Pengaruh Sumber Pupuk Nitrogen Terhadap Kuantitas dan Kualitas Benih Lima Kultivar Wijen (Sesamum indicum L.) | Septianingtyas K., Taryono, dan Prapto Yudono | Vegetalika 3999 9220 2 PB

Vegetalika Vol.2 No.4, 2013 : 1-11

PENGARUH SUMBER PUPUK NITROGEN TERHADAP KUANTITAS DAN
KUALITAS BENIH LIMA KULTIVAR
WIJEN (Sesamum indicum L.)
THE EFFECT OF NITROGEN FERTILIZER SOURCES
ON THE QUANTITY AND QUALITY FIVE CULTIVARS OF SESAME SEED
(Sesamum indicum L.)
Triasih Septianingtyas K.1, Taryono2, dan Prapto Yudono2
ABSTRACT
One of the problems in organic farming is the lack of organic seed
availability. Soil is one of the factors that determine the success of sesame
cultivation and to get an optimal growth with high yield, sufficient quantities of
nitrogen is needed to improve the growth of roots, stems and leaves. Nitrogen
can be found in organic or inorganic fertilizer. The aims of the study were to know
the effects of different sources of nitrogen fertilizer (organic and inorganic) on the
quantity and quality of sesame seeds and to know the cultivar that can be grown
and produce well in the organic farming systems. This study used a completely
randomized design (CRD) factorial with three replications. The first factor are five
cultivars of sesame namely Sumberejo 1, Sumberejo 3, Lokal Hitam, Lokal Putih
and Purworejo. The second factor are the sources of the nitrogen that were

control (without addition of organic or inorganic fertilizer), the addition of inorganic
fertilizer (150 kg/ha) and the addition of organic fertilizer (8,6 ton/ha). The result
showed that in the soil with high organic matter, nitrogen fertilizer (organic and
inorganic) did not influence on the quantity of sesame seeds, but on seed quality,
through the reduction oil content and germination percentage seed of sesame.
Sesame cultivars that were used (Sumberejo 1, Sumberejo 3, Lokal Hitam, Lokal
Putih, Purworejo) could grow well but not been able to produce optimaly.
Keywords: sesame seeds, nitrogen, organic, quality, quantity.
INTISARI
Salah satu masalah dalam pelaksanaan pertanian organik adalah
terbatasnya ketersediaan benih organik. Faktor tanah merupakan salah satu
penentu keberhasilan budidaya wijen, dan supaya pertumbuhan wijen sempurna
dengan hasil yang tinggi, diperlukan cukup nitrogen untuk memperbaiki
pertumbuhan akar, batang dan daun. Nitrogen biasanya terdapat pada pupuk
organik dan anorganik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian macam sumber pupuk nitrogen (organik dan anorganik) terhadap
kuantitas dan kualitas benih wijen serta mengetahui kultivar wijen yang mampu
tumbuh dan berdayahasil baik pada kondisi sistem budidaya organik. Penelitian
ini menggunakan rancangan faktorial acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor
pertama adalah lima kultivar wijen yaitu kultivar Sumberejo 1, Sumberejo 3, Lokal

hitam, Lokal putih dan Purworejo. Faktor kedua adalah sumber pupuk nitrogen
yaitu kontrol (tanpa penambahan pupuk organik ataupun anorganik), dengan
pupuk anorganik sebesar 150 kg/ha N dan penambahan pupuk organik sebesar
8,6 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada tanah yang kandungan
bahan organiknya tinggi, pemberian pupuk nitrogen (organik dan anorganik) tidak
1Alumni
2

Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Vegetalika 2(4), 2013

berpengaruh terhadap kuantitas benih wijen, tetapi dalam hal kualitas benih,
menurunkan kadar minyak benih dan daya kecambah wijen. Kultivar wijen yang
digunakan (Sumberejo 1, Sumberejo 3, Lokal Hitam, Lokal Putih, Purworejo)
dapat tumbuh dengan baik tetapi belum dapat berdaya hasil seperti yang
diharapkan.
Kata kunci: benih wijen, nitrogen, organik, kualitas, kuantitas
PENDAHULUAN

Pengembangan tanaman wijen di Indonesia, terutama di Pulau Jawa,
masih sangat terbatas. Banyak masyarakat yang semula mengusahakan
tanaman wijen akhirnya beralih ke tanaman padi dan palawija. Padahal,
budidaya tanaman wijen relatif mudah. Demikian juga, harga jual di pasaran lokal
cukup stabil dan permintaan ekspor biji wijen cukup tinggi (Juanda dan Cahyono,
2005).
Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan
pendekatan organik. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pertanian organik
adalah terbatasnya ketersediaan benih organik karena institusi penghasil benih
(kelompok tani atau perusahaan benih) belum memproduksi benih organik. Oleh
karena itu benih yang digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya
masih berupa benih konvensional (Anonim, 2002).
Menurut Machfud et al., (1996) pertumbuhan dan perkembangan
tanaman wijen dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor genetik, iklim dan
tanah. Faktor tanah merupakan salah satu penentu keberhasilan budidaya wijen.
Apabila diinginkan produktivitas yang maksimal, maka unsur hara yang tersedia
dalam tanah harus dalam keadaan cukup dan seimbang untuk tumbuh dan
berproduksi. Supaya pertumbuhan wijen sempurna dengan hasil yang tinggi,
diperlukan cukup nitrogen untuk memperbaiki pertumbuhan akar, batang dan
daun. Nitrogen sebagai unsur hara utama biasanya terdapat pada pupuk-pupuk

anorganik dan pupuk organik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian macam
sumber pupuk nitrogen (organik dan anorganik) terhadap kualitas dan kuantitas
benih wijen serta mengetahui kultivar wijen yang mampu tumbuh dan
berdayahasil baik pada kondisi sistem budidaya organik.

2

Vegetalika 2(4), 2013

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2012 di Kebun
Percobaan Fakultas Pertanian Banguntapan, Bantul, Yogyakarta dan penelitian
laboratorium dilaksanakan pada November-Desember 2012 di Laboratorium
Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Bahan yang diperlukan adalah lima kultivar wijen yaitu Sumberejo 1,
Sumberejo 3, Lokal hitam, Lokal putih, dan Purworejo, tanah, pupuk kandang
kambing, pupuk Urea, larutan metanol, dan aquadest.
Percobaan dilakukan menggunakan rancangan faktorial 5X3 yang disusun
secara acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor yang pertama 5 kultivar wijen

yaitu kultivar Sumberejo 1, kultivar Sumberejo 3, kultivar Lokal hitam, kultivar
Lokal putih dan kultivar Purworejo. Faktor kedua adalah sumber pupuk nitrogen
yaitu kontrol (tanpa penambahan pupuk organik ataupun anorganik), perlakuan
dengan penambahan pupuk anorganik yang sesuai dengan dosis anjuran yaitu
150 kg/ha pupuk N dan perlakuan penambahan pupuk organik yaitu 8,6 ton/ha.
Sebelum penanaman, tanah dicangkul terlebih dahulu sampai gembur
sedalam 30 cm, kemudian dibuat petak dengan ukuran tiap petak 1 m x 2,5 m
dengan jarak tiap petak 50 cm sebagai batas saluran air. Jarak tanam yang
digunakan adalah 25 cm x 50 cm. Benih wijen ditanam dengan 3-5 benih tiap
lubang tanam dan setelah tanaman tumbuh selama 2 minggu dilakukan
penjarangan sehingga diperoleh 1 tanaman tiap lubang.
Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan perlakuan. Perlakuan kontrol
(L0): Pupuk organik maupun anorganik tidak ditambahkan dari awal tanam
sampai panen tanaman wijen. Perlakuan penambahan pupuk anorganik (L1):
Sepertiga dosis pupuk Urea (46% N) diberikan bersamaan dengan waktu tanam,
dua pertiga dosis diberikan pada saat tanaman berumur 30-35 hari setelah
tanam. Perlakuan penambahan pupuk organik (L2): Pupuk kandang kambing
diberikan pada lahan bersamaan dengan waktu tanam. Pemeliharaan yang
dilakukan adalah penyiangan, penyiraman dan pembumbunan.
Untuk melihat pengaruh perlakuan yang diberikan, dilakukan pengamatan

tinggi tanaman dan jumlah cabang setiap minggu sampai wijen berumur 5 mst
(sampai masa vegetatif), daya hasil untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap kuantitas benih, kadar minyak yang diukur dengan metode ekstraksi
kering, daya tumbuh dan indeks vigor untuk mengetahui kualita benih.

3

Vegetalika 2(4), 2013

4

Dalam penelitian ini, rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap Faktorial (RAL faktorial) dengan α= 5%, apabila terdapat interaksi antar
perlakuan, dilanjutkan uji kontras orthogonal, sedangkan apabila terdapat beda
nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) menggunakan perangkat lunak The SAS System for Windows 9.1.3.
Analisis korelasi antara variabel pengamatan dilakukan untuk mengetahui
hubungan yang ada antara variabel pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Wahyunindyawati et al. (2012) tanggapan wijen terhadap hara N

beragam tergantung dari kultivar yang digunakan dan kondisi lingkungan.
Tanggapan positif yang ditunjukkan oleh pengaruh pemberian bahan organik
secara visual adalah bertambahnya tinggi tanaman.
Grafik perubahan tinggi tanaman menunjukkan pada akhir fase vegetatif,
teramati kultivar Lokal Putih menghasilkan tinggi tanaman yang lebih besar
dibandingkan kultivar lain (Gambar 1). Hasil ini juga diperkuat oleh hasil analisis
varian dan perbandingan nilai rerata.
80,00

tinggi tanaman
(cm)

70,00
60,00
50,00

Sbr 1

40,00


Sbr 3

30,00

Lokal Hitam

20,00

Lokal Putih

10,00

Purworejo

0,00
1

2

3


4

5

minggu ke-

Gambar 1. Perubahan tinggi tanaman wijen pada berbagai kultivar
Hasil analisis varian terhadap tinggi tanaman pada umur 1 mst
menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara kultivar yang digunakan dengan
sumber pupuk N yang diberikan. Kultivar berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman wijen pada umur 1 mst. Tanaman umur 1 mst merupakan tanaman
yang masih dalam fase perkecambahan, kemampuan tanaman untuk muncul ke

Vegetalika 2(4), 2013

5

permukaan tanah berbeda-beda, dalam hal ini Sumberejo 3 menghasilkan
tanaman dengan tinggi yang paling rendah (Tabel 1). Kultivar Sumberejo 3

mengalami keterlambatan perkecambahan dan tidak mampu muncul ke
permukaan tanah, sehingga kemudian dilakukan penyulaman.
Tabel 1. Tinggi tanaman wijen (cm) umur 1 mst
Macam Sumber N
Kultivar
Tanpa pupuk
P. Anorganik
Sumberejo1
1,34 a
1,47 a
Sumberejo 3
1,47 a
0,61 b
Lokal Hitam
1,33 a
1,67 a
Lokal Putih
1,42 a
1,99 a
Purworejo

1,52 a
1,92 a
Rerata
1,42
1,53
CV (%)
23,72

P. Organik
1,45 a
0,58 b
1,56 a
1,75 a
1,61 a
1,39

Rerata
1,42
0,89
1,52
1,72
1,68
(+)

Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (+) menunjukkan terdapat interaksi antar
perlakuan

Hasil analisis varian terhadap tinggi tanaman 2 mst sampai 5 mst
menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kultivar wijen dan sumber pupuk N
yang diberikan. Kultivar tetap berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 2
mst sampai 5 mst. Lokal Putih merupakan kultivar dengan kenampakan paling
tinggi mulai umur 2 mst sampai 5 mst (Tabel 2). Hal ini dapat disebabkan karena
habitus wijen Lokal Putih lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan kultivar yang
lain. Pemupukan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata karena pada
umumnya wijen dapat tumbuh dan dibudiyakan pada tanah yang miskin hara.
Tabel 2. Tinggi tanaman wijen (cm) umur 2 mst, 3 mst, 4 mst dan 5 mst
Tinggi tanaman
Perlakuan
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
Kultivar
Sumberejo 1
9,93 ab
13,13 ab
33,41 ab
63,70 ab
Sumberejo 3
6,35 c
8,84 c
25,70 c
49,15 b
Lokal Hitam
8,43 b
10,31 c
27,11 bc
52,19 b
Lokal Putih
10,68 a
14,32 a
35,98 a
73,20 a
Purworejo
9,37 ab
11,36 bc 29,87 abc
57,13 ab
Sumber pupuk N
Tanpa pemupukan
9,14 a
11,34 a
28,50 a
60,42 a
Pupuk anorganik
9,10 a
11,50 a
31,21 a
58,48 a
Pupuk organik
8,61 a
11,93 a
31,53 a
58,32 a
Kultivar*pupuk
(-)
(-)
(-)
(-)
CV (%)
19,27
23,25
23,62
27,12
Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (-) menunjukkan tidak terdapat interaksi
antar perlakuan.

Vegetalika 2(4), 2013

6

Grafik jumlah cabang dari 1 mst sampai 5 mst menunjukkan jumlah
cabang paling banyak di akhir pengamatan ditunjukkan oleh wijen kultivar Lokal
Putih (Gambar 2).
10,00
9,00

jumlah cabang

8,00
7,00
6,00

Sbr 1

5,00

Sbr 3

4,00

Lokal Hitam

3,00

Lokal Putih

2,00
Purworejo

1,00
0,00
1

2

3

4

5

minggu ke-

Gambar 2. Perubahan jumlah cabang tanaman wijen pada berbagai kultivar
Kultivar Lokal Putih menghasilkan cabang paling banyak pada saat umur
5 mst dibandingkan kultivar lainnya, sedangkan pada kultivar Purworejo
menghasilkan jumlah cabang yang paling sedikit (Tabel 3). Hal ini dikarenakan
pada kultivar Purworejo terdapat wijen yang bercabang dan tidak bercabang,
sehingga jumlah cabang yang terhitung lebih sedikit daripada kultivar lain.
Tabel 3. Jumlah cabang tanaman wijen umur 3 mst, 4 mst dan 5 mst
Jumlah cabang
Perlakuan
3 mst
4 mst
5 mst
Kultivar
Sumberejo 1
2,18 a
4,52 a
6,41 ab
Sumberejo 3
1,74 a
3,52 a
5,69 b
Lokal Hitam
2,18 a
4,98 a
7,33 ab
Lokal Putih
2,74 a
5,67 a
8,87 a
Purworejo
1,39 a
3,22 a
5,04 b
Sumber pupuk N
Tanpa pemupukan
1,86 a
4,29 a
6,10 a
Pupuk anorganik
2,10 a
4,04 a
6,55 a
Pupuk organik
2,19 a
4,81 a
7,36 a
Kultivar*pupuk
(-)
(-)
(-)
(1)
(1)
CV (%)
27,38
26,02
23,06(1)
Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (-) menunjukkan tidak terdapat interaksi antar
perlakuan. (1) Data ditransformasi dengan √�.

Vegetalika 2(4), 2013

7

Hasil analisis varian daya hasil wijen menunjukkan bahwa tidak terdapat
beda nyata antara perlakuan kultivar wijen dengan macam sumber pupuk N yang
digunakan. Kultivar wijen dan sumber pupuk N yang digunakan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap daya hasil tanaman. Kultivar Lokal Hitam
menghasilkan biji yang cenderung lebih berat dibandingkan kultivar lain,
sehingga menghasilkan daya hasil yang cenderung besar (Tabel 4).
Tabel 4. Daya hasil tanaman wijen (kg/ha)
Perlakuan
Kultivar
Sumberejo 1
Sumberejo 3
Lokal Hitam
Lokal Putih
Purworejo
Sumber pupuk N
Tanpa pemupukan
Pupuk anorganik
Pupuk organik
Kultivar*pupuk
CV (%)

Daya hasil
489,5 a
545,8 a
576,0 a
551,2 a
527,3 a
509,8 a
550,9 a
553,1 a
(-)
12,16(1)

Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (-) menunjukkan tidak terdapat interaksi antar
perlakuan. (1) Data ditransformasi dengan log(�)

Warna biji wijen diduga berpengaruh pada kandungan minyaknya. Warna
biji putih lebih tinggi kandungan minyaknya dibanding warna kulit yang semakin
gelap dan juga halus dan tebalnya kulit biji (Soenardi, 1996). Penelitian yang
dilakukan Sawan et al. (2006) pada tanaman kapas di Mesir dengan tekstur
tanah lempungan menunjukkan kadar minyak benih secara nyata menurun
setelah penambahan pupuk N dilakukan. Kadar minyak yang tinggi menunjukkan
bahwa benih tersebut akan cepat mengalami kemunduran jika disimpan. Hasil
penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan asam lemak
bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi enzim di
dalam

proses

kemunduran.

metabolisme benih.

Pada

akhirnya benih cepat

mengalami

Vegetalika 2(4), 2013

8

Tabel 5. Kandungan minyak pada wijen (%)
Macam Sumber N
Kultivar
Tanpa Pupuk
P.Anorganik
P.Organik
Sumberejo1
44,49 c
33,82 k
44,76 b
Sumberejo 3
38,10 g
32,07 l
36,33 j
Lokal Hitam
25,14 n
17,31 o
37,06 i
Lokal Putih
41,51 d
45,84 a
39,19 e
Purworejo
37,27 h
38,86 f
25,82 m
Rerata
37,30
33,58
36,63
CV
0,26%

Rerata
41,02
35,50
26,51
42,18
33,98
(+)

Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (+) menunjukkan terdapat interaksi antar
perlakuan

Pengujian daya kecambah pada penelitian ini sesuai dengan metode
pengujian menurut Musgrave et al. (1980) dan Tiwari dan Hariprasad (1997).
Nilai

daya

kecambah

yang

didapat,

kemudian

digunakan

untuk

menduga/memperkirakan lama umur simpan benih.
Tabel 6. Daya kecambah benih wijen tanpa perendaman metanol (kontrol)
dan dengan perendaman metanol (%)
Daya kecambah
Perlakuan
Tanpa metanol
Metanol
Kultivar
Sumberejo 1
89,33 a
90,25 a
Sumberejo 3
90,38 a
91,86 a
Lokal Hitam
87,81 a
90,81 a
Lokal Putih
89,37 a
87,87 a
Purworejo
80,07 a
80,28 a
Sumber pupuk N
Tanpa pemupukan
93,67 a
90,97 a
Pupuk anorganik
83,21 b
84,70 a
Pupuk organik
85,30 b
88,97 a
Kultivar*pupuk
(-)
(-)
CV (%)
11,82
13,31
Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (-) menunjukkan tidak terdapat interaksi antar
perlakuan.

Pemberian pupuk pada tanaman wijen, baik organik maupun anorganik,
menurunkan daya kecambah wijen, tetapi daya kecambah dengan perendaman
metanol menunjukkan bahwa pemberian pupuk tidak mempengaruhi daya
kecambah wijen (Tabel 6). Hal ini dapat diartikan ketika wijen diberi pupuk maka
ada perbedaan nyata antara tanaman yang dipupuk dan tidak dipupuk. Tetapi
setelah disimpan, maka pengaruh pemberian pupuk tidak terlihat lagi. Namun

Vegetalika 2(4), 2013

9

demikian, kultivar-kultivar wijen yang digunakan termasuk benih dengan daya
kecambah yang tinggi, karena benih wijen dikatakan baik apabila daya
kecambahnya >80%.
Tabel 7. Indeks Vigor Benih Wijen
Perlakuan
Kultivar
Sumberejo 1
Sumberejo 3
Lokal Hitam
Lokal Putih
Purworejo
Sumber pupuk N
Tanpa pemupukan
Pupuk anorganik
Pupuk organik
Kultivar*pupuk
CV (%)

Metanol

Indeks vigor
Tanpa metanol
39,43 a
43,21 a
42,44 a
36,86 a
34,80 a

43,03 a
44,23 a
42,91 a
42,60 a
38,51 a

41,69 a
36,56 a
39,79 a
(-)
22,53

46,10 a
39,99 b
40,67 b
(-)
13,62

Keterangan: Rerata yang diikuti huruf sama dalam suatu kolom sama menunjukkan tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT 5 %. Tanda (-) menunjukkan tidak terdapat interaksi antar
perlakuan.

Indeks vigor benih tanpa metanol lebih tinggi dibandingkan indeks vigor
benih yang direndam metanol. Hal ini dapat diartikan sebelum penyimpanan
(indeks vigor tanpa metanol) benih yang tumbuh serempak dan normal lebih
banyak, sedangkan pada benih yang direndam metanol, benih yang tumbuh
serempak dan normal menjadi berkurang. Diantara kultivar yang digunakan,
Sumberejo 3 cenderung menghasilkan vigor yang lebih tinggi, sedangkan
tanaman wijen tanpa pemupukan juga menghasilkan vigor yang lebih tinggi
(Tabel 7).
Dari sifat pertumbuhan dan komponen hasil diperoleh bahwa kultivar lebih
berpengaruh dibandingkan perlakuan pemberian pupuk. Hal ini membuktikan
bahwa tanaman wijen dapat tumbuh tanpa adanya pemupukan. Hasil analisis
tanah yang diperoleh menunjukkan kandungan nitrogen dalam tanah sangat
rendah tetapi kandungan bahan organik dalam tanah tinggi, sehingga dengan
tersedianya bahan organik yang cukup, tanaman wijen sudah dapat tumbuh
dengan optimal (Tabel 8).

Vegetalika 2(4), 2013

Tabel 8. Hasil analisis tanah
Unsur hara
Nilai
Keterangan
pH
6,98
Netral
Kandungan C
1,87%
Rendah
Kandungan bahan organik
3,23%
Tinggi
N total
0,07%
Sangat rendah
P tersedia
23,25 ppm
Sangat tinggi
K tersedia
0,80 me/100 g
Tinggi
Keterangan: Hasil Analisis Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM.

KESIMPULAN
1.

Terdapat interaksi antara kultivar dan pemupukan yang diberikan pada tinggi
tanaman 1 mst dan kadar minyak benih wijen.

2.

Pada tanah yang kandungan bahan organiknya tinggi, pemberian pupuk
nitrogen (organik dan anorganik) tidak berpengaruh terhadap kuantitas benih
wijen, sedangkan dalam hal kualitas benih, menurunkan kadar minyak benih
dan daya kecambah wijen.

3.

Kultivar wijen yang digunakan (Sumberejo 1, Sumberejo 3, Lokal Hitam,
Lokal Putih, Purworejo) dapat tumbuh dengan baik tetapi belum dapat
berdayahasil seperti yang diharapkan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Taryono, MSc dan Prof.
Dr. Ir. Prapto Yudono, MSc selaku dosen pembimbing dan semua pihak yang
telah membantu dalam proses persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian
penelitian serta tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. . Diakses pada tanggal 15 November 2011.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2005. Wijen: Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha
Tani. Kanisius. Yogyakarta.
Machfud, M., Soenardi, F. T. Kadarwati. 1996. Pengaruh dosis pupuk N dan P
terhadap pertumbuhan dan hasil wijen galur pachequin di lahan tadah
hujan. Jurnal Littri 2: 43-49.

10

Vegetalika 2(4), 2013

Musgrave, M. E., D. A. Priestly dan A.C. Leopol. 1980. Methanol stress test as a
test of seed vigour. Crop Sci., 18: 837-840.
Sawan, Z. M., S. A. Hafez, A. E. Basyony, A. R. Alkassaa. 2006. Cottonseed,
Protein, Oil Yields and Oil Properties as Affected by Nitrogen Fertilization
and Foliar Application of Potassium and a Plant Growth Retardant. World
Journal of Agricultural Sciences 2: 56-65.
Soenardi. 1996. Budidaya Tanaman Wijen. Balai Penelitian Tembakau dan
Serat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Malang.
Monograf BALITTAS NO 2. Hal 9-12.
Tiwari, S.P. dan A.S. Hariprasad. 1997. Selection criteria for seed longevity in
soybean (Glycine max. (L) merrill.). Trop. Agric., 74: 70-72.
Wahyunindyawati, F. Kasijadi dan Abu. 2012. Pengaruh pemberian pupuk
organik “biogreen granul” terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah. Journal Basic Science and Technology 1: 21-25.

11

Dokumen yang terkait

Pengaruh Varietas dan Kriteria Panen terhadap Viabilitas Benih Wijen (Sesamum indicum L.)

0 4 75

Pengaruh Cara Tanam dan Penggunaan Varietas terhadap Produktivitas Wijen (Sesamum indicum L.)

0 10 8

PENGARUH TAKARAN PUPUK KANDANG SAPI DAN MAGNESIUM SULFAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL WIJEN (Sesamum indicum L.) DI LAHAN PASIR PANTAI | Santoso | Vegetalika 9270 19999 1 PB

0 0 12

HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN HASIL DAN HASIL WIJEN (Sesamum Indicum L.) | Permata | Vegetalika 9281 20047 1 PB

0 0 12

Pengaruh Kadar NaCl Terhadap Keragaan Bibit Wijen (Sesamum indicum L.) | Indarto, Suyadi dan Taryono | Vegetalika 1381 2623 1 PB

0 0 9

Pengaruh Takaran Vinase dan Macam Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Wijen (Sesamum indicum L.) pada Tanah Pasir Pantai | Septia Purwaningsih, Sri Muhartini, Budiastuti Kurniasih | Vegetalika 5149 8722 1 PB

0 0 10

Pengaruh Salinitas Terhadap Komponen Hasil Empat Belas Kultivar Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench) | Hasanah, Taryono, Prapto Yudono | Vegetalika 1526 2809 1 PB

0 0 11

Analisis Hubungan Antar Komponen Hasil dan Hasil Wijen (Sesamum indicum L.) pada Nitrogen yang Berbeda | Hermawan, Taryono dan Supriyanta | Vegetalika 1594 2933 1 PB

0 1 14

Pengaruh Macam Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Wijen Hitam dan Wijen Putih (Sesamum indicum L.) | Fitrisiana, Taryono, dan Tohari | Vegetalika 3997 6502 1 PB

0 0 9

Pengaruh Pemberian Garam Epsom Terhadap Hasil dan Kualitas Benih Empat Kultivar Wijen (Sesamum indicum L.) di Lahan Pasir Pantai | Rahmawati, Taryono, dan Rohlan Rogomulyo | Vegetalika 4013 6560 1 PB

0 0 10