TINJAUAN PUSTAKA Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama kepik coklat R. linearis
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Kepik Coklat R. linearis F.
Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama kepik coklat R. linearis
F. adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hemiptera
Family
: Alydidae
Genus
: Riptortus
Spesies
: R. linearis F.
Bentuk telur bulat dengan bagian tengahnya agak cekung. Telur yang baru
diletakkan berwarna biru keabu-abuan, kemudian berubah menjadi coklat suram.
Diameter telur 1,20 mm, dan stadium telur berkisar 6 – 7 hari (Marwoto, 2006).
Gambar. 1 Telur R. linearis
Sumber: Foto Langsung
Nimfa R. linearis terdiri dari lima instar. Nimfa yang baru keluar dari
telur atau baru berganti kulit berwarna kemerah-merahan dan lama kelamaan
Universitas Sumatera Utara
warnanya akan berubah. Stadium nimfa berkisar antara 16-23hari dengan rata-rata
umumnya 19 hari (Tengkano dan Dunuyaali, 1976 dalam Sukriswanto, 1985).
Gambar. 2 Nimfa R. linearis
Sumber: Foto Langsung
Imago R. linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat.
Panjang badan imago betina 13 – 14 mm, sedangkan yang jantan
11 – 13 mm. Rata-rata lama stadium imago adalah 13 – 29 hari. Lama
perkembangan R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari
(Mawan dan Amalia, 2011).
Gambar. 3 Imago R. linearis
Sumber: Foto Langsung
Gejala Serangan
Imago dan nimfa menembus menghisap cairan biji didalam polong,
sehingga
mengakibatkan
cacat
atau
perubahan
pada
warna
biji
(Chanthy dkk, 2010). Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung
Universitas Sumatera Utara
pada
tahap
perkembangan
dipengaruhi
pula
oleh
polong
letak
dan
dan
biji.
Tingkat
jumlah
kerusakan
tusukan
pada
biji
biji
(Todd dan Turnipseed, 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
R. linearis menyerang polong dan menghisap isinya. Apabila polong yang
diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut
terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. Pada polong
muda
menyebabkan
biji
kempis
dan
kadang-kadang
polong
gugur
(Deptan, 2012).
Gambar. 4 Gejala Serangan R. linearis F.
Sumber: Foto Langsung
Biologi Penggerek Polong E. zinckenella Treit.
Menurut Boror dkk (1992) klasifikasi hama penggerek polong
kedelai E. zinckenella Treit. adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Family
: Pyralidae
Genus
: Etiella
Spesies
: E. zinckenella Treit.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat diletakkan, telur E. zinckenella berwarna putih mengkilap.
Kemudian berubah kemerahan dan berwarna jingga ketika akan menetas.
Telur diletakkan pada daun atau pada polong dengan jumlah sekitar 7-15 butir.
Telur biasanya berbentuk lonjong, diameter 0,6 mm (Fatmawati, 2008).
Gambar. 5 telur E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Larva dewasa mempunyai kepala berwarna coklat keemasan pada bagian
atasnya, dengan bagian mulut berwarna coklat gelap tetapi pada larva yang masih
muda, kepalanya berwarna hitam. Dibagian belakang kepala terdapat sebuah
perisai berwarna hitam, tetapi pada waktu istirahat, tubuhnya berwarna hijau
sedikit kemerahan yang akan lebih jelas dengan bertambahnya usia. Ada beberapa
belang berwarna abuabu kecoklatan disepanjang tubuh yang lebih jelas pada saat
larva masih muda (Austin dkk, 1993).
Gambar. 6 larva E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembentukan pupa, larva yang didewasakan dalam polong kedelai
tadi melakukan gerekan keluar dan selanjutnya turun menuju tanah, didalam tanah
inilah dilakukan pembentukan kepompong (Kartasapoetra, 1987). Pupa berwarna
coklat dengan panjang 8-10 mm dan lebar 2 mm dibentuk dalam tanah dengan
terlebih dahulu membuat sel dari tanah. Setelah 9-15 hari, pupa berubah menjadi
ngengat (Kalshoven, 1981).
Gambar. 7 Pupa E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Ngengat dewasa memiliki sayap depan berwarna coklat dengan garis
kuning pucat sepanjang costa. Sedangkan sayap belakangnya berwarna coklat
pucat. Lebar sayap adalah sekitar 2 cm (Evans dan Crossley, 2012).
Gambar. 8 E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Gejala Serangan
E. Zinckenella merupakan hama utama pada tanaman kedelai di Indonesia.
Larva E. Zinckenella memakan benih (biji) kedelai sehingga dapat menyebabkan
kehilangan hasil serta dapat menurunkan kualitas dan harga jual benih kedelai.
Universitas Sumatera Utara
E. Zinckenella dianggap hama penting dibandingkan E. hobsoni karena hama
tersebut lebih dominan terdapat di Jawa dan daerah pertanaman kedelai lainnya
di Indonesia (Edmonds, 1990).
Gejala kerusakan tanaman akibat serangan hama ini adalah terdapatnya
bintik atau lubang berwarna cokelat tua pada kulit polong, bekas jalan masuk
larva ke dalam biji. Seringkali, pada lubang bekas gerekan terdapat butir-butir
kotoran kering yang berwarna coklat muda dan terikat benang pintal atau sisa-sisa
biji terbalut benang pintal. Merusak biji dengan menggerek kulit polong muda dan
kemudian masuk serta menggerek biji, sebelum menggerek larva baru menetas
menutupi dirinya dengan selubung putih hingga ada bintik coklat tua sebagai jalan
masuk hama tersebut (Deptan, 2012).
Gambar 9. Gejala Serangan E. zinknella
Sumber: Foto Langsung
Pengendalian
Insektisida Nabati Biji Sirsak (Annona muricata L.)
Penelitian tentang senyawa bioaktif dalam keluarga Annonaceae
ini
berkembang
pesat.
Senyawa
acetogenin
dari
jenis
Annonaceae
dilaporkan memiliki toksisitas yang efektif untuk mendalikan beberapa
serangga seperti Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Diptera. Penelitian lain
melaporkan bahwa keluarga annonaceae mengandung acetogenin yang larvasida.
Universitas Sumatera Utara
Acetogenin
juga
bertindak
sebagai
insektisida,
acaricide,
antiparasit
dan bakterisida. Salah satu tanaman dalam keluarga Annonaceae yang
telah
dinilai
muricata
Linn
mengandung
kandungan
juga
dikenal
annonacin,
senyawa
sebagai
bullatacin,
aktif
Sirsak.
adalah
Ekstrak
annonin
VI,
Annona
biji
sirsak
goniothalamin,
dan senyawa bioaktif sylvaticin (Komansilan dkk, 2012).
Kandungan aktif dalam sirsak atau famili Annonaceae adalah asetogenin
yang diduga bersifat larvasidal, dan kandungan bahan asetogenin juga bersifat
sebaga insektisida, akarisida, antiparasit dan bakterisida. Selain senyawa
asetogenin yang bersifat bioaktif insektisida dalam tanaman famili Annonaceae
terdapat juga beberapa senyawa asam karboksilat, diantaranya asam stearat, asam
oleat, asam oktadekanoat, etil ester oktadekanoat, ester dioktil heksadionat dan
asam palmitat (Mulyawati dkk, 2010).
Gambar. 10 Biji Annona muricata L.
Sumber: Foto Langsung
Insektisida Nabati Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Biji jarak mengandung reisin dan alkaloid. Pestisida hasil larutan biji jarak
sangat efektif digunakan sebagai pengendali hama ulat dan hama penghisap. Cara
dan mekanisme kerjanya menyerupai juvenile hormone yang mempengaruhi
pergantian kulit serangga. Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
phytotoxin (toxalbumin) yang terutama terdapat pada biji dan buah, seperti halnya
pada jarak kepyar (Ricinus communis L.). Juga diduga bijinya mengandung
hydrocyanic acid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji
terdapat 34% minyak, 48% pupuk organik dan 18% pestisida nabati. Komposisi
kandungan bahan toksik/aktif pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada
species, varietas, klon, strain serta lokasi (Deptan, 2008).
Tumbuhan jarak pagar (Jatropa curcas) merupakan tanaman beracun.
Jarak pagar merupakan tanaman dari famili Euphorbiaceae. Keseluruhan bagian
tanaman jarak pagar adalah beracun, terutama bagian biji. Biji jarak pagar
mengandung protein curcin yang beracun (Riyadhi, 2008).
Gambar. 12 Biji Jatropha curcas
Sumber: Foto Langsung
Insektisida Nabati Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
Salah
adalah
satu
mengkudu
tanaman
yang
(Morinda
bersifat
citrifolia
L.).
sebagai
insektisida
Mursito
(2005)
nabati
dalam
Hasnah dan Nasril (2009), menyebutkan bahwa mengkudu mengandung minyak
atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya
adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin,
glikosida, eugenol dan proxeronin.
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak biji mengkudu sebanyak 1,0% (v/b) dapat menghambat
perkembangan Sitophilus zeamais. Daya insektisida yang dimiliki oleh bahan
tersebut
ada
saat
adalah
infestasi)
berupa
dan
efek
repellent
antifeedant
(serangga
(mengganggu
tidak
aktivitas
mau
makan)
(Hayani dan Fatimah, 2004).
Gambar. 11 Biji Morinda citrifolia
Sumber: Foto Langsung
Insektisida hayati Bacillus thuringiensis
Insektisida ini berisi spora yang hidup dari bakteri Bacillus thuringiensis
yang
menyebabkan
penyakit
serangga
sehingga
dapat
dipakai
untuk
mengendalikan serangga. Dalam tubuh Bacillus thuringiensis terdapat empat
agens toksik yaitu α-exotoksin, merupakan enzim fosfolipasa, β-exotoksin
merupakan adenin nukleotida yang stabil dalam suhu, γ-exotoksin merupakan
fosfolipase yang belum teridentifikasi dan stabil dalam suhu, dan δ-endotoksin
merupakan parasporal inclution protein (Baehaki, 1993).
Ketika serangga rentan mencerna Bt, toksin protein diaktifkan dalam
kondisi basa melalui aktivitas enzim dalam usus serangga. Toksisitas dari toksin
yang aktif tergantung pada adanya situs reseptor pada dinding usus serangga. Hal
ini diperlukan untuk menentukan toksin reseptor yang sesuai antara berbagai
spesies serangga yang dibunuh oleh setiap subspesies Bt. Jika racun menempel
Universitas Sumatera Utara
pada situs reseptor, ia melumpuhkan dan menghancurkan sel-sel dinding usus
serangga, selanjutnya
masuk ke rongga tubuh serangga dan aliran darah.
Serangga yang rentan dapat cepat mati dari aktivitas toksin atau mungkin mati
dalam 3 hari dari efek septicaemia (keracunan darah). Sebelum serangga mati,
serangga akan berhenti makan (berhenti merusak tanaman) setelah menelan Bt
(Hunsberger, 2000).
Insektisida Hayati Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yang memiliki
kisaran inang serangga yang luas. Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. merupakan
jamur patogen pada berbagai jenis serangga yang terdapat di dalam tanah sebagai
jamur saprofit. Jamur ini menginfeksi tubuh serangga inang melalui kulit.
Inokulum jamur yang menempel pada kulit akan berkecambah dan berkembang
membentuk tabung kecambah kemudian menembus kulit tubuh. Penembusan
dilakukan secara mekanis dan/atau kimiawi melalui enzim atau toksin. Proses
selanjutnya, jamur akan bereproduksi dan berkembang dalam tubuh inang dan
menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur
menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi
konidia. Serangga mati dengan tubuh mengeras seperti mumi berwarna putih.
Setelah itu spora akan diproduksi untuk menginfeksi inang lainnya melalui
transmisi horizontal (inter/intra generasi) (Arifin dkk, 2010).
Pada suhu ≥ 250 C, patogenisitas Beauveria bassiana menurun dengan
meningkatnya
suhu.
Ini
karena
pengaruh
yang
merugikan
terhadap perkecambahan/sporulasi konidia. Konidia yang mendapat paparan
Universitas Sumatera Utara
sinar
ultra-violet
(UV)
mereduksi
patogenisitas
Beauveria
bassiana
(Arifin dkk, 2010).
Insektisida kimia Klorpirifos
Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal. Nama IUPAC
klorpirifos adalah O, O-dietil O-3,5,6-trikloro-2-piridil phosphorothioate dan
dengan rumus molekul C9H11Cl3NO3PS. Klorpirifos ini cukup beracun dan
paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan,
dan
gangguan
autoimun.
Klorpirifos
diproduksi
dengan
mereaksikan
3,5,6-trikloro-2-pyridinol dengan diethylthiophosphoryl klorida. Klorpirifos
terdaftar hanya untuk digunakan dibidang pertanian yang merupakan salah satu
insektisida organofosfat yang paling banyak digunakan, menurut Amerika Serikat
Environmental Protection Agency (EPA). Tanaman dengan penggunaan
klorpirifos paling intens adalah kapas, jagung, almond dan pohon buah-buahan,
termasuk jeruk dan apel. Hal ini dihasilkan melalui tahapan sintesis dari
3-methylpyridine (Venugopal dkk, 2012).
Bahan aktif klorpirifos diperdagangkan sebagai DursbanR dan LorsbanR.
Bahan aktif ini mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
Cl
Cl
S
Cl
O
O
CH2
CH3
O
CH2
CH3
P
N
0,0 diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosphorothioate
(Baehaki, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Biologi Kepik Coklat R. linearis F.
Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama kepik coklat R. linearis
F. adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hemiptera
Family
: Alydidae
Genus
: Riptortus
Spesies
: R. linearis F.
Bentuk telur bulat dengan bagian tengahnya agak cekung. Telur yang baru
diletakkan berwarna biru keabu-abuan, kemudian berubah menjadi coklat suram.
Diameter telur 1,20 mm, dan stadium telur berkisar 6 – 7 hari (Marwoto, 2006).
Gambar. 1 Telur R. linearis
Sumber: Foto Langsung
Nimfa R. linearis terdiri dari lima instar. Nimfa yang baru keluar dari
telur atau baru berganti kulit berwarna kemerah-merahan dan lama kelamaan
Universitas Sumatera Utara
warnanya akan berubah. Stadium nimfa berkisar antara 16-23hari dengan rata-rata
umumnya 19 hari (Tengkano dan Dunuyaali, 1976 dalam Sukriswanto, 1985).
Gambar. 2 Nimfa R. linearis
Sumber: Foto Langsung
Imago R. linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat.
Panjang badan imago betina 13 – 14 mm, sedangkan yang jantan
11 – 13 mm. Rata-rata lama stadium imago adalah 13 – 29 hari. Lama
perkembangan R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari
(Mawan dan Amalia, 2011).
Gambar. 3 Imago R. linearis
Sumber: Foto Langsung
Gejala Serangan
Imago dan nimfa menembus menghisap cairan biji didalam polong,
sehingga
mengakibatkan
cacat
atau
perubahan
pada
warna
biji
(Chanthy dkk, 2010). Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung
Universitas Sumatera Utara
pada
tahap
perkembangan
dipengaruhi
pula
oleh
polong
letak
dan
dan
biji.
Tingkat
jumlah
kerusakan
tusukan
pada
biji
biji
(Todd dan Turnipseed, 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
R. linearis menyerang polong dan menghisap isinya. Apabila polong yang
diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut
terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. Pada polong
muda
menyebabkan
biji
kempis
dan
kadang-kadang
polong
gugur
(Deptan, 2012).
Gambar. 4 Gejala Serangan R. linearis F.
Sumber: Foto Langsung
Biologi Penggerek Polong E. zinckenella Treit.
Menurut Boror dkk (1992) klasifikasi hama penggerek polong
kedelai E. zinckenella Treit. adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Family
: Pyralidae
Genus
: Etiella
Spesies
: E. zinckenella Treit.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat diletakkan, telur E. zinckenella berwarna putih mengkilap.
Kemudian berubah kemerahan dan berwarna jingga ketika akan menetas.
Telur diletakkan pada daun atau pada polong dengan jumlah sekitar 7-15 butir.
Telur biasanya berbentuk lonjong, diameter 0,6 mm (Fatmawati, 2008).
Gambar. 5 telur E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Larva dewasa mempunyai kepala berwarna coklat keemasan pada bagian
atasnya, dengan bagian mulut berwarna coklat gelap tetapi pada larva yang masih
muda, kepalanya berwarna hitam. Dibagian belakang kepala terdapat sebuah
perisai berwarna hitam, tetapi pada waktu istirahat, tubuhnya berwarna hijau
sedikit kemerahan yang akan lebih jelas dengan bertambahnya usia. Ada beberapa
belang berwarna abuabu kecoklatan disepanjang tubuh yang lebih jelas pada saat
larva masih muda (Austin dkk, 1993).
Gambar. 6 larva E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembentukan pupa, larva yang didewasakan dalam polong kedelai
tadi melakukan gerekan keluar dan selanjutnya turun menuju tanah, didalam tanah
inilah dilakukan pembentukan kepompong (Kartasapoetra, 1987). Pupa berwarna
coklat dengan panjang 8-10 mm dan lebar 2 mm dibentuk dalam tanah dengan
terlebih dahulu membuat sel dari tanah. Setelah 9-15 hari, pupa berubah menjadi
ngengat (Kalshoven, 1981).
Gambar. 7 Pupa E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Ngengat dewasa memiliki sayap depan berwarna coklat dengan garis
kuning pucat sepanjang costa. Sedangkan sayap belakangnya berwarna coklat
pucat. Lebar sayap adalah sekitar 2 cm (Evans dan Crossley, 2012).
Gambar. 8 E. zinckenella
Sumber: Foto Langsung
Gejala Serangan
E. Zinckenella merupakan hama utama pada tanaman kedelai di Indonesia.
Larva E. Zinckenella memakan benih (biji) kedelai sehingga dapat menyebabkan
kehilangan hasil serta dapat menurunkan kualitas dan harga jual benih kedelai.
Universitas Sumatera Utara
E. Zinckenella dianggap hama penting dibandingkan E. hobsoni karena hama
tersebut lebih dominan terdapat di Jawa dan daerah pertanaman kedelai lainnya
di Indonesia (Edmonds, 1990).
Gejala kerusakan tanaman akibat serangan hama ini adalah terdapatnya
bintik atau lubang berwarna cokelat tua pada kulit polong, bekas jalan masuk
larva ke dalam biji. Seringkali, pada lubang bekas gerekan terdapat butir-butir
kotoran kering yang berwarna coklat muda dan terikat benang pintal atau sisa-sisa
biji terbalut benang pintal. Merusak biji dengan menggerek kulit polong muda dan
kemudian masuk serta menggerek biji, sebelum menggerek larva baru menetas
menutupi dirinya dengan selubung putih hingga ada bintik coklat tua sebagai jalan
masuk hama tersebut (Deptan, 2012).
Gambar 9. Gejala Serangan E. zinknella
Sumber: Foto Langsung
Pengendalian
Insektisida Nabati Biji Sirsak (Annona muricata L.)
Penelitian tentang senyawa bioaktif dalam keluarga Annonaceae
ini
berkembang
pesat.
Senyawa
acetogenin
dari
jenis
Annonaceae
dilaporkan memiliki toksisitas yang efektif untuk mendalikan beberapa
serangga seperti Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Diptera. Penelitian lain
melaporkan bahwa keluarga annonaceae mengandung acetogenin yang larvasida.
Universitas Sumatera Utara
Acetogenin
juga
bertindak
sebagai
insektisida,
acaricide,
antiparasit
dan bakterisida. Salah satu tanaman dalam keluarga Annonaceae yang
telah
dinilai
muricata
Linn
mengandung
kandungan
juga
dikenal
annonacin,
senyawa
sebagai
bullatacin,
aktif
Sirsak.
adalah
Ekstrak
annonin
VI,
Annona
biji
sirsak
goniothalamin,
dan senyawa bioaktif sylvaticin (Komansilan dkk, 2012).
Kandungan aktif dalam sirsak atau famili Annonaceae adalah asetogenin
yang diduga bersifat larvasidal, dan kandungan bahan asetogenin juga bersifat
sebaga insektisida, akarisida, antiparasit dan bakterisida. Selain senyawa
asetogenin yang bersifat bioaktif insektisida dalam tanaman famili Annonaceae
terdapat juga beberapa senyawa asam karboksilat, diantaranya asam stearat, asam
oleat, asam oktadekanoat, etil ester oktadekanoat, ester dioktil heksadionat dan
asam palmitat (Mulyawati dkk, 2010).
Gambar. 10 Biji Annona muricata L.
Sumber: Foto Langsung
Insektisida Nabati Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Biji jarak mengandung reisin dan alkaloid. Pestisida hasil larutan biji jarak
sangat efektif digunakan sebagai pengendali hama ulat dan hama penghisap. Cara
dan mekanisme kerjanya menyerupai juvenile hormone yang mempengaruhi
pergantian kulit serangga. Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
phytotoxin (toxalbumin) yang terutama terdapat pada biji dan buah, seperti halnya
pada jarak kepyar (Ricinus communis L.). Juga diduga bijinya mengandung
hydrocyanic acid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji
terdapat 34% minyak, 48% pupuk organik dan 18% pestisida nabati. Komposisi
kandungan bahan toksik/aktif pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada
species, varietas, klon, strain serta lokasi (Deptan, 2008).
Tumbuhan jarak pagar (Jatropa curcas) merupakan tanaman beracun.
Jarak pagar merupakan tanaman dari famili Euphorbiaceae. Keseluruhan bagian
tanaman jarak pagar adalah beracun, terutama bagian biji. Biji jarak pagar
mengandung protein curcin yang beracun (Riyadhi, 2008).
Gambar. 12 Biji Jatropha curcas
Sumber: Foto Langsung
Insektisida Nabati Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
Salah
adalah
satu
mengkudu
tanaman
yang
(Morinda
bersifat
citrifolia
L.).
sebagai
insektisida
Mursito
(2005)
nabati
dalam
Hasnah dan Nasril (2009), menyebutkan bahwa mengkudu mengandung minyak
atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya
adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin,
glikosida, eugenol dan proxeronin.
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak biji mengkudu sebanyak 1,0% (v/b) dapat menghambat
perkembangan Sitophilus zeamais. Daya insektisida yang dimiliki oleh bahan
tersebut
ada
saat
adalah
infestasi)
berupa
dan
efek
repellent
antifeedant
(serangga
(mengganggu
tidak
aktivitas
mau
makan)
(Hayani dan Fatimah, 2004).
Gambar. 11 Biji Morinda citrifolia
Sumber: Foto Langsung
Insektisida hayati Bacillus thuringiensis
Insektisida ini berisi spora yang hidup dari bakteri Bacillus thuringiensis
yang
menyebabkan
penyakit
serangga
sehingga
dapat
dipakai
untuk
mengendalikan serangga. Dalam tubuh Bacillus thuringiensis terdapat empat
agens toksik yaitu α-exotoksin, merupakan enzim fosfolipasa, β-exotoksin
merupakan adenin nukleotida yang stabil dalam suhu, γ-exotoksin merupakan
fosfolipase yang belum teridentifikasi dan stabil dalam suhu, dan δ-endotoksin
merupakan parasporal inclution protein (Baehaki, 1993).
Ketika serangga rentan mencerna Bt, toksin protein diaktifkan dalam
kondisi basa melalui aktivitas enzim dalam usus serangga. Toksisitas dari toksin
yang aktif tergantung pada adanya situs reseptor pada dinding usus serangga. Hal
ini diperlukan untuk menentukan toksin reseptor yang sesuai antara berbagai
spesies serangga yang dibunuh oleh setiap subspesies Bt. Jika racun menempel
Universitas Sumatera Utara
pada situs reseptor, ia melumpuhkan dan menghancurkan sel-sel dinding usus
serangga, selanjutnya
masuk ke rongga tubuh serangga dan aliran darah.
Serangga yang rentan dapat cepat mati dari aktivitas toksin atau mungkin mati
dalam 3 hari dari efek septicaemia (keracunan darah). Sebelum serangga mati,
serangga akan berhenti makan (berhenti merusak tanaman) setelah menelan Bt
(Hunsberger, 2000).
Insektisida Hayati Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yang memiliki
kisaran inang serangga yang luas. Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. merupakan
jamur patogen pada berbagai jenis serangga yang terdapat di dalam tanah sebagai
jamur saprofit. Jamur ini menginfeksi tubuh serangga inang melalui kulit.
Inokulum jamur yang menempel pada kulit akan berkecambah dan berkembang
membentuk tabung kecambah kemudian menembus kulit tubuh. Penembusan
dilakukan secara mekanis dan/atau kimiawi melalui enzim atau toksin. Proses
selanjutnya, jamur akan bereproduksi dan berkembang dalam tubuh inang dan
menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur
menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi
konidia. Serangga mati dengan tubuh mengeras seperti mumi berwarna putih.
Setelah itu spora akan diproduksi untuk menginfeksi inang lainnya melalui
transmisi horizontal (inter/intra generasi) (Arifin dkk, 2010).
Pada suhu ≥ 250 C, patogenisitas Beauveria bassiana menurun dengan
meningkatnya
suhu.
Ini
karena
pengaruh
yang
merugikan
terhadap perkecambahan/sporulasi konidia. Konidia yang mendapat paparan
Universitas Sumatera Utara
sinar
ultra-violet
(UV)
mereduksi
patogenisitas
Beauveria
bassiana
(Arifin dkk, 2010).
Insektisida kimia Klorpirifos
Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal. Nama IUPAC
klorpirifos adalah O, O-dietil O-3,5,6-trikloro-2-piridil phosphorothioate dan
dengan rumus molekul C9H11Cl3NO3PS. Klorpirifos ini cukup beracun dan
paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan,
dan
gangguan
autoimun.
Klorpirifos
diproduksi
dengan
mereaksikan
3,5,6-trikloro-2-pyridinol dengan diethylthiophosphoryl klorida. Klorpirifos
terdaftar hanya untuk digunakan dibidang pertanian yang merupakan salah satu
insektisida organofosfat yang paling banyak digunakan, menurut Amerika Serikat
Environmental Protection Agency (EPA). Tanaman dengan penggunaan
klorpirifos paling intens adalah kapas, jagung, almond dan pohon buah-buahan,
termasuk jeruk dan apel. Hal ini dihasilkan melalui tahapan sintesis dari
3-methylpyridine (Venugopal dkk, 2012).
Bahan aktif klorpirifos diperdagangkan sebagai DursbanR dan LorsbanR.
Bahan aktif ini mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
Cl
Cl
S
Cl
O
O
CH2
CH3
O
CH2
CH3
P
N
0,0 diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosphorothioate
(Baehaki, 1993).
Universitas Sumatera Utara