < 39,6

Sangat Rendah

66

35,1 %

188

100%

Total
Standar Deviasi = 9,927

Mean

42,37

Min = 22 Max = 72

Keterangan : x = Skor Kecemasan Akademis; N = Jumlah Subjek.
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa 9 siswa memiliki skor Kecemasan
Akademis yang berada pada kategori sedang dengan prosentase 4,8 %, 113 siswa

21

memiliki skor Kecemasan Akademis yang berada pada kategori rendah dengan
prosentase 60,1 %, 66 siswa memiliki skor Kecemasan Akademis yang berada pada
kategori sangat rendah dengan prosentase 35,1 %. Rata-rata Kecemasan Akademis
yang diperoleh siswa sebesar 42,37 berada pada kategori rendah. Skor Kecemasan
Akademis yang diperoleh siswa bergerak dari skor minimum sebesar 22 sampai
dengan skor maksimum sebesar 72 dengan standar deviasi 9,927.

Hasil Uji Korelasi
Dalam penelitian ini uji korelasi antara variabel Self-Regulated Learning dan
variabel Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga dilakukan
dengan bantuan SPSS 16.0. Hasil uji korelasi antara variabel Self-Regulated Learning
dan variabel Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
SelfRegulated
Learning
Self-Regulated
Learning

Pearson
Correlation

Kecemasan
Akademis
1

Sig. (2-tailed)
N
188
Kecemasan Akademis Pearson
-.298**
Correlation
Sig. (2-tailed)
.000
N
188
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

-.298**
.000
188
1

188

22

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment pada Tabel 8 diperoleh
korelasi sebesar -0,298 dengan signifikansi sebesar 0,000 pada tingkat taraf kepercayaan
sebesar 0,05 atau 95%. Dari hasil perhitungan uji korelasi diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,000 (p < 0,05), maka H1 diterima. Artinya terdapat hubungan signifikan antara
Self-Regulated Learning dengan Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA

Negeri 3 Salatiga. Hubungan ini ditunjukkan dengan nilai korelasi negatif sebesar 0,298.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian hubungan antara Self-Regulated Learning dengan
Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga, maka didapatkan
hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar -0,298 dengan signifikansi sebesar 0,000
(p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara SelfRegulated Learning dengan Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3

Salatiga. Dengan demikian dinyatakan dalam penelitian ini yaitu H1 diterima dan H0
ditolak. Artinya semakin rendah Kecemasan Akademis (variabel bebas), maka akan
semakin tinggi Self-Regulated Learning (variabel terikat) pada siswa kelas XII SMA
Negeri 3 Salatiga. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi Kecemasan Akademis, maka
semakin rendah Self-Regulated Learning pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari Pratiwi
(2009) mengenai hubungan antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning

23

pada siswa RSBI di SMA Negeri 3 Surakarta, hasil penelitiannya menyatakan adanya
hubungan negatif antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning.
Zimmerman & Martinez‐Pons (1990) mendefinisikan self-regulated learning
sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan
perilaku dalam proses belajar. Ada tiga faktor yang mempengaruhi self-regulated
learning yaitu faktor personal, lingkungan dan perilaku (Zimmerman 1989). Interaksi

antara faktor personal dan lingkungan dapat menyebabkan munculnya kecemasan
akademis (Pratiwi, 2009). Menurut Valiante dan Pajares (1999) kecemasan akademis
merupakan perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan
tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam
situasi akademis.
Holmes (1991) membagi kecemasan dalam empat komponen, yaitu mood
(psikologis), kognitif, somatik, dan motorik. Secara kognitif, seseorang yang merasa
cemas akan terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi,
sehingga ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, bingung, dan
menjadi sulit untuk mengingat kembali (Holmes, 1991). Kecemasan akademik dapat
berpengaruh pada fungsi kognitif yang selanjutnya termanifestasi dalam rendahnya selfregulated learning. Hal tersebut dapat merupakan asumsi kemungkinan yang

menyebabkan adanya hubungan negatif antara Self-Regulated Learning dengan
Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.

24

Selain itu, berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini rata-rata skor
Self-Regulated Learning yang diperoleh siswa kelas XII di SMA Negeri 3 Salatiga

sebesar 76,41 berada pada kategori sedang. Sedangkan Rata-rata Kecemasan Akademis
yang diperoleh siswa sebesar 42,37 berada pada kategori rendah. Hasil analisis
deskriptif tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara Self-Regulated
Learning dengan Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.

Zimmerman (1989) membagi self-regulated learning atas tiga aspek yaitu:
metakognisi, motivasi dan perilaku. Terganggunya aspek metakognisi, motivasi dan
perilaku akibat kecemasan akademik juga bisa menjadi asumsi kemungkinan yang
menyebabkan adanya hubungan negatif antara Self-Regulated Learning dengan
Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.
Pertama , metakognisi adalah kemampuan siswa merencanakan, menetapkan

tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama
proses penerimaan (Zimmerman, 1989). Siswa yang mengalami kecemasan akan
menunjukkan adanya kesulitan khusus dalam informasi penginstruksian sehingga
kehilangan proses pengaturannya, dan melibatkan memori jangka pendek dan jangka
sedang (Tobias, dalam Pratiwi, 2009). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kecemasan
dapat menyebabkan terganggunya metakognisi yang merupakan salah satu aspek dari
self-regulated learning. Kedua , motivasi yaitu siswa merasakan self-efficacy yang

tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas (Zimmerman, 1989). Wiramihardja (2005)
menjelaskan bahwa individu yang mengalami kecemasan (anxiety) biasanya akan
kehilangan kepercayaan diri. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kecemasan akademik

25

dapat menyebabkan terganggunya aspek motivasi yang merupakan salah satu aspek dari
self-regulated learning. Ketiga , perilaku merupakan upaya siswa untuk memilih,

menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar (Zimmerman,
1989). Ottens (1991) menjelaskan bahwa kecemasan akademis mengacu pada
terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku karena kemungkinan
performa yang ditampilkan siswa tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis
diberikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kecemasan akademik dapat
menyebabkan terganggunya aspek perilaku yang merupakan salah satu aspek dari selfregulated learning.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka didapatkan koefisien determinan (r2)
sebesar (-0,298)2 yaitu 8,88 %, artinya sumbangan efektif Kecemasan Akademis
terhadap Self-Regulated Learning sebesar 8,88 %, dan berarti masih terdapat 91,12 %
variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi Self-Regulated Learning siswa selain
Kecemasan Akademis, seperti misalnya: pengetahuan diri, perilaku serta kondisi
lingkungan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan

penelitian

hubungan

antara

Self-Regulated

Learning

dengan

Kecemasan Akademis pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga, ada hubungan

26

negatif signifikan antara Self-Regulated Learning dengan Kecemasan Akademis
pada siswa kelas XII SMA Negeri 3 Salatiga.
2. Rata-rata skor Self-Regulated Learning yang diperoleh siswa kelas XII di SMA
Negeri 3 Salatiga sebesar 76,41 berada pada kategori sedang. Sedangkan Rata-rata
Kecemasan Akademis yang diperoleh siswa sebesar 42,37 berada pada kategori
rendah.
3. Kecemasan Akademis memberikan kontribusi sebesar 8,88 % terhadap SelfRegulated Learning, dan berarti masih terdapat 91,12 % variabel-variabel lain yang

mempengaruhi Self-Regulated Learning.
Saran yang dapat diajukan peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi pihak Siswa
Sesuai hasil penelitian, untuk meningkatkan Self-Regulated Learning dapat
ditempuh dengan cara mengurangi kecemasan dalam kegiatan akademis, baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
2. Bagi pihak guru
Kecemasan Akademis memberikan kontribusi negatif terhadap Self-Regulated
Learning. Oleh sebab itu guru diharapkan membantu siswa menemukan keahlian

untuk mengatur proses belajarnya sendiri dan mendorong siswa menggunakan
keahliannya secara efektif dalam proses belajar di sekolah maupun di luar sekolah
dengan cara mengurangi sumber-sumber yang dapat menimbulkan kecemasan
akademis.

27

3. Bagi pihak orangtua
Orangtua agar diharapkan agar dapat memotivasi anaknya yang mengalami
Kecemasan Akademis, sehingga Self-Regulated Learning anaknya dapat meningkat.
4. Untuk penelitian selanjutnya
Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian lebih lanjut tentang SelfRegulated

Learning

dan

Kecemasan

Akademis,

maka

disarankan

untuk

menyertakan variabel-variabel lain, seperti misalnya: pengetahuan diri, perilaku
serta kondisi lingkungan.

28

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Daradjat, Z. (1990). Kesehatan mental. Jakarta: Gunung Agung.
Djamarah, S.B. (2008). Psikologi belajar . Edisi II. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Holmes, D. S. (1991). Abnormal psychology. New York: Harper Collins.
Irwan, F., Santyasa, I. W., & Tegeh, IM. (2014). Pengembangan multimedia interaktif
berbasis self regulated learning dengan model addie untuk meningkatkan
prestasi belajar seni budaya bagi siswa kelas vii smp negeri 3 mendoyo. eJournal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi
Teknologi Pembelajaran, 4, p 1-10.
O'Connor, F. (2007). Frequently asked questions about academic anxiety. New York:
The Rosen Publishing Group, Inc.
Ottens, A.J. (1991). Coping with academic anxiety. New York: The Rosen Publishing
Group, Inc.
Pajares, F., & Valiante, G. (1999). Grade level and gender differences in the writing
self-beliefs of middle school students. Contemporary Educational Psychology,
24, p 390-405.
Prasetyo, A & Wurjaningrum, F. (2008). Pengaruh stres terhadap komitmen mahasiswamahasiswa universitas airlangga untuk menyelesaikan pendidikan mereka
dengan faktor kecemasan sebagai variabel moderator. Jurnal Majalah Ekonomi,
18, 3, p 257-270.
Pratiwi, A.P. (2009). Hubungan antara kecemasan akademis dengan self-regulated
learning pada siswa rintisan sekolah bertaraf internasional di sma negeri 3
surakarta. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Rosma, S. (2013). Pengaruh pelatihan berpikir positif untuk menurunkan kecemasan
pada mahasiswa yang sedang menempuh skripsi. Jurnal Empathy. 2, 1, p 1-11.
Sanitiara, Nazriati, E. & Firdaus. (2014). Hubungan kecemasan akademis dengan
regulasi diri dalam belajar pada mahasiswa tahun pertama fakultas kedokteran
universitas riau tahun 2013/2014. Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau. 1,
2, p 1-9.
Santrock, W.J. (2007). Life span development: perkembangan masa hidup (jilid 2).
Jakarta: Erlangga.
Sardiman. (2007). Interaksi dan motivasi belajar mengajar . Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
r&d. Bandung : Alfabeta.
Wiramihardja, S.A. (2005). Pengantar psikologi abnormal. Bandung : PT Refika
Aditama.
Zimmerman, B.J. & Martinez-Pons, M. (1990). Student differences in self-regulated
earning: relating grade, sex, and giftedness to self-efficacy and strategy use.
Journal of Educational Psychology, 82, p 51-59.
Zimmerman, B.J. (1989). A social cognitive view of self-regulated academic learning.
Journal of Educational Psychology. 81, 3, p 329-339.