MAKALAH INDIVIDU PENTINGNYA ETIKA POLITI

MAKALAH FILSAFAT ILMU
“PENTINGNYA ETIKA POLITIK DALAM PELAKSANAAN SISTEM POLITIK DI
INDONESIA”

OLEH :
DEWI RIZKY RACHMAWATI (071211133032)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini ,
Nama

: Dewi Rizky Rachmawat

NIM

: 071211133032


Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politk

Mata Kuliah

: Filsafat Ilmu

Dengan ini menyatakan bahwa makalah yang saya buat ini tdak ada unsur plagiat.

Surabaya, 18 Mei 2013

(DEWI RIZKY RACHMAWATI)

1

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah swt saya panjatkan karena atas berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pentngnya Etka Politk dalam Pelaksanaan
Sistem Politk di Indonesia ini guna melengkapi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang
merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi para mahasiswa dan mahasiswi khususnya
pada program studi S1 Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politk
Universitas Airlangga.
Ucapan terima kasih saya sampaikan pula kepada Yth. Bapak H. Mohammad Adib
selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu, kepada teman-teman program studi Ilmu
Administrasi Negara, kepada kedua orang tua saya, serta kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pengerjaan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya susun sangat jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritk dan saran sangat penulis harapkan demi langkah penulis lebih lanjut. Atau
penyempurnaan pada karya selanjutnya. Tak lupa kata maaf terucap dari saya apabila
terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan kata dalam makalah ini.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam proses belajar mengajar di
Universitas Airlangga. Akhir kata saya sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak.
Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 18 Mei 2013


Penulis

2

DAFTAR ISI
Surat Penyataan ………………………………………………………………………………………………………………. 1
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………………………… 2
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………………………….. 3
Abstrak ……………………………………………………………………………………………………………………………. 4
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………………………………………………………… 5
1. Latar Belakang …………………………………………………………………………………………………….. 5
2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………………………….. 6
3. Tujuan …………………………………………………………………………………………………………………. 6
Bab II Pembahasan …………………………………………………………………………………………………………. 7
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Pengertan Filsafat ……………………………………………………………………………………………… 7
Pengertan Etka …………………………………………………………………………………………………. 9
Relevansi antara Filsafat dengan Etka ……………………………………………………………….. 10
Pengertan Sistem Politk ..………………………………………………………………………………….. 11
Pengertan Etka Politk ………………………………………………………………………………………. 12
Manfaat Etka Politk bagi pejabat dalam pelaksanaan Sistem Politk Indonesia …. 12
Dampak dari terjadinya kemerosotan Etka Politk dalam pelaksanaan Sistem Politk
Indonesia ……………………………………………………………………………………………………………… 15

Bab III Penutup ………………………………………………………………………………………………………………… 18
1. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………….. 18
2. Saran …………………………………………………………………………………………………………………… 18
Lampiran ………………………………………………………………………………………………………………………… 20
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………………………………… 23
Kata-kata Sulit ………………………………………………………………………………………………………………… 24
Pertanyaan dan Jawaban ……………………………………………………………………………………………….. 24
ABSTRAK


3

Di era reformasi ini banyak terjadi kemerosotan etka termasuk etka politk dalam
pelaksanaan sistem politk di Indonesia. Kemunduran etka politk ini salah satunya ditandai
dengan menonjolnya sikap pragmatsme dalam perilaku politk yang hanya mementngkan
kelompoknya saja. Maka dari itu, perlunya etka politk ini sangat pentng. Ada beberapa
manfaat etka politk bagi para pejabat. Pertama, etka diperlukan dalam hubungannya
dengan relasi antara politk dan kekuasaan. Kedua, etka politk bertujuan untuk
memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para
pejabat agar tdak menyalahi etka.Ketga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas
berbagai keputusan yang dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun
setelah meninggalkan jabatannya. Akibat dari keterpurukan etka yang sudah menyatu
dengan pentas perpolitkan, sehingga masyarakat terkadang menilai politk itu kotor, politk
itu memanipulasi kekuasaan, politk itu rekayasa kebaikan, politk itu praktek pembodohan.
Anggapan sepert ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir
politk.

BAB I
PENDAHULUAN
4


1. LATAR BELAKANG
Filosof Immanuel Kant pernah menyindir, ada dua watak binatang terselip di
setap insan politk: merpat dan ular. Politsi memiliki watak merpat yang lembut
dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, ia juga punya watak
ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpat. Celakanya,
yang sering menonjol adalah “sisi ular” ketmbang watak “merpat”-nya. Metafora
sang filosof yang normatf dan simbolik itu sudah menjadi pengetahuan umum,
ketka berbicara soal etka politk. Bahkan ekstmitas watak poltsi pun diasosiasikan
dengan “watak binatang”. Etka, atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai
tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etka politk dengan demikian, memiliki
tujuan menjelaskan mana tngkah laku politk yang baik dan sebaliknya.
Ketdakjelasan secara ets berbagai tndakan politk di negeri ini membuat
keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tdak
berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang seringkali
merusak wajah hukum, budaya, pendidikan, dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini
membuat wajah masa depan bangsa ini kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan
kerena etka tdak dijadikan acuan dalam kehidupan politk.
Publik hanya disuguhi hal yang menyenangkan dan bersifat indrawi belaka.
Artnya hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat publik terajari

agar menerapkan orientasi hidup untuk mencari gampangnya saja. Keadaban kita
sungguh-sungguh kehilangan daya untuk memperbarui dirinya. Etka politk yang
berpijak pada Pancasila hancur karena politk identk dengan uang. Uang menjadi
penentu segala-galanya dalam ruang publik.
Di masa reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etka politk para elite
dalam setap jejak perjalanannya membuat kita menjadi “miris”. Kemunduran etka
politk para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatsme
dalam perilaku politk yang hanya mementngkan kelompoknya saja. Kepentngan
bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya.
Karena itulah, di samping aturan legal formal berupa konsttusi, politk berikut
praktknya perlu pula dibatasi dengan etka. Etka politk digunakan membatasi,
meregulasi, melarang dan memerintahkan tndakan mana yang diperlukan dan mana

5

yang dijauhi. Sebagai masyarakat yang modern, untuk mengetahui pentngnya etka
dalam pelaksanaan sistem politk di Indonesia adalah perlu.
2. RUMUSAN MASALAH



Apa yang dimaksud dengan pengertan Filsafat?



Apa yang dimaksud dengan pengertan Etka?



Apa relevansi Filsafat dengan Etka?



Apa yang dimaksud dengan pengertan Sistem Politk?



Apa yang dimaksud Etka Politk?




Apa saja manfaat Etka Politk bagi pejabat dalam pelaksanaan Sistem Politk
Indonesia?



Apa saja dampak dari terjadinya kemerosotan Etka Politk dalam pelaksanaan
Sistem Politk Indonesia?

3. TUJUAN


Untuk mengetahui pengertan dari Filsafat



Untuk mengetahui pengertan dari Etka



Untuk mengetahui relevansi antara Filsafat dengan Etka




Untuk mengetahui pengertan dari Sistem Politk



Untuk mengetahui pengertan dari Etka Politk



Untuk mengetahui manfaat Etka Politk bagi pejabat dalam pelaksanaan Sistem
Politk Indonesia



Untuk mengetahui dampak dari terjadinya kemerosotan Etka Politk dalam
pelaksanaan Sistem Politk Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN


1. PENGERTIAN FILSAFAT

6

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani dan berart “cinta akan hikmat” atau
“cinta akan pengetahuan”. Seorang filsuf adalah seorang pecinta, pencari (philos)
hikmat atau pengetahuan (sophia). Kata philosophos diciptakan untuk menekankan
sesuatu. Pemikir-pemikir Yunani sepert Pythagoras (582-496 SM) dan Plato (428-348
SM) mengejek para sofis (sophists) yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban
untuk semua pertanyaan. Kata Pythagoras, “hanya Tuhan mempunyai hikmat yang
sungguh-sungguh. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia ini, yaitu ‘mencari
hikmat’, ‘mencintai pengetahuan’ ”.
Filsafat secara etmologi, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istlah
falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istlah Philosophy adalah berasal
dari bahasa Yunani yakni philosophia. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang
berart cinta (love) dan Sophia yang berart kebijaksanaan (wisdom). Sehingga
pengertan etmologis dari istlah filsafat berart cinta kebijaksanaan atau love of
wisdom dalam art sedalam-dalamnya.
Pengertan terminologis merupakan uraian yang menjelaskan berdasarkan
batasan-batasan definisi yang disusun oleh sejumlah filsuf dan ahli filsafat.
pengertan terminologis tentang filsafat adalah (i) upaya spekulatf untuk menyajikan
suatu pandangan sistematk dan lengkap tentang seluruh realitas; (ii) upaya untuk
melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata; (iii) upaya untuk
menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuannya: sumbernya, hakikatnya,
keabsahannya, dan nilainya; (iv) penyelidikan krits atas pengandaian-pengandaian
dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan;
(v) disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakana
dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli. Menurut Aristoteles, filsafat
adalah ilmu (pengetahuan) yang meliput kebenaran yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etka, ekonomi, politk, dan estetka (filsafat
keindahan). Menurut Rene Descartes, filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan
dimana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyedilikan. Menurut Immanuel
Kant, filsafat adalah ilmu atau pengetahuan yang menjadi pangkal dari semua

7

pengetahuan

yang

di

dalamnya

tercakup

masalah

epistemology

(filsafat

pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Menurut Harold H. Titus, mengemukakan pengertan filsafat dalam art
sempit dan dalam art luas. Dalam art sempit, filsafat diartkan sebagai ilmu yang
berhubungan dengan metode logis atau analisi logika bahasa dan makna-makna.
Filsafat diartkan sebagai “science of science”, dengan tugas utamanya memberikan
analisi

krits

terhadap

mensistematsasikan

asumsi-asumsi

pengetahuan.

Dalam

dan
art

konsep-konsep
luas,

filsafat

ilmu,

dan

mencoba

mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai pengalaman manusia yang
berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam
semesta, hidup dan makna hidup.
Ibnu Sina berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan otonom yang
perlu ditmba oleh manusia sebab ia dikaruniai akal oleh Allah. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang mengenai segala sesuatu dengan memandang sebab-sebab
terdalam, tercapai dengan budi murni.
Kegunaan filsafat dibagi dua yakni secara umum dan secara khusus. Kegunaan
secara umum dimaksudkan manfaat yang dapat diambil oleh orang yang belajar
filsafat dengan mendalam sehingga mampu memecahkan masalah-masalah secara
krits tentang segala sesuatu. Kegunaan secara khusus dimaksudkan untuk
memecahkan suatu objek di Indonesia. Jadi, khusus diartkan terikat oleh ruang dan
waktu, umum dimaksudkan tdak terikat oleh ruang dan waktu.
Cabang-cabang ilmu filsafat antara lain epistemologi, metafisika, logika, etka
dan estetka.

2. PENGERTIAN ETIKA
Sepert halnya dengan banyak istlah yang menyangkut konteks ilmiah, istlah
“etka” pun berasal dari bahasa Yunani kuno yakni ethos dalam bentuk tunggal
memiliki art tempat tnggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,
8

akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artnya
adalah adat kebiasaan. Dan art terakhir inilah yang menjadi latar belakang bagi
terbentuknya istlah “etka” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 SM)
sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada
asal-usul kata ini, maka “etka” berert ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam bahasa Yunani, etka berart ethikos mengandung art penggunaan,
karakter, kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang mengandung analisis konsepkonsep sepert harus, mest, benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak
moralitas atau tndakan-tndakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan
yang baik secara moral.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, 1953)
“etka” dijelaskan sebagai ilmua pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Jika
kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
Kebudayaan, 1988) etka dijelaskan dengan membedakan tga art : 1) ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dalam bahasa Inggris, etka disebut ethic (singular) yang berart a system of
moral principles or rules of behaviour , atau suatu sistem, prinsip moral, aturan atau
cara berperilaku. Jika Ethics yang dimaksud singular berart suatu cabang filsafat yang
memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics yang dimaksud plural (jamak)
berart prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi.

3. RELEVANSI FILSAFAT DENGAN ETIKA
Etka atau filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang prakts
manusiawi, tentang tndakan. Etka dibedakan dibedakan dari semua cabang filsafat
lain karena tdaak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana ia harus
9

bertndak. Etka menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma
dari luar dan dari dalam, supaya mannusia mencapai kesadaran moral yang otonom.
Sepanjang sejarah filsafat diberikan petunjuk-petunjuk ets, pedomanpedoman untuk hidup lebih berbahagia. Plato dan Aristoteles sudah menyusun suatu
etka. Etka menyelidiki dasar semua norma moral.
Dalam etka biasanya dibedakan antara etka deskriptf dan etka normatf.
Etka deskriptf member gambaran dari gejala kesadaran moral (suara batn), dari
norma-norma dan konsep-konsep ets. Etka normatf tdak berbicara lagi tentang
gejala-gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tndakan
kita. Dalam etka normatf, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan.
Etka sebagai salah satu cabang filsafat. Etka adalah refleksi ilmiah tentang
tngkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Dalam
konteks filsafat Yunani kuno, etka sudah terbentuk dengan kematangan yang
mengagumkan. Etka sebagai filsafat ia merupakan suatu ilmu empiris. Sedangkan
yang disebut ilmu empiris artnya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam
pembicaraannya tdak pernah meninggalkan fakta.
Filsafat dipraktekkan cara berpikir yang berbeda-beda, namun selalu berlaku
bahwa pemikirannya dijalankan dengan cara non-empiris artnya dengan tdak
membatasi diri pada pengalaman inderawi. Cirri khas filsafat itu dengan jelas tampak
juga pada etka. Etka pun tdak berhent pada yang konkret, pada yang secara factual
dilakukan, tapi ia bertanya tentang yang harus dilakukan atau tdak boleh dilakukan,
tentang yang baik atau yang buruk untuk dilakukan. Mengenai masalah korupsi
misalnya, dapat kita Tanya bagaimana fungsinya dalam masyarakat: apakah banyak
dilakukan, golongan mana yang terutama terlibat, alasan mengapa korupsi
dipraktekkan, sebab mengapa korupsi begitu sulit diberantas, dan sebagainya. Etka
menyibukkan diri dengan segi normatf atau evaluatf, yakni apakah korupsi dapat
dibenarkan atau tdak, bagaimana argumentasi dari mereka yang mendukung dan
mereka yang menolak korupsi, apakah argumen mereka bias dipertahankan. Tentu
saja sebelumnya etka harus menyelidiki terlebih dahulu apa yang persisnya
dimaksudkan dengan korupsi.
4. PENGERTIAN SISTEM POLITIK
10

Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen).
Unsur, Komponen, Atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada dalam
keterkaitan yang saling kait mengait dan fungsional. Sistem dapat diartkan pula
sebagai suatu yang lebih tnggi dari pada sekedar merupakan cara, tata, rencana,
skema, prosedur atau metode.
Politk berasal dari kata “polis” (negara kota), yang kemudian berkembang
menjadi kata dan pengertan dalam barbagai bahasa. Aristoteles dalam Politcs
mengatakan bahwa “pengamatan pertama – tama menunjukan kepada kita bahwa
setap polis atau negara tdak lain adalah semacam asosiasi.
Istlah politk dalam ketatanegaraan berkaitan

dengan

tata

cara

pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara.
Politk pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi.
Politk biasanya menyangkut kegiatan partai politk, tentara dan organisasi
kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politk adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat
tentang kebaikan bersama masyarakat yang tnggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sistem Politk adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan
fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara).
Menurut David Easton, sistem politk adalah interaksi yang abstraksi dari
seluruh tngkah laku sosial sehingga nilai-nilai tersebut diabadikan secara otoritas
kepada masyarakat.
Menurut Drs. Sukarno, sistem politk adalah sekumpulan pendapat, prinsip,
yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan
hubungan Negara dengan Negara.
Menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat
fungsi atau peranan dalam struktur politk yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langgeng.
Menurut Almond, Sistem Politk adalah interaksi yang terjadi dalam
masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl, Sistem politk adalah pola yang tetap dari hubungan –
hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tngkat tertentu, control,
pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
11

Dapat disimpulkan bahwa sistem politk adalah mekanisme seperangkat
fungsi atau peranan dalam struktur politk dalam hubungan satu sama lain yanh
menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui
masa kini dan masa yang akan datang).
5. PENGERTIAN ETIKA POLITIK
Etka Politk terdiri dari dua kata yaitu Etka dan Politk. Etika (Yunani Kuno:
"ethikos", berart "tmbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Sedangkan Politk adalah proses
pembagian kekuasaan yang melibatkan interaksi antara pemerintah dan/atau
masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
mengikat untuk kebaikan bersama masyarakat yang tnggal dalam suatu wilayah
tertentu. Jadi etka politk adalah nilai-nilai azas moral yang disepakat bersama baik
pemerintah dan/atau masyarakat untuk dijalankan dalam proses pembagian
kekuasaan dan pelaksanaan keputusan yamg mengikat untuk kebaikan bersama.
6. MANFAAT ETIKA POLITIK BAGI PEJABAT DALAM PELAKSANAAN SISTEM POLITIK
INDONESIA
Sebagai salah satu cabang etka, khususnya etka politk termasuk dalam
lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah
etka. Etka mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai
bidang etka khusus, sepert etka individu, etka sosial, etka keluarga, etka profesi,
dan etka pendidikan.dalam hal ini termasuk setka politk yang berkenaan dengan
dimensi polits kehidupan manusia.
Etka berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur
betulsalahnya tndakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etka politk
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan
bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain
sebagainya.
Fungsi etka politk dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat
teorits untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitmasi politk secara
12

bertanggung jawab. Jadi, tdak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan
secara rasional objektf dan argumentatve. Etka politk tdak langsung mencampuri
politk prakts. Tugas etka politk membantu agar pembahasan masalah-masalah
idiologis dapat dijalankan secara obyektf.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etka politk.
Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatf, kekuasaan Negara
sebagai lembaga penata masyarakat yang efektf sesuai dengan struktur ganda
kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etka politk membahas
hokum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etka politk yang menjadi ttk acuan orientasi
moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partsipasi
demokrats masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan
sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
Ada beberapa manfaat etka politk bagi para pejabat. Pertama, etka
diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politk dan kekuasaan. Karena
kekuasaan cenderung disalahgunakan maka etka sebagai prinsip normatf/etka
normatf (bukan metaetka) sangat diperlukan. Etka di sini ada sebagai sebuah
keharusan ontologis. Dengan memahami etka politk, para pejabat tdak akan
menyalahgunakan kekuasaannya. Dengan demikian kebijakan pembabatan kopi
sepert yang pernah terjadi di kabupaten Manggarai tdak akan terjadi. Hal ini
menunjukkan pemerintah tdak menyadari bahwa mereka adalah representan rayat,
karenanya mereka mest melayani dan memperhatkan kesejahteraan rakyat, bukan
membunuh rakyat dengan mencaplok dan mengambil lapangan pekerjaan utama
sebagai sumber hidup mereka.
Kedua, etka politk bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol
masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tdak menyalahi etka.
Masyarakat sebagai yang memiliki negara tdak bisa melepaskan diri dalam mengurus
negara. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para pejabat,
namun dalam tataran tertentu keduanya berbeda.
Dalam negara dengan alam demokrasi peranan masyarakat sangat besar yang
nyata dalam sikap mengkritsi berbagai kebijakan pemerintah. Para pejabat sebagai
representan rakyat tentu akan mendengar kritkan tersebut sebelum sebuah
kebijakan diambil. Warga negara yang demokrats mest berusaha untuk

13

menghentkan pengambilan keputusan yang dapat merugikan warga walaupun
keputusan tersebut dianggap benar oleh para pejabat.
Mekanisme kontrol tersebut sangat pentng agar para pejabat tdak
mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat. Masih hangat dalam ingatan kita
tentang rencana tambang emas di Lembata. Masyarakat yang terancam akan
teralienasi dari berbagai aspek kehidupannya memrotes dan menolak rencana
tersebut. Tindakan masyarakat tersebut dilihat sebagai cara masyarakat mengontrol
kebijakan yang diambil pemerintah.
Ketga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang
dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan
jabatannya. Para pejabat bekerja dalam lingkup organisasional, oleh karena itu segala
kebijakan yang diambil mest berdasarkan kesepakatan bersama. Namun, mereka
tdak dapat melarikan diri dari tanggung jawabnya sebagai seorang pribadi atas
sebuah keputusan. Tanggung jawab pribadi tdak hanya berlaku saat ia memegang
jabatan publik tertentu, tetapi juga terus berlanjut ketka ia berada pada free
positon.
Tanggung jawab pribadi juga dapat mendukung akuntabilitas bagi keputusan
yang kurang dapat dianggap berasal dari pejabat-pejabat yang baru. Karena tanggung
jawab pribadi melekat pada pribadi dan bukan pada kolektvitas, maka tanggung
jawab tersebut selalu melekat dan mengikut pejabat ke mana pun ia pergi. Kita
dapat menelusurinya setap waktu juga pada saat ia tdak sedang memegang suatu
jabatan publik tertentu.
Etka politk menolak segala kecenderungan yang terus berkembang terutama
yang menyangkal tanggung jawab pribadi dan kecenderungan komplementer yang
mempertalikannya dengan berbagai jenis kolektvitas.
7. DAMPAK DARI TERJADINYA KEMEROSOTAN ETIKA POLITIK DALAM PELAKSANAAN
SISTEM POLITIK INDONESIA
Dalam pembahasan etka, persoalan yang diperbincangkan mengenai konteks
baik atau buruk suatu perbuatan manusia. Khususnya mengenai nilai-nilai perbuatan
yang dilakukan oleh setap individu. Pengelompokkan perbuatan baik dan buruk
tentunya mengacu pada aturan yang berlaku sebagai landasan etka.
14

Setap manusia memiliki hat nurani yang menjadi penyaring sebelum
melakukan tndakan. Naluri inilah yang menjadi pengontrol untuk melakukan
perbuatan yang baik. Tindakan pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yakni baik
atau buruk. Dalam pengelompokkan tersebut memberikan batasan bagi setap
manusia agar tdak melakukan apa yang ingin dilakukan melainkan tndakan itu harus
disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku.
Persoalan etka merupakan hal yang sangat vital dalam interaksi sosial karena
setap perbuatan manusia menimbulkan dampak sesuai dengan apa yang dilakukan.
Perbuatan yang baik menghasilkan dampak yang baik, begitupun sebaliknya.
Meskipun dalam kenyataan dilapangan, khususnya ranah politk, terkadang
perbuatan yang baik berdampak buruk dan perbuatan yang buruk berdampak baik.
Hal ini terjadi karena pemahaman ‘menghalalkan segala cara’ menghiasi pentas
perpolitkan di Indonesia.
Dinamika politk kebangsaan baik politk lokal maupun politk nasional hampir
melupakan nilai-nilai fundamental masyarakat Indonesia. Padahal Indonesia
merupakan

negara

hukum,

negara

religius,

dan

negara

yang

memiliki

keanekaragaman adat dan budaya.
Keterkaitan etka dan politk sangat erat karena politk tanpa etka tentunya
akan melahirkan dampak negatve yang tersistemats. Perlu kita cermat fakta yang
terjadi dilapangan bahwa beberapa kasus politk disebabkan oleh hilangnya ruh etka
pada diri seorang politsi. Keterpurukan etka inilah menyebabkan maraknya
kercurangan sepert politk uang, kampanye negatF, pembohongan masyarakat, janji
kepalsuan dan perang kata-kata.
Keterpurukan tersebut terkadang dimaknai sebagai bagian dari strategi politk
untuk mencapai target. Sehingga segala cara dilakukan tanpa mengindahkan nilai
hakiki yang telah dianut masyarakat Indonesia sejak pra kemerdekaan. Perlu
dipahami bahwa hal ini sangat menciderai hat nurani dan prinsip demokrasi
masyarakat Indonesia yang khas dengan kearifan lokal sebagai bangsa yang
bermartabat.
15

Merosotnya etka para aktor politk membuat masyarakat Indonesia gelisah
dalam menggapai kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan apa yang dicitacitakan oleh para pendiri republik. Pelaku politk cenderung hanya berbicara
kepentngan prakts. Padahal dalam setap ruang dan waktu terdapat batasan
perilaku manusia yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai berkehidupan.
Penanaman etkalah yang perlu diindahkan oleh semua pelaku politk tanpa
terkecuali. Biar bagaimanapun juga, praktek politk tdak akan pernah mencapai
posisi ideal jika melupakan prinsip-prinsip etka. Etkalah yang akan mengarahkan
kearah yang lebih baik karena etka akan berperan sebagai pengendali setap gerak
langkah.
Sebenarnya etka dalam politk tdak susah untuk diaplikasikan. Penulispun
meyakini bahwa sebenarnya para pelaku politk sadar bahwa praktek kecurangan
yang dilakukan itu tdak dibenarkan. Hanya saja karena hal ideal ini diperhadapkan
dengan kesenangan pragmats yang justru menghancurkan rumusan nilai yang sudah
dibangun puluhan tahun yang lalu.
Akibat dari keterpurukan etka yang sudah menyatu dengan pentas
perpolitkan, sehingga masyarakat terkadang menilai politk itu kotor, politk itu
memanipulasi kekuasaan, politk itu rekayasa kebaikan, politk itu praktek
pembodohan. Anggapan sepert ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah
muak melihat atmosfir politk.
Penafsiran politk itu baik atau buruk sangat tergantung pada aktor (pelaku)
politk itu sendiri. Akan mengarah ke hal yang positf jika pelakunya memiliki
kesadaran akan sebuah prinsip moral dan mengarah ke hal negatve jika
mengabaikan prinsip tersebut. Pada dasarnya politsilah yang memiliki peran pentng
dalam mengendalikan praktek politk itu sendiri.
Penilaian bahwa politk itu suatu perjuangan, politk itu suatu ibadah, politk
itu suatu kebajikan yang perlu dicapai bersama-sama. Hal ini hanyalah sekedar
hayalan apabila elemen masyarakat menjadi penonton sejat atas rekayasa yang
16

dilakukan oleh politsi. Dengan demkian, perlu ada kontrol sosial agar keterpurukan
tdak semakin merajalela.

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
17

Ada beberapa manfaat etka politk bagi para pejabat. Pertama, etka
diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politk dan kekuasaan. Kedua,
etka politk bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat
terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tdak menyalahi etka.Ketga, para
pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang dibuatnya baik
selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan jabatannya.
Akibat dari keterpurukan etka yang sudah menyatu dengan pentas
perpolitkan, sehingga masyarakat terkadang menilai politk itu kotor, politk itu
memanipulasi kekuasaan, politk itu rekayasa kebaikan, politk itu praktek
pembodohan. Anggapan sepert ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah
muak melihat atmosfir politk.
Etka politk bagi para pejabat mest menghasilkan makna moral dari tugasnya
dalam memegang jabatan publik tertentu, dan mest dapat merubah cara berpikir
dan bertndak para pejabat. Dengan demikian esensi etka politk bagi para pejabat
dapat benar-benar eviden, evidensi ini muncul dalam tataran praktk bukan dalam
tataran konsep.

2. SARAN
Para politsi perlu diingatkan bahwa peran meraka tersisipi suatu
tanggungjawab sosial. Bukan sekedar tanggungjawab pribadi, partai atau golongan.
Ketka aktvitas yang dilakukan itu penuh dengan tanggungjawab sosial maka
tentunya ada suatu pertanggungjawaban moral kepada masyarakat atas semua hal
yang dilakukan. Tanggunjawab sosial mestnya dimaknai sebagai janji. Artnya,
berbicara janji, tentunya berbicara sesuatu yang harus ditepat sehingga apabila tdak
ditepat maka dengan sendirinya mendapat sanksi. Minimal dalam bentuk sanksi
moral. Ketka para politsi sadar akan tanggungjawab sosial maka dengan sendirinya
mereka selalu memperhatkan etka dalam berpolitk. Enggan untuk melakukan halhal yang menyimpang dari esensi yang sebenarnya dari politk.Hal yang pertama dan
utama dibutuhkan pada konteks ini adalah kesadaran. Apabila kesadaran itu dimiliki
maka politsi past akan selalu berperilaku yang baik. Tentunya akan menghasilkan

18

tanggungjawab sosial yang bertabat. Perlahan tapi past mengahantarkan pada pintu
gerbang kebangkitan ke arah yang

LAMPIRAN

Adnan Buyung: Jadi Ketum Demokrat, SBY Langgar Etika Politik
19

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara senior yang juga mantan anggota Dewan
Pertmbangan Presiden Adnan Buyung Nasuton menilai, rangkap jabatan yang dilakukan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melanggar etka politk. Sepert diketahui, hasil
Kongres Luar Biasa Demokrat, pekan lalu, memilih SBY secara aklamasi sebagai Ketua Umum
DPP Demokrat menggantkan Anas Urbaningrum. Sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan, menurut Adnan, seharusnya SBY mendahulukan kepentngan negara
daripada kepentngan partai.
"Meski tdak ada undang-undang yang melarang Presiden untuk rangkap jabatan,
andai kata benar, masih ada etka politk yang harus dipegang oleh Presiden, tetapi dilanggar
SBY," kata Adnan, dalam konferensi pers "Rangkap Jabatan SBY dan Fatsun Demokrasi" di
Jakarta, Rabu (3/4/2013). Menurutnya, pilihan SBY menerima mandat menjadi Ketua Umum
partai merupakan kemunduran dalam berpolitk. Selain itu, kata Adnan, SBY telah menodai
pidatonya sendiri yang pernah melarang menterinya menjabat ketua umum partai untuk
tdak mementngkan kepentngan partai. Namun, ia sendiri justru melakukan rangkap
jabatan.
"Tidak hanya menjadi Ketua Umum, tetapi juga menjadi Ketua Dewan Pembina,
Ketua Dewan Kehormatan, dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat," katanya. Sepert
diberitakan, dalam Kongres Luar Biasa Demokrat yang berlangsung di Bali pada 30-31 Maret
lalu, SBY menerima permintaan para peserta kongres yang memilihnya sebagai Ketua
Umum. Pasca-terpilih, SBY menunjuk tga orang pimpinan harian yang akan membantu
tugas-tugasnya di partai, yaitu Ketua Harian DPP Demokrat Syarief Hasan, Wakil Ketua
Majelis Tinggi Marzuki Alie, dan Ketua Harian Dewan Pembina EE Mangindaan. Selain itu,

20

SBY juga akan menunjuk dua orang lagi sebagai wakil ketua umum. Namun, siapa yang
ditunjuk, masih dirahasiakan.
Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2013/04/03/12520733/Adnan.Buyung.Jadi.Ketum.Demok
rat.SBY.Langgar.Etka.Politk

Mengusung Mantan Narapidana Jadi Caleg Menabrak Etika Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai politk yang mencalonkan mantan narapidana
sebagai anggota legislatf di Pemilu 2014, dinnilai pengamat politk Universitas Indonesia,
Bonni Hargens, menabrak etka berdemokrasi. Ini menunjukan partai tdak selektf memilah
calon legislatf yang akan mereka usung. "Meski dibolehkan namun menabrak etka
berdemokrasi," kata Bonni kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/4).
Bonni mengatakan, kebanyakan partai hanya mengedepankan sisi finansial dan
elektabilitas caleg. Parpol tdak mempedulikan rekam jejak dan moralitas para caleg. Jika
begitu, ia khawatr kualitas anggota DPR mendatang tdak lebih baik dari yang sekarang.
Karenanya, Bonni mengingatkan agar parpol tdak sembarangan merekrut caleg.
“Ketka kita terbiasa dengan kesalahan kita tdak akan pernah menjadi orang yang membela
kenaran, dan terus menerus memproduksi kesalahan,” ujarnya.

21

Bonni mengusulkan peraturan menjadi caleg lebih diperketat. Menurutnya, caleg
yang terbukt secara hukum pernah melakukan tndak pidana mest dicabut haknya untuk
mencalonkan diri. "Ada delik hukum dia terlibat, maka tdak berhak,” katanya mengakhiri.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/politk/13/04/25/mls9o9-mengusungmantan-narapidana-jadi-caleg-menabrak-etka-politk

22

DAFTAR PUSTAKA



Hamersma, Harry. 2008. PintuMasukkeDuniaFilsafat. Yogyakarta: Kanisius.



Adib,

Mohammad.

2010.

FilsafatIlmu:

Ontologi,

Epistemologi,

Aksiologi,

danLogikaIlmuPengetahuan. Yogyakarta: PustakaPelajar.


Keraf, Sony. 2000. IlmuPengetahuan, SebuahTinjauanKefilsafatan. ?.



Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama.



Magnis –Suseno, Franz. 1987. EtikaDasar: Masalah-masalahPokokFilsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius.



Subakt, Ramlan. 1992. MemahamiIlmuPolitik. Jakarta: PT Grasindo.



http://estuputri.wordpress.com/2010/05/26/pengertian-sistem-politik/

diakses

tanggal 7 Mei 2013


http://catat-kan.blogspot.com/2012/10/manfaat-etika-politik.html diakses tanggal 7
Mei 2013



http://politk.kompasiana.com/2012/07/23/etika-politik-473407.html diakses tanggal
7 Mei 2013



http://nasional.kompas.com/read/2013/04/03/12520733/Adnan.Buyung.Jadi.Ketum
.Demokrat.SBY.Langgar.Etka.Politk diakses tanggal 7 Mei 2013

23

KATA-KATA SULIT





Eviden
Evidensi
Komplementer
Kolektvitas

PERTANYAAN DAN JAWABAN
Pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud Etka Politk?
2. Apa saja manfaat Etka Politk bagi pejabat dalam pelaksanaan Sistem Politk
Indonesia?
3. Apa saja dampak dari terjadinya kemerosotan Etka Politk dalam pelaksanaan
Sistem Politk Indonesia?
Jawaban :
1. Etka politk adalah nilai-nilai azas moral yang disepakat bersama baik
pemerintah dan/atau masyarakat untuk dijalankan dalam proses pembagian
kekuasaan dan pelaksanaan keputusan yamg mengikat untuk kebaikan
bersama.
2. Ada beberapa manfaat etka politk bagi para pejabat. Pertama, etka
diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politk dan kekuasaan.
Kedua, etka politk bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol
masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tdak
menyalahi etka.Ketga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai
keputusan yang dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun
setelah meninggalkan jabatannya.
3. Akibat dari keterpurukan etka yang sudah menyatu dengan pentas

perpolitkan, sehingga masyarakat terkadang menilai politk itu kotor, politk
itu memanipulasi kekuasaan, politk itu rekayasa kebaikan, politk itu praktek
pembodohan. Anggapan sepert ini sering keluar dari mulut masyarakat yang
sudah muak melihat atmosfir politk.

24