Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa E-Commerce Secara Online Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Abitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

(1)

xi DAFTAR ISI

Halaman Judul...Halaman

Pernyataan Keaslian ... ii

Persetujuan Skripsi...iii

Pengesahan Pembimbing...iv

Persetujuan Panitia Sidang...v

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Kata Pengantar... viiii

Daftar Isi ... xii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

E. Kerangka Pemikiran ... 6

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan... 12

BAB II ... 14

PERJANJIAN E-COMMERCE SEBAGAI PERJANJIAN DALAM PERKEMBANGAN ... 14

A. Perikatan Dalam Suatu Perjanjian ... 14

B. Definisi Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Definisi Perjanjian Menurut Para Ahli. ... 15

C. Syarat-Syarat Terjadinya Kesepakatan Dalam Suatu Perjanjian ... 19

D. Definisi Transaksi E-Commerce ... 26


(2)

xii

F. Jenis-Jenis Transaksi E-Commerce ... 32

G. Para Pihak Dalam Transaksi E-Commerce ... 34

BAB III ... 37

TRANSAKSI E-COMMERCE SECARA ONLINE YANG PENYELESAIAN SENGKETANYA DISELESAIKAN MELALUI ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION. ... 37

A. Alternatif Penyelesaian Sengketa Pada Umumnya. ... 37

B. Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dalam Transaksi E-Commerce ... 42

C. Kelebihan dan Kelemahan dalam Penyelesaian Sengketa Arbitrase ... 43

D. Macam-MacamBentuk Arbitrasedalam Alternatif Penyelesaian Sengketa47 E. Penyelesaian Sengketa Arbitrase secara Online...51

F. Putusan Arbitrase Online ... 63

BAB IV ... 69

ANALISIS KEABSAHAN PENYELESAIAN SENGKETA E-COMMERCE SECARA ONLINE MELALUI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA... 69

A. Penyelesaian Sengketa Secara Online dan Aspek Legalitas Berdasarkan Peraturan PerUndang-Undangan Di Indonesia dan Negara Lainnya ... 69

B. Kekuatan Eksekutorial Putusan Sengketa E-Commerce online pada Pengadilan ... 86

BAB V ... 90

PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 96


(3)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perdagangan sangat penting dan merupakan perdagangan tanpa batas, dengan adanya era persaingan bebas, perdagangan bebas melewati batas-batas negara dengan melalui transaksi E-Commerce salah satu bidang yang menunjang kegiatan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat, di samping itu perdagangan dapat mempengaruhi era perekonomian nasional. Peranan di dalam perdagangan sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan pemerataan pembangunan serta memelihara kemantapan stabilitas nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna merealisasikan pertumbuhan ekonomi yang secara substansial di sektor perdagangan, khususnya di era globalisasi yaitu dengan cara melalui proses penerapan antara sistem perdagangan dengan Teknologi Informasi dalam mempermudah melakukan transaksi E-Commerce.

Teknologi informasi dalam hal ini terdiri dari sistem megumpulkan (collect), menyimpan (Store), memproses, memproduksi dan mengirim informasi. Sistem informasi dan komunikasi elektronik telah diimplementasikan, hampir semua sektor kehidupan dalam masyarakat dengan terciptanya suatu pasar baru yang telah mendorong perkembangan sistem ekonomi masyarakat dari traditional ekonomi yang berbasiskan


(4)

industri manufaktur.1 Era globalisasi dalam dunia ekonomi, khususnya di dalam perdagangan dimudahkan dengan adanya internet (Interconnected Networking) sebagai media komunikasi yang cepat.2 Kemajuan dan keunggulan teknologi komunikasi dan informasi di era globalisasi ini, yaitu dengan adanya E-Commerce Transaction (Electronic Commerce Transaction). E-Commerce merupakan model bisnis yang non-face (tidak menghadirkan pelaku bisnis secara fisik) dan non-sign (tidak memakai tanda tangan asli). E-Commerce adalah bisnis dengan melakukan pertukaran data (data Interchange) via internet di mana kedua belah pihak, yaitu orifinator dan adressee atau disebut dengan penjual dan pembeli barang dan jasa, dapat melakukan bargaining dan transaksi.3

Aktivitas melalui transaksi bisnis E-Commerce semua proses mulai dari pengiklanan, penjualan produk hingga pembayaran transaksi dilakukan secara online, dengan adanya transaksi E-Commerce sering terjadi kesalahan di dalam bertransaksi dimana pihak konsumen tidak memahaminya bagaimana cara bertransaksi melalui E-Commerce, dalam hal ini transaksi E-Commerce tidak secara langsung bertemu dengan pihak yang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian dan perjanjian tersebut tidak dilakukan secara tertulis , transaksi E-Commerce dilakukan secara lisan oleh kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian.

1

Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik,Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2010, hlm. 2.

2

Dapat dibaca pada :Hetty Hasanah,”Majalah Ilmiah Unikom

”(http://jurnal.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/v08-n01/volume-81-artikel-10.pdf/pdf/volume-81-artikel-10.pdf), 29 Oktober 2013.

3


(5)

Dengan sering terjadinya konflik transaksi E-Commerce yang muncul dalam aktivitas dunia bisnis E-Commerce yang dapat di jabarkan sebagai berikut:

Contoh kasus yang merugikan konsumen dalam hal penggunaan internet dalam bertransaksi, antara lain:

Kasus ini, X sebagai pelaku usaha online yang menjual barang elektronik berupa kamera DSLR merek Nikon seharga Rp. 3.300.000., Y sebagai konsumen yang membeli elektronik berupa kamera DSLR4 kepada X. Y dengan ini secara langsung melakukan transaksi kepada X, dalam hal ini X menjanjikan apabila Y telah melakukan transaksi, barang tersebut akan di kirimkan dalam jangka waktu 2 hari setelah pembayaran dilakukuan. Akan tetapi dalam hal ini X tidak melakukan sebagaimana yang telah di tetapkan dalam perjanjian kedua belah pihak tesebut. Sebagaimana yang telah diperjanjikan bahwa Y membeli Kamera DSLR akan tetapi X memberikan Kamera SLR. Dalam hal ini pihak X telah melakukan tindakan wanprestasi yang merugikan pihak Y.

Transaksi E-Commerce bukan hanya mengacu pada pilihan hukum yang diterapkan untuk dijadikan dasar dalam menyelesaikan sengketa yang timbul,

4

DSLR (Digital Single Lens Reflek) Menggunakan mechanical mirror system dan pentaprisma unuk mengarahkan cahaya dari lensa menuju optical viewfinder yang berada pada kamera, sedangkan SLR (Single-Lens Reflex) menggunakan pentaprisma yang ditempatkan di atas jalur optikal melalui lensa ke lempengan film. Dalam transaksi E-Commerce apabila pihak penjual tidak mengirimkan barang sesuai yang telah diperjanjikan, maka dalam hal ini pihak penjual dinyatakan telah melakukan tindakan wanprestasi yang dinyatakan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


(6)

tetapi dalam hal ini juga mengenai pilihan pengadilan yang akan memeriksa dan menyelesaikan sengketa tersebut.

Masalah transaksi E-Commeerce sudah pernah diteleti sebelumnya, diantaranya oleh Rochani Urip Salami dan Rahadi Wasi Bintoro, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman. Dengan judul Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Sengketa Transaksi Elektronik (E-Commerce) dan Hetty Hasannah dengan judul Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Online. Karya-karya ilmiah ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam Skripsi ini, penulis akan membahas mengenai Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa E-Commerce Secara Online melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Kenyataan di dalam praktik peningkatan transaksi E-Commerce semakin berkemabang dengan ini penulis ingin meneliti bagaimana agar terdapat penyelesaian persengketaan transaksi E-Commerce dihubungkan dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka penulis dalam hal ini merasa penting untuk mengkaji mengenai “TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN

SENGKETA E-COMMERCE SECARA ONLINE MELALUI

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTRENATIF PENYELESAIAN SENGKETA”.


(7)

B. Identifikasi Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa E-Commerce secara online dan bagaimana penyelesaian sengketa E-Commerce secara online dapat memenuhi aspek legalitas Peraturan PerUndang-Undangan di Indonesia?

2. Apakah putusan sengketa E-Commerce online dapat menjadi dasar pemohonan yang memiliki kekuatan eksekutorial di Pengadilan?

C. Tujuan Penelitian

1. Membahas dan mengkaji apa yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa Commerce secara online dan bagaimana penyelesaian sengketa E-Commere secara online dapat memenuhi aspek legalitas Peraturan PerUndang-Undangan di Indonesia.

2. Membahas dan mengkaji apakah putusan sengketa E-Commerce online dapat menjadi permohonan eksekusi di pengadilan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penikiran bagi perkembangan Ilmu Hukum Perdata, khususnya Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama mengenai penyelesaian sengketa di dalam transaksi E-Commerce.

2. Secara teoritis hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penikiran bagi perkembangan Ilmu Hukum Perdata, khususnya Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama mengenai penyelesaian sengketa di dalam transaksi E-Commerce.


(8)

E. Kerangka Pemikiran

Perkembangan peradaban manusia di kenal dengan adanya beberapa perkembangan yang terdiri dari: zaman berburu dan mengumpulkan makanan, zaman pertanian, zaman industri, zaman pengetahuan/ informasi, dan zaman kebijaksanaan yang sedang dimulai.

Saat ini kita berada di dalam zaman pengetahuan/ informasi dengan adanya teknologi informasi yang memudahkan para pihak dalam mengakses informasi maupun melakukan transaksi E-Commerce. Semakin meningkatnya perkembangan teknologi informasi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan hukum pun semakin meningkat dengan berkembangnya teknologi informasi yang memudahkan para pihak dalam mengakses informasi maupun melakukan transaksi secara E-Commerce.5Perkembangan teknologi informasi menimbulkan permasalahan hukum yang baru, yang dimana permasalahan tersebut timbul dengan adanya transaksi elektronik.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Teori hukum progresif yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo menyatakan bahwa hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan

5

StepenR.Covey, The 8 th Habit Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan, Gramedia, Jakarta 2005, hlm.21.


(9)

zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyadarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan.6

Permasalahan seringkali timbul di dalam transaksi E-Commerce, sebagai konsep Alternatif Penyelesaian Sengketa di dalam era teknologi informasi perlunya ditelaah lebih lanjut agar mendapatkan konsep yang paling tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam transaksi E-Commerce.

Alternatif Penyelesaian Sengketa yang di mana proses penyelesaian sengekta untuk mencapai suatu kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersengketa yang tujuannya untuk mencapai keadilan antara kedua belah pihak yang melakukan suatu perjanjian yang telah disepakati bersama.

Negara Indonesia berdasarkan pembukaan Undang-Undang tahun 1945 alinea ke 4 menyatakan bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kesejahteraan masyarakat sekarang berada di posisi era teknologi. Dengan adanya transaksi E-Commerce tujuan pemerintah dalam hal ini harus mengayomi mengenai dampak yang akan terjadi di dalam transaksi E-Commerce.

6

Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum Di Indonesia, ctk. Ketiga,Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hlm.17.


(10)

Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, dapat dilihat bahwa unsur keadilan adalah salah satu unsur penting dalam melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan perekonomian nasional pada akhirnya akan mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera. Secara prinsip peri-keadilan merupakan upaya untuk menemukan keadilan yang mutlak, serta merupakan manifestasi upaya manusia untuk merindukan adanya hukum yang lebih tinggi dari hukum positif.7

Berdasarkan Pasal 28C ayat 1 Undang-Undang Dasar tahun 1945 berbunyi : setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Berdasarkan Pasal 28H butir 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945 berbunyi : setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Transaksi E-Commerce seringkali timbul sengketa, dengan timbulnya sengketa di dalam transaksi E-Commerce perlu diteliti apakah pengaturan Alternatif Penyelesaian Sengketa melalui transaksi online sudah di atur di

7

Otje Salman soemadiningrat dan Anton F.S, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka kembali,Refika Aditama,Bandung 2004,hlm.156.


(11)

dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa definisi Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Berdasarkan kenyataan di dalam praktik sering tejadi persengketaan di dalam transaksi E-Commerce, maka dengan ini penelitian akan ditelaah lebih lanjut dengan menggunakan teori hukum progresif.

F. Metode Penelitian

Menurut Sunaryati Hartono yang dimaksud dengan metode penelitian merupakan proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan berpikir yang analogis-analitis berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu tertentu), untuk menguji kebenaran atau mengadakan verifikasi suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, sosial atau pristiwa hukum tertentu.8

Dalam suatu penelitian menggunakan cara kerja. Cara kerja adalah langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis, menjawab dan memecahkan masalah dalam penelitian. Cara kerja inilah yang dikategorikan

8

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20, Bandung: Alumni,2006, hlm.105.


(12)

sebagai metode penelitian. Adapun penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan PerUndang-Undangan (Statute Aprroach).

1. Pendekatan penelitian

Metode pendekatan yuridis normatif adalah suatu penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang9. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan yang bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. Metode pendekatan PerUndang-Undangan (Statute Approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi elektronik dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.10

Penelitian yuridis normatif dan pendekatan PerUndang-Undangan menggunakan data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai gagasan atau ide. Bahan hukum primer ini mencakup peraturan perUndang-Undangan antara lain: Undang-Undang

9

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum,Bandung:Citra Aditya Bakti,2004, hlm.52.

10


(13)

Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternafir Penyelesaian Sengketa, dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

b. Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang digunakan di dalam penelitian ini, yaitu buku-buku yang ditulis para ahli hukum, sumber internet, dan sumber-sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan yang bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti artikel, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain.

Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikmpulkan berdasarkan topik permasalahan, kemudian diklasifikasikan menurut sumber dan hirarki untuk dikaji secara keseluruhan.

2. Langkah-langkah Penelitian

Langkah penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan menunjuk pada suatu cara memperoleh data yang diperlukan, dengan menelusuri dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan.


(14)

Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat yang sebagai ilmu yang prespiktifl, artinya ilmu yang mempelajari tujuan hukum, konsep hukum, dan norma-norma hukum.11 4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum diperoleh dari berbagai sumber. Bahan hukum yang diperoleh keseluruhannya dikumpulkan baik berupa buku, literatur, makalah ataupun jurnal dalam menentukan kesimpulan untuk menentukan hasil dari penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini sistematika penyajian yang disusun oleh peneliti diuraikan sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan, bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan yang bertujuan untuk mengantarkan pikiran pembaca ke pokok permasalahan yang akan dibahas.

BAB II PERJANJIAN E-COMMERCE SEBAGAI PERJANJIAN

DALAM PERKEMBANGAN

Bab ini akan menguraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa E-Commerce secara online dalam suatu perjanjian yang dibuat secara lisan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

11


(15)

BAB III TRANSAKSI E-COMMERCE SECARA ONLINE YANG PENYELESAIAN SENGKETANYA DISELESAIKAN MELALUI ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION.

Bab ini akan menguraikan tentang apakah transaksi secara online daoat diselesaikan dengan melalui Alternative Dispute Resolution.

BAB IV ANALISIS KEABSAHAN PENYELESAIAN SENGKETA

E-COMMERCE SECARA ONLINE MELALUI ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.

Bab ini akan menguraikan analisis dalam penyelesaian sengketa E-Commerce berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Altrenatif Penyelesaian Sengketa.

BAB V PENUTUP, bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah hasil yang telah dibahas dalam bab-bab terdahulu yang dipandukan dengan identifikasi masalah, setelah itu ditemukan beberapa saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini yang dapat dipergunakan untuk pelaku usaha yang bertansaksi secara online pada umumnya para pengemban ilmu hukum.


(16)

90 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Penyelesaian sengketa E-Commerce secara online adalah cara para pihak menyelesaikan sengketanya secara online. Di mana para pihak tidak secara langsung bertemu muka. Artinya, penyelesaian sengketa melalui fasilitas online dengan media E-mail. Penyelesaian sengketa E-Commerce secara online memenuhi aspek legalitas Peraturan PerUndang-Undangan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa secara analogi dapat diterapkan di Indonesia.

2. Putusan sengketa E-Commerce dapat menjadi dasar permohonan yang

memiliki kekuatan eksekutorial di pengadilan dan dapat memenuhi aspek legalitas Peraturan PerUndang-Undangan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa putusan arbitase internasional yang akan dieksekusi perlu di mintakan eksekuatur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedangkan berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa putusan arbitrase nasional yang akan dieksekusi perlu di mintakan eksekuatur di Pengadilan setempat yang berwenang menangani sengketa yang terjadi.


(17)

B. Saran

1. Peraturan-peraturan mengenai arbitrase online di negara-negara

berkembang dapat diadopsi dan disesuaikan dengan budaya hukum di Indonesia.

2. Putusan yang ditetapkan via e-mail memiliki kekuatan hukum tetap dan

apabila terjadi sengketa putusan yang di lakukan secara online dapat menjadi sebuah acuan di muka pengadilan.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdul Halim Barkatullah,Teguh Prasetyo. Bisnis E-Commerce Studi Sistem

Keamanan Hukum Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Belajar 2005.

Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti

1992.

Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti 2004.

Adi Nugroho, E-Commerce Memahami Perdagangan Elektronik Di Dunia

Maya. Bandung: Informatika Bandung 2008.

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2007.

Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa,Yogyakarta 2008.

Burhanudin Ali SDB dan Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak).

Jakarta: Hi-Fist Publisihing 2009.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom,Cyber Law Aspek Hukum

Teknologi Informasi, Bandung: Refika Aditama

Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik.

Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010.

Frans Hendra Winarta,Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional

Indonesia dan Internasional. Jakarta: Sinar Grafika 2013.

H.Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung:


(19)

I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Fikahati Aneska

2009.

Lista Kuspriatni, Hukum Perjanjian. Depok: Universitas Gunadarma 2005.

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Bandung: Citra Aditya Bakti

1996.

Moch.Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase

Tradisonal dan Modern (Online). Bandung: Genta Publishing 2011.

Niniek Suparni, Cyberspace Problematika dan Antisipasi Pengaturannya.

Jakarta: Sinar Grafika 2009.

Otje Salman soemadiningrat dan Anton F.S, Teori Hukum Mengingat,

Mengumpulkan, dan Membuka kembali. Bandung:Refika Aditama 2004.

Paustinus Siburian. Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan

Secara Elektronik). Jakarta: Djambatan 2004.

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum. Surabaya: Kencana 2005.

Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum Di Indonesia, ctk. Ketiga, Jakarta:

Kompas Media Nusantara 2009.

StepenR.Covey, The 8 th Habit Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan.

Jakarta: Gramedia 2005.

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20.

Bandung: Alumni 2006

Suyud Margono, Penyelesaian Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolutions


(20)

Jurnal :

Jurnal Majalah Ilmiah Unikom

Jurnal Perbandingan Hukum Arbitrase Online di Indonesia dengan di Amerika

PerUndang-Undangan: Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing

Internet:

http://iyudkidd02street17.blogspot.com/2012/11/perjanjianbernama-dan perjanjian-tidak.html,

http://aprian-wibowo.blog.ugm.ac.id/2012/06/02/perjanjian-baku-standar/ http://mbarikarika.blogspot.com/

http://jokosupriyadi18.wordpress.com/2013/04/27/jenis-jenis-transaksi-e-commerce/

http://www.negarahukum.com/hukum/online-dispute-resolution.html,

http://en.wikipedia.org/wiki/LISTSERV&prev=/search%3Fq%3Dlist%2Bserv %2Bgrist%26biw%3D1195%26bih%3D622


(21)

Lain-Lain :

DSLR (Digital Single Lens Reflek) Menggunakan mechanical mirror system

dan pentaprisma unuk mengarahkan cahaya dari lensa menuju optical

viewfinder yang berada pada kamera, sedangkan SLR (Single-Lens Reflex)

menggunakan pentaprisma yang ditempatkan di atas jalur optikal melalui lensa ke lempengan film. Dalam transaksi E-Commerce apabila pihak penjual tidak

mengirimkan barang sesuai yang telah diperjanjikan, maka dalam hal ini pihak penjual dinyatakan telah melakukan tindakan wanprestasi yang dinyatakan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


(1)

90 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Penyelesaian sengketa E-Commerce secara online adalah cara para pihak menyelesaikan sengketanya secara online. Di mana para pihak tidak secara langsung bertemu muka. Artinya, penyelesaian sengketa melalui fasilitas online dengan media E-mail. Penyelesaian sengketa E-Commerce secara online memenuhi aspek legalitas Peraturan PerUndang-Undangan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa secara analogi dapat diterapkan di Indonesia.

2. Putusan sengketa E-Commerce dapat menjadi dasar permohonan yang memiliki kekuatan eksekutorial di pengadilan dan dapat memenuhi aspek legalitas Peraturan PerUndang-Undangan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa putusan arbitase internasional yang akan dieksekusi perlu di mintakan eksekuatur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedangkan berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa putusan arbitrase nasional yang akan dieksekusi perlu di mintakan eksekuatur di Pengadilan setempat yang berwenang menangani sengketa yang terjadi.


(2)

B. Saran

1. Peraturan-peraturan mengenai arbitrase online di negara-negara berkembang dapat diadopsi dan disesuaikan dengan budaya hukum di Indonesia.

2. Putusan yang ditetapkan via e-mail memiliki kekuatan hukum tetap dan apabila terjadi sengketa putusan yang di lakukan secara online dapat menjadi sebuah acuan di muka pengadilan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdul Halim Barkatullah,Teguh Prasetyo. Bisnis E-Commerce Studi Sistem

Keamanan Hukum Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Belajar 2005.

Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti 1992.

Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti 2004.

Adi Nugroho, E-Commerce Memahami Perdagangan Elektronik Di Dunia Maya. Bandung: Informatika Bandung 2008.

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2007.

Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Yogyakarta 2008.

Burhanudin Ali SDB dan Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak). Jakarta: Hi-Fist Publisihing 2009.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom,Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung: Refika Aditama

Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010.

Frans Hendra Winarta,Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional. Jakarta: Sinar Grafika 2013.

H.Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Citra Aditya Bandung 2004.


(4)

I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Fikahati Aneska 2009.

Lista Kuspriatni, Hukum Perjanjian. Depok: Universitas Gunadarma 2005. Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Bandung: Citra Aditya Bakti

1996.

Moch.Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisonal dan Modern (Online). Bandung: Genta Publishing 2011.

Niniek Suparni, Cyberspace Problematika dan Antisipasi Pengaturannya. Jakarta: Sinar Grafika 2009.

Otje Salman soemadiningrat dan Anton F.S, Teori Hukum Mengingat,

Mengumpulkan, dan Membuka kembali. Bandung:Refika Aditama 2004.

Paustinus Siburian. Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara Elektronik). Jakarta: Djambatan 2004.

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum. Surabaya: Kencana 2005.

Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum Di Indonesia, ctk. Ketiga, Jakarta: Kompas Media Nusantara 2009.

StepenR.Covey, The 8 th Habit Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan. Jakarta: Gramedia 2005.

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20.

Bandung: Alumni 2006

Suyud Margono, Penyelesaian Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolutions (ADR). Bogor: Ghalia Indonesia 2010.


(5)

Jurnal :

Jurnal Majalah Ilmiah Unikom

Jurnal Perbandingan Hukum Arbitrase Online di Indonesia dengan di Amerika

PerUndang-Undangan:

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing

Internet:

http://iyudkidd02street17.blogspot.com/2012/11/perjanjianbernama-dan perjanjian-tidak.html,

http://aprian-wibowo.blog.ugm.ac.id/2012/06/02/perjanjian-baku-standar/ http://mbarikarika.blogspot.com/

http://jokosupriyadi18.wordpress.com/2013/04/27/jenis-jenis-transaksi-e-commerce/

http://www.negarahukum.com/hukum/online-dispute-resolution.html,

http://en.wikipedia.org/wiki/LISTSERV&prev=/search%3Fq%3Dlist%2Bserv %2Bgrist%26biw%3D1195%26bih%3D622


(6)

Lain-Lain :

DSLR (Digital Single Lens Reflek) Menggunakan mechanical mirror system dan pentaprisma unuk mengarahkan cahaya dari lensa menuju optical

viewfinder yang berada pada kamera, sedangkan SLR (Single-Lens Reflex)

menggunakan pentaprisma yang ditempatkan di atas jalur optikal melalui lensa ke lempengan film. Dalam transaksi E-Commerce apabila pihak penjual tidak mengirimkan barang sesuai yang telah diperjanjikan, maka dalam hal ini pihak penjual dinyatakan telah melakukan tindakan wanprestasi yang dinyatakan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Dokumen yang terkait

Potensi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

1 56 152

EMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE OLEH PENGADILAN NEGERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 7 17

KONSUMEN DAN PENYELESAIAN SENGKETA(Studi Tentang Penggunaan Mediasi dan Abitrase dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Dan Penyelesaian Sengketa (Studi Tentang Penggunaan Mediasi dan Abitrase dalam Penyelesaian Sengketa Leasing di Badan Penyelesaian Sengk

0 1 18

Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan Sengketa Kepemilikan Nama Domain Dikaitkan Dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia.

0 0 13

Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan Sengketa Kepemilikan Nama Domain Dikaitkan Dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia.

0 0 67

PRINSIP KERAHASIAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999.

0 0 9

APBI-ICMA Undang-Undang No.30 Tahun 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 51

29 UU NO 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 37

A. Pendahuluan - PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN MELALUI ARBITRASE SECARA ELEKTRONIK (ARBITRASE ON LINE) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 18

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 11