Hari Sarjana, 29 September 2009.

RADAR BANDill~G

.

o Sc/asa
456
20

o Mar

21

0

8

7
22

Apr


0

;:~~

o Kamis

Rabu

9

.23
Alei

0

0

11

12


10

24

OJun

~

Jumal

25

o Ju/

.

26

0


Ags

0

Sablu
13

27

MinYrJu
f4

28

S?P

0

Dirt


15

~~

29

0

16

NOI'

0

Des

Hari Sarjana, 29 September - -2009
"""_ _ _ __


-.-z;;;;

.""'"'" _

~y_..

TIAP 29 September diperingati
sebagai hari sarjana. Patut menjadi
catatan krusial kita bahwa sarjana
merupakan kekuatan intelektual
bangsa. Oi tangan sarjana, sebuah
bangs a menggantungkan harapan .
perubahan dan kemajuan: Oengan
bermodal pengetahuan dan pengalaman, sarjana diharapkan menjadi
problem solver (pemecah masalah)
di tengah bangs a yang masih
dililit krisis berkepanjangan.
Gerak langkah sarjana selalu dijadikan refleksi kritis pencerahan dan
perubahan. Jika sarjana berkomitmen
dan berdedikasi tinggi, roh ,pergerakan menuju kemajuan akan semakin

mantap. Va, sarjana yang lulus dari
kampus menjadi turnpuan masyarakat dan bangsa.
.
Bagaimana wajah sarjana di Indonesia? Setiap kali universitas meluluskan gelar kesarjanaan kepada
mahasiswa, bukannya harapan
pencerahan yang kerap men, ~ruak.
Tetapi, justru tragedi pengangguran
kaum terpelajar yang semakin menumpuk setiap saat.
Kalau pengangguran masyarakat
awarn bisa dicarikan solusi "ala kadarnya" dan "sekenanya", pengangguran kaumterpel.yarmenyisakanproblem mendasar yang kompleks. Gelar
kesarjanaan justru sering menjadi
penghambat kreativitas karena seseorang dijerat "penjurusan" yang
melinierkan kreativitas dalam satu
arah. Akhimya, sarjana menjOOi"beban negara" yang penuh simalakama.
Media massa rarnai memberitakan
tentang lonjakanjumlah sarjanayang
menganggur.
Oisebutkan, jumlah
,


..~-. __

:1,.;1

"""

OIIIi

sarjana menganggur melonjak drastis
dari 183.629 orang pada2006 menjOOi

OlehSiti Muyassarotul H

409.890 orang pada 2007. Oifumbah
pemegang gelar diploma I, n, dan 1II
yang menganggur, berdasar penda-

"

taan2007,lebihdari740.000orang.

QirekturJenderal PendidikanTinggi
Fasli Jalal menyatakan, saat ini di
Indonesia OOa740.206 lulusan perguruan tinggi yang menganggur. Mereka terdiriatas 151.0851ulusan0-1 atau
0-2,179.231 lulusan0-3, dan409.89O
lulusan universitas. Mereka tidak
bekerja karena kompetensi tidak
sesuai, lulusan yang tidak terserap,
memilih untuk tidak bekerja, atau
mahasiswa lulusan dari program studi
yang sudah jenuh (05/02/2009).
Sementara pada Agustus 2007,
BOOanPusat Statistik merilis angka
pengangguran

yang mencapai 10,01

juta orang atau turun 8,42 persen jika
dibandingkan dengan angka pengangguran per Agustus 2006 sebanyak 10,93 juta jiwa. BPS juga
mencatat, tingkat pengangguran
terbuka pada Agustus 2007 mencapai

10,28 persen atau turun bila dibandingkan dengan angka pengangguran terbuka pad a Agustus 2006
sebesar 10,28 persen.
Tragedi pengangguran kaum terpelajar tersebut, bila dilihat dengan
saksarna, terasa miris. Betapa tidak,
setiap tahun tidak sedikit universitas
yang akan meluluskan sarjana, yang
tentu menambah tumpukan kaum
terpelajar menganggur.
. Bila ditelaah secara kritis, pengangguran tersebut disebabkan beberapa
hal. Pertama, kompetensi lulusan
yang masih rendah. Kecakapan

Tragedi
pengangguran
kaum terpelajar
tersebut, bila
dilihat dengan
saksama,
terasa miris.
. sarjana dalarn bidang studinya tidak


menjangkau harapan publik sehingga gelar kesarjanaan yang
disandang sering justru melahirkan
ironi dan anomali menyedihkan.
Oengan kemampuan yang paspasan, merekaakhimya terlempar dari
bursa kerja yang menuntut profesionalitas.
Kedua, tidak sesuai kebutuhan
dunia kerja. Berbagai gelar kesarjanaan yang disandang tidak mempunyai peluang kerja strategis sehingga
tumpukan sarjana tidak tersalurkan
secani seimbang. Jurusan-jurusan
yang tidak marketable atau memang
pasar kerja yang membatasi menjOOikansarjana kehilangan arah gerak
langkahnya pascalulus.
Ketiga, adanya program studi yang
jumlah lulusannya sudah terlalu melimpah. Jurusan itu terkhusus berada

--

Kliping


Humus

Unpad

2009
-

---

---

dalamjurusan ilmusosial.Kajian ilmu
sosial yang sangat beragam telah
menghasilkanjumlah sarjana berjutajuta. Akhimya, mereka menumpuk
dalam " cuci gudang" yang tidak laku
dalam bursa lapangan keIja.Terlebih,
ilmu sosial berbasis pengalaman
sehingga lapangan kerjanya pun
lebih mengarah pada eksperimentasi
yang penuh risiko.
Keempat, paradigma peserta didik
dan stakeholder. Belajar di kampus
sekadar dimaknai sebagai pencarian
kerja sehingga proses belajar yang
dijalani tidak begitu serius: asallulus
saja sebagai syarat formalitas
mencari kerja. Itu merupakan persoalan paling mendasar dalam
konteks tragedi pengangguran
kaum terpelajar di Indonesia.
Paradigm a yang berorientasi job
oriented telah menjadikan mahasiswa sebagai "gel as tak berisi"
sehingga dalam menerima materi
pembelajaran dari kampus, mereka
tidak mampu membaca secara kritis
dan tidak melakukan eksperimentasi
kritis yang eksperimental dalam
kajian keilmuan yang ditekuninya.
Hasilnya adalah peserta didik yang
"bergentayangan" mencari keIja, tak
tahu arah dan orientasi keilmuan
yang menjadi disiplin belajamya.
Merancang kerja masa depan yang
memproyeksikan sarjana sebagai
bagian dari penataan bangsa harus
dimulai dari pergeseran paradigma
meminjam istilah Thomas Kuhnsehingga kaum terpelajar tidak
"terpenjara" dengan basis keilmuan
yang ditekuninya. Sarjana harus
penjara penjurusan
--keluar dari
.....-..-.......-...-

-

---

-------

sehingga bisa bergerak leluasa daIam
mencipta proyeksi kreativitas masa
depan yang lebih mencerahkan.
Selain itu, perlu dibangun etos
kemandirian bagi mahasiswa sehingga ketika lulus kuliah, bukannya
mencari lowongan dalam bursa keIja,
tetapi mampu bergerak memproyeksikan lapangan kerja yang bisa
mengurangi pengangguran masyarakat awam.
N,lembangunetos kemandirian tentu harns berlatih secara serius ihwal
mentalitas entrepreneurship dan
keeakapan hidup (life skill) sehingga
berbagai terpaan menuju kemandirian bisa dijalani dengan sungguh
dan nikmat. Dar, bergurulah kepada
Muhammad Yunus, seorang sarjana
doktoral yang mendirikan Grameen
Bank di Bangladesh. Dia keluar dari
jebakan kampusnya, kemudian
bergabung dengan rakyat kecil
mendirikan koperasi warga bemama
Grameen Bank. Dengan Grameen
Bank-nya, M. Yunus akhimya sukses memberdayakan rakyat keeiI dan
pada 2006 mendapatkan Nobel
Perdamaian Dunia.
Spirit kemandirian yang dicontohkan M. Yunus pantas menjadi
teladan sarjana Indonesia sehingga
kaum sarjana mampu membuktikan
diri sebagai pelopor terbentuknya
lapangan keIja, bukan beban negara
yang membuat bangs a semakin
nestapa. (*)
*) Peneliti Center for
Developing Islamic Education
(CDIE) Fak Tarbiah UIN
Sunan Kalijaga Jogjakarta

--

---