BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi - Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan Puskesmas Sering Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

  Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas normal, yaitu 140/90 mmHg. Pada stadium dini hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun, sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah menderita hipertensi. Sedangkan pada golongan yang menyadari dapat merasakan adanya gejala berupa sakit kepala, mimisan, pusing, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang dan sukar tidur sebagai gejala yang banyak dijumpai. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% dan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum

  1,5 terdeteksi.

  Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan tingginya tekanan darah. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan

  6

  hipertensi sekunder : 1.

  Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebab multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres, emosi, obesitas dan lain- lain.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan penyakit lain.

  Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.

  Hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah yakni bila tekanan darah seseorang >140/90 mmHg maka dikatakan hipertensi. Untuk pembagian yang lebih rinci, The Joint National Committee on prevention, evaluation and treatment of high

  

blood presure (JNC), membuat klasifikasi yang mengalami perubahan dari waktu ke

  waktu. Klasifikasi terbaru (JNC VII,2003) membagi hipertensi menjadi tingkat 1 dan tingkat 2. Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC

6 VII,2003 :

  1. : sistol < 120 mmHg dan diastol < 80 mmHg Normal 2.

  Prehipertensi : sistol 120-139 mmHg dan diastol 80-89 mmHg 3. Hipertensi

  Tingkat 1 : sistol 140-159 mmHg dan diastol 90-99 mmHg Tingkat 2 : sistol > 160 mmHg dan diastol > 100 mmHg

2.2 Obat Antihipertensi Antihipertensi adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi.

  Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan mempertahankan tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg, tekanan diastolik di bawah 90 mmHg di samping mencegah risiko penyakit kardiovaskuler lainnya. Terapi paling dini adalah mengubah gaya hidup. Jika hasil

  2,4 yang diinginkan tak tercapai maka diperlukan terapi obat.

  Ada lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (

  β-

blocker ), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat

6 reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker) dan antagonis kalsium.

1. Diuretik

  Mekanisme kerja diuretik adalah menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan garam yang tersimpan di dalam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu pertama berkurangnya volume darah total dan curah jantung yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Kedua, ketika curah jantung Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Hidroklorotiazid, Klortalidon,

  6,13 Furosemid, Bumetanid, Amilorid, dan Triamteren.

2. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker)

  Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat

  β-blocker dapat dikaitkan

  dengan hambatan reseptor β1 antara lain : Pertama, penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; Kedua, hambatan sekresi renin di sel jukstaglomerular ginjal akibat penurunan Angiotensin

  II; Ketiga, efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor dan perubahan neuron adrenergik perifer. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Metoprolol,

  6 Pindolol, Propanolol, dan Labetalol.

  3. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor) Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme kerjanya secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan berakibat pada tekanan darah akan meningkat. Pembentukan Angiotensin II ini memerlukan suatu enzim yang disebut

angiotensin converting enzyme, yang merubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II.

  Jadi, dengan menghambat produksi Angiotensin II maka dinding pembuluh darah akan melebar, berakibat turunnya tekanan darah. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Kaptopril, Benazepril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Perindopril, dan

  6,14 Quinapril.

  4. Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker) Mekanisme kerja golongan ini adalah inhibitor kompetitif dari reseptor

  Angiotensin II (tipe1). Akibat penghambatan ini, maka Angiotensin II tidak dapat bekerja pada reseptor Angiotensin II (tipe1), yang secara langsung memberikan efek vasodilatasi, penurunan vasopresin dan penurunan aldosteron serta penurunan retensi air dan natrium. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Losartan, Valsartan,

  6,13 Irbesartan, Telmisartan, dan Candesartan.

5. Antagonis kalsium

  Mekanisme kerja golongan obat ini yaitu menghambat ion kalsium yang menyebabkan tekanan darah. Ion kalsium ini sangat penting untuk pembentukan tulang dan otot polos jantung, akibat terjadi rangsangan maka ion kalsium yang ada di luar sel akan masuk ke dalam sel, sehingga semakin banyak ion kalsium di sel, dan terjadilah kontraksi otot jantung dan arteri menciut dan mengakibatkan tekanan darah meningkat. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Nifedipin, Amlodipin,

  13,14 Diltiazem, dan Verapamil.

2.3 Xerostomia

  Xerostomia merupakan gejala atau tanda-tanda yang dirasakan oleh seseorang yang merupakan persepsi mulut kering yang pada umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva. Xerostomia bukan sebuah penyakit tetapi merupakan sebuah gejala berbagai kondisi seperti efek samping radiasi di kepala dan leher atau

  7,8 efek samping dari beberapa jenis obat.

2.3.1 Etiologi Xerostomia

  Beberapa penyebab terjadinya xerostomia antara lain : 1.

  Fisiologis Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama akan memberikan efek mulut kering pada mulut, serta bernafas melalui mulut juga akan memberi pengaruh mulut kering. Selain itu, gangguan emosional seperti stres, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosional tersebut merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik

  15 sehingga menyebabkan berkurangnya aliran saliva.

2. Usia

  Adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. Seiring dan kemunduran fungsi kelenjar saliva. Kelenjar parenkim akan hilang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu penyakit-penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat- obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan

  15 pengaruh mulut kering pada usia lanjut.

  3. Gangguan pada kelenjar saliva Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang dapat mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialadenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjorgen merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena

  15 infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.

  4. Penggunaan obat-obatan Banyak sekali obat yang dapat mempengaruhi sekresi saliva seperti antihistamin, antihipertensi, antikovulsan, antiparkinson, antinausea dan lain-lain. Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan secara langsung bereaksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi.

  Obat-obatan tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran

  15 darah ke kelenjar.

  5. Radiasi pada daerah kepala dan leher Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher untuk perawatan kanker dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar

  15 saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.

  6. Kesehatan umum terganggu Pada orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan adanya pengaturan air dan elektrolit yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering karena penyumbatan hidung yang terjadi

  15 menyebabkan penderita bernafas memalui mulut.

  7. Keadaan-keadaan lain Agenesis kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar kelenjar saliva. Kelainan saraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan hilangnya inervasi kelenjar saliva, kerusakan pada kelenjar parenkim dan duktus, atau kerusakan pada suplai

  15 darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva.

2.3.2 Gejala dan Tanda

  Xerostomia mengakibatkan timbulnya beberapa gejala pada penderitanya seperti masalah saat makan, berbicara, menelan dan memakai gigi tiruan. Pemakai gigi tiruan mungkin memiliki masalah dalam retensi gigi tiruan. Kesulitan makan dan berbicara dapat mengganggu interaksi sosial dan dapat menyebabkan beberapa penderita

  16 menghindari kegiatan sosial.

  Xerostomia dapat ditandai oleh keadaan lidah yang menjadi berkerut, kering dan lengket dengan penurunan jumlah papila. Xerostomia juga berdampak pada mulut, perkembangan mikroorganisme dan perkembangan plak meningkat. Keadaan mukosa oral seperti pada lidah, mukosa bukal, dasar mulut, dan palatum menjadi kering dan rentan infeksi mikroba, yang paling umum terutama pada orang tua misalnya menjadi kandidiasis. Penurunan volume saliva dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa mulut dan merupakan predisposisi invasi jamur kandida. Susunan mikroflora mulut mengalami perubahan, dimana mikroorganisme kariogenik seperti kandida meningkat. Selain itu, fungsi bakteriostase dari saliva berkurang. Akibatnya pasien yang menderita xerostomia akan mengalami peningkatan proses

  15-17 infeksi kandida.

2.3.3 Diagnosa

  Diagnosis xerostomia dapat ditegakkan berdasarkan bukti yang diperoleh dari riwayat pasien, pemeriksaan pada rongga mulut dan sialometri yang merupakan sebuah prosedur sederhana untuk mengukur laju aliran saliva. Pada pemeriksaan rongga mulut, indikator yang digunakan untuk menentukan terjadinya xerostomia dengan meletakkan spatel yang kering di mukosa bukal dan spatel akan lengket di

  18 mukosa tersebut sewaktu diangkat.

  Beberapa tes dan teknik dapat digunakan untuk memastikan fungsi kelenjar saliva seperti sialometri. Pengukuran aliran saliva dapat dilakukan dengan menghitung whole saliva (terstimulasi dan tanpa terstimulasi). Pengukuran whole

  19 saliva dapat dilakukan dengan cara : 1.

  Metode draining, yaitu dengan membiarkan saliva mengalir sendiri dari rongga mulut kemudian ditampung ke dalam tabung.

  2. Metode spitting, yaitu dengan meludahkan saliva yang telah dikumpulkan setiap 60 detik selama 2-5 menit keluar dari dasar rongga mulut ke tabung.

  3. Metode suction, yaitu dengan menyedotkan saliva yang ada di dasar mulut dengan suction tube.

  4. Metode swab, yaitu dengan menggunakan swab absorbent.

  Whole saliva terstimulasi biasanya menggunakan asam atau mengunyah permen lebih direkomendasikan karena mudah dilakukan dan cukup akurat bila dilakukan

  8 dengan konsisten dan berhati-hati.

  Laju aliran saliva normal tanpa terstimulasi atau pada waktu istirahat berkisar 0,3 hingga 0,5 mL/menit. Aliran saliva tertimulasi antara 1 sampai 2 mL/menit. Nilai

  18 aliran saliva kurang dari 0,1 mL/menit biasanya dianggap xerostomia.

2.3.4 Penanggulangan Xerostomia

  Penanggulangan xerostomia tergantung penyebab atau etiologi xerostomia itu sendiri. Penanggulangan dapat berupa menggunakan saliva pengganti atau dengan menstimulasi saliva. Stimulasi saliva dapat dicapai secara mekanis dengan mengunyah permen karet tanpa gula, permen dan mint. Stimulasi saliva secara kimia dapat dengan mengisap permen tanpa gula atau produk yang mengandung asam sitrat, seperti tablet vitamin C atau tablet hisap. Asam sitrat dapat merangsang air liur, namun penggunaannya terbatas karena dapat menyebabkan iritasi mukosa dan resiko demineralisasi pada gigi pasien. Saliva pengganti buatan dapat digunakan untuk menggantikan kelembaban dan melumasi rongga mulut. Saliva pengganti diformulasikan untuk meniru saliva alami, tetapi saliva pengganti tidak merangsang produksi kelenjar saliva. Oleh karena itu, saliva pengganti harus dianggap sebagai terapi pengganti daripada obat. Produk komersial tersedia dalam berbagai formulasi

  16-20 termasuk larutan, spray, gel, dan tablet hisap.

2.4 Hubungan Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Xerostomia

  Menurut Bradley dan Gunthias obat antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva secara langsung dan tidak langsung. Bila secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang diperlukan saliva. Stimulasi saraf parasimpatis menyebabkan sekresi yang lebih cair dan saraf simpatis memproduksi saliva yang lebih sedikit dan kental, sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran yang merangsang sekresi kelenjar saliva dan selain untuk menurunkan tekanan darah, obat ini juga memiliki efek samping simpatomimetik yaitu memiliki efek untuk merangsang saraf. Bagaimana obat antihipertensi benar-benar menyebabkan xerostomia tidak diketahui, meskipun dihipotesiskan bahwa xerostomia mungkin hasil dari penurunan volume cairan dan hilangnya elektrolit sekunder yang

  5,20,21 meningkatkan buang air kecil dan dehidrasi.

  Diuretik menghasilkan perubahan dalam elektrolit dan keseimbangan cairan. Diuretik bertindak dengan meningkatkan output urin sehingga mengurangi volume cairan sirkulasi dan mengurangi beban kerja jantung dan ginjal. Nederfors et al meneliti efek diuretik, hidroklorotiazid pada whole saliva terstimulasi dan tidak terstimulasi. Hidroklorotiazid meningkatkan ekskresi natrium dan air dengan menghambat reabsorpsi mereka di tubulus renal distal di ginjal. Hasil penelitian ditemukan penurunan yang signifikan pada whole saliva terstimulasi. Obat antihipertensi golongan

  β-blocker akan bekerja di susunan saraf pusat dengan

  mengurangi tonus simpatis sehingga jantung akan mengurangi denyut jantung dan curah jantung, pada ginjal akan mengurangi produksi renin yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah dan pada kelenjar saliva akan mempengaruhi produksi saliva

  22-24 menjadi sedikit dan lebih kental.

  Penelitian Mangrella et al menyatakan ACE-inhibitor, yang menghambat

  

angiotensin converting enzyme dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron,

  menyebabkan mulut kering pada sekitar 13% pasien. Mekanisme kerjanya, ACE-

  

inhibitor akan menghambat kerja angiotensin converting enzyme, akibatnya

  pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium.

  

Angiotensin-receptor blocker memiliki mekanisme kerja dengan cara berinteraksi

  dengan asam amino pada domain transmembran yang dapat mencegah angiotensin II untuk berikatan dengan reseptornya. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Tiga efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah, air, influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. Kalsium merupakan unsur organis saliva, bila influks kalsium pada otot pembuluh darah dihambat secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva. Ketiga obat antihipertensi ini secara tidak langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.

  6,22-24

2.5 Kerangka Konsep

  Xerostomia Pasien Hipertensi 1.

  Usia 2. Jenis Kelamin 3. Jenis Obat Antihipertensi a.

  Diuretik b.

  β-blocker c. ACE-inhibitor d.

  Angiotensin-receptor

  blocker e.

  Antagonis Kalsium

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORITIS A.Kinerja 1. Pengertian - Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja Guru SMP di Yayasan Pendidikan X

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja Guru SMP di Yayasan Pendidikan X

0 0 15

BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Tablet - Uji Disolusi Kalium Diklofenak Dalam Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

0 1 12

Efektivitas Koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas (Alum) Terhadap Logam Nitrit (NO2) Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

0 0 19

2.1.1 Pencemaran Air - Efektivitas Koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas (Alum) Terhadap Logam Nitrit (NO2) Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asetaminofen (Parasetamol) - Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tablet 2.1.1. Tablet Secara Umum - Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air 2.1.1 Pengertian air - Analisis Cemaran Mikroba Terhadap Kualitas Treated Water Dengan Metode Pour Plate di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal - Pengaruh Pengumuman Bond Rating Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Index Kompas 100 Tahun 2010-2014)

0 0 19

b. Tidak Bila pertanyaan no.1 dijawab ya, wawancara dihentikan Bila dijawab tidak, diteruskan ke pertanyaan no.2 2. Apakah BapakIbu mengkonsumsi obat antihipertensi 2 secara rutin (setiap hari) ? a. Ya b. Tidak Bila pertanyaan no.2 dijawab ya, diteruskan

0 0 14