PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA

  TOPIK A “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010

ISBN 978-602-97387-0-4

  • * RUMAH KACA

  1) 2) 1) 1) Hanim Z. Amanah , Ana Andriani , Sri Rahayoe

Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada

2)

Alumni Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada

  

Telp (0274) 563542; email : hanim_za2001@yahoo.com

Abstrak

  Pengeringan empon-empon dengan metode penjemuran langsung mempunyai beberapa kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama serta produk yang dihasilkan kurang bersih. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan melakukan pengeringan yang memanfaatkan efek rumah kaca. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model matematis perpindahan massa pada proses pengeringan jahe manggunakan pengering yang memanfaatkan efek rumah kaca. Lebih khusus, dalam penelitian ini akan dilakukan perhitungan konstanta laju pengeringan (k) yang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi penurunan kadar air pengeringan jahe dengan metode yang sama. Irisan jahe dengan ketebalan rata-rata 3-4 mm dikeringkan dengan dihamparkan pada dua rak dalam pengering rumah kaca. Sebagai pembanding, dilakukan pengeringan dengan metode penjemuran langsung. Perubahan kadar air diamati dengan interval waktu 30 menit sampai kadar air 10%-12%. Laju pengeringan dianalisa dengan menggunakan persamaan page. Hasil penelititian menunjukkan bahwa pengeringan jahe modifikasi dengan menggunakan pengering rumah kaca membutuhkan waktu 7 – 8 jam (dalam 2 hari) untuk mencapai kadar air yang diinginkan yaitu 10% - 12% dengan nilai konstanta laju pengeringan (k) berada pada

  • 1

  kisaran 0.7 s.d 0.8 jam . Nilai k yang diperoleh dapat digunakan dengan baik untuk memprediksi perubahan kadar air jahe selama pengeringan.

  Kata kunci: jahe, pengeringan, efek rumah kaca, perpindahan massa

PENDAHULUAN

  Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat, bumbu dapur, bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Setelah panen, jahe mengalami serangkaian proses pascapanen antara lain pencucian, pengeringan, penyimpanan. Pencucian bertujuan untuk membersihkan rimpang jahe dari sisa-sisa kotoran yang menempel dan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sedangkan, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan sehingga jahe awet untuk di simpan, dan tetap terjaga kualitasnya. Pengeringan adalah proses pengurangan kadar air bahan, khususnya bahan hasil pertanian ataupun produk hayati. Penguapan air bahan selama pengeringan terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap di dalam bahan dengan tekanan uap di udara sekitarnya (Brooker, dkk., 1976). Menurut Wikantyoso (1988), pengeringan adalah proses perpindahan panas dan perpindahan air yang berjalan secara simultan. Panas diperlukan untuk menguapkan air dari bahan ke udara luar.

  Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan proses pengeringan adalah mengetahui keberadaan molekul air dalam produk bahan yang akan dikeringkan. Ada dua tipe keberadaan molekul air di dalam suatu produk pangan. Tipe pertama, molekul air terikat atau disebut dengan “bound water” bisa berada pada pipa-pipa kapiler, atau terserap pada permukaan, atau berada di dalam suatu sel atau dinding-dinding serat, atau dalam kombinasi fisik atau kimia dengan bahan padat. Tipe kedua, air bebas tidak terikat, biasanya berada pada celah-celah (voids) di dalam bahan * pangan padat (Brooker, 1992).

  Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Perteta 2010 di Purwokerto, 10 Juli 2010

  TOPIK A “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010

  ISBN 978-602-97387-0-4 Selama proses pengeringan, akan terjadi proses perpindahan massa air dari bahan ke udara sekitar. .

  Laju pengeringan produk pertanian hayati dengan kadar air 70 - 75% (wb) atau lebih merupakan fungsi dari tiga parameter eksternal, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan laju aliran udara. Pada produk hayati seperti ini terdapat lapisan air yang tipis melapisi permukaannya sehingga pada awal pengeringan terjadi laju konstan sebelum laju menurun. Jika kondisi lingkungan konstan, maka laju pengeringan juga konstan (Brooker, Bakker-Arkema, & Hall, 1992). Kadar air pada saat laju pengeringan produk berubah dari laju konstan menjadi laju menurun (falling

  

period) disebut kadar air kritis (critical moisture content). Kadar air kritis pada tiap produk berbeda

  tergantung sifat padatan, seperti bentuk dan tekstur, dan juga kondisi pengeringan (Brooker, Bakker- Arkema, & Hall, 1992). Cara pengeringan yang saat ini banyak dilakukan pada produk hasil pertanian adalah pengeringan alami dengan memanfaatkan sinar matahari. Pengeringan dilakukan dengan menempatkan bahan ditempat terbuka diatas lantai jemur tanpa alas atau dengan rak. Kelebihan pengeringan dengan menggunakan energi sinar matahari atau penjemuran langsung ini adalah murah dan bahan mudah di tembus oleh sinar infra merah, sehingga aplikasi untuk petani Indonesia sangat mungkin dan mudah dilakukan. Namun demikian, pengeringan dengan penjemuran langsung ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu memungkinkan terjadinya kontaminasi debu dari lingkungan sehingga higienitas bahan rendah, pengeringan membutuhkan waktu yang lama, suhu tidak dapat dikendalikan, dan sangat tergantung pada iklim. Salah satu kelemahan penjemuran langsung tersebut diatas dapat diminimalkan dengan melakukan modifikasi penjemuran yang dapat mengeringkan bahan dengan cepat dan mampu mengurangi tingkat kontaminasi debu dan mikroorganisme dari lingkungan. Modifikasi penjemuran dilakukan dengan menggunakan rak beratap kaca dengan memiliki prinsip yang sama dengan efek rumah kaca. Sinar matahari yang datang menembus kaca akan terperangkap sebagai energi panas dalam suatu ruangan. Panas yang dihimpun dalam sebuah modul itulah yang dimanfaatkan untuk mengeringkan bahan. Kelebihan pengeringan dengan memanfaatkan efek rumah kaca adalah dapat mempercepat laju pengeringan, yaitu dapat memberikan kondisi yang optimal untuk pengeringan dan mengurangi tingkat kontaminasi debu. Dalam penelitian ini dilakukan proses pengeringan jahe menggunakan pengering rak yang memanfaatkan efek rumah kaca. Proses perpindahan massa selama pengeringan akan diamati melalui perubahan kadar air bahan tiap satuan waktu dan dengan perhitungan nilai konstanta laju pengeringan. Pengeringan dengan metode ini diharapkan dapat memperbaiki metode konvensional pengeringan dengan metode penjemuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model matematis perpindahan massa selama penjemuran jahe dalam pengering rak yang memanfaatkan efek rumah kaca dengan mengkaji nilai laju pengeringan (K) selama pengeringan.

  

METODE

Pendekatan Teori

  Produk pertanian hayati dengan kadar air 70 - 75% (wb) atau lebih memiliki laju pengeringan yang merupakan fungsi dari tiga parameter eksternal, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan laju aliran udara. Pada produk hayati seperti ini terdapat lapisan air yang tipis melapisi permukaannya sehingga pada awal pengeringan terjadi laju konstan sebelum laju menurun (Brooker, Bakker-Arkema, & Hall, 1992). Dalam sistem pengeringan jahe ini terjadi perubahan laju kadar air konstan dan laju kadar air menurun. Lewis (1921) menggunakan analogi hukum pendinginan Newton untuk analisa pengeringan. Dengan asumsi bahwa laju kehilangan lengas menurun dari sebutir bijian yang dikelilingi udara pengering sebanding dengan perbedaan antara kadar air bijian dan kadar air setimbang seperti pada

  dM

  Persamaan 1

  K dt = − .

  M Me

  ( )

  (1)

  TOPIK A “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010

ISBN 978-602-97387-0-4

  Pengeringan bijian dianggap biji tunggal (single kernel). Dari persamaan 1 dapat diturunkan untuk mencari konstanta laju perubahan kadar air menurun sebagai berikut: M t ( ) t

  dM

  (2a)

  K dt = −

  ∫ ∫ M Me Mo ( )Mt

  (2b)

  M Me K t ln ( − ) = − ( − ) Mo

  M t Me − ( )

  Kt = − ln

  (2c)

  Mo Me

  M t Me − ( )

  (2d)

  Kt = exp( − )

  Mo Me

  Dengan asumsi bahwa laju kehilangan lengas dari sebutir bijian yang dikelilingi udara pengering sebanding dengan perbandingan antara kadar air bijian dan kadar air setimbang atau disebut nisbah lengas. M (moisture) merupakan kadar air bahan, Me (moisture equilibrium) merupakan kadar air setimbang antara bahan dan udara pengering. Nilai K merupakan konstanta laju penurunan

  • 1

  kandungan air bahan (jam ) dan t merupakan lama pengeringan (jam). Nilai K merupakan slope

  M t Me ( ) − (kemiringan) dari grafik ln vs t.

  Mo Me

  Menurut Cakraverti (2001), pada laju perubahan kadar air konstan dengan analogi yang sama dengan laju perubahan kadar air menurun. Dengan asumsi bahwa laju kehilangan lengas konstan dari sebutir bijian yang dikelilingi udara pengering sebanding dengan perbedaan antara kadar air bijian dan kadar air awal Persamaan hasil modifikasi page telah banyak digunakan dalam penelitian untuk menyatakan laju kehilangan lengas selama pengeringan satu lapis (thin layer). Pada banyak pustaka, model page telah banyak digunakan pada pengeringan biji-bijian seperti jagung, beras dan sebagainya. Pada penelitian ini digunakan persamaan page sebab tidak menutup kemungkinan persamaan pengeringan satu lapis dapat diterapkan pada bahan rimpang jahe.

  Pelaksanaan Penelitian

  1. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data antara lain alat pengering tipe rak dengan modifikasi penjemuran, termokopel, slicer, oven, cawan, timbangan analit, thermohygrometer.

  Skema dari alat pengering dan tempat pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1. Bahan adalah rimpang jahe yang diiris tipis setebal 3-4 mm. Jika pengirisan terlalu tipis maka kandungan dalam bahan hilang dan jika terlalu tebal maka pengeringan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses pengeringan. Jahe diperoleh di pasar Beringharjo Yogyakarta Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Produk Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada pada bulan April 2009 hingga Juni 2009.

  “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010 TOPIK A

ISBN 978-602-97387-0-4

  200 400 800 1000

  2

  4

  6

  8

  10

  12 Lama penjemuran (Jam) K a d a r a ir ( % )

  Ka UL 1 hari 1 Ka UL 1 hari 2 Ka UL 2 hari 1 Ka UL 2 hari 2 Ka UL 3 hari 2 Ka UL 4 hari 1 Ka UL 4 hari 2 Gambar 1. Skema alat dan tempat pengambilan data.

  3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Irisan jahe dengan ketebalan 3 – 4 mm dan berat total 4 kg dihamparkan diatas rak pengering sehingga seluruh permukaan rak tertutup dengan sampel. Pengukan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode thermogravimetri dengan sampel yang diambil secara acak dari dalam alat pengering setiap interval waktu 30 menit sampai kadar air bahan berada pada kisaran 10% – 12%.

  Untuk mengetahui keseragaman proses pengeringan, sampel diambil di tiga titik pengambilan data yaitu bagian tengah rak, pinggir dan pojok rak.

  4. Analisa data Konstanta laju pengeringan K dianalisa dengan menggunakan persamaaan 2.1 yang merupakan modifikasi dari persamaan Page. Dari persamaan tersebut didapatkan nilai K yang dihitung dengan menggunakan microsoft excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Jahe segar memiliki kadar air yang sangat tinggi, berkisar antara 80-90%, sehingga pada awal pengeringan selama beberapa saat terjadi laju pengeringan konstan (constant-rate period), setelah melewati kadar air kritis maka kondisi akan berubah menjadi laju menurun cepat (falling-rate period), lama kelamaan laju akan berubah konstan ketika mencapai kondisi seimbang (equilibrium). Perubahan kadar air bahan selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 2.

  (a)

  TOPIK A “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010

ISBN 978-602-97387-0-4

  1000 Ka UL 1 hari 1 Ka UL 1 hari 2

  800 Ka UL 2 hari 1

  ) Ka UL 2 hari 2

  % ( 600 Ka UL 3 hari 1 ir

  Ka UL 3 hari 2 r a a

  Ka UL 4 hari 1 d

  400 Ka UL 4 hari 2

  Ka 200

  2

  4

  

6

  8

  10

  12 Lama penjemuran (Jam)

  (b) Gambar 2. Grafik perubahan kadar air selama penjemuran (a) Rak 1, (b) Rak 2

  Gambar 2 menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu kandungan air bahan semakin menurun hingga mencapai titik seimbang (konstan). Air menguap karena adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dengan udara dalam ruang pengering. Pada awal pengeringan terjadi laju konstan kemudian menurun dan akhirnnya mencapai titik seimbang. Pengambilan data dilakukan dengan 4 kali ulangan, dimana terlihat bahwa penurunan kadar air untuk tiap-tiap ulangan berbeda-beda baik pada rak 1 maupun rak

  2. Penurunan kadar air untuk tiap-tiap ulangan terlihat berbeda, hal ini disebabkan oleh perbedaan suhu maupun RH lingkungan saat pengeringan berlangsung, mengingat pengeringan ini adalah pengeringan alami dengan sinar matahari. Kondisi yang tidak dapat dikendalikan ini merupakan salah satu kelemahan nyata dari pengeringan dengan sinar matahari (Murhananto, 1991).

  Keseragaman pengeringan dianalisis dengan membandingkan penurunan kadar air bahan di rak 1 dan rak 2. Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa penurunan kadar air bahan di rak 1 dan rak 2 relatif sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alat pengering yang digunakan dapat mengeringkan bahan dengan kondisi yang seragam di semua bagian. Penurunan kadar air bahan di rak 1 dan rak 2 pada salah satu ulangan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

  800 Ka Rak 2 hari 1 Ka Rak 1 hari 2 Ka Rak 1 hari 1 600 ) Ka Rak 2 hari 2 %

  400 dar air ( a K

  200

  2

  4

  6

  8

  10

  12 Lama penjemuran (Jam) Gambar 3. Grafik perubahan kadar air bahan.

  Sebagai bahan perbandingan, dalam penelitian ini juga dilakukan penjemuran langsung. Seperti halnya pengeringan dengan menggunakan alat, fenomena penurunan kadar air ditiap ulangan dalam penelitian menunjukkan hasil yang memiliki kecenderungan yang sama (Gambar 4). Kadar air bahan menurun dengan cepat diawal dan semakin lama akan semakin rendah dan mencapai kondisi setimbang. Keberagaman ditiap ulangan disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan dalam

  TOPIK A “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010

ISBN 978-602-97387-0-4

  proses pengeringan, mengingat pengeringan yang dilakukan menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas. Proses pengeringan dilakukan dengan 2 variasi yaitu pengeringan langsung dan pengeringan dengan modifikasi penjemuran dalam rak. Berdasarkan Gambar 4 terlihat kondisi yang tidak terlalu berbeda antara pengeringan secara langsung ataupun dengan menggunakan rak. Apabila keadaan cuaca mendukung dimana keadaan cuaca panas terik, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan adalah sama yaitu 2 hari. Yang berbeda adalah tingkat kehigienisan produk jahe tersebut. Dengan menggunakan alat pengering simplisia jahe lebih higienis di bandingkan di jemur secara langsung.

  800 Ka UL 2 hari 1 Ka UL 1 hari 2 Ka UL 1 hari 1 600 ) Ka UL 2 hari 2 % Ka UL 3 hari 1 r ( Ka UL 3 hari 2

  400 r ai a d a K

  200

  2

  4

  

6

  8

  10

  12 Lama penjemuran (Jam) Gambar 4 Grafik perubahan kadar air selama penjemuran langsung.

  Laju Pengeringan

  Laju pengeringan dapat diartikan sebagai proses penurunan kadar air pada bahan yang dikeringkan per satuan waktu. Konstanta laju pengeringan dihitung dengan menggunakan Persamaan 2. Hasil perhitungan menunjukkan nilai konstanta laju pengeringan dengan menggunakan modifikasi

  • 1

  penjemuran berada pada kisaran 0.7 – 0.9 jam , sedangkan pada penjemuran langsung berada pada

  • 1

  kisaran 0,7 – 0,8 jam . Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan metode penjemuran termodifikasi belum mampu mempercepat laju pengeringn bahan. Hal ini disebabkan oleh laju aliran udara dalam bahan yang kecil sehingga kelembaban udara dalam ruang pengering menjadi tinggi akibat penambahan uap air dari bahan.

  Penentuan Kadar Air Prediksi

  Setelah diperoleh nilai konstanta laju pengeringan, maka selanjutnya dapat dicari nilai kadar air prediksi dengan menggunakan Persamaan (2). Hasil perhitungan kadar air prediksi akan digunakan sebagai perbandingan dengan kadar air observasi. Hasil perhitungan yang dilakukan menunjukkan adanya kecocokan data observasi dan prediksi (Gambar 5). Hasil uji validasi dengan menggunakan

  2

  metode regresi menunjukkan nilai gradien garis mendekati 1 dengan koefisien determinasi R juga mendekati 1 (Gambar 6). Dengan hasil ini dapat diartikan bahwa prediksi yang dilakukan adalah valid dan bisa diaplikasikan dalam penentuan lama penjemuran yang tepat untuk mencapai kadar air yang diinginkan.

  800 Ka obs Ka pred

  600 ) % ( ir

  400 r a a d Ka

  200

  2

  4

  6

  

8

  10

  12 Lama penjemuran (Jam)

  Gambar 5. Grafik perubahan kadar air observasi dan kadar air prediksi

  TOPIK A “Revitalisasi Mekanisasi Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi” Purwokerto, 10 Juli 2010

ISBN 978-602-97387-0-4

  800 600

  ) % ed ( 400 pr a

  2 K

  R = 0.9627 200 200 400 600 800

  Ka obs (%)

  Gambar 6. Grafik hubungan kadar air observasi dan kadar air prediksi saat penjemuran dalam ruang pengering

  

KESIMPULAN

  Pengeringan jahe modifikasi dengan menggunakan pengering rumah kaca membutuhkan waktu 7 – 8 jam (dalam 2 hari) untuk mencapai kadar air yang diinginkan yaitu 10% - 12% dengan nilai konstanta

  • 1

  laju pengeringan (k) berada pada kisaran 0.7 s.d 0.9 jam dan tidak mempunyai perbedaan dengan

  • 1

  pengeringan dengan penjemuran langsung dengan nilai k 0,7 – 0,8 jam . Nilai k yang diperoleh dapat digunakan dengan baik untuk memprediksi perubahan kadar air jahe selama pengeringan.

  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. ’’Pengering Kabinet’’. http://witdy.wordpress.com. Di akses Minggi, 15 Maret 2009. Pukul 10.20.

  Anonim, 2009. ’’Pemanasan Global’’. http://id.wikipedia.org/wiki/. Di akses Minggi, 10 Maret 2009. Pukul 10.00.

Brooker, D.B., F. W. Baker-Arkerma dan C. W. Hall. 1972. Drying and storage of Grain and oilseeds. Van

NOstrand Reinhold. New York.

  Cakraverty, Amalendu, 2001. Postharvest Technology. Science Publishers Inc. USA. Kreith, Frank, 1973. Principles Of Heat Transfer. Third Edition. Harper & Row. Publisher Inc.

Krokida, M. K, 2000. ’’Water Loss & Oils Uptake as Function Of Frying Time’’. Journal Of Food Engineering.

  Volume 44 (2000): 39-46.

Sumarsono, 2003. ’’ Model Laju Kecepatan Pengeringan Dengan Perlakuan Perubahan Kecepatan Silinder Dan

Suhu Udara Pengering Pada Proses Pengeringan Biji Kedelai’’. http://witdy.wordpress.com. Diakses

  Minggu, 15 Maret 2009. 10.00.

Van-Vin Tien, ’’Potential WSE of Solar Energy In Rural Areas Of Malaysia’’, Paper dalam International

Conference Agricultural Engineering. In National Development, September 1979.

  Wikantyoso, B, 1987. Pengeringan. PAU Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.