Hubungan Soluble Fms Like Tyrosine Kinase-1 dan Placental Growth Factor dengan Preeklampsia

8

BAB2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Preeklampsia
Preeklampsia (PE) merupakan gangguan multisistem pada kehamilan
yang mempengaruhi keadaan
meliputi

ibu dan janin.Perubahan yang terjadi pada ibu

hipertensi dan proteinuria dengan onset setelah minggu ke-20 pada

kehamilan. Hal ini juga mempengaruhi kondisi janin sehingga janin berisiko
tinggi mengalami gangguan

pertumbuhan intrauterin


atau bahkan kematian

dalam kandungan (Wagner, 2004).
Insiden Preeklampsia di dunia sekitar

3% sampai 5% dari seluruh

kehamilandan diperkirakan menyebabkan 60 000 kematian ibusetiap tahun.
Dalam laporanterakhirdariDepartemen Kesehatan Iran, angka kematian ibu
diperkirakan menjadi 22,18 per 100 000 (Zibaeenezhad et al, 2010). Di Amerika
Serikat, 18% penyebab kematian ibu adalah preeklampsia (Savaj and Vaziri,
2012). Di Indonesia, kasus preeklampsia terjadi 5-10 % dari kehamilan dan masih
merupakan penyebab kedua terbanyak kematian pada ibu (Kemenkes, 2011)

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.1 Diagram Penyebab Kematian Ibu Hamil (Kemenkes RI, 2011)


Beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan adalah
riwayat kehamilan, usia ibu terlalu muda (kurang dari 20 tahun ) atau terlalu tua
(lebih dari 35 tahun), riwayat keluarga, riwayat penyakit ibu dan obesitas.
Frekuensi preeklampsia pada primigravida lebih tinggi dibandingkan pada
multigravida, terutama primigravida pada usia muda (Uzan et al, 2011; Mikat et
al, 2012; Eiland et al, 2012; ACOG, 2002). Menurut rozhikan (2007), risiko

terjadi preeklampsia pada kehamilan pertama sebesar 3,9 % sedangkan pada
kehamilan kedua sebesar 1,7% dan kehamilan ketiga sebesar 1,8%.
Faktor risiko preeklampsia yang lain adalah obesitas.

Wanita yang

memiliki indeks massa tubuh lebih dari 35 sebelum hamil memiliki risiko empat
kali lebih tinggi mengalami preeklampsia.

Begitu juga dengan wanita yang

memiliki indeks massa tubuh kurang dari 20. Kehamilan kembar juga merupakan
faktor risiko terjadinya preeklampsia.


Ibu hamil dengan penyakit penyerta

diabetes melitus juga memiliki risiko preeklampsia lebih besar dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

10

dengan ibu hamil tanpa penyakit penyerta (Matsubara, 2009). Beberapa penyakit
penyerta lainnya

juga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia pada

kehamilan, seperti

hipertensi, gangguan fungsi ginjal, kelainan hematologi,

penyakit imunodefisiensi seperti SLE. (Jido and Yakasai, 2013)


Tabel 2.1 Faktor Risiko terjadinya Preeklampsia (ACOG, 2002)

Berdasarkan onsetnya, preeklampsia dibagi dua yaitu early onset yaitu
preeklampsia yang terjadi sebelum usia kehamilan 34 minggu dan late onset, yaitu
preeklampsia yang terjadi setelah kehamilan 34 minggu (Grill, 2009).
Berdasarkan gejala klinis, preeklamsia dapat dibedakan dalam bentuk
ringandan berat.Preeklamsiaringan didefinisikan oleh sistolikTekanan darah> 140
mmHgataudiastoliktekanan darah> 90 mmHg disertai dengan proteinuria sebesar
300 mgdalam 24jam.Peningkatan tekanan darah harus dikonfirmasimelalui dua

Universitas Sumatera Utara

11

pengukuran

terpisahdiambilsetidaknya6

jam


terpisah.Preeklampsia

berat

didiagnosis jika ada peningkatan tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan
darah diastolik > 110 mmHg disertai dengan disfungi organ lainnya. Kriteria
spesifik

yang

disepakati

dalam

American

Congress

Obstetricians


and

Gynecologists (ACOG)ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Klasifikasi Preeklampsia (ACOG, 2002)

Sindrom HELLP merupakan varian tertentu dari preeklampsia berat.
HELLP adalahakronim untuk hemolisis, peningkatan hatienzim dan nilai
trombosit yang rendah.Kriteria dari sindrom HELLP diantaranya adalah anemia
mikroangiopati,

nilai

laktatdehidrogenase

Aspartat
(LDH)>

Aminotransferase
600,


atau

(AST)

nilai

>

70,

nilai

totalbilirubin>1.2,

dantrombosit