ASAL USUL DUSUN BAKALAN
Teori Struktural Cerita Rakyat Dan Asal Usul Dusun Bakalan
Dosen Pembimbing:
Asep Abbas, M.Pd
Disusun oleh:
ARLI AFANDI
NIM: 076021
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
ASAL USUL DUSUN BAKALAN
Dusun Bakalan, adalah sebuah dusun yang terdiri dari wilayah kabupaaten jombang sebelah selatan. Dusun ini menjadi bagian dari Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.
Proses pembentukan wilayah yang bernama Bakalan ini, dapat dipelajari dari beberapa peninggalan sejarah dan kebudayaan, maupun proses alamiah yang mendukung terbentuknya peradaban sosial dari dulu hingga sekarang di wilayah ini. Beberapa peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut antara lain:
1. Sebuah candi bersegi tiga yang disebut Candi Bakalan
2. Sebuah sumur suci bernama Sumur Bulus
3. Paras Pihpih (batu padas terbentuk pipih dari proses alamiah) yang merupakan
tebing sungai terbesar di Dusun Bakalan, yakni sungai Danghyang Gede atau Sungai Sanghyang.
4. Sebuah pura peninggalan sejarah bernama Pura Dangkahyangan Indra
Kusuma Sementara itu, untuk mengetahui kapan dibentuk dan siapa yang membentuk Dusun Bakalan, dapat dipelajari dari sesepuh desa Bakalan.
Dari peninggalan-peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa Dusun Bakalan terbentuk melalui sejarah yang terkonsep secara sosial budaya, di mana sejak kelahirannya dusun ini sudah memiliki jejak-jejak kehidupan manusia yang terbentuk dalam sebuah komunitas kemasyarakatan.
Perjalanan Pedanda Sakti
Secara singkat, dikisahkan perjalanan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari Blambangan (Jawa Timur) menuju Jombang, diiringi istrinya yakni Danghyang Istri Sakti yang sedang hamil tua serta putrinya yang bernama Ida Ayu Swabawa. Mereka sempat singgah di Bakalan, Kehadiran mereka diterima oleh dua orang warga bernama Pan Jebah dan Pan Bulus. Ketika baru tiba, Ida Ayu Swabawa menyatakan rasa hausnya dan meminta air minum. Ida Pedanda Sakti lalu memuja dan mohon air tawar kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Saat itulah muncul air yang bersumber dari dalam tanah dan terus mengalir membentuk sungai kecil.
Aliran air tersebut kemudian diberi nama Tukad Danghyang Cerik Selama persinggahannya itu, Pedanda Sakti Wawu Rawuh juga sempat memberikan tuntunan agama (Hindu) kepada warga setempat, baru kemudian beliau melanjutkan perjalanan keKediri.
Oleh karena Danghyang Istri dalam keadaan hamil tua, maka beliau tidak turut ke Gelgel dan memutuskan untuk menetap di Bakalan. Pedanda Sakti meninggalkan istrinya dengan sebuah keris dan sebuah sumber mata air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Lokasi tempat tinggal istrinya itu diberi nama Griya Indraloka, sedangkan sumber air yang ditinggalkannya diberi nama Sumur Bulus.
Dengan hanya diiringi oleh putrinya, Pedanda Sakti Wawu Rawuh berangkat menyusuri pantai ke arah timur menuju Gelgel. bisingnya deruan angin, Danghyang Istri memilih pindah tinggal ke arah barat dari Indraloka, di tepi Sungai Danghyang Gede di lokasi Pura Dangkahyangan Indra Kusuma. Di tempat inilah Danghyang Istri moksa dengan meninggalkan seorang putra bernama Ida Bagus Bajra yang kemudian juga pralina di sana.
Perkebunan Dumay
Tahun 1897, seorang tokoh Belanda (VOC) membuka perkebunan kelapa, kopi dan coklat di kawasan barat Dusun Bakalan. Tetapi pembangunan kawasan perkebunan yang luasnya mencapai 100 hektar ini sering mendapat gangguan binatang buas dari darat (hutan) berupa harimau dan wadak (banteng hutan). Sementara gangguan dan serangan dari laut juga tidak kalah besarnya, yakni serangan buaya yang datang dari Tukad Danghyangh Cerik.
Berbagai upaya untuk mengusir gangguan binatang buas tersebut telah dilakukan oleh Dumay bersama para buruh perkebunannya, termasuk menggunakan senjata api.
Tetapi gangguan binatang buas bahkan semakin mengganas dan memakan banyak korban para pekerja perkebunan.
Kondisi ini kemudian membuat Dumay mengambil keputusan untuk mengundang tokoh dari Puri Gede Jembrana (pusat pemerintahan Kerajaan Jembrana saat itu), untuk diajak bersama-sama melakukan ritual (persembahyangan) di lokasi bekas Geria Indraloka. Adapun tokoh puri yang datang adalah Anak Agung Gede Kangsa beserta putranya Anak Agung Putu Brata. Atas permintaan Dumay, persembahyangan (meditasi) dilakukan bersama empat orang, termasuk putra dari Dumay yang bernama muncul dari dalam tanah. Dijelaskan oleh keempatnya, bahwa keris yang muncul tersebut bermata tiga. Maka selanjutnya, di tempat munculnya keris itulah oleh Dumay didirikan sebual pal bersegitiga dengan nama Tugu Bakalan.
Sejak pembangunan Tugu Bakalan itu pula, kawasan Bakalan diberi nama Pesedahan Bakalan dengan ketentuan administratif sebagai berikut: Wilayah Pesedahan Bakalan dengan batas:
Timur : Sungai Bakalan Selatan : Hutan Bagian Selatan Barat : Hutan bagian barat
Utara : Hutan bagian utara. Resort kehutanan juga disebut Kehutanan Bakalan. sawahnya juga disebut Sawah Bakalan. Wonoasri (kawasan pemukiman) yang tua juga disebut Wonoasri Bakalan.
Pemerintahan Dusun Pertama
Akan tetapi pada tahun 1945 di mana Sa’ad sebagai pejabat pertama Kepala Dusun, yang wilayahnya mencakup Sangyang Cerik dan Kepah, maka ditetapkan nama dusun menjadi Dusun Sanghyang Cerik.
Dalam perkembangan pemerintahan selanjutnya, tanggal 16 Maret 1976, keluarlah Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jombang, Nomor: administrasi dusun. Sejak saat itu pula nama Dusun Sanghyang Cerik dikembalikan ke nama semula yaitu Dusun Bakalan. Hal ini dilakukan dengan mengingat catatan sejarah yang sudah banyak dikenal oleh umum tentang Dusun Bakalan. Di samping itu, tidak pula dapat dikesampingkan bahwa Kawasan Bakalan mempunyai andil besar di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, karena di daerah inilah tempat pendaratan para Pemuda Pejuang Kemerdekaan.
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan RI, tak akan terlupakan pertempuran di kawasan Wonoasri (tertangga desa Bakalan) yang mengakibatkan gugurnya pahlawan bangsa Moeljono. Di samping Kawasan Wonoasri, pertempuran antara Pemuda Pejuang dengan Tentara gajah Merah (Sekutu) juga terjadi di kawasan Wonoasri Moding/Pangkung Belatung (salah satu Wonoasri di bagian utara Dusun Bakalan), yang mengakibatkan gugurnya 7 (tujuh) Pemuda Pejuang. Dengan hal ini pula, Dusun Bakalan dinyatakan sebagai salah satu pusat pertahanan untuk Ngoro Tengah.
STRUKTUR CERITA “DUSUN BAKLAAN”
Alur Cerita (1) Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari istrinya sempat tinggal di Dusun Bakalan(2) Kehadiran mereka diterima oleh dua orang warga bernama Pan Jebah dan Pan
Bulus
(3) Ida Pedanda Sakti lalu memuja dan mohon air tawar kepada Sang Hyang Widhi
Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Saat itulah muncul air yang bersumber dari dalam tanah dan terus mengalir membentuk sungai kecil. Aliran air tersebut kemudian diberi nama Tukad Danghyang Cerik
(4) Danghyang Istri dalam keadaan hamil tua, maka beliau memutuskan untuk
menetap di Bakalan. Pedanda Sakti meninggalkan istrinya dengan sebuah keris dan sebuah sumber mata air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Lokasi tempat tinggal istrinya itu diberi nama Griya Indraloka, sedangkan sumber air yang ditinggalkannya diberi nama Sumur Bulus
(5) . Danghyang Istri moksa dengan meninggalkan seorang putra bernama Ida Bagus
Bajra yang kemudian juga pralina di sana.
(6) Dalam persemedian berempat itulah mereka melihat sebilah keris bersinar muncul
dari dalam tanah. Dijelaskan oleh keempatnya, bahwa keris yang muncul tersebut bermata tiga. Maka selanjutnya, di tempat munculnya keris itulah oleh Dumay didirikan sebual pal bersegitiga dengan nama Tugu Bakalan.
(7) Dusun Sanghyang Cerik dikembalikan ke nama semula yaitu Dusun Bakalan Tema atau Pelaku a 1 = Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh a = Ida Ayu Swabawa
2 a 3 = Ida Pedanda Sakti Fungsi x = keburukan x 1 = mengusir x
2 = memukul x = menggagalkan peminangan
3 x 4 = merusak dan menendang
Alur Cerita {(a 1 ) + (a 3 ) :: (a 2 )} {(a 3 ) x 2 : (a 2 ) x 1 } // {(a 1 ) x 3 , x 4 :: (a 2 ) x 5 )} Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari istrinya sempat tinggal di Dusun Bakalan .
Kehadiran mereka diterima oleh dua orang warga bernama Pan Jebah dan Pan Bulus Ida Pedanda Sakti lalu memuja dan mohon air tawar kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Saat itulah muncul air yang bersumber dari dalam tanah dan terus mengalir membentuk sungai kecil. Aliran air tersebut kemudian diberi nama Tukad Danghyang Cerik Danghyang Istri dalam keadaan hamil tua, maka beliau memutuskan untuk menetap di Bakalan. Pedanda Sakti meninggalkan istrinya dengan sebuah keris dan sebuah sumber mata air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Lokasi tempat tinggal istrinya itu diberi nama Griya Indraloka, sedangkan sumber air yang ditinggalkannya diberi nama Sumur Bulus Danghyang Istri moksa dengan meninggalkan seorang putra bernama Ida Bagus Bajra yang kemudian juga pralina di sana. Dalam persemedian berempat itulah keempatnya, bahwa keris yang muncul tersebut bermata tiga. Maka selanjutnya, di tempat munculnya keris itulah oleh Dumay didirikan sebual pal bersegitiga dengan nama Tugu Bakalan. Dusun Sanghyang Cerik dikembalikan ke nama semula yaitu Dusun Bakalan
Alur Fungsinya : {(x 2 ) : (x 1 )} // {(x 3 . 4 ) :: (x 5 )} Fungsi kebaikan tidak ada dari pada fungsi kejahatan.
N = (a 2 ) x 1 + (a 1 ) x 3 + (a 3 ) x
5 Disini fungsi keadilan terhadap hidup manusia tampak sangat menonjol.
Sesuai dengan kodrat hidup bahwa segala sesuat yang diperoleh seseorang sebenarnya
merupakan hasil dari perbuatannya sendiri.