STUDI PENGARUH PENGEKANGAN DAN TATA LETAK TENDON PRATEGANG PADA DAKTILITAS BALOK BETON PRATEGANG PARSIAL DENGAN VARIASI NILAI PPR MENGGUNAKAN APLIKASI BAHASA PEMPROGRAMAN

  

STUDI PENGARUH PENGEKANGAN DAN TATA LETAK

TENDON PRATEGANG PADA DAKTILITAS BALOK BETON

PRATEGANG PARSIAL DENGAN VARIASI NILAI PPR

MENGGUNAKAN APLIKASI BAHASA PEMPROGRAMAN

1) 2) 3)

Eric Septian Tjia , Tavio , I Gusti Putu Raka

1.

   Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 3. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

  

Kontak Person:

Eric Septian Tjia

Dukuh Kupang Barat XXIX/2, 60111

  

Surabaya

Telp: 081358233148, E-mail: tjiaeric@yahoo.com

Abstrak

  

Beton prategang telah banyak digunakan di dalam perencanaan struktur. Hal ini dikarenakan

keunggulan beton prategang berdasarkan hasil studi terdahulu bahwa beton prategang

memungkinkan pemanfaatan seluruh penampang melintang beton dalam menerima beban, sehingga

dengan penampang melintang yang lebih kecil, beban yang mampu dipikul serta panjang bentangnya

sama dengan beton bertulang biasa. Hal ini memberi keunggulan berupa pengurangan berat struktur.

Selain itu beton prategang juga diharapkan memiliki sifat daktail. Dalam studi yang dilakukan, akan

ditinjau perilaku daktilitas balok beton prategang parsial dengan yang menggunakan pengekang.

Akan ditentukan nilai daktilitas dengan variasi nilai jarak dan diameter sengkang. Selain itu juga

akan ditentukan pengaruh daktilitas terhadap perubahan variabel mutu beton, mutu tendon prategang

dan mutu baja tulangan. Variasi tata letak tendon prategang dan nilai PPR (Partial Prestressing

Ratio) pada penampang balok beton prategang parsial juga mempengaruhi daktilitas balok beton

prategang parsial. Penggunaan bahasa pemprograman dalam penelitian daktilitas dan pemodelan

struktur dapat memfasilitasi kita dalam menyusun suatu program bantu/software aplikasi. Dari

penelitian ini akan dihasilkan grafik momen-kurvatur yang digunakan untuk menentukan daktilitas

pada balok beton prategang parsial.

  

Kata kunci: Balok Beton Prategang Parsial, Daktilitas, Momen-Kurvatur, Pengekangan, PPR dan

Tata Letak Tendon.

Pendahuluan

  Beton prategang telah banyak digunakan di dalam perencanaan struktur. Hal ini dikarenakan keunggulan beton prategang memungkinkan pemanfaatan seluruh penampang melintang beton dalam menerima beban, sehingga dengan penampang melintang yang lebih kecil, beban yang mampu dipikul serta panjang bentangnya sama dengan beton bertulang biasa. Hal ini memberi keunggulan berupa pengurangan berat struktur.

  Selain memiliki keunggulan seperti di atas, beton prategang juga diharapkan memiliki sifat [5] daktail. Gagasan awal yang dikemukakan oleh Naaman(1976) , dalam memberikan gaya prategang pada penampang beton ialah dengan mengeliminasi tegangan tarik akibat beban kerja (beban mati dan beban hidup). Ini berarti bahwa penampang akan tetap tidak retak dan berkelakuan secara elastis pada beban kerja. Perencanaan dimana tegangan tarik beton pada beban kerja sama dengan nol dinyatakan sebagai konsep prategang penuh (full prestressing). Perlu dicatat bahwa prategang penuh tidak sepenuhnya mengeliminasi semua tegangan tarik pada beton. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada struktur prategang penuh sering dijumpai tegangan tarik lebih. Konsep prategang penuh pada pelaksanaan juga memiliki kelemahan dalam menerima beban bolak balik, seperti beban lalu lintas, gempa, dan angin. Hal ini menyebabkan sifat daktail yang seharusnya dimiliki oleh struktur tidak dipenuhi.

  Alternatif desain mengijinkan adanya tegangan tarik pada beton yang memberikan retak ketika beban hidup servis penuh diterapkan. Penerimaan penampang beton prategang retak membawa konsep kepada beton prategang parsial (partial prestressing) sebagaimana dianjurkan oleh Paul W. [4]

  

Abeles (1964) . Penggunaan jumlah baja prategang yang lebih sedikit pada beton prategang parsial

  berarti bahwa beberapa tulangan baja lunak juga diperlukan untuk membantu mengontrol retak pada beban kerja dan memberikan tambahan kekuatan lentur. Balok beton prategang parsial adalah balok beton dengan kombinasi tulangan baja prategang dan baja non prategang (baja lunak). [5]

  Naaman (1976) telah melakukan penelitian dan kajian terhadap daktilitas beton prategang [5]

  parsial melalui analisa model non linear. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Naaman pada beton prategang parsial, daktilitas beton prategang dapat ditingkatkan dengan mengecilkan luas tulangan tarik dan menambah luas tulangan pengekang. Nilai PPR pada beton prategang parsial sangat berpengaruh terhadap daktilitas. PPR ialah parameter yang melukiskan tingkat prategang balok prategang parsial. [6]

  Park dan Paulay (1975) , menyatakan bahwa beton yang diberi pengekang lateral akan memiliki daktilitas lebih tinggi daripada yang tidak memiliki pengekang. [3]

  Penelitian dari Feng dkk. (2006) dengan judul “Ductility of Partially Prestressed Concrete [1] , dengan judul “Ductility Analysis of Prestressed

  Beams”, serta penelitian dari Cheung dkk. (2008) Concrete Beams with Unbonded Tendons [2] ”.membahas daktilitas pada balok prategang parsial secara

  numerik. O.F Hussein, dkk. (2012) , melakukan penelitian dengan judul

  “behavior of bondend and [2] , unbonded prestressed normal and high strength concrete beams”. Dalam penelitian ini Hussein

dkk. menggunakan benda uji balok beton prategang sepanjang 4 meter. Bahan tendon yang digunakan

  adalah fiber dan tulangan baja dari besi. Variabel yang dibandingkan adalah perilaku balok prategang dengan dengan variasi PPR. Selain itu, untuk mutu beton yang digunakan adalah mutu normal dan mutu tinggi. Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan, Sistem beton prategang parsial memberikan kenaikan daktilitas hingga 92%, dari sistem beton prategang penuh.

  Dalam penelitian ini, akan dilakukan pemodelan struktur balok beton prategang dengan Bahasa program Perumusan yang digunakan akan menghasilkan diagram momen-kurvatur. Kurvatur ialah besar sudut dari penampang saat berdefleksi. Momen-kurvatur digunakan untuk menganalisa daktilitas balok beton prategang dengan pengaruh utama ialah dari pengekangan dan tata letak tendon.

Metode Penelitian

  Metode penelitian ini membahas langkah langkah penelitian pengaruh pengekangan dan tata letak tendon terhadap daktilitas balok prategang.

  1. Menentukan bentuk dan ukuran penampang, serta konfigurasi tulangan lunak dan tendon 2.

  Pemodelan penampang untuk menentukan daktilitas dan momen-kurvatur, bentuk penampang yang digunakan adalah bentuk persegi panjang. Pemodelan beban yang digunakan adalah balok di atas tumpuan sederhana.

  Gambar 1. Bentuk penampang 3.

  Menentukan mutu bahan yang digunakan Variasi mutu bahan yang digunakan ialah meliputi mutu beton, mutu baja non prategang dan mutu tendon prategang. Mutu bahan yang ditingkatkan atau diturunkan akan mempengaruhi daktilitas penampang. f` c = mutu beton, f y = mutu baja non prategang, f pu = mutu baja prategang ultimate.

  4. Menganalisa nilai PPR Nilai PPR menunjukkan tingkat prategang dari suatu balok beton prategang parsial. Penggunaan [5] metode ini dikembangkan oleh Naaman (1976) . Istilah PPR digunakan untuk menyatakan rasio momen batas akibat baja prategang dengan momen batas akibat baja tarik total. Nilai PPR berkisar antara 0 PPR

  1. Dimana untuk nilai PPR = 0 menunjukkan bahwa penampang beton adalah beton bertulang. Sementara bila PPR = 1, maka penampang beton adalah beton prategang penuh.

  Serat atas = (MPa) Serat bawah = (MPa)

  

Gambar 2. Grafik momen-kurvatur

[7]

  Kondisi ultimate : kondisi pada saat beton telah hancur, serta baja dan tendon prategang mencapai nilia tegangan ultimate. (ϕ 5 ; M 5 ) Keenam titik di atas diplot ke dalam grafik momen-kurvatur

  (ϕ 4 ; M 4 ) f.

  Kondisi leleh baja : Saat tegangan pada baja tarik telah mencapai batas elastis, sesuai dengan perumusan hubungan tegangan regangan baja. Diperoleh titik (ϕ 3 ; M 3 ) e. Kondisi leleh tendon : Saat tegangan pada tegangan telah mencapai batas elastis dengan kisaran sebesar 70% dari nilai tegangan ultimate tendon , sesuai dengan perumusan hubungan tegangan regangan tendon. Diperoleh titik

  ; M 2 ) d.

  Kondisi retak akan menghasilkan titik dalam grafik momen-kurvatur (ϕ 2

  Kondisi dekompresi akan menghasilkan titik dalam grafik momen-kurvatur (ϕ 1 ; M 1 ) c. Kondisi retak : Saat tegangan serat bawah beton mencapai kondisi tegangan retak maksimal sesuai dengan perumusan, maka luasan beton akan bertambah menjadi luasan trasnformasi dari baja lunak dan tendon prategang. Nilai tegangan ijin retak beton oleh SNI 03-2847-2013 [8] ialah .

  Kondisi dekompresi : kondisi dimana nilai tegangan pada tendon prategang adalah 0 akibat tambahan suatu nilai momen (pada saat beban layan).

  5. Menentukan derajat pengekangan Derajat pengekangan ialah parameter yang menunjukkan tingkat pengekangan tulangan transversal, yang berupa tulangan sengkang pada balok. Derajat pengekangan dinyatakan dengan simbol Z (Park 1975) [6]

  (ϕ o ; M o ) b.

  Dari tegangan yang ada dapat dicari nilai regangan sesuai dengan grafik hubungan tegangan-regangan serta besarnya kurvatur. Kondisi inisial akan menghasilkan titik dalam grafik momen-kurvatur

  Serat atas = (MPa) Serat bawah = (MPa)

  Inisial  Dekompresi  Retak  Leleh Baja  Leleh Tendon  Ultimate a. Kondisi Inisial : kondisi saat pertama kali beton prategang diberi gaya prategang. Dianalisa dengan perumusan tegangan pada beton. (nilai momen = 0).

  7. Menganalisa momen-kurvatur untuk setiap kondisi.

  6. Menentukan hubungan tegangan regangan elemen Hubungan tegangan regangan digunakan dalam menganalisa daktilitas pada penampang. Tegangan regangan yang dipelajari ialah beton, baja, dan tendon prategang.

  . Derajat pengekangan ini merupakan fungsi dari jarak sengkang (s), lebar inti beton (b``),serta rasio dari volume tulangan sengkang terhadap volume inti beton ( .

  Nilai daktilitas pada elemen dibedakan menjadi 2 , yakni perbandingan kurvatur ultimate terhadap kurvatur baja lunak dan kurvatur ultimate terhadap kurvatur tendon prategang. Daktilitas = ϕ 5 / ϕ 3 dan ϕ 5 / ϕ 4

Hasil Penelitian dan Pembahasan

  Hasil penelitian menggunakan variasi nilai mutu baja, mutu beton, diameter dan jarak sengkang sebagai pengaruh terhadap pengekangan, PPR, serta nilai eksentrisitas tendon sebagai pengaruh dari tata letak tendon.

Input data

  Nilai mutu baja yang dimasukkan ialah 400 MPa, mutu beton 50 Mpa, dengan variasi pengekangan sengkang ϕ10-200.

  Gambar 3. Input data Perhitungan daktilitas dengan variasi 1.

  Variasi nilai mutu baja fy=400MPa fy=500MPa 2.

  Variasi nilai jarak sengkang ϕ10-150 ϕ10-200 3.

  Variasi nilai diameter sengkang ϕ10-200

  ϕ13-200

  4. Variasi nilai eksentrisitas e = 400 mm e = 450 mm

  5. Variasi nilai Partial Prestressing Ratio Variasi nilai PPR yang digunakan ialah antara 0-1. Perbandingan dilakukan dengan mengurangi luas tendon prategang.

  Luas tendon = 1584 m 2 Luas tendon = 2407 m 2 Kesimpulan Dari hasil penelitian di atas, terdapat beberapa pengaruh yang menyebabkan parameter daktilitas bertambah atau berkurang, diantaranya :

  1. Variasi nilai mutu baja : semakin tinggi nilai mutu baja, maka daktilitas akan berkurang.

  Dengan mutu 400 MPa diperoleh daktilitas 4,9 dan 1,2. Sementara dengan mutu 500 MPa diperoleh daktilitas 2,5 dan 1,1.

  2. Variasi nilai jarak sengkang : semakin rapat/kecil jarak sengkang, maka daktilitas akan bertambah. Dengan jarak 150 mm diperoleh daktilitas 6,6 dan 1,5. Sementara dengan jarak 200 diperoleh daktilitas 4,9 dan 1,2.

  3. Variasi nilai diameter sengkang : semakin besar diameter sengkang, maka daktilitas akan bertambah. Dengan diameter 10 mm diperoleh daktilitas 4,9 dan 1,2. Sementara dengan diameter 13 mm diperoleh daktilitas 6,9 dan 1,8.

  Dengan eksentrisitas 450 mm diperoleh daktilitas 5,1 dan 1,4. Sementara dengan eksentrisitas 400 mm diperoleh daktilitas 4,9 dan 1,2.

  5. Variasi nilai PPR : persentasi PPR yang semakin besar akan mengurangi daktilitas, dengan penambahan luasan tendon prategang. Dengan luas tendon = 2407 m 2 diperoleh daktilitas 4,9 dan 1,2. Sementara dengan luas tendon = 1584 m 2 diperoleh daktilitas 6,3 dan 1,7.

Daftar Notasi

Referensi Jurnal:

  Jakarta, 2013.

  [8] Standart Nasional Indonesia. 03-2847-2013. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang.

  [7] Lin, T.Y. dan Burns. 1996. Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2007.

  1993.

  [4] Abeles W. Paul. An Introduction to Prestressed Concrete: London Concrete Publication . 1964. [5] Naaman, E. A. Prestressed Concrete Analysis and Design Michigan: TechnoPress. 1978. [6] Park R., dan T. Paulay. Reinforced Concrete Structures. New York: John Willey & Sons Ltd.

  720-724

  [3] Nai-Qian Feng and Gai-Fei Peng. Ductility of Partially Prestressed Concrete Beam. 2006; 302(1):

  Bonded and Unbonded Prestressed Normal and High Strength Concrete Beams. 2012; 8(1): 239- 251

  [2] O.F. Hussein, T.H.K. Elafandy, A.A. Abdelrahman, S.A. Abdel Baky, E.A. Nasr. Behavior of

  [1] Du. J.S, Au, F.T.K., Cheung, Y.K., Kwan A.K.H. Ductility Analysis of Prestressed Concrete Beams with Unbonded Tendons. 2008; 30(1): 13-21.

  : kurvatur di setiap kondisi

  I c : inersia penampang beton y : jarak garis netral e : eksentrisitas tendon f` c : mutu beton f y : mutu baja lunak f p : mutu tendon f r : tegangan ijin retak M i : momen di setiap kondisi ϕ i

  F o : gaya prategang awal F ps : gaya prategang setelah dekompresi A c : luas penampang beton W : modulus penampang

  6. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam perencanaan balok beton prategang sehingga dapat memenuhi persyaratan elemen struktur yang tidak hanya kuat, tetapi memiliki sifat daktail.