Efektivitas Kata dalam Iklan

  BAB Copywriter. Copywriting

  4 dan Bahasa

COPYWRITER, COPYWRITING, DAN BAHASA

  Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting. Copywriting merupakan rancangan bahasa dalam pembuatan iklan. Copywriting sering diartikan sebagai hasil kerja gabungan antara sastrawi dan intelektual. Sehingga syarat utama menjadi copywriter adalah penguasaan bahasa.

  Dalam hal ini terdapat unsur mencipta, menyajikan kebenaran yang faktual menggunakan bahasa -- sangatlah dipentingkan.

  Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun

  emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Daya pengaruh ini begitu kuat, bahkan seperti bisa menghipnotis. Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, menarik, mengidentifikasi, menggalang kebersamaan, dan mengkombinasikan pesan dengan komparatif kepada khalayak (Stan Rapp & Tom Collins, 1995: 152). Dengan demikian, struktur kata dalam iklan:

  1. Menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian.

  2. Informatif: kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif. Tidak bertele- tele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.

  3. Persuasif: rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang, tentram, menghibur.

  4. Bertenaga gerak: komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa penawaran/masa promosi berlangsung.

  Untuk menyampaikan gagasan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan bahasa tersebut, seperti tata bahasa, kaidah-kaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau konotasi sebuah kata, dan sebagainya. Syarat ini adalah syarat yang mutlak.

  "Bermain-main" dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku, boleh-boleh saja. Tetapi aturan bakunya, harus kita kuasai dulu. Dan ini justru dipakai oleh para copywriter demi kreativitasnya untuk memancing perhatian. Untuk penulis naskah dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka harus menguasai EYD. Hal ini dipakai untuk menjelaskan hal yang sangat gamblang, misalnya "di" awalan harus disambung, dan "di" kata depan harus dipisah.

  Bahkan menurut Agustrijanto ( 2004:75) seringkas apa pun sebuah kalimat pada copywriting, ia harus mempunyai subjek dan predikat. Tanpa itu gugur sudah kekuatan copywriting. Pengertian subjek predikat ini tidak boleh diartikan kaku seperti halnya kita mempelajari tata bahasa karena materi teks periklanan sangat tergantung di media mana iklan diterapkan.

  Panduan bagi seorang copywriter untuk menulis iklan adalah Brief Kreatif. Dengan demikian, gaya berbahasa dan jenis kata dalam iklan yang dibuatnya untuk surat kabar tentu berbeda dengan iklan yang ditayangkan di radio atau televisi. Sebab surat kabar mementingkan mata dan dapat diamati orang dengan lama. Sementara radio mementingkan telinga dan televisi mementingkan mata dan telinga. Kedua yang terakhir ini bersifat sekelebat.

  Selain itu, bahasa yang dipakai dalam copywriting harus mampu mengarahkan target audience untuk membeli, menggunakan, atau beralih ke produk jasa yang diiklankan. Tentu saja, perlu juga diperhatikan apakah produk yang diiklankan baru ataukah sudah lama.

  Gaya dan jenis bahasa yang dipakai pun harus sesuai dengan target

  

audience. Seorang copywriter seharusnya mengetahui dengan siapa dia

berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku mereka, dan di mana mereka berada.

  Sebagai contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari, kita akan berbicara secara berbeda dengan teman, kuliah, sahabat, pacar, penjual di kantin. Bahkan secara lebih spesifik kita akan berbeda melakukan penbicaraan dengan teman kita yang berasal dari Jawa dan dari Batak, akan berbeda berbicara dengan orang tua dan orang yang sebaya.

  Perhatikanlah iklan berikut. Kepada siapa iklan tersebut ditujukan?

   Efektivitas Kata dalam Iklan

  Sebuah atau beberapa kata namun memiliki sifat menjual itulah efetivitas kata dalam copywriting. Di sini terdapat kekuatan narasi, teks, atau diksi dari sebuah iklan dapat membuat orang terpengaruh untuk berbuat seperti yang dikehendaki pesan iklan tersebut. Sehingga memang benar sangat diperlukan kata-kata yang memadai.

  Bahasa dalam iklan selain memperhatikan masalah ide yang diwujudkan dalam bentuk kat-kata, dalam penghadirannya bahasa iklan menurut Goddard (2003:13-16) juga memperhatikan hal-hal "paralanguage" yang merupakan pakaian yang dipilih copywriter dan art director untuk membungkus idenya. Paralanguage itu berupa layout, jenis huruf, visual dan media, untuk membentuk iklan secara menyeluruh.

  Dengan demikian ,jika unsur paralangue tersebut diolah secara maksimal, efektivitas iklan akan tercapai. Efekivitas ini, secara substansi didukung oleh efektivitas kata. Penggunaan bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika bersifat main-main, atau menurut Hakim (2006) bersifat "lanturan". Menurutnya lanturan berbeda dengan kata melantur yang artinya ngawur, tidak nyambung dengan topik yang sedang dibahas. Sementara lanturan adalah sengaja melantur atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan yang dibuat tersebut harus selalu dijaga relevannya. Karena itu, carilah lanturan yang sejauh-jauhnya, namun bawalah relevansi sedekat-dekatnya (Hakim, 2006: 78-79).

  Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda saat ini tidak terasa gaul jika tidak banyak berplesesetan dalam bercanda. Orang tertawa ketika mendengar plesetan karena relevansinya. Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetinya. Jika orang tidak tertawa berarti tidak relevan. Tidak ada korelasi kata asli dengan plesetannya. Untuk berpandai-pandai dalam membuat lanturan, seorang copywriter harus menguasai gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi, kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, paradoks dan masih banyak lagi. Perhatikanlah iklan rokok A-Mild dalam seri "tanya kenapa". Iklan tersebut dipasang di sepanjang jalan-jalan tol di Jabodetabek. Iklan tersebut bertuliskan "terhambat di jalan bebas hambatan" dengan visual yang dilatari oleh kemacetan mobil. Karena itu dipasang di sepanjang jalan tol Jabodetabek, dapat kita pastikan bahwa target audience adalah para sopir, penumpang kendaraan yang melewati jalan tersebut. Hanya masalahnya, apa kaitan kata-kata itu dengan rokok A-Mild? Di sinilah berlaku sifat lanturan. Namun, apakah itu relevan? Yang jelas iklan tersebut masuk dalam seri iklan A-Mild "tanya kenapa".

  Kita tahu bahwa iklan-iklan dalam seri tersebut selalu berisi kritik sosial. Dalam konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung brand bahwa dia adalah rokok yang cerdas dan kritis terhadap kondisi masyarakat. Kemudian, orang akan bertanya "apa hubungannya semua itu dengan A-Mild sebagai rokok?" Untuk menjawab hal itu memang diperlukan penjelasan tentang sejarah A-Mild.

  Ketika awal peluncuran produk tersebut, A-Mild mengusung brand rokok yang rendah tar dan rendah nikotin. Dengan kata lain, rokok ini adalah rokok sehat, sebuah produk yang tentu saja mendukung kampanye anti nikotin. Dengan demikian, sebenarnya tak masalah orang-orang tetap mentradisikan merokok dengan tetap memperhatikan kesehatan karena A-Mild telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, tata krama beriklan di Indonesia menerapkan aturan yang tegas untuk rokok. Antara lain iklan tidak boleh menayangkan atau menvisualkan bentuk rokok dan orang merokok. Dan lebih ekstrim lagi, iklan rokok selalu harus memuat tulisan "rokok dapat menggangu kesehatan, serangan jangtung, gangguan kemailan dan janin”. Cobalah lihat contoh rokok A-Mild berikut ini.

  

  Sebuah kritik yang diusung oleh iklan rokok ini: Mengapa pihak-pihak tertentu mengatur secara "ketat" produk rokok sehat ini. Padahal di masyarakat terdapat banyak sekali PR yang masih harus diselesaikan, seperti banjir di ibu kota, macet di jalan tol, sikap petugas pemerintah yang sulit sekali memberi tanda stempel, mentaati peraturan kalau ada yang melihat, dan lain-lain. Nah, dalam konteks ini iklan tersebut sangatlah relevan.

  RINGKASAN

  Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting. Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, informatif, persuasif, bertenaga gerak.

  Untuk menyampaikan gagaan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan dalam sebuah bahasa. Tentu saja, "bermain-main" dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku diperbolehkan asalkan hal itu memang menjadi konsep kreatif dan terdapat dalam Kreatif Brief.

  Keefektivan bahasa dalam iklan harus memiliki sifat menjual serta memperhatikan media iklan, target audience , serta rencana pemasaran: apakah produk baru ataukah lama. Hal ini harus didukung oleh "paralanguage" yang berupa layout, jenis huruf, visual dan media.

  Terkadang penggunaan bahasa dalam iklan dipandang menarik, jika bersifat bersifat lanturan. Lanturan adalah sengaja melantur, dengan selalu menjaga sifat relevan dari lanturan tersebut. Syarat untuk membuat lanturan adalah penguasaan gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi, kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, maupun paradoks.

  BRAND dan POSITIONING

1. APAKAH BRAND ITU?

  Apakah yang ada dalam benak Anda, ketika Anda mendengar atau membaca kata Blaster, Malboro, atau Anlene? Dalam benak kita kata Blaster langsung mengacu pada sebuah produk permen yang bentuknya belang-belang. Kata Malboro langsung membawa kita pada seorang Malboro Man yang suka berpetualang dan individualis. Kata Anlene langsung mengarahkan pikiran kita pada susu kaya kalsium untuk orang tua.

  

  Bentuk-bentuk asosiasi yang menghubungkan suatu produk dengan gagasan tertentu yang melekat pada benak orang disebut dengan brand. Dewi (2005: 14) menyebutkan bahwa brand adalah ide, kata, desain, desain grafis atau suara/bunyi yang menyimbolkan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut. Semua aspek ini menerbitkan asosiasi khusus dalam benak konsumen, misalnya tentang kualitas produk, makna simbolis yang terkandung dalam pengalaman emosional dan psikologis yang dialami konsumen dalam bersentuhan dengan brand tersebut.

  Pengiklan dan biro iklan harus memahami bahwa konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, sebenarnya untuk memenuhi suatu kebutuhan fungsional, emosional, atau keduanya. Masalah mengapa dan bagaimana konsumen mengkonsumsi suatu produk harus diketahui oleh pengiklan dan biro iklan. Misalnya orang membeli kosmetik tidak sekedar untuk kecantikan diri, tetapi sebagai sarana sumber kepercayaan diri. Orang membeli rokok tidak untuk kebutuhan fisik seperti halnya makan, tetapi untuk gaya hidup dan nilai tambah kejantanan seorang pria.

  Biro iklan dengan pengiklan akan menentukan aspek mana dari motivasi pembeli dan makna simbolis dari produk yang dijadikan dasar utama kampanye iklan tersebut. Iklan inilah yang kemudian mengkomunikasikan hal tersebut dan membangun hubungan yang konsisten antara brand dan berbagai emotional appeal dan simbolic values-nya. Sebagai contoh, Molto Pewangi yang merupakan pewangi pakaian, menemukan bahwa keharuman alami bersumber pada bunga. Sehingga harum wangi selalu dikaitkan dengan bunga yang berwarna cerah. Hal ini kemudian diangkat oleh Molto Pewangi dengan slogan "Alami keharuman alami Molto Pewangi Baru", disertai gambar visual hamparan padang bunga yang di tengah-tengah hamparan tersebut terdapat jalan yang berkelok: warna jalan senada dengan warna bunga. Di sini orang membayangkan sensasi keharuman berkendara di tengah padang bunga. Iklan ini menggunakan analogi supaya orang bisa sampai pada kesimpulan bahwa Molto Pewangi sama dengan Keharuman alami bunga-bunga di padang. Perhatikan iklan Molto Pewangi ini.

  

  Konsep dasar branding dapat dilakukan dengan mengunakan dasar fungsi produk (functional) atau citra brand (brand image).

  Pemilihan sebuah konsep brand dipengaruhi oleh asumsi produsen atas tiga faktor: jenis produk itu sendiri, intensitas persaingan, dan bagaimana konsumen memilih dan memngkonsumsi produk.

  Misalnya permen blaster harus bersaing di tengah aneka jenis permen yang telah ada, seperti Hexos, Sugus, Mentos, Kiss, Kopiko, Nano-Nano, Fross, dan lain-lain. Jadi persaingan dalam dunia produksi iklan sangat ketat. Untuk itu vitur iklan permen Blaster yang belang-belang dijadikan brand dan diaplikasikan dalam iklan. Orang sangat menggilai bentuk belang-belang Blaster sehingga semua yang tampilannya belang akan digigit: dasi belang dan subang belang.

  Di tengah banyak deferensi jenis produk shampo untuk berbagai kalangan: anak-anak, dewa perempuan, dewasa laki-laki -- orang meginginkan hal yang praktis. Konsumen tidak ingin direpotkan membeli shampo beraneka jenis untuk satu keluarga. Belum lagi dengan adanya diferensi shampo untuk rambut kering, rambut rontoh, dan kepala berketombe. Untuk itu hadirnya shampo lifeboy, produsen dan biro iklan mengusung brand "shampo untuk seluruh keluarga" (anak laki-laki, anak perempuan, ibu, dan juga ayah). Kemudian, setelah dalam benak orang telah melekat gambaran bahwa sampho Lifeboy adalah shampo seluruh keluarga, pengiklan tetap mengingatkan bahwa pada dasarnya produk Lifeboy adalah produk untuk anak-anak. Untuk itu, dalam iklan-iklan berikutnya diperkenalkan bahwa shampho Lifeboy tepat untuk mengatasi anak-anak yang berketombe. Dengan demikian, terbentuklah brand untuk konsumen bahwa sampho Lifeboy anti ketombe bisa juga dipakai untuk seluruh keluarga.

   Suatu brand image dibangun dengan menciptakan citra dari suatu produk.

  Konsumen bersedia membayar lebih tinggi dan menganggapnya berbeda karena karena brand ini memancarkan asosiasi citra tertentu. Para perancang image dari brand berusaha memenuhi hasrat konsumen untuk menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu yang lebih besar dan dipandang terhormat oleh orang lain, atau untuk mendefinisikan diri menurut citra yang diinginkannya.

  Brand image menjadi pilihan pada saat persaingan sudah menjadi taraf

  dimana produk-produk yang ditawarkan sudah tidak lagi memiliki perbedaan yang berarti. Perlu diingat bahwa strategi ini dapat ditempuh jika kualitas produk sudah mengalami paritas. Iklan adalah satu hal yang penting untuk kampanye brand. Jadi bagi iklan brand adalah panglima. Kampanye iklan yang efektif bisa membentuk citra produk misalnya dengan mengasosiasikan suatu brand dengan golongan konsumen tertentu (orang pintar minum Tolak Angin), atau dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat, misalnya Susu Bendera, memanfaatkan kekhasan perbedaan budaya untuk persatuan, iklan Filma dengan sejernih akal sehat. Bahkan iklan suatu brand tertentu bisa menjadi pembeda utama yang membuat suatu produk berbeda dari produk lain yang sejenis.

  Contoh-contoh brand suatu produk yang diusung oleh iklan.

  1. Rokok Malboro, dicitrakan dengan Malboro Man yang jantan, petualang, dan individualis.

  2. Rokok A-Mild, rokoh rendah tar dan nikotin, rokok sehat, dan rokok yang kritis terhadap permasalahan sosial.

  Slogan "How Low Can You Go", "Bukan Basi", "Tidak membeli Kucing dalam Karung", "Saatnya Unjuk Gigi" mencitrakan bahwa rokok A-Mild adalah rokok yang sehat dan rendah tar & nikotin.

  Iklan A-Mild dengan seri "Tanya Kenapa", untuk iklan-iklan A-Mild yang bertema taat kalau ada yang melihat, petugas stempel, banjir di Jakarta, macet di jalam Tol -- mencitrakan bahwa rokok A-Mild yang sehat dan rendah tar tersebut ternyata juga rokok yang cerdas, yang kritis terhadap permasalahan sosial.

  3. Pepsi Cola, dengan slogannya "the Choice of a New Generation" dan "The Next Generation" membentuk image brand bahwa minuman ringan tersebut adalah minuman generasi muda yang mewarisi generasi berikutnya. Brand ini dibentuk karena danya persaingan yang sangat ketat dengan Coca-Cola yang lebih dulu hadir dan telah merajai kelas minuman ringan.

2. POSITIONING

  Positioning merupakan suatu proses atau upaya untuk menempatkan suatu

  produk, brand, perusahaan, atau individu dalam alam pikiran konsumen. Usaha ini merupakan langkah penting untuk merebut perhatian pasar karena situasi masyarakat di pasar sudah over communicated. Untuk berhasil dalam masyarakat yang sudah jenuh dengan berbagai merk produk serta sudah demikian banyaknya aneka ragam periklanan, kita harus menciptakan posisi dalam pikiran atau benak konsumen. Posisi di sini tidak hanya mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan perusahaan sendiri, melainkan juga para pesaingnya. Kita harus menjadi yang pertama masuk dalam benak pikiran konsumen. Sebagai gambaran, Ries dan Trout (dalam Madjadikara, 2004: 61) menggambarkan positioning dalam konteks sejarah penemuan Amerika. Christopher Columbuslah yang sebenarnya pertama kali menemukan benua Amerika Serikat. Namun, dia lebih sibuk mencari emas daripada berbicara atau memposisikan benua tersebut dalam pikiran masyarakat. Lain halnya dengan Amerigo Vespucci, ia menemukan benua Amerika setelah lima tahun dari yang dilakukan Chistopher Columbus. Dia melakukan dua hal penting. Pertama, dia memposisikan Dunia Baru (benua Amerika) sebagai benua tersendiri, yang sama sekali berbeda dengan Asia. Kedua, dia banyak menulis tentang benua penemuannya. Salah satunya yang berjudul Mundus Novus (Dunia Baru) telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa dalam masa 25 tahun. Hasilnya, orang Eropa mengabadikan nama Amerigo Vespuci menjadi nama benua besar tersebut, sedangkan Christipher meninggal dalam penjara.

  Dalam percakapan anak muda, kita sering mendengar perkataan, "Saya ingin membeli Levis merek Tira". Atau pertanyaan, "Kodakmu merk apa?". Seorang Bapak di rumah berkata kepada istrinya, "Bu, Odolnya habis, tolong beli di warung?". Dalam benak kita Levis adalah nama lain lain celana jeans, Kodak adalah nama lain dari kamera, Odol adalah nama lain dari pasta gigi. Padahal nama-nama itu adalah merek produk. Merk produk inilah yang pertama menempati posisi dalam benak konsumen dan selalu menjadi "Yang Paling Diingat" atau Top of Mind.

  Posisioning berkaitan dengan persaingan. Jadi, persoalannya adalah bagaimana pengiklan dan biro iklan memposisikan produk di antara para pesaing.

  Dalam hal ini positioning dapat diciptakan dengan menggunakan asosiasi tertentu, misalnya: gaya hidup, kelas sosial, kedudukan profesional, sifat tertentu, dll yang mampu membedakannya dengan pesaing. Jadi, sebenarnya posisioning diciptakan untuk mendukung pembentukan citra produk sehingga sangat berkaitan dengan brand dari produk tersebut.

  Terdapat beberapa strategi untuk menciptakan positioning suatu produk.

1. Penonjolan karakterisasi produk Pengiklan memilih satu di antara sekian unsur produk yang dapat ditonjolkan.

  Misalnya teh botol tidak diposisikan sebagai minuman teh yang panas, namun diposisikan sebagai minuman ringan yang sama dengan cola. Sehingga teh botol bukanlah teh yang harus diminum pada saat minum teh di sore hari, tetapi minuman tepat untuk perjalanan, untuk minuman penutup setelah makan. Produk Mariteh tampil dengan memposisikan diri sebagai teh bubuk instan. Posisi ini membedakan dengan produk teh lain yang penyajiannya harus disedu terlebih dahulu.

  2. Penonjolan harga

  Pengiklan memilih harga murah sebagai hal yang akan ditonjolkan. Misalnya ketika sabun cuci Daia diluncurkan pertama kali, ia mengusung posisi sebagai sabun cuci yang murah harganya dibandingkan dengan produk sejenis yang telah dulu ada, yaitu Rinso dan So Klin. Iklan nyamuk Hit sedari awal hingga kini selalu mengusung posisi sebagai obat nyamuk yang murah. Tentu saja pengiklan maupun biro iklan harus berhati-hati dengan strategi penonjolan harga ini karena untuk konsumen -- harga sering diasosiasikan dengan mutu.

  3. Penonjolan kegunaan

  Suatu produk dikaitkan dengan kegunaan khusus. Bererapa obat batuk, flu, deman, dan sakit kepala sebenarnya mengandung komposisi yang relatif sama. Namun, obat Paramex memposisikan diri sebagai obat sakit kepala, Konidin dan Woods sebagai obat batuk, Decolden sebagai obat flu. Bahkan Feminax yang kandungan komposisinya sama dengan Paramex, diposisikan kegunaannya khusus sebagai obat sakit di kala datang bulan.

  Pengiklan harus memilih kegunaan khusus dari produknya untuk pemosisian diri.

  4. Posisioning menurut pemakainya

  Produk yang sangat tua menggunakan strategi ini adalah sabun Lux. Dengan memposisikan diri bahwa produk ini dipakai oleh bintang film kondang dunia Sophia Laurens, brand yang terbentuk untuk sabun Lux adalah sabunnya bintang film. Dalam perkembangannya di Indonesia sabun Lux selalu menggunakan bintang film berkaraker sebagai ikonnya. Produk lain yang menggunakan strategi ini adalah produk-produk kosmetik, oli Top One, dan beberapa produk mobil.

  5. Posisioning menurut kelas produk

  Beberapa produk yang "terjepit" perlu melakukan keputusan positioning yang kritis dengan mengaitkannya pada kelas produk yang bersangkutan. Misalnya, produk 7 Up terjepit di antara produk minuman cola Pepsi dan Coca-Cola, sehingga ia menggunakan slogan "7-Up is the uncola drink. But with a better

  taste" untuk memposisikan dirinya.

  6. Posisioning dengan menggunakan simbol-simbol budaya Simbol yang dijadikan identifikasi ini memiliki arti penting bagi konsumen.

  Simbol ini tidak digunakan oleh posisioning pesaing. Misalnya produk Mustika Ratu diposisikan sebagai produk yang mewarisi budaya Kraton di Jawa.

  7. Posisioning langsung terhadap pesaing

  Untuk budaya , strategi ini sering dianggap tidak etis. Pernah terdapat produk yang memanfaatkan strategi ini, namun sekarang sudah tidak dipakai lagi. Di awal era 90-an muncul banyak produk motor Cina, dengan model bangau. Dengan aktor Basuki yang sibuk menendangi beberapa ekor bebek, dipakailah slogan " sekarang bukan zamannya bebek" . Namun, iklan dengan strategi positioning tersebut segera disambut dengan keras oleh pengiklan produk motor bebek. Sehingga saat ini, produk motor bangau tidak begitu melekat dalam benak konsumen. Di Amerika perusahaan persewaan mobil Avis secara lamgsung memposisikan diri dengan pesaingnya, yaitu Hertz dengan slogan "We are

  number two, so we try harder". Strategi ini berhasil melekat dalam benak

  konsumen. Banyak orang memilih Avis yang lebih rendah (underdog), tetapi memiliki semangat kerja yang hebat.

  Setelah Anda mengetahui strategi untuk menentukan positioning suatu produk, berikut ini dipaparkan langkah-langkah untuk menentukan positioning tersebut. Hal ini, dalam banyak telah dilakukan oleh pengklam. Namun, banyak juga pengiklan yang membutuhkan bantuan biro iklan untuk membantunya mengatasi masalah positioning produk. Berikut ini, adalah langkah-langkag penentuan strategi tersebut.

  1. Identifikasi Para Pesaing

  Identifikasi terhadap produk sejenis, produk pengganti, maupun bentuk usaha turunan.Di pasar terdapat pesaing primer dan pesaing sekunder

  2. Riset Persepsi Konsumen

  Penelitian tentang persepsi konsumen terhadap produk pesaing, yang meliputi karakteristik produk, manfat bagi konsumen, dll.

  3. Menentukan Posisi Pesaing

  4. Menganalisis Preferensi Konsumen

  Mengetahui posisi yang dikehendaki oleh konsumen terhadap suatu produk. Pada tahap ini produsen perlu mengkaji kembali apakah masih ada celah yang tersisa dalam pasar yang mencermikan permintaan potensial.

  5. Menentukan Posisi Merk Produk Sendiri

  Hal yang perlu diperhatikan:  Posisioning adalah komitmen terhadap segmentasi pasar. Memiliki posisi berarti memilih segmen pasar. Ini berarti ada resiko tidak terjangkaunya sutau produk oleh pembeli lain.

   Jika iklan sudah berhasil, jangan melakukan perubahan penting dalam hal posisioning.

   Simbol produk adalah penting. Hal ini mrp identitas yang juga menunjukkan kepribadian.

  Ikuti Perkembangan Posisi Secara berkala, posisi produk harus ditinjau dan dinilai kembali apakah masih sesuai dengan zaman. Demikianlah penjelasan tentang positioning. Pada prinsipnya

  

positioning ini dilakukan untuk membentuk brand dari produk. Sebuah brand dari

  produk mencerminkan posisi yang dimiliki produk di mata konsumen. Brand sangat penting bagi pembuat iklan. Bagi penulis iklan, brand adalah panglima.

  RINGKASAN Brand adalah ide, kata, desain, desain grafis atau suara/bunyi yang

  menyimbolkan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut. Semua aspek ini menerbitkan asosiasi khusus dalam benak konsumen, misalnya tentang kualitas produk, makna simbolis yang terkandung dalam pengalaman emosional dan psikologis yang dialami konsumen dalam bersentuhan dengan brand tersebut.

  Positioning diciptakan untuk mendukung pembentukan brand. Positioning

  merupakan suatu proses atau upaya untuk menempatkan suatu produk dalam alam pikiran konsumen. Usaha ini merupakan langkah penting untuk merebut perhatian pasar karena situasi masyarakat di pasar sudah over communicated.

  Brand merupakan panglima bagi pembuatan iklan. Brand produk harus diusung

  dalam semua kampanye perusahaan, salah satunya melalui iklan. Jangan sampai ada iklan yang menyimpangi dari brand yang telah dicanangkan untuk suatu produk.

  Terdapat beberapa strategi untuk menciptakan positioning suatu produk, yaitu penonjolan karakterisasi produk, penonjolan harga, penonjolan kegunaan, posisioning menurut pemakainya, posisioning menurut kelas produk, positioning dengan menggunakan simbol-simbol budaya, positioning langsung terhadap pesaing,

RUMUS IKLAN YANG BAIK

1. IKLAN BAIK: AIDCA Terdapat beberapa pendapat mengenai iklan yang bagus.

  

Menurut Kasali (1995: 83:86) iklan yang bagus paling tidak

memenuhi kriteria rumus yang disebut AIDCA. Rumus itu

merupakan singkatan dari dari elemen-elemen:

  1. Attention (perhatian)

  2. Interest (minat)

  3. Desire (kebutuhan)

  4. Conviction (keinginan)

  5. Action (tindakan) Dalam elemen Attention, iklan harus mampu menarik perhatian khalayak sasaran. Untuk itu, iklan membutuhkan bantuan ukuran, penggunaan warna, tata letak, atau suara-suara khusus.

  Untuk elemen Interest, iklan berurusan dengan bagaimana konsumen berminat dan memiliki keinginan lebih jauh. Dalam hal ini konsumen harus dirangsang agar mau membaca, mendengar, atau menonton pesan-pesan yang disampaikan. Selain itu, iklan juga harus memiliki komponen Desire, yaitu mampu menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk tersebut.

  Setelah itu, iklan juga harus mempunyai elemen Conviction, yang artinya iklan harus mampu menciptakan kebutuhan calon pembeli. Konsumen mulai goyah dan emosinya mulai tersentuh untuk membeli produk tersebut. Akhirnya, elemen Action berusaha membujuk calom pembeli agar sesegera mungkin melakukan suatu tindakan pembelian. Dalam hal ini dapat digunakan kata beli, ambil, hubungi, rasakan, bunakan, dan lain-lain.

  Namun demikian, dalam era yang serba over comunication iklan ini, penulis iklan harus cukup hati-hati. Banyak kalangan yang merasa alergi melihat iklan. Salah satu di antaranya karena iklan tersebut membosankan atau terlalu terkesan memaksa, seperti iklan berikut.

   Di sisi lain, kita juga perlu memperhatikan rencana strategi pemasaran secara umum.

  Tentu saja target iklan untuk produk baru, akan sangat berbeda dengan iklan untuk produk yang sudah lama melekat dalam benak konsumen.

  Begitu juga golongan target audience atau calon konsumen dan ciri fungsi produk dari iklan -- mempengaruhi pemakaian kata-kata yang akan dipakai. Bahasa yang dipakai untuk iklan yang target audience-nya anak-anak tentu berbeda dengan iklan yang target audience-nya orang dewasa laki-laki .Bahasa yang dipakai untuk iklan rokok tentu berbeda dengan iklan yang dipakai untuk iklan obat masuk angin. Untuk iklan obat masuk angin copywriter dapat menggunakan kata "segeralah minum obat X", namun untuk iklan rokok kata-kata itu tidak dapat digunakan. Di sini yang membedakan adalah ciri fungsi iklan. Obat masuk angin dipakai langsung untuk mengobati penyakit yang sering diidap oleh masyarakat. Sementara rokok digunakan konsumen untuk kenikmatan dan gaya hidup.

  Oleh karena itu, rumus AIDCA sebagai syarat untuk iklan yang baik, tidak begitu relevan untuk saat ini. Hakim (2006: 49-63), menawarkan rumus iklan baik yang disebut dengan SUPER "A".

2. IKLAN BAIK: SUPER "A"

  Rumus iklan SUPER "A" selain sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini yang over comunication, juga memperhatikan rencana strategi pemasaran, golongan konsumen, serta ciri fungsi produk. Rumus SUPER "A" merupakan singkatan dari elemen-elemen berikut ini.

a. Simple (S)

  Simple artinya sederhana. Untuk brand baru kesederhanaaan ini dipahami sebagai "dapat dimengerti sekali lihat". Contohnya Iklan Kit Kat dengan slogannya "ada break ada Kit Kat." Slogan ini dengan mudah masuk dalam ingatan kita bahwa Kit Kat adalah makanan ringan untuk waktu istirahat.

  Sebaliknya, untuk brand yang sudah mapan, sederhana dipahami sebagai tidak banyak elemen, namun tetap komunikatif. Dalam bentuk yang sederhana konsumen mampu menangkap adanya makna di balik makna yang tedapat dalam permukaan. Tampilan iklan bersifat simple, tetapi pemikirannya tidak simple, bertingkat, mendalam, dan melebar. Perhatikanlah iklan Levis ini. Iklan ini tidak perlu mengusung pesan adanya produk baru Levis karena produk ini telah menjadi the top of Mind di kelas jeans. Iklan ini hanya mengingatkan pada konsumen keberadaan produk Levis sambil menekanlah bahwa Levis yang tidak hanya dipakai oleh laki-laki, tetapi juga perempuan.

  b. Unexpected (U)

  Unexpected artinya tidak terduga. Di tengah derasnya arus iklan yang kita lihat setiap harinya, iklan yang baik adalah iklan yang idenya tidak terduga, di luar bayangan kita sehingga kita berdecak kagum. Iklan seperti ini akan selalu diingat dan menjadi the top of mind, paling tidak dalam segmentnya.

  Lihatlah iklan majalah berikut. Pada awalnya kita disuguhi gambaran orang duduk dengan punggung tegak yang sangat asyik membaca di kebun. Setelah kita amati, ternyata apabila gambar itu dilihat dari sisi kanan, akanlah tampak gambar gadis yang tengah merebahkan punggungnya dan asyik menikmati bacaan. Sehingga dapat dimaknai, betapa mengasyikkannya isi majalah tersebut, sehingga orang yang membacanya berada di dua dunia: dunia tempat ia membaca dan dunia bacaannya.

  c. Persuasive (P)

  Persuaff disebut juga dengan daya bujuk, yang berarti mempunyai kemampuan menyihir orang untuk melakukan sesuatu. Iklan yang berpersuasif mampu menggerakkan konsumen untuk mendekatkan diri dengan brand dan tertarik untuk mencobanya.

  Hangan lupa, daya persuasif sebuah iklan harus diarahkan pada

  

brand. Sasarannya adalah konsumen tertarik kepada brand dari

  sebuah produk. Jangan sampai yang menjadi top of the Mind konsumen adalah iklan, bukan brand itu sendiri.

  Jadi, benarlah adanya bahwa brand adalah hero (Hakim: 2006:57), brand adalah panglima (Dewi, 662005).

d. Entertaining (E)

  Pernahkah Anda merasa kesal menonton iklan? Ataukah Anda merasa seperti dibodohi, dipaksa, dan merasa waktu Anda sia-sia untuk melihat iklan? Atau sebaliknya, Anda merasa terhibur ketika melihat sebuah iklan, berdecak melihatnya, dan ingin melihat lagi gambar atau tayangan iklan tersebut?

  Dalam era yang sudah over comunication dan juga over iklan ini, pembuat iklan harus kreatif. Jangan sampai pesan yang kita sampaikan dalam iklan, menjadi tidak tersampaikan karena konsumen merasa kesal melihat iklan yang ditayangkan. Lebih lagi, jika kita menginginkan iklan yang kita buat teringat di benak konsumen.

  Iklan yang standar mungkin tidak mengesalkan hati konsumen, namun iklan itu juga tidak akan tertanam dalam benak konsumen. Sebaliknya, iklan yang baik akan tertanam di benak konsumen. Iklan - iklan tersebut mengandung unsur hiburan.

  Iklan yang mempunyai sifat menghibur mampu memainkan emosi konsumen untuk tertawa, menyanyi, menari, menangis, atau terharu. Iklan seperti itu mampu mengangkat simpati konsumen terhadap brand yang diiklankan.

  Anda pasti mengingat iklan televisi rokok Djarum yang bertema puasa. Iklan itu menggambarkan seorang pengendara sepeda motor di daerah pedesaan. Ia diselip oleh pengendara mobil yang meninggalkan cipratan air bekas hujan ke baju dan motornya. Sang pengendara bersabar untuk tidak marah karena dia sedang puasa. Ketika bunyi beduk bertalu menandakan saat buka puasa, sang pengendara mampir di sebuah perhentian. Di situ ada mushola dan warung makan. Ketika ia berhenti, sekilas diperlihatkan sang pengendara mobil yang tadi mendahuluinya, tengah nikmat menyantap makanan buka puasa. Sang pengendara membuka bekal kurma yang ia bawa, memakannya sedikit, dan meninggalkan sisanya di atas sepeda motor. Ia segera menjalankan sholat magrip. Setelah selesai, ia bermaksud menghabiskan kembali sisa kurmanya. Ternyata, kurma itu sudah habis, yang tersisa hanyalah batang kurma di atas jok sepeda motornya. Setelah itu, kamera menyorot sang pengengendara mobil yang tengah tertawa-tawa masuk kembali ke mobilnya. Dialah yang mengambil kurma itu. Terdapat wajah kesal dan marah dalam diri di pengendara sepeda motor. Iklan tersebut diakhiri dengan tulisan "Sejauh mana Kesabaran Anda Teruji".

  Iklan tersebut sangat menghibur dan memberi hikmah pada penonton di bulan Romadhon. Karena itu , iklan rokok Djarum dapat masuk ke waktu tayang yang seharusnya tidak boleh berlaku untuk iklan rokok, yaitu pukul 18.00 - 20 WIB. Iklan rokok diizinkan tayang setelah pukul 21.00.

e. Relevevant (R)

  Dalam beriklan, kita dituntut untuk kreatif. Penyampaian iklan tidak harus lugas menunjukkan persuaff agar konsumen segera menggunakan iklan yang kita tawarkan. Iklan yang baik harus memnggunakan berbagai gaya berbahasa: asosiasi, analogi, hiperbola, metafora, dan lain-lain. Atau dengan kata lain, iklan bolehlah melantur kemana-mana, dengan syarat harus relevan.

  Iklan yang baik harus dapat dipertanggungjawabkan, harus tetap dapat dirasionalisasi, harus ada hubungan dengan brand dari produk yang kita iklankan.Iklan harus relevan dgn brand, baik brand positioning, maupun brand personality.

  Eksekusi (produksi) dari iklan harus diperuntukkan untuk brand. Sekali lagi brand adalah hero, brand adalah panglima. Dan, iklan harus relevan dengan brand.

  f. ACCEPTABLE (A)

  Unsur acceptable atau penerimaan sangat berkaitan dengan budaya yang berlaku di masyarakat. Membandingkan secara langsung produk kompetitor dengan produk yang kita iklankan, dirasa tidak dapat di terima oleh masyarakat. Begitu juga dengan iklan yang menampilkan kekerasan. Iklan yang baik, adalah iklan yang dapat diterima oleh masyarakat, sesuai dengan nilai budaya setempat. Kode Etik Periklanan dan Undang-undang tentang perlindungan konsumen merupakan kesepakatan yang memcerminkan kepentingan masyarakat. Janganlah iklan melanggarnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa bagian dari kesepakatan itu yang bersifat grey area, sehingga susah dijadikan pegangan. Untuk itu, berpeganglah pada hati nurani. Kita dianugerahi Tuhan sebuah hati nurani yang mampu menuntun kita untuk menilai apakah iklan yang kita buat, sesuai atau tidak dengan nilai-nilai budaya di masysrakat.

  Tentu kita tetap menginginkan iklan yang kita buat menjadi the

  

top of the Mind , sekaligus menjadi pendongkrak penjualan. Untuk itu,

iklan yang baik haruslah dapat diterima oleh masyarakat.

  RANGKUMAN

  Dahulu iklan yang baik dianggap harus memenuhi kriteria rumus AIDCA, yaitu Attention (menarik perhatian), Interest (mampu menggerakkan minat minat), Desire (mampu menggerakkan kebutuhan orang menikmati produk), Conviction (mampu menciptakan kebutuhan konsumen untuk membeli produk), dan Action (mampu menggerakkan konsumen untuk bertindaj membeli produk).

  Namun demikian, dalam era yang serba over comunication iklan ini, iklan harus memperhatikan rencana strategi pemasaran secara umum, target audience, ciri fungsi produk, dan harus dapat menghibur. Iklan dengan rumus SUPER "A" dinilai tepat sebagai syarat iklan yang baik. SUPER "A" terdiri dari elemen 1) Simple, artinya sederhana, baik untuk iklan produk baru maupun lama:, 2) Unexpected , artinya tidak terduga, iklan harus mampu membuat kejutan bagi yang orang yang menyaksikannya; 3) Persuasive, artinya daya bujuk, iklan harus mampu mendekatkan diri konsumen pada brand; 4) Entertaining, artinya menghibur, iklan harus menyenangkan, jangan sampai membuat orang kesal menyaksikannya; 5) Relevevant, artinya sesuai, eksekusi yang dibuat dalam iklan harus sesuai dengan brand; 6) Acceptable, artinya iklan harus dapat diterima oleh budaya dalam masyarakat.

Dokumen yang terkait

View of Pendayagunaan Android dalam Perancangan dan Implementasi Aplikasi Tour Guidance Berbasis Teknologi Location Based Service

0 0 7

Kata Kunci: K-NN, Modeling, VariableModule Graph, Zero Crossing 1. Pendahuluan - View of Analisis dan Simulasi Sistem Penilaian Kualitas Gaya Berjalan untuk Sekolah Model Berbasis Video Processing dengan Metode Variable Module Graph

0 0 7

View of Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

0 0 6

View of Efisiensi Pemanenan Air Hujan pada Perumahan (Real Estate) Melalui Pembangunan Danau dalam Rangka Mengurangi Eksploitasi Air Tanah dan Limpasan Air ke Drainase di Kota Malang

0 0 6

PEREMPUAN, TUBUHNYA DAN NARASI PERKOSAAN DALAM IDEOLOGI PATRIARKI: Kajian Hermeneutik Feminis Terhadap Narasi Perkosaan Tamar dalam II Samuel 13:1-22 Suryaningsi Mila Abstract - Perempuan, Tubuhnya dan Narasi Perkosaan dalam Ideologi Patriarki: Kajian Her

0 3 22

IMPLIKASI PEMIKIRAN KRISTOLOGI LOGOS DALAM BINGKAI PERSPEKTIF TEOLOGI PROSES TERHADAP RELASI ANTAR AGAMA Boydo Rajiv Evan Duvano Hutagalung Abstract - Implikasi Pemikiran Kristologi Logos dalam Bingkai Perspektif Teologi Proses terhadap Relasi Antar Agama

0 0 24

Isabella Novsima Sinulingga Abstract - Keindahan dalam Disabilitas: Sebuah Konstruksi Teologi Disabilitas Intelektual

1 1 26

Mind the Gap!: Berteologi Ekonomi Kontekstual Melalui Penafsiran Injil Lukas 16:9-13 dalam Rangka Mempertimbangkan Ulang Konteks Kemiskinan yang Parah di Indonesia

0 0 19

YANG TERLUPAKAN, YANG BERKARYA: Tinjauan atas Peran Perempuan Jawa dalam Tradisi Rewang untuk Memahami Ulang Makna sebuah Karya Lukas Eko Budiono Abstract - Yang Terlupakan, Yang Berkarya: Tinjauan atas Peran Perempuan Jawa dalam Tradisi Rewang untuk Mema

0 0 31

Mutu adalah keseluruhan karakteristik produk yang menunjukkan kemampuannya dalam

0 1 17