Pemetaan Angka Gizi Buruk pada Balita di Jawa Timur dengan Geographically Weighted Regression

  JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-333

  Kesehatan berupaya menekan angka ini sesuai dengan target, yakni 0% atau tidak ada lagi balita yang menderita gizi buruk.

  Peta tematik adalah peta rupa bumi yang digunakan untuk memperlihatkan konsep geografis suatu kondisi tertentu, seperti populasi, kepadatan, iklim, dll,

   Peta Tematik

  II. TINJAUAN PUSTAKA

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mendapatkan karakteristik serta hubungan angka gizi buruk pada balita di Jawa Timur dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya menggunakan GWR. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap angka gizi buruk balita pada setiap kabupaten/ kota di Jawa Timur.

  Penelitian-penelitian tersebut belum menekankan aspek spasial, di mana pada setiap lokasi diang-gap mempunyai ciri yang sama. Tetapi kondisi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur berbeda- beda. Sehingga letak geografis merupakan sa-lah satu faktor yang mempengaruhi gizi balita. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu untuk mengembangkan pemo-delan angka gizi buruk pada balita dengan mempertimbangkan adanya aspek geografi. Dengan demikian upaya untuk mene-kan angka gizi buruk dapat dilakukan dengan lebih efektif. Variabel respon yang digunakan yaitu angka gizi buruk balita di Jawa Timur yang berbentuk kontinu. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan metode Geographically Weighted Re-gression (GWR). GWR adalah bentuk lokal dari regresi linier untuk variabel respon yang bersifat kontinu. Penelitian tentang GWR yang pernah dilakukan yaitu Ayunin pemodelan balita gizi buruk di kabupaten Ngawi [6]. Marchaningtyas meneliti tentang pemodelan kasus balita gizi buruk di kabupaten Bojo-negoro [7]. Maulani meneliti tentang faktor-faktor yang mem-pengaruhi kasus gizi buruk anak balita di Jawa Barat [8].

  spline [4]. Kemudian Saputra & Nurrizka meneliti gizi buruk dan gizi kurang dengan regresi logistik ordinal [5].

  Angka gizi buruk balita di Jawa Timur belum mampu men-capai target, sehingga perlu adanya penelitian mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan angka gizi buruk balita. Penelitian tentang gizi buruk antara lain dilakukan oleh Megahardiyani yang meneliti gizi balita masyarakat nelayan kecamatan Bulak Surabaya dengan regresi logistik ordinal [3]. Dewi meneliti gizi buruk di Jawa Timur dengan pendekatan regresi nonparametrik

  G’s) yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah menurunkan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6%. Gizi buruk menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur adalah status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata [2]. Di antara semua provinsi di Indonesia, tingkat angka gizi buruk balita Jawa Timur termasuk dalam kelompok menengah di mana terdapat 22.703 balita mengalami gizi buruk. Dinas

  

Pemetaan Angka Gizi Buruk pada Balita di

Jawa Timur dengan Geographically Weighted

Regression

  Salah satu target Millennium Development Goals (MD

  I. PENDAHULUAN tatus gizi balita merupakan salah satu indikator dalam menilai derajat kesehatan masyarakat serta tolak ukur kesejahteraan suatu bangsa. Menurut UNICEF, Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah balita kurang gizi terbanyak, dengan perkiraan 36% atau sebesar 7,7 juta anak balita [1]. Kondisi tersebut perlu diperhatikan karena balita kurang gizi lebih berisiko terkena penyakit dan pertumbuhan terhambat yang mengakibatkan sulit mendapat penghasilan ketika dewasa.

  Kata Kunci —Angka Gizi Buruk, Aspek Spasial, GWR.

  —Status gizi balita merupakan salah satu indikator dalam menilai derajat kesehatan masyarakat serta tolak ukur kesejahteraan suatu bangsa. Di antara semua provinsi di Indonesia, tingkat angka gizi buruk balita di Jawa Timur termasuk dalam kelompok menengah dan belum dapat memenuhi target Dinas Kesehatan. Selain faktor kesehatan, kemiskinan serta lingkungan juga mempengaruhi angka gizi buruk pada balita, tetapi kondisi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur berbeda-beda. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan pendekatan geografis dalam memodelkan angka gizi buruk pada balita dengan variabel-variabel yang diduga mempengaruhinya. Analisis statistika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini yaitu Geographically Weighted Regression (GWR) Berdasarkan pengujian heterogenitas spasial, angka gizi buruk pada balita memiliki keragaman antara satu wilayah dengan wilayah lain. Pembobot yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsi kernel fixed gaussian dengan AIC sebesar 294,2464. Nilai R 2 yang dihasilkan model GWR sebesar 15,04%, nilai ini lebih besar dibandingkan model regresi linier, yaitu sebesar 14,16%. Terbentuk dua kelompok daerah berdasarkan variabel yang signifikan. Kelompok pertama yaitu kabupaten/kota yang berada di bagian timur provinsi Jawa Timur, di mana persentase penduduk miskin berpengaruh terhadap angka gizi buruk balita. Sedangkan kelompok kedua yaitu bagian barat Jawa Timur, di mana persentase penduduk miskin dan persentase posyandu puri berpengaruh terhadap angka gizi buruk balita.

  

e-mail : aditya.kurniawati@gmail.com, mutiah_s@statistika.its.ac.id, shofi.andari@statistika.its.ac.id

Abstrak

  Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

  Aditya Kurniawati, Mutiah Salamah C., dan Shofi Andari Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

  S

  k pada lokasi ke-i, k= 1,2,...,p, (u i , v i ) adalah titik koordinat

  1

  2 = ∑ (∑

  , dan

  2

  2 =1 =1

  ∑ ∑ ( + )

  1 =

  ,

  = ∑ ∑ =1 =1

  , di mana

  2

  2 − [ ( ̂)]

  2 −1)

  2 (

  2

  2 =1

  1 −

  2

  ( ̂) =

  ,

  ̂ = ( ̂) = −1 −1

  , dengan

  | ℎ | > 1− 2 ⁄

  (6) Daerah penolakan H berlaku untuk

  I

    I I E I Z

  ˆ ˆ ( ) ˆ var( )

  : I ≠ 0 (ada dependensi spasial). Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini [12]:

  1

  =1 =1 )

  . Indeks i adalah lokasi pengamatan asal, i=1,2,...,n, indeks j adalah lokasi pengamatan yang dituju, j=1,2,...,n, dan w ij adalah bobot tiap titik data dengan lokasi i.

  Uji dependensi dilakukan menggunakan uji Moran’s I dengan hipotesis sebagai berikut:

  2

  adalah nilai observasi variabel prediktor ke-

  ik

  ) , ( ) , ( ; i = 1,2,...,n (8) dengan y i adalah nilai observasi variabel respon pada lokasi ke-i, x

   1

    

   x v u v u y  

  i ik p k i i k i i i

  Model Geographically Weighted Regression (GWR) merupakan pengembangan dari model regresi linier dimana setiap parameter dihitung pada setiap titik lokasi, sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Variabel respon y dalam model GWR bersifat kontinu dan diprediksi dengan variabel prediktor yang masing-masing koefisien regresinya bergantung pada lokasi di mana data tersebut diamati. Model GWR dapat ditulis sebagai berikut [13]:

   Model Geographically Weighted Regression (GWR)

  )  1 (  p n yang berisi vektor yang sudah dinormal bakukan (z) untuk setiap pengamatan.

  adalah estimasi varians dari y, dan Z merupakan matriks berukuran

  2

  adalah kuadrat sisaan untuk pengamatan ke-i, ̂

  i

  Uji heterogenitas spasial dilakukan menggunakan uji

  ( ̂ ) diperoleh dari metode regresi linier), e

  = − ̂ ,

  2 2 − 1) dengan

  dimana elemen matriks f adalah = (

  2

  ( , )

  Daerah penolakan H berlaku untuk >

  ) 2 / BP 1 ( (7)

  Z f Z) Z Z( f 1     

  : varians antar lokasi berbeda Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini [14]:

  1

  H : variansi antar lokasi sama H

  Breusch Pagan dengan hipotesis sebagai berikut:

  H : I = 0 (tidak ada dependensi spasial) H

  Analisis spasial dilakukan jika data yang digunakan memenuhi aspek spasial yaitu memiliki dependensi spasial dan atau heterogenitas spasial. Dependensi spasial menunjukkan bahwa pengamatan di suatu lokasi bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang letaknya berdekatan. Heterogenitas merujuk pada variasi yang terdapat di setiap lokasi. Setiap lokasi memiliki kekhasan atau karakteristik sendiri dibandingkan dengan lokasi lainnya [12].

  D-334 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) berdasarkan data kualitatif maupun kuantitatif [9]. Salah satu metode klasifikasi peta tematik adalah natural break. Pada metode ini digunakan optimasi Jenks, yaitu mereduksi nilai varians pada kelas yang sama dan memaksimumkan nilai varians untuk kelas yang berbeda.

  1

   Model Regresi Linier

  k .

   1 2 dan k adalah variabel prediktor ke-

  SST SSE R k

  (1) dengan

   

  VIF

  R

  1 k k

  Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier di antara variabel-variabel prediktor dalam model regresi berganda. Pendeteksian adanya kasus multikoli-nieritas menurut Hocking (1996) dalam Santoso (2012) dapat dilihat melalui koefisien korelasi Pearson (r ij ) yang lebih dari 0,95 [10]. Selain itu untuk mengidentifikasi multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factors (VIF) yang lebih besar dari 10. Berikut adalah rumusnya: 2

   Pengujian Aspek Data Spasial

   Multikolinieritas

  ) ˆ

  ( SE ˆ k k hitung

  t

   

   (5)

  Daerah penolakan H berlaku untuk

  | ℎ

  | > ( 2 ⁄ , − −1)

  .

  Metode regresi linier merupakan metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara satu variabel respon dan satu atau lebih variabel bebas [13] i p k ik k i

  • 3

  H

  , yang artinya paling sedikit ada satu variabel prediktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel respon.

    

  X y   

  Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini: hit

  MSR F MSE

  (4) Daerah penolakan H adalah F hitung > F

  α,p(n-d-1)

  Pengujian signifikansi parameter secara parsial bertujuan untuk mengetahui parameter mana saja yang signifikan terhadap model. Hipotesisnya adalah sebagai berikut.

  (2) Persamaan (2) merupakan model regresi linier dimana y adalah nilai observasi variabel respon pada pengamatan ke-i, X

  p k k k

  , 2, , , 1 dimana : H

  : H

  1

    

   

   Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini:

   1

  ik

  β 2 =…= 0

  β X X X y

  =

  1

  β

  Pengujian parameter secara serentak merupakan pengujian secara bersama semua parameter dalam model regresi. Hipotesis uji signifikansi parameter secara serentak adalah: H :

  1 : minimal ad satu β k = 0; k = 1,2,…, p

  ̂

  (3) dengan

    1

  adalah nilai observasi variabel prediktor ke-k pada penga-matan ke-i, β adalah nilai intersep model regresi,

    ˆ T T

  Estimator dari parameter model (β) didapatkan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Pendugaan parameter model didapat dari persamaan berikut [11].

  2 .

  adalah error pada pengamatan ke-i dengan asumsi independen, identik, dan ber-distribusi normal, dengan mean nol dan varians konstan σ

  ε i

  adalah koefisien regresi variabel prediktor ke-k,

  β k

  adalah vektor parameter yang diestimasi berukuran (p + 1) × 1, X adalah matriks variabel prediktor berukuran n × (p + 1), y adalah vektor observasi variabel respon berukuran n × 1.

  • ( − )

  ′W(u i , v i

  ̂ = SSE n ⁄

  (14) dengan

  ˆ AIC 2 log ( ) log (2 ) tr( )       e e n n n L

  Pemilihan model terbaik dapat dilakukan dengan menggu-nakan metode yaitu AIC dengan nilai terkecil. Bentuk persa-maan dari AIC adalah sebagai berikut [13]:

   Pemilihan Model Terbaik

  1 .

  1 )

  =

  2

  ) dan ̂ adalah akar dari ̂

  , v i

  X ′W(u i

  )X)

  dan ma-triks C diperoleh dengan rumusan C=(X

   Status Gizi Balita

  CC’

  dimana c kk adalah elemen diagonal ke-k dari matriks

  2 ⁄ ) ⁄

  1

  1

  2,(

  | | >

  (13) Daerah penolakan H berlaku untuk

  ˆ 

  ˆ ) , (

   

  c v u t

   Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini [13]: kk i i k

   

  .

  Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain nutrisinya berada di bawah standar rata-rata [3]. Angka gizi buruk dirumuskan sebagai berikut.

    

  5 Presentase Posyandu Puri (X 4 ) Rasio

  Menghitung jarak euclidean antar lokasi pengamatan berdasarkan letak geografis. Jarak euclidean antara

  a.

  5. Menganalisis model gizi buruk menggunakan GWR dengan langkah sebagai berikut.

  4. Melakukan pengujian aspek data spasial, yaitu uji depen-densi spasial serta uji heterogenitas spasial.

  Melakukan pengujian signifikansi parameter.

  b.

  Melakukan estimasi parameter model regresi linier ber-ganda.

  a.

  3. Menganalisis model gizi buruk menggunakan regresi linier berganda dengan langkah sebagai berikut.

  2. Mendeteksi dan mengatasi kasus multikolinieritas berdasar-kan nilai VIF.

  1. Mendeskripsikan karakteristik angka gizi buruk pada balita dan faktor-faktor yang mempengaruhi di Jawa Timur de-ngan menggunakan statistika deskriptif serta peta tematik.

  Berikut adalah langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini.

  7 Persentase Penduduk Miskin (X 6 ) Rasio Langkah Analisis Data

  6 Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (X 5 ) Rasio

  4 Persentase Pemberian ASI Eksklusif (X 3 ) Rasio

  1000 balita gizi buruk Angka gizi buruk pada balita balita ditimbang

  3 Persentase Berat Badan Bayi Lahir Rendah (X 2 ) Rasio

  2 Persentase Ibu Hamil Mendapat Fe3 (X 1 ) Rasio

  1 Angka Gizi Buruk pada Balita (Y) Rasio

  V ARIABEL P ENELITIAN No. Variabel Skala Variabel

  T ABEL 1.

  Dalam penelitian ini terdapat satu variabel respon dan enam variabel prediktor dengan unit observasi 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.

   Variabel Penelitian

  Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2013.

   Sumber Data

  III. METODOLOGI PENELITIAN

  Kejadian gizi buruk pada anak bukan saja disebabkan oleh rendahnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makanan anak, tetapi kebanyakan orang tua tidak tahu mela-kukan penilaian status gizi terhadap anaknya [6]. Menurut Departemen Kesehatan indikator program gizi yang diperlu-kan dalam pelaporan gizi di anta-ranya jumlah Fe, berat badan balita, cakupan ASI eksklusif, vitamin A, MP-ASI, dan konsumsi garam beryodium.

   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk Balita

  (15)

     

  i i k i i k v u p k v u

  1

  Wy

  ; i,j = 1,2,...,n (9) dengan

  ˆ

      n i i i CV h y y h 1 2

        

  adalah parameter non negatif yang diketahui di setiap lokasi ke-i dan biasanya disebut parameter penghalus (bandwidth) yang diperoleh dari CV minimum [13]:

  i

  ) dan h

  j , v j

  ) ke lokasi (u

  i , v i

  adalah jarak antara lokasi (u

  2

  2

  = √( − )

  1 exp h d w ij ij

  , , 2 , ) 1 , , ( : H

  2

      2

     

     

     

  Matriks pembobot merupakan matriks diagonal yang menunjukkan pembobot yang bervariasi dari setiap prediksi parameter pada lokasi ke-i. Salah satu pembobot yang terbentuk dari fungsi kernel adalah Fixed Gaussian:

  variabel pre-diktor ke-k untuk lokasi ke-i, ε i adalah error pada lokasi ke-i.

  β k (u i , v i ) adalah koefisien regresi

  ) adalah intersep model GWR,

  i , v i

  (u

  β

  dan lattitude lokasi ke-i,

  (10) Estimasi parameter model GWR ditunjukkan pada persa-maan berikut.

  X WX X β   

  JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-335

  > ( ,

  Pengujian signifikansi parameter model secara parsial menggunakan hipotesis seperti berikut: ) , ( : H

  dengan L adalah matriks proyeksi ̂.

  2 = (( − )′( − ))

  dan

  1 = (( − )′( − ))

  dimana

  2 = − − 1

  1 2 ⁄ ,

  1

  1 =

  ,

  2 )

  1 ,

  Daerah penolakan H berlaku untuk

  1 ) ( ) , ( ˆ i i v u

    (12)

  SSE p n SSE F

  ) H ( 2 2 1 1   

    ) ) 1 ( H (

  Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini [13]:

  1 : minimal ada satu β k (u i , v i ) ≠ β k

  , k = 1,2,...,p, i = 1,2,...,n H

  β k

  )

  i , v i

  (u

  β k

  Langkah pengujian kesesuaian model GWR meliputi penentuan hipotesis: H :

  (11) Pengujian hipotesis pada model GWR terdiri dari pengujian model GWR secara serentak atau kesesuaian model untuk menguji signifikansi dari faktor geografis dan pengujian parameter model secara parsial.

  longitude

SSE(H

  • 1
D-336 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) lokasi i pada koordinat (u ) terhadap lokasi j pada

  i , v i Pemodelan Angka Gizi Buruk dengan Regresi Linier koordinat (u j , v j ).

  Langkah awal yang dilakukan sebelum pembentukan

  b. bandwith optimum dengan model yaitu menguji hubungan antar variabel prediktor Menentukan menggunakan metode CV. atau yang disebut dengan multikolinearitas. Kriteria yang c.

  Menentukan pembobot optimum dengan bandwith dapat diguna-kan untuk melihat kasus multikolineritas opti-mum yang didapat. salah satunya adalah matriks korelasi.

  d.

  Mendapatkan estimator parameter model GWR. T ABEL

  3. M ATRIKS K ORELASI A NTAR

  V ARIABEL P REDIKTOR e.

  Melakukan uji serentak atau uji kesesuaian model

  X1 X2

  X3 X4

  X5 GWR X2 0,091 f. X3 -0,083 -0,004

  Melakukan pengujian secara parsial pada parameter

  X4 -0,098 0,236 0,164 GWR. X5 0,254 -0,026 0,215 0,223 g.

  Membuat peta tematik berdasarkan variabel

  X6 0,203 -0,223 -0,162 0,095 0,114 signifikan.

  Selain itu multikolinieritas juga dapat dideteksi menggunakan kriteria VIF (Variance Inflation Factor).

  IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  T ABEL

  4. N

  ILAI

  VIF

  V ARIABEL P REDIKTOR Karakteristik Angka Gizi Buruk pada Balita dan

  Prediktor

  VIF Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

  X 1,234 1 Sebelum melakukan pemodelan dengan menggunakan X 1,090 2 X 1,086 3

  metode regresi linier berganda dan GWR, terlebih dahulu

  X 1,302 4

  dila-kukan analisis secara deskriptif dan visual untuk

  X 1,222 5 mengetahui karakteristik variabel yang digunakan.

  X 1,221 6 T ABEL

  2. S TATISTIKA D ESKRIPTIF

  V ARIABEL R ESPON DAN P REDIKTOR

  Tabel 3 menunjukkan bahwa semua nilai korelasi

  Variabel Mean Varians Minimum Maksimum

  kurang dari 0,95. Sedangkan pada Tabel 4 dapat dilihat

  Y 11,91 134,67 3,92 70,55

  bahwa tidak terdapat nilai VIF yang lebih dari 10,

  X 84,76 45,37 67,60 99,14 1

  sehingga tidak ada variabel prediktor yang saling

  X 3,93 2,79 1,27 11,22 2

  berkorelasi. Oleh karena itu keenam variabel tersebut

  X 66,62 143,64 22,92 85,81 3

  dapat dilanjutkan ke analisis berikutnya, yaitu regresi

  X 1,25 0,19 0,50 2,05 4

  linier dan GWR. Model regresi linier yang terbentuk

  X 45,34 210,75 17,14 67,32 5 adalah sebagai berikut.

  X 12,54 27,14 4,77 27,08 6 y ˆ   25,58 0, 22  X  0, 26 1 X  0,029 2 X  7,39 3 X  0,032 4 X  0,84 5 X 6 Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata angka gizi buruk

  2 Nilai R yang diperoleh cukup rendah, yaitu sebesar

  balita pada kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2013 14,16%. Nilai ini berarti model yang terbentuk dapat sebesar 11,91. Hal ini menunjukkan bahwa angka gizi menjelaskan keragaman angka gizi buruk pada balita buruk pada balita cukup rendah, yaitu dari 1000 balita sebesar 14,16%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh terdapat 11,91 atau 12 balita yang mengalami gizi buruk.

  2

  variabel lain yang tidak masuk ke dalam model. Nilai R Faktor yang memiliki keragaman data paling tinggi yaitu yang kecil pada penelitian ini disebabkan terdapat nilai persentase rumah tangga ber-PHBS. pengamatan yang jauh berbeda dibandingkan dengan nilai pengamatan lainnya.

  Setelah terbentuk model, langkah selanjutnya yaitu pengu-jian signifikansi parameter untuk mengetahui variabel predik-tor yang berpengaruh terhadap variabel respon. Pertama-tama melakukan pengujian signifikansi parameter secara serentak. Berdasarkan tabel ANOVA didapatkan F hitung sebesar 0,852. Dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh nilai F sebesar 2,409. Sehingga

  (0,05;6;31)

  dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu variabel yang berpengaruh terhadap angka gizi buruk pada balita.

  Selanjutnya untuk mengetahui variabel prediktor mana saja yang memberikan pengaruh secara signifikan, maka dilakukan pengujian parameter secara parsial

  Gambar 1. Persebaran Angka Gizi Buruk pada Balita di Jawa Timur T ABEL

  5. U JI S

  IGNIFIKANSI P ARAMETER S ECARA P ARSIAL

  Gambar 1 menunjukkan persebaran angka gizi buruk

  Variabel Estimasi SE t hitung

  pada balita yang terbagi menjadi tiga kategori, yaitu

  Intersep -25.58048 31.9187 -0,801

  rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan gambar tersebut

  X 0.21621 0.31844 0,679 1

  dapat dilihat bahwa kabupaten/kota yang terletak di

  X -0.26104 1.20671 -0,216 2

  bagian barat Jawa Timur cenderung termasuk daerah

  X 0.02933 0.16791 0,175

  dengan kategori rendah. Daerah yang termasuk dalam

  X 7.39297 5.00344 1,478 4

  kategori sedang merupakan kabu-paten/kota yang

  X -0.03206 0.14703 -0,218

  cenderung berada di sekitar Pulau Madura atau daerah 5 tapal kuda. Sedangkan Bojonegoro dan Ngawi merupakan

  X 0.8355 0.40967 2,039 6

  daerah yang tergolong memiliki angka gizi buruk pada Pada taraf signifikansi 0,3 diperoleh t sebesar

  (0,15;31)

  balita tinggi dan belum mampu memenuhi target MDG’s.

  JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-337 respon adalah yang memiliki nilai ǀt hitung ǀ lebih dari 1,476. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa persentase posyandu puri (X

  T ABEL

  T ABEL

  8. E STIMASI P ARAMETER M ODEL GWR Model SSE Df F

  P-value GWR 4232,607 30,409 1,0103

  0.4892 Regresi Linier 4277,31

  31 Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa nilai F hitung

  sebesar 1,0103. Dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 maka didapat-kan F

  (0,05;30,409;31)

  sebesar 1,828. Karena F

  hitung

  kurang dari F tabel , maka disimpulkan bahwa model regresi linier lebih baik menjelaskan data daripada model GWR. Tetapi analisis dalam penelitian ini tetap dilanjutkan menggunakan metode GWR.

   Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR

  Perhitungan statistik uji parameter model GWR dilakukan untuk masing-masing parameter pada setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Pada taraf signifikansi 0,05 tidak ada variabel yang signifikan. Apabila ditingkatkan menjadi 0,1 didapatkan 14 kabupaten/kota di Jawa Timur yang signifikan terhadap persentase penduduk miskin, sedangkan sisanya tidak signifikan terhadap variabel apapun. Pada taraf signifikansi 0,2 semua kabupaten/kota di Jawa Timur signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi angka gizi buruk pada balita, sehingga dengan menaikkan taraf signifikansi menjadi 0,3 diperoleh hasil pengelompokan seperti berikut.

  9. K ELOMPOK K ABUPATEN /K OTA B ERDASARKAN

   Pengujian Kesesuaian Model GWR

  V ARIABEL S

  IGNIFIKAN Variabel Signifikan Kabupaten/Kota

  X 6 Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Pamekasan, Sumenep, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan

  X 4 , X 6 Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu

  Model GWR yang dihasilkan pada masing-masing lokasi pengamatan akan berbeda-beda. Misalkan untuk Pacitan, model yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6

  ˆ 26,67 0, 23 0, 23 0,025 7,61 0,03 0,86 y

  X X

  X X

  X X        

  Koefisien regresi X

  4 berlainan tanda dengan kajian

  teoritis. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kesadaran dari masyara-kat untuk menggunakan fasilitas posyandu puri secara maksi-mal, sehingga meskipun fasilitas tersebut ditambah angka gizi buruk pada balita tetap tinggi.

  Selanjutnya dilakukan pengujian kesesuaian model GWR atau goodness of fit dilakukan untuk mengetahui apakah faktor lokasi berpengaruh terhadap angka gizi buruk pada balita.

  2 yang lebih tinggi.

  4 ) dan persentase penduduk miskin (X 6 ) berpengaruh terhadap angka gizi buruk pada balita.

  Terjadinya kasus heterogenitas spasial pada data gizi buruk pada balita di Jawa Timur mengindikasikan bahwa parameter model regresi dipengaruhi oleh faktor lokasi pengamatan, dalam hal ini letak geografis kabupaten/kota. Selanjutnya menentukan matriks pembobot dari keempat fungsi kernel berdasarkan kriteria AIC.

  Berdasarkan pengujian asumsi residual tersebut, disimpul-kan bahwa residual pada model regresi linier tidak memenuhi asumsi identik, independen, maupun berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan pengujian aspek spasial pada data.

   Pengujian Aspek Spasial

  Berikut adalah ringkasan pengujian aspek spasial yang ditampilkan pada Tabel 6.

  T ABEL

  6. P ENGUJIAN A SPEK S PASIAL Pengujian Statistik Uji

  Dependensi Spasial : Moran’s I 0,9241967 Heterogenitas Spasial : Breusch Pagan 28,4

  Taraf signifikansi sebesar 0,05, sehingga didapatkan nilai tabel Z

  (0,975) sebesar 1,96 untuk uji Moran’s I dan nilai

  tabel χ

  2 (0,05;6) sebesar 12,592 untuk uji Breusch Pagan.

  Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dependensi spasial, tetapi terdapat heterogenitas spasial pada data penelitian. Oleh karena itu metode regresi linier kurang tepat untuk menggambarkan fenomena angka gizi buruk pada balita di Jawa Timur, sehingga lebih baik menggunakan model yang mengakomodasi faktor lokasi pengamatan.

   Pemodelan Angka Gizi Buruk dengan GWR

  T ABEL

  model GWR merupakan model yang lebih baik jika dibandingkan dengan model regresi linier berganda, karena menghasilkan nilai R

  7. P EMBOBOT O PTIMUM GWR Fungsi Pembobot AIC Fixed Gaussian

  294,2464 Fixed Bisquare

  294,2464 Adaptive Gaussian

  294,2612 Adaptive Bisquare

  294,2612

  Berdasarkan Tabel 7 di atas maka dapat dilihat bahwa nilai AIC terkecil yaitu pembobot dengan fungsi kernel

  fixed gaussian dan fixed bisquare, yaitu sebesar 294,2464.

  Karena terdapat dua pembobot yang memiliki nilai AIC terkecil, untuk selanjutnya pembobot yang digunakan dalam penelitian yakni fungsi kernel Fixed Gaussian. Nilai bandwidth optimum untuk fixed gaussian sebesar 3,522215 dengan nilai CV minimum sebesar 6608,015.

  Matriks pembobot yang diperoleh untuk tiap lokasi kemu-dian digunakan untuk membentuk model, sehingga tiap lokasi memiliki parameter model yang berbeda. Nilai R

  2

  yang diperoleh sebesar 15,04%. Hal ini berarti model yang terbentuk dapat menjelaskan keragaman angka gizi buruk pada balita sebesar 15,04%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk ke dalam model. Apabila ditinjau berdasarkan nilai R

  2

  Gambar 2. Persebaran Kab/Kota Berdasarkan Variabel Signifikan D-338 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Informasi yang didapat dari Tabel 9 dan Gambar 2 adalah terbentuk dua kelompok berdasarkan variabel yang signifikan. Dapat diketahui bahwa persentase penduduk miskin (X

  6 ) sig-nifikan terhadap angka gizi buruk balita

FMIPA ITS.

  Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS. [5] Saputra, W., & Nurrizka, R. H. (2012). Faktor Demografi dan

  Geographically Weighted Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationship. England: John Wiley and Sons LTd.

  Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. [13] Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. E. (2002).

  [12] Anselin, L. (1988). Spatial Econometris: Methods and Models.

  [11] Draper, N. R., & Smith, H. (1992). Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

  [10] Santoso, F. P. (2012). Faktor-Faktor Eksternal Pneumonia pada Balita di Jawa Timur dengan Pendekatan Geographically Weighted Regression. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Statistika

  Dengue di Kota Bogor Tahun 2005. Bogor: Departemen Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor.

  Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. [9] Kartika, Y. (2007). Pola Penyebaran Spatial Demam Berdarah

  [8] Maulani, A. (2013). Aplikasi Model Geographically Weighted Regression untuk Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kasus Gizi Buruk Anak Balita di Jawa Barat.

  [7] Marchaningtyas, A. P. (2013). Pemodelan Kasus Balita Gizi Buruk di Kabupaten Bojonegoro dengan Geographically Weighted Regression. Jurnal Sains dan Seni ITS, 2, 2337-3520.

  Ngawi dengan Geographically Weighted Regression. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS.

  Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Jurnal Makara, Kesehatan, 16 , 95-101. [6] Ayunin, L. (2011). Pemodelan Balita Gizi Buruk di Kabupaten

  [4] Megahardiyani, C. E. (2009). Analisis Regresi Logistik Ordinal untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Masyarakat Nelayan Kecamatan Bulak Surabaya.

  pada seluruh kabu-paten/kota di Jawa Timur. Sedangkan persentase posyandu puri (X

  [3] Dewi, R. K. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Gizi Buruk di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Statistika

  [2] Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2006). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2006. Surabaya: Dinas Kesehatan Jawa Timur.

  [1] UNICEF. (2010). Indonesia Menetapkan Sasaran untuk Memperbaiki Gizi Anak . Dipetik Februari 12, 2016, dari UNICEV Indonesia: http://www.unicef.org/indonesia/id/media_12592.html

  yang kecil. DAFTAR PUSTAKA

  2

  Sebaiknya pemerintah berfokus pada pengentasan kemis-kinan untuk menekan angka gizi buruk pada balita. Selain itu koefisien regresi posyandu puri berlainan tanda dengan kajian teoritis. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menggunakan fasilitas kesehatan secara maksimal. Oleh karena itu disarankan supaya Dinas Kesehatan melakukan sosialisasi tentang pentingnya memanfaatkan fasi-litas kesehatan yang ada sebagai upaya menurunkan gizi buruk pada balita. Adapun saran lainnya yaitu agar pada penelitian selanjutnya menggunakan data time series dan metode lain un-tuk model yang tidak linier, karena data dan metode yang di- gunakan pada penelitan ini menghasilkan nilai R

  yang dihasilkan model GWR lebih besar dibanding-kan model regresi linier, yaitu sebesar 15,04%. Faktor yang berpengaruh terhadap angka gizi buruk adalah persentase posyandu puri dan persentase penduduk miskin.

  2

  fixed gaussian dengan AIC sebesar 294,2464. Nilai R

  Ngawi memili-ki angka gizi buruk paling tinggi pada tahun 2013 dan belum mencapai target MDG’s untuk tahun 2015. Hasil pengujian heterogenitas spasial yaitu angka gizi buruk pada balita memiliki keragaman antara satu wilayah dengan wilayah lain. Pembobot yang digunakan pada pemodelan GWR adalah fungsi kernel

  V. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa Bojonegoro dan

  gizi buruk balita pada kabupaten/kota yang berada di bagian barat Jawa Timur.

  4 ) signifikan terhadap angka