II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Kesetaraan jender - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Kesetaraan Gender pada Usahatani Buncis Organik di Dusun Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang = G

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Kesetaraan jender

  Menurut Pujiastuti (dalam Priyadi, 2005: 149), pemahaman jender tidak dapat dilepaskan dari kemitrasejajaran. Jender adalah perbedaan-perbedaan sifat wanita dan pria yang tidak mengacu pada perbedaan biologis, tetapi pada nilai-nilai sosial budaya yang menentukan peranan wanita dan pria dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Jadi masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam menentukan peranan wanitadan pria. Istilah jender berbeda dengan seks. Perbedaan antara jender dan seks adalah bahwa istilah seks digunakan untuk mengacu pada fenomena biologis, sedangkan jender menunjukan pada atribut sosial. Perbedaan antara pria dan wanita hanyalah pada fungsi reproduksi saja.

  Secara mendasar, jender berbeda dari jenis kelelamin biologis. Konsep jender berbeda dengan jenis kelamin. Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa jenis kelamin (seks) adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Lebih lanjut Handayani menjelaskan, seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat pada laki-laki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat).

  Kesetaraan jender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran jender yang kaku. Kesetaraan dan keadilan jender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan jender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal, sedangkan

  Peranan jender berhubungan dengan relasi jender diartikan suatu dalam usahatani.

hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup

gagasan (ide), praktik dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan

  

alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan definisi tersebut,

relasi jender menitikberatkan hubungan kekuasaan (akses dan kontrol) antara laki-laki

dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya.

  (Arkaniyati,2012).

  Indeks Kesetaraan dan Keadilan Jender dibentuk untuk mengukur dan mengevaluasi keberhasilan pembangunan kesetaraan dan keadilan jender dalam RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2010-2014. Dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 merumuskan strategi kebijakan pemberdayaan perempuan serta menetapkan konsep jender sebagai salah satu prinsip utama yang harus diarusutamakan di seluruh program/kegiatan pembangunan. Arah kebijakan RPJMN 2005-2025 adalah: 1) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan. 2) penurunan jumlah tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap perempuan. 3) penguatan kelembagaan dan jaringan Pengarusutamaan Jender (PUG). Sementara itu sasarankebijakan peningkatan kesetaraan jender dalam RPJMN 2010-2014, adalah:

  1. meningkatnya kualitas hidup perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi - termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik.

  2. meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan.

  3. meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif jender di tingkat nasional dan daerah ( Bappenas,2012 ).

  Tenaga kerja manusia tersebut dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya dan dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan dan faktor alam.

  Tenaga kerja pria umumnya dapat mengerjakan semua pekerjaan usahatani terutama jenis pekerjaan yang membutuhkan kemampuan otot yang tidak mampu dilaksanakan oleh wanita misalnya pengolahan tanah sedangkan wanita melakukan pekerjaan yang relatif ringan misalnya menanam, memelihara tanaman dan panen, namun karena faktor kebiasaan dan kebudayaan semua pekerjaan dalam usahatani dapat dilakukan oleh wanita (Soekartawi, 2002).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan IKKJ

  Peranan jender berhubungan dengan keterlibatan dan kekuasaan wanita dalam lingkup gagasan, praktek, pembagian peran, peranan, sumberdaya sehingga diduga fakktor-faktor berikut berhubungan dengan IKKJ.

  1. Usia Usia adalah umur seseorang yang dihitung dari tahun kelahirannya hingga penelitian ini dilakukan menggunakan satuan tahun.

  Pengklasifikasian usia didasarkan pada konsep teori perkembangan Hurlock (1980) dalam Nurjaman (2013). Data usia diukur dalam skala rasio. Untuk kepentingan pengolahan dan analisis data maka digunakan skala ordinal dengan pengkategorian sebagai berikut:

  a. Muda (dewasa awal) : 18-40 tahun

  b. Sedang (dewasa madya) : 41-60 tahun

  c. Tua (Usia lanjut) : > 60 tahun Pujiharto dan Watemin (2008) juga menyatakan umur berkaitan erat dengan kemampuan fisik wanita tani dalam mengelola usahatani. Selain itu usia yang semakin dewasa dapat berperan lebih dalam sebuah pekerjaan dan nantinya terlihat kesetaraan jender dalam mengadopsi hal-hal baru pertanian.

  2. Pendidikan Pujiharto dan Watemin (2008) menyatakan makin tinggi tingkat pendidikan formal, akan makin rasional pola pikir dan daya nalarnya pada perempuan. Begitu juga dengan Mustikarini (2011) menyatakan rendahnya kualitas perempuan dapat dilihat dari terjadinya ketidaksetaraan dalam tingkat pendidikan perempuan dibanding laki-laki. Ketidaksetaraan jender di bidang pendidikan terjadi antara lain dalam bentuk perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan.

3. Luas Lahan

  Menurut Widyawati (2013) Luas lahan merupakan ukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga. Semakin luas lahan pertanian yang digarap wanita tani, maka akan semakin tinggi curahan waktu kerjanya. Hal ini dikarenakan wanita tani akan cenderung menambah waktu kerjanya apabila luas lahan yang digarap semakin luas.

  Menutut Bertham Dkk (2011) Dengan pertimbangan luas lahan yang tidak begitu luas, kebanyakan petani lebih memilih hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (90%) untuk mengurangi pengeluaran usahataninya. Sementara petani dengan penguasaan lahan yang lebih luas, hanya 10%, membutuhkan tenaga kerja tambahan yang berasal dari luar keluarganya. Luas lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. Hal ini akan diukur sebagai berikut:

  1. Sempit : jika lahan garapan berkisar kurang dari 0,5 Ha

  2. Menengah: jika lahan garapan berkisar antara 0,5-1 Ha

  3. Luas : jika lahan garapan berkisar lebih dari > 1 Ha 4. Jumlah anggota keluarga

  Menurut Bertham dkk (2011) jumlah anggota keluarga merupakan salah satu penyedia jasa tenaga kerja, sehingga banyaknya anggota keluarga pada usia kerja akan mengurangi beban perempuan untuk membantu suami memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sehingga perempuan akan lebih fokus pada aktivitas rumah tangga saja dan peran jender akan semakin terlihat. Namun disisi lain jika anggota keluarga sebagiannya berada di luar usia kerja, misal sudah tua atau masih masih sekolah, maka hal ini akan mendorong perempuan untuk bekerja di luar rumah membantu suami mencari nafkah untuk keluarga dan perempuan akan berperan ganda dalam bekerja untuk rumah tangga dan mencari nafkah. Sama halnya dengan pendapatan yang akan menunjukan sejauh mana kesetaraan jender yang didapat.

5. Kepemilikan kerja sampingan

  Menurut Novia (2006) dalam realitanya, curahan kerja perempuan yang bekerja sebagai buruh tani antara 6-8 jam perhari. Selain bekerja sebagai buruh tani, umumnya mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan contohnya seperti membuat kerupuk, berdagang, pembantu rumah tangga dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa peran ganda perempuan pedesaan di dalam keluarga dan masyarakat sangat besar. Dengan adanya kerja sampingan Kepemilikan kerja sampingan ini dimiliki biasanya jika kebutuhan belum bisa terpenuhi dari satu pekerjaan saja sehingga wanita tani harus mencari pekerjaan sampingan selain menjadi petani untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga begitu juga dengan bapak tani bisa menjadikan usaha tani sebagai kerja sampingan ataupun pekerjaan tetap.

2.2 Penelitian Dahulu

  Penelitian sebelumnya yang menjadi referensi untuk penelitian ini terdapat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No Peneliti dan Judul

  Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian

  1 Tingkat Kesetaraan Jender Pada Usahatani Padi di KecamatanMlati Kabupaten Sleman (Priyadi, 2005)

  Analisis tenaga kerja, analisi pengambilan keputusan, analisis pendidikan, analisis

  IKKG Pelaksanaan usahatani padi mulai tahapan pengolahan lahan, penanaman hingga pemetikan hasil memungkinkan terserapnya tenaga kerja pria dan wanita.

  Adanya kultur masyarakat yang menempatkan wanita dengan perspektif tertentu mengakibatkan terjadinya bias jender. Keadaan ini menjadikan jenis perkerjaan tertentu hanya diperuntukkan untuk jenis kelamin tertentu, atau sebagian besar porsi pekerjaan lebih baik untuk jenis kelamin tertentu. Pengolahan lahan pertanian didominasi hanya tenaga kerja pria.

  2 Analisis Peran Jender Serta Hubungannya Dengan Kesejahteraan Keluarga Petani Padi Dan HortikulturaDi Daerah Pinggiran Perkotaan.

  (Kusumo, 2008) Analisis deskriptif, analisi uji beda t, Analisis korelasi Rank Spearman, Analisis regresi logistik

  Secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara strategi koping yang dilakukan keluarga petani padi dan hortikultura. Terdapat perbedaan dalam pola pengambilan keputusan mengenai strategi penghematan, strategi penambahan sumberdaya dan strategi sosial, penyediaan makanan, keuangan keluarga, kegiatan non usahatani dan kegiatan sosial kemasyarakatan antara keluarga petani padi dan hortikultura. Sebagian besar istri petani padi (80%) dan istri petani hortikultura (78%) memiliki peran ganda, selain berperan dalam kegiatan rumah tangga.

  3 Kesetaraan Jender Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani Ladang (Studi Kasus Analisa Isu Jender pada Keluarga Petani Ladang di Desa Cot Rambong, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, NAD) (Nurlian dkk., 2008)

  Analisis Nilai-nilai agama Islam, Analisis Faktor budaya masyarakat petani ladang,Analisis Nilai- nilai jender. tidak terjadi pembakuan peran jender pada suami-istri petani ladang dalam pola pembagian kerja, dimana keduanya dapat melakukan peran yang sama, seperti halnya laki-laki bisa melakukan pekerjaan domestik dan perempuan bisa melakukan pekerjaan publik. Pengaburan nilai pembagian kerja initerbentuk berdasarkan nilai-nilai sikap yang harmonis, musyawarah, dan saling menghargai sesama manusia. Lanjutan Tabel 2.1

  4 Kajian Partisipasi Wanita Uji regresi linear Faktor yang mempengaruhi partisipasi Tani Dalam Pengelolaan berganda Usahatani, wanita tani pada program PTT padi Tanaman Padi Sawah uji McNemar sawah di Kecamatan Bukateja Kabupaten Terpadu Di Kecamatan Purbalingga adalah wawasan Bukateja Kabupaten tentang PTT, umur, motivasi, luas lahan, Purbalingga dan intensitas penyuluhan.Tingkat (Pujiharto Dan partisipasi wanita tani dalam program Watemin,2008) PTT di Kecamatan Bukateja Kabupaten

  Purbalingga berpengaruh terhadap perubahan produktivitas usahatani padi sawah dan pendapatan petani dengan kecenderungan dari rendah ke tinggi.

  5 Tingkat Kesetaraan Jender Indeks Kesetaraan Besarnya (IKKG) pada periode 2008- Dan Volume Produksi dan Keadilan Jender 2010 pada tenaga kerja industri kerajinan Pada Industri Kerajinan (IKKG), analisis enceng gondok untuk tingkat pendidikan Enceng Gondok Di Logit, SD adalah 0,64; tingkat pendidikan SMP Kabupaten Semarang Uji Likelihood, adalah 0,35; dan tingkat pendidikan SMA (Mustikarini,2011) adalah 1,04. tenaga kerja perempuan

  Uji Nagelkerke’s R2 , Uji Hosmer and yang berbasis pendidikan SMA mempunyai peluang bekerja yang lebih Lemeshow’s Goodness of Fit besar bila dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki pada jenjang pendidikan yang sama. Akan tetapi, pada jenjang pendidikan SD dan SMP peluang tenaga kerja laki-laki untuk memperoleh kesempatan kerja lebih besar bila dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan.

  6 Tingkat Kesetaraan Jender Indeks Kesetaraan Besarnya Indeks Kesetaraan dan Pada Industri Kulit dan Keadilan Jender Keadilan Jender (IKKJ) para pengrajin Di Propinsi Daerah (IKKJ), analisis industri kulit untuk tingkat pendidikan Istimewa Yogayakarta Logit, SD adalah 0, SMP adalah 0 dan SMA ( Priyadi &Astuti, 2003) adalah 0, Perguruan Tinggi 1. Hal ini berarti tenaga kerja perempuan berbasis pendidikan SD, SMP dan SMA tertutup untuk menjadi pemimpin pada industri kulit (peluang nol). Sementara untuk pria dan perempuan menjadi pimpinan pada industri kulit untuk jenjang PT adalah sama besar (peluang 50 persen).

2.3 Hipotesis

  Dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat hubungan signifikan karakteristik pendidikan bapak tani dan wanita tani, usia bapak tani dan wanita tani, jumlah anggota keluarga, luas lahan, kepemilikan pekerjaan sampingan bapak tani dan wanita tani terhadap indeks kesetaraan keadilan jender di Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.