T1 712010014 Full text

TINJAUAN KRITIS TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER KEPADA
PEMUDA DI GKS KAMBAJAWA

oleh,
Lery M. Butar Butar
712010014

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologia

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
i

ii


iii

iv

MOTTO

Do what you say and never tell what you have done
(and it must be a good thing)

v

DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii
Lembar Pernyataan Tidak Plagiat ....................................................................................... iii
Lembar Pernyataan Persetujuan Akses ............................................................................... iv
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi .......................................................................... v
Motto ................................................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................................. vii
Abstrak ................................................................................................................................ viii

I. Pendahuluan ................................................................................................................... 1
II. Karakter dan Pengembangannya ................................................................................... 3
A. Gereja, Pemuda dan Pengembangan Karakter .......................................................... 6
B. Membangun Karakter yang EfektifKawin Kontrak .................................................. 8
III. Upaya Komisi Pemuda GKS Kambajawa dalam Membangun Karakter terhadap
Pemuda ........................................................................................................................... 9
A. Kegiatan GKS Kambajawa bagi Pemuda GKS Kambajawa .................................... 10
B. Metode Pendidikan Karakter bagi Pemuda di GKS Kambajawa .............................. 11
C. Pandangan Majelis Jemaat akan Pembangunan Karakter Pemuda di GKS
Kambajawa ..................................................................................................................... 13
IV. Tinjauan Kritis terhadap Upaya Komisi Pemuda GKS Kambajawa dalam
Pembangunan/Pendidikan Karakter ............................................................................... 14
V. Penutup........................................................................................................................... 18
5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 18
5.2 Saran ......................................................................................................................... 19
Kepustakaan ........................................................................................................................ 20

vi

Abstrak

Pendidikan karakter itu sendiri dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengembangkan
kebajikan manusia yang adil, penuh kasih, dan berkembang. Menanamkan inti dari nilai-nilai etis
yang penting. Pendidikan karakter ini dimulai dari kecil hingga dewasa. Pemuda, sekalipun telah
membangun pemikirannya masih memerlukan arahan. Pendidikan karakter terhadap pemuda
memberikan kesempatan membimbing pemuda untuk mencapai serta mengembangkan karakter
yang baik. Dalam GKS Jemaat Kambajawa perhatian majelis dan BPMJ kepada Komisi Pemuda
terkesan ‘membebaskan’. Tindakan ini memicu dampak baik, dimana pemuda diberikan
kebebasan untuk berkreatifitas dan menerapkan paham ‘dari pemuda untuk pemuda’, tetapi
terdapat juga dampak buruknya, terkhususnya dengan pendidikan karakter, dimana pemuda
belum cukup pengalaman dalam menyusun hal yang benar-benar dibutuhkan oleh pemuda itu
sendiri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada program yang benar-benar disusun untuk
membentuk sebuah karakter yang baik atau program tentang pendidikan karakter sekalipun
pengurus Komisi Pemuda maupun majelis GKS Kambajawa telah mengetahui dan memahami
apa itu pendidikan karakter. Mereka mengatakan bahwa sekalipun tidak melakukan pendidikan
karakter yang terstruktur tetapi sudah melakukannya secara spontan dan situasional, misalnya
melalui kotbah atau ceramah, maupun mempercayakan pemuda untuk melakukan tugas dari
Gereja agar melatih tanggung jawab mereka. Secara teori, hal ini bukanlah cara yang terbaik.
Karena dalam sebuah pendidikan karakter dibutuhkan perencanaan dan juga kesinambungan
dalam setiap program. Sehingga nara didik tidak menerima secara dangkal apa yang diajarkan.

Evaluasi terhadap ajaran dalam Komisi Pemuda juga perlu dilakukan agar dapat mengetahui
sejauh mana pemuda mengerti dan mengaplikasikan pengetahuan mereka.
Kata kunci : Pendidikan karakter, pemuda, Gereja

vii

TINJAUAN KRITIS TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER KEPADA
PEMUDA DI GKS KAMBAJAWA
I.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia,
karena itu dirancanglah sebuah program “Pendidikan Karakter” yang bertujuan untuk
membangun karakter yang baik.1Program ini didukung dengan dimulainya Gerakan Nasional
Pendidikan Karakter di Indonesia sejak tahun 2010 dan pemberlakuan kurikulum 2013dengan
fokus kepada karakter yang baik. Program ini digalakkan gunamemperbaiki karakter bangsa
yang saat ini tengah dilanda berbagai persoalan yang dapat merusak karakter seseorang,
misalnya korupsi, kekerasan dalam sekolah maupun rumah tangga. Pendidikan karakter dapat
dikatakan sebagai usaha untuk mengembangkan kebajikan manusia yang adil, penuh kasih,

dan berkembang, menanamkaninti dari nilai-nilai etis yang penting.2 Pendidikan karakter
dapat dilakukan di berbagai tempat dengan dukungan orang sekitar, keterlibatan orang sekitar
nara didik lebih ditekankan sebagai role modelterhadapkarakter yang baik itu sendiri,
sehingga menimbulkan reaksi meniru.
Mengingat begitu pentingnya pemberlakukan pendidikan karakter dalam sendi-sendi
kehidupan masa kini, maka tulisan ini akan berfokus pada pendidikan karakter terhadap
pemuda di dalam Gereja, secara khusus Gereja Kristen Sumba (GKS) Kambajawa. Gereja
dapat dikatakan sebagai sekolah, wadah untuk mengajarkan seseorang yang hidupnya harus
bertransformasi dan harus menemukan tujuan serta arti hidupnya.3Sebagai wadah pengajaran,
Gereja seharusnya turut memberlakukan pendidikan karakter pada setiap komisi pelayanan.
Namun, pada realitanya Komisi Pemuda GKS Kambajawa belum memperhatikan pendidikan
karakter bagi para pemuda. Pemuda masih diarahkan pada ibadah yang mengutamakan
pengetahuan Alkitabiah saja dan beberapa kegiatan yang difokuskan untuk menumbuhkan
iman pemuda.4 Masalah lain yang ditemui Komisi Pemuda adalah beberapa pemudi yang
aktif dalam Komisi Pemuda telah hamil diluar nikah, serta banyak pemuda yang masih sering
terlibat dalam kekerasan di sekolah maupun disekitar masyarakat.Melihat realita yang

1

Daniel Nuhamara, Pendidikan Karakter: Suatu Kajian dari Perspektif Agama (makalah

dipresentasikan dalam temu alumni f. Teologi UKSW), hal. 1.
2
Charles C. HaynesAndOliver Thomas, Common Ground A Guide To Religious Liberty In Public
School. (Nashville: First Amandement Center, 2001), hal. 151.
3
Bruce O. Powers (editor), Christian Education Handbook,(Tennesse: Broadman Press, 1981), hal. 11.
4
Informasi didapat dari ketua pemuda.

1

dihadapi Komisi Pemuda GKS Kambajawa ini, makatulisan ini diberi judul “Tinjauan Kritis
Terhadap Pendidikan Karakter Terhadap Pemuda di GKS Kambajawa”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya Komisi Pemuda
GKS Kambajawa dalam membangun karakter Pemuda, sehingga dapat mendeskripsikan
upaya-upay tersebut. Batasan penelitian ini, bertempat di GKS Kambajawa dan target
penelitian adalahmajelis dan Komisi PemudaGKS Kambajawa.Dengan penulisan ini, penulis
berharap dapat memberikan suatu pandangan baru tentang peran Gereja dalam pendidikan
karakter para pemudanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan metode
kualitatif. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik : observasi terhadap anggota Komisi

Pemuda Induk GKS Jemaat Kambajawa. Selanjutnya wawancara dilakukan terhadap majelis,
pengurusdan anggota Komisi Pemuda induk GKS Kambajawa. Serta penulis mengumpulkan
data melalui kepustakaan dari berbagai buku, artikel, jurnal maupun dokumen lainnya yang
mendukung penelitian ini.

2

II.

Karakter dan Pengembangannya

Pendidikan karakter tidak dapat kita mengerti dengan baik jika tidak mengetahui apa
itu pendidikan serta apa itu karakter yang baik, dimana kedua hal inimerupakan fokus dari
pendidikan karakter. Oleh karena itu, dalam bagian inipenulis akan menjabarkan pengertian
dari pendidikan dan karakter.
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani (Kharakter), dalam bahasa inggris adalah
„to engrave‟ yang berarti „mengukir‟, dimana merupakan kata kerja aktif untuk mengukir satu
tanda (atau kebiasaan baik) pada diri seseorang.5 Dalam setiap kehidupan, karakter masingmasing orang tentu berbeda-beda.Kamus Besar Bahasa Indonesia menjabarkan karakter
adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pakerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain, tabiat atau watak.6 Dalam konseptualnya, karakter dibagi menjadi 2 pengertian,

yang pertama yakni bersifat deterministic dimana karakter adalah anugerah dari awalnya,
sehingga tidak bisa dirubah dengan berbagai cara dan bersifat tetap dan menjadi tanda khusus
yang membedakan orang. Kedua, bersifat non deterministik atau dinamis, karakter dipahami
sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya menyempurnakan
kemanusiaannya.7 Seorang filsuf Yunani, Heraclitus mengatakan bahwa karakter adalah
takdir.8 Karakter membentuk sebuah takdir bagi seseorang dan membentuk takdir dari sebuah
komunitas.
Karakter yang baik adalah bagaimana kita mengerti „sesuatu yang baik‟,9 bagaimana
kita mengetahui yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan yang baik,10ketiga hal
ini sangat berhubungan dan menunjukkan tiga aksi nyata dari pengetahuan moral, perasaan
moral dan perilaku moral. Isi dari karakter yang baik adalah kebajikan (virtues).11Kebajikan
itu sendiri merupakan kecenderungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut sudut
pandang moral universal12.13

5

Diunduh dari http://education.stateuniversity.com/pages/2246/Moral-Education.html pada tanggal
6 Januari 2015
6
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2008), hal. 392.
7
Saptono, Dimensi-Dimensi Pendidikan karakter (Wawasan, Strategi dan Langkah Praktis), (Esense,
2011), hal. 18.
8
Terjemahan bebas dari Characther is destiny.
9
Thomas Lickona, Why Character Matters, hal.2.
10
Thomas Lickona, Educating for Character (Jakarta :Bumi Aksara, 2012) hal. 82.
11
Thomas Lickona, Character Matters (Jakarta : Paragonamata Jaya, 2012), Hal 15.
12
Thomas Licona memisahkan nilai-nilai moral menjadi 2. Nilai moral universal yaitu kewajiban yang
mengikuti setiap orang dimanapun mereka berada untuk menghargai martabat kemanusiaan fundamental
seseorang. Dan nilai moral non universal, dimana tidak membawa serta kewajiban universal melainkan moral

3

Ada 10 esensi kebajikan kebijaksanaan (wisdom), keadilan (Justice), keberanian

(Fortitude), pengendalian diri (temperance), cinta, sikap positif, bekerja keras, integritas,
syukur dan kerendahan hati.14Memiliki 10 esensi kebajikan ini bukanlah hal yang mudah
untuk dilakukan. Namun, sebenarnya ketika kita melakukan satu esensi dari kebajikan, maka
esensi yang lainnya pun akan mengikuti, tetapi bila terjadi keterpurukan satu esensi maka hal
itu akan membawa keterpurukan bagi esensi lainnya.15Lickona juga menyebutkan bahwa ada
2 kebajikan fundamental yang seharusnya ditanamkan untuk membentuk sebuah karakter
yang baik, yaitu hormat (respect) dan tanggung jawab (responsibility).16 Rasa hormat berarti
mengungkapkan penghargaan terhadap seseorang atau sesuatu. Rasa hormat terdiri dari 3
bagian yakni rasa hormat terhadap diri sendiri, orang lain dan segala bentuk kehidupan yang
mendukung keberlangsungan. Tanggung jawab itu sendiri merupakan perluasan dari rasa
hormat yang memiliki pengertian sebagai suatu tindakan aktif untuk menanggapi secara
positif kebutuhan pihak lain.
Menurut Thomas Lickona, karakter pun merupakan transformasi moral diri, dimana
dari hal ini, orang tua, guru atau masyarakat dapat mempelajari 2 hal pertama, memberikan
kesempatan kepada kaum muda untuk memikirkan dan menetapkan tujuan yang bermanfaat
bagi pembangunan membangun karakter mereka dan memberi mereka kesadaran bahwa
setiap orang membutuhkan tujuan hidup. Kedua, menjadi teladan sehingga kaum muda
memiliki orang dewasa yang mempunyai tekad dan idealisme yang tinggi serta terlibat dalam
melaksanakan karakter yang baik secara lebih lengkap dalam kehidupan mereka.17
Kata ' pendidikan ' berasal dari bahasa Latin akar 'educare'. Educare berarti untuk

membawa keluar dari dalam.18 Menurut UUD Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1 pasal 1
butir 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan dapat dikatakan juga sebagai usaha kebudayaan dimana sebagai suatu proses
individual, seperti ajaran agama. Dan karakter le ih terikat de ga
oral u iversal. (Tho as…, Character…,
hal. 21)
13
Saptono, Dimensi-di e si…, hal. 20.
14
Tho as…,Character…, hal. 16-20.
15
Tho as…, Character… hal. 21.
16
Tho as…, Educati g…, hal. 69.
17
Tho as…, Character…, hal. 34.
18
Diunduh dari http://www.educare.org/pada tanggal 6 Januari 2015

4

transformasi nilai-nilai.19 Seperti yang sudah disampaikan bahwa pendidikan adalah suatu
aktifitas yang sadar, maka sudah pasti segala yang ingin disampaikan sebelumnya sudah
terarah, teratur dan jelas sasarannya. Segala yang ingin disampaikan itulah nilai-nilai yang
ingin diturunkan. Hal ini jelas membuat pendidikan merupakan satu tempat yang strategis
untuk menurunkan atau memberi pemahaman yang baik tentang karakter itu sendiri.
Dari pembahasan akan pendidikan dan karakter baik yang harus dicapai, maka penulis
mencoba menarik satu kesimpulan, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang
terstruktur untuk menanamkan, membangun dan menguatkan moralitas yang baik kepada
nara didik. Hal ini tentu bukan saja melibatkan satu bagian kelompok masyarakat, tapi setiap
aspek dalam kehidupan bermasyarakat itu sendiri, baik keluarga, sekolah, organisasi
keagamaan, kelompok-kelompok masyarakat, budaya, media massa, dan sebagainya. Setiap
aspek ini tentu harus sadar dan menyatukan pemikiran akan apa yang hendak mereka bangun
untuk generasi penerus bangsa kedepan. Apabila hal ini gagal, maka sebuah bangsa yang
memiliki berbagai pengertian tentang karakter akan kesusahan untuk menentukan
pencapaiannya.
Saptono menuliskan bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan
sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik berdasarkan kebajikan-kebajikan inti yang
secara objekif baik bagi individu maupun masyarakat.20 Thomas Lickona dalam bukunya
Educating For Character (1991) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan
yang membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pakerti, yang hasilnya
terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung
jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. Pendidikan karakter itu
adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu mempengaruhi peserta didik.21Hal
ini juga berlaku dalam kehidupan bukan saja di sekolah, tetapi dimana pendidikan karakter
itu dilakukan tergantung dari siapa yang melakukannya. Dengan melaksanakan pendidikan
karakter berarti menanamkan inti dari nilai-nilai etis yang penting: kepedulian, kejujuran,
keadilan, rasa tanggungjawab, dan rasa hormat kepada diri sendiri dan orang lain.

19

Ki Fudyartanta, Membangun Kepribadian dan Watak Bangsa Indonesia yang Harmonis dan Integral
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 216.
20
Saptono, Dimensi-dimensi…, hal.23.
21
Heri Gunawan, Pendidikan karakter. (Bandung : Alfabeta, 2012), hal. 24.

5

Tujuanutama pendidikan karakter adalah mengembangkan dalam diri secara sosial, etika dan
juga akademik.22
A. Gereja, Pemuda dan Pengembangan karakter
Pemuda adalah seseorang yang berada pada jenjang usia 15-24 tahun,23 berdasarkan
tahap perkembangannya, usia pemuda secara moral lebih menyukai menegakkan hukum dan
disiplin. Fokus pada tahapan ini adalah bagaimana memelihara masyarakat, tidak hanya
mematuhinya. Secara iman tahap perkembangan usia pemuda telah sampai pada individual
reflektif, dimana mereka mulai serius untuk membangun keyakinannya sendiri, gaya hidup
mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Secara mental, kemampuannya beralasan semakin
meningkat, menyukai perdebatan dan adu argumen, kreatif dan idealis, penilaiannya
berkembang, daya imaginasinya cenderung berada dibawah.24 Jadi, pada usia yang
digolongan sebagai usia pemuda ini, secara konsepsi seharusnya sudah dapat mengetahui
mana yang benar, dan mana yang salah sehingga dapat mengambil tindakan yang sesuai
dengan apa yang ia ketahui itu. Namun, bukan berarti pada usia ini orang-orang dewasa
melepaskan kontrol terhadap pemuda, karena dalam menentukan salah-benar, pemuda masih
memerlukan arahan dari orang lain.
Berbicara mengenai Gereja dan pemuda, maka Komisi Pemuda menjadi satu tempat
yang sesuai dengan tumbuh kembang pemuda. Tindakan Gereja terhadap pemuda salah
satunya adalah mempersiapkan calon-calon pemimpin yang takut akan Tuhan. Gereja sebagai
organisasi agama menjadi unsur yang kuat dan istimewa dalam pendidikan karakter ketika
agama diajarkan dan diterima dalam cara yang pasti.25Gerejayang mempunyai pengaruh
dalam perkembangan kehidupan kaum muda, harus sadar akan pentingnya peran mereka.26
Gereja perlu menyadari dan memperhatikan kaum mudanya, karena merekalah yang akan

22

Charles c. Haynes And Oliver Thomas, Common Ground A Guide To Religious Liberty In Public
School. (Nashville : First Amandement Center, 2001), hal. 151.
23
Batasan umur ini penulis gunakan berdasarkan United State Organitation(Persatuan BangsaBangsa), dimana tidak membedakan Member State-nya.
24
Hamilton, S.F., Hamilton, M.A., and Pittman, Karen. Principal Young Development in S.F. Hamilton
and M.A Hamilton (Eds), 2004. The Youth Development Handbook : Coming of Age in American Communities.
Thousand Oaks : Sage Publications.
25
Thommas C. Hennesih, The Role Of Religion in Character Development in Kevin Ryan and Thomas
Lickona, Character Development in School and Beyond (New York : The Council for Research of Values and
Philosophy, 1992), hal. 219.
26
E. G. Homrighausen, I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011),
hal.138.

6

menjadi penerus Gereja bahkan menjadi para pembangun dan pembaru bagi Gereja di tengah
zaman yang terus berubah.27
Seperti yang telah dijabarkan diatas dalam perkembangannya, pemuda pada umumnya
mencari jawaban dan respon, mereka seharusnya diajarkan untuk memimpin, dimana pemuda
diberi dorongan dan digugah.28 Pemuda bagaikan berada di persimpangan jalan.29 Belum
dapat secara pasti menentukan apa yang mereka inginkan, oleh karena itu Gereja menjadi
salah satu bagian yang bertanggung jawab dalam mengajarkan pemudanya. Pengarahan dan
ajaran dari gereja ini akan berpengaruh kepada keputusan penting yang akan pemuda ambil
ketika mereka dewasa. Dengan demikian, tindakan Gereja yang membantu, bukan hanya
sebatas membantu pemuda dalam masanya tetapi juga membantu mempersiapkan caloncalon pemimpin yang takut akan Tuhan ketika mereka dewasa. Gereja juga dapat dikatakan
sebagai sekolah, namun bukan sekedar sekolah, tetapi sebagai wadah untuk mengajarkan
seseorang yang hidupnya harus bertransformasi dan telah menemukan tujuan serta arti
hidupnya.30
Ada 4 posisi Gereja, salah satunya adalah sebagai Manusia Baru.31 Posisi Gereja
sebagai manusia baru membuat Gereja melanjutkan pekerjaan Tuhan dalam membentuk
sebuah komunitas manusia yang baru, yang lebih baik daripada sebelumnya. Jemaat
seharusnya menjadi manusia baru yang harus berpusat pada Tuhan, mencintai sesama,
persatuan dan perdamaian. Gereja sebagai komunitas yang melakukan perintah Tuhan di
bumi tentu harus melakukan pekerjaan Tuhan tersebut. Posisinya sebagai „manusia baru‟
secara sadar atau tidak sejalan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat membantu
Gereja untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan itu, hemat penulis. Kolaborasi ini dapat
menjadikan jemaatnya memiliki karakter yang baik, bukan saja pengetahuannya terhadap
Alkitab atau iman.Agama dan Pendidikan karakter tidak bisa kita satukan.Pendidikan
karakter berpusat pada kebajikan umum dan nilai moral yang dipegang oleh umat manusia
pada umunya tanpa memandang agama dan perbedaan lainnya (karakter bersifat

27

Youth Development Series, Keluarga dan Masyarakat (Jakarta: Binawarga, 2007).
Kenneth O. Ganggel, Howard G Hendriks and The Christian Educations Faculty of Dallas Theological
Seminary, The Christian Educators Handbook of Theaching, (USA: Victor Books, 1989),hal 168.
29
Kenneth, The Christian... 168.
30
Bruce O. Powers (editor/complier), Christian Education Handbook, (Tennesse: Broadman Press,
1981), hal 11
31
Daniel A Leshire, Christian Education and Theology in Bruce P. Powers, Christian Education
Hanbook, (Tennesse, Broadman Perss, 1981), hal. 27-30.
28

7

universal).32Sedangkan agama itu sendiri pada umumnya berpegang pada ajaran yang mereka
percayai atau kitab mereka. Sekalipun berbeda, agama dan pendidikan karakter dapat
dikolaborasikan.
B. Membangun Karakter yang Efektif
Secara umum ada 11 prinsip untuk melaksanakan pendidikan karakter yang efektif
sebagaimana dikembangkan oleh Character Education Partnership (CEP).Cara membangun
karakter yang efektif ini didasari dari hasil penelitian CEP agar dapat diterapkan di sekolah.
Namun tidak tertutup kemungkinan dapat digunakan di tempat lain. Ketika gereja
mengadopsi teori Membangun Karakter yang Efektif, secara tidak langsung gereja telah
mengambil bagiannya dalam sebuah komunitas pendidikan karakter, yang mengharuskan
gereja menjadikan dirinya sebagai ‘role model’ yang menyeluruh.
Menurut penulis, ada beberapa teori dari 11 teori diatas, yang sesuai dengan
penerapan di gereja: pertama, pendidikan karakter mempromosikan nilai-nilai inti etika
sebagai dasar karakter yang baik. Apapun tujuannya, nilai-nilai inti yang dipromosikan oleh
pendidikan karakter yang berkualitas adalah martabat manusia, meningkatkan pembangunan
dan kesejahteraan pribadi, menjadi pelaku kebaikan bagi sesama, mendefinisikan hak dan
tanggung jawab dalam masyarakat yang demokratis, dan dipertemukan dengan sebuah „tes
klasik‟ (yaitu, apakah anda ingin orang lain untuk bertindak dengan cara yang anda lakukan
dalam situasi yang sama?) dan kebalikannya (contoh, Apakah anda ingin diperlakukan
dengan cara seperti yang anda lakukan saat ini?).33 Nilai-nilai kemanusiaan ini melampaui
segala perbedaan, baik agama dan budaya serta kembali mengekspresikan kemanusiaan kita.
Kedua, Karakter harus didefinisikan sebagai pikiran, perasaan, dan perilaku. Ini adalah
sebuah

pendekatan

yang

menyeluruh

dari

pengembangan

karakterkarena

berusahauntukmengembangkankognitif, emosional, dantindakan/motorikyang dibutuhkan
untukmelakukan hal yang benar. Nara didik tumbuhuntuk memahaminilai-nilai intidengan
mempelajaridanmendiskusikannya, mengamatimodelperilaku baik dari orang-orang sekitar
maupun

seorang

yang

mereka

anggap

memiliki

karakter

yang

baik,

danmenyelesaikanmasalah yang melibatkannilai-nilai moral dan etis. Mereka belajar
untukpedulinilai-nilai

intidengan

mengembangkanempati,

32

membentuk

kepedulian,

Charles c. Haynes And Oliver Thomas, Common Ground A Guide To Religious Liberty In Public
School. (Nashville : First Amandement Center, 2001), hal. 159.
33
Character Education Partnership, 11 Principles Of Effective Character Education. (Washington,
2010), hal 2.

8

mengembangkankebiasaan yang baik dan bertanggungjawab.Sebagaianak-anak yang
tumbuhdalam

karakter,

merekamengembangkan

pemahamanyangbaik

akankeeetisan

dannilai-nilai moral, sertaberkomitmenuntukhidupsesuai dengannilai-nilai tersebut.34Ketiga,
pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang disengaja, proaktif, dan
komprehensif dimana mempromosikan nilai-nilai inti dalam kehidupan.35Keempat,
menciptakan komunitas yang peduli. Hal ini membantu menciptakansebuah komunitasyang
membantusemuaanggotanyamembentuk hubunganyang saling menghormati, saling pedulidan
tanggung jawabsatu terhadap yang lainnya.36Kelima, untuk mengembangkan karakter, peserta
didik membutuhkan kesempatan untuk mengaplikasikan tindakan moral yang telah dipelajari.
Baik di dalam sekolah maupun komunitas, cara terbaik dalam belajar adalah dengan
melakukannya

(praktek).

Untukmengembangkanaspekkognitif,emosional,

dantindakan/motorikkaraktermereka, nara didik perlubanyak dan beragamkesempatan
untukbergulat

dengantantangankehidupan

danmelaksanakantanggung

jawab

nyata(misalnya,
yang

penting,

bagaimana
bekerja

merencanakan
dalamtim,

bernegosiasi/berdiskusiuntuk sebuah solusi, mengenali danmengatasidilema etika.).Melalui
pengalaman yangberulangdan refleksi, membantu mengembangkanapresiasidankomitmen
untukbertindak dalam lingkupnilai-nilai etika.37Keenam, pendidik harus menjadi contoh baik
moral maupun etika yang baik itu sendiri, dimana semua berbagi tanggung jawab dalam
pendidikan karakter dan menunjukan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama sesuai
yang diajarkan kepada nara didik.38Ketujuh dari 11 teori CEP yang penulispakai dengan
menyesuaikan keadaan gereja adalah evaluasi terhadap pendidikan karakter yang telah
diajarkan harus dilakukan, baik terhadap budaya dan suasana sekitar, menilai karakter
komunitas, fungsi pendidik pendidikan karakter, dan sejauh mana siswa menanamkan
karakter

yang

baik

itu.

Pendidikan

karakteryang

efektifmeliputipenilaian

berkelanjutanmenggunakanlangkah-langkahkualitatif dan kuantitatif.39 Evaluasi ini dapat
menggunakan berbagai cara, di mana keakuratannya dapat sejajar dengan pemahaman nara
didik terhadap karakter yang baik itu sendiri.
III.

Upaya Komisi Pemuda GKS Kambajawa dalam Membangun Karakter
terhadap Pemuda

34

Chara
Chara
36
Chara
37
Chara
38
Chara
39
Chara

35

ter…, 11 Pri
ter…, 11 Pri
ter…, 11 Pri
ter…, 11 Pri
ter…, 11 Pri
ter…, 11 Pri

ciples…. hal 4.
ciples…. hal 6.
ciples…. hal 8.
ciples…. hal 10.
ciples…. hal 16.
ciples…. hal 22.

9

GKS Kambajawa telah berdiri pada 25 November 2007 sebagai cabang Kambajawa
dari GKS Payeti. Pendeta pertama GKS Kambajawa adalah Pdt. Sherlin Lesniawati Wudi
Padadengo, S. Si-Teol dengan jumlah warga jemaat pada waktu itu adalah 829 jiwa. Jemaat
Kambajawa terdiri dari 1 pusat, 1 Cabang, 2 Ranting. GKS Kambajawa merupakan bagian
dari Klasis Waingapu, yang teridiri dari 3 Jemaat yakni: GKS Waingapu, GKS Payeti dan
GKS Kambajawa.
A. Kegiatan GKS Kambajawa bagi Pemuda GKS Kambajawa
Komisi Pemuda merupakan salah satu komisi dari beberapa komisi yang ada di GKS
Jemaat Kambajawa, berada diantara komisi kaum bapak, kaum ibu, pekabaran injil, Anak dan
Remaja serta komisi yang lain. Komisi Pemuda adalah komisi yang dibentuk dengan tujuan
pemuda dapat diatur dan mendapat perhatian yang lebih sehingga mereka dapat dibantu untuk
mengembangkan diri dan terus bertumbuh dalam iman yang benar kepada Kristus. Selain itu,
pembentukkan Komisi Pemuda didasari dengan pemikiran bahwa pemuda adalah tulang
punggung Gereja, yang kelak diharapkan akan meneruskan berbagai pelayanan pada masa
mendatang.40Komisi Pemuda GKS Jemaat Kambajawa mempunyai kepengurusan inti
sebagai berikut koordinator adalah Pnt. U. Ngandji, S. Pt, ketua, Ishak Lani Pandango, S. Pd,
wakil Matheos Boby Paja Gae, sekretaris, Fernandus Ndakunau dan bendaharaadalah
Asinkritus Ng. L. Manusmesa, ST.
Kepengurusan ini telah dibentuk dari tahun 2010 hingga saat ini. Mereka memiliki 5
tahun masa jabatan. Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan oleh Komisi Pemuda adalah
melakukan Ibadah bersama. Ibadah disebut dengan PA Pemuda (Pemahaman Alkitab
Pemuda) yang dilakukan setiap hari Sabtu,pukul 16.00 WIT. Pemahaman Alkitab ini
biasanya dipimpin oleh majelis, beberapa orang dari pihak luar gereja, dan juga oleh pemuda
dari GKS Jemaat Kambajawa sendiri. Nats atau ayat Alkitab yang menjadi bahan perenungan
dalam ibadah disediakan langsung oleh seksi kerohanian. Bahan-bahan renungan yang
disediakan pada hari-hari khusus disesuaikan dengan perayaan hari raya Gerejawi.Artinya
bahan ajar atau bahan khotbah mengikuti hari-hari perayaan yang ditentukan oleh sinode
GKS, contoh, bulan keluarga, paskah, maupun natal. Selepas dari hari-hari khusus tersebut,
bahan khotbah bebas ditentukan oleh seksi kerohanian yang beranggotakan pemuda itu
sendiri dan seorang vicaris.
Setiap minggunya, anggota pemuda secara bergantian menjadi operator LCD,
pemimpin lagu serta pemimpin doa syafaat. Jika melihat kehadiran pemuda, terendah dalam
40

Hasil wawancara dengan bapak UN (inisial), 14 November 2014, 10.00 WIT.

10

satu kali ibadah tiap minggunya adalah 8 orang dengan jumlah kehadiran tertinggi 50 orang.
Komisi Pemuda GKS Kambajawa belum memiliki data yang akurat tentang berapa jumlah
pemuda yang terdapat dalam GKS Jemaat Kambajawa, karenanya pengurus mengadakan
program perkunjungan, guna mendaftar pemuda GKS Kambajawa yang aktif maupun tidak,
agar diketahui secara pasti berapa jumlah pemuda GKS Kambajawa.
Kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Komisi Pemuda GKS Jemaat
Kambajawa dapat dikatakan sangat beragam. Ada yang terstruktur dan terencana seperti
acara PA Pemuda, perayaan Paskah, perayaan Natal, retreat, dan juga ibadah padang dengan
tujuan untuk membangun iman para pemuda yang mengikuti kegiatan tersebut, sertaterdapat
pula kegiatan yang secara spontan dilakukan, misalnya piknik bersama, mengunjungi kerabat
pemuda yang sakit, dan jalan-jalan, kegiatan ini semata-mata untuk membangun kebersamaan
dari sesama anggota Komisi Pemuda.41
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus Komisi Pemuda GKS Jemaat
Kambajawa, penulis menemukan bahwa para pengurus mengetahui pentingnya pendidikan
karakter. Penulis menemukan beberapa pandangan mengenai alasan dibalik pentingnya
pendidikan karakter yang dipahami oleh Komisi Pemuda. Pertama, karena karakter
merupakan satu hal yang paling mendasar. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang luas,
tetapi karakternya tidak baik, maka yang jahat akan keluar dari dirinya.Dari hal yang
mendasar itu maka terbangunlah sosok pribadi manusia yang baik. Ini tentunya akan
membawa dampak yang baik pula kedepannya.42Kedua, bahwa karakter sudah selayaknya
menjadi salah satu dasar dari diri manusia yang menentukan jati diri pemuda itu sendiri,
ketika jati diri itu telah luntur maka demikian juga karakter.43Ketiga, bahwa pendidikan
karakter merupakan bentuk pendidikan yang sangat membantu bagaimana seharusnya
seorang manusia itu bersikap. Di dalam pendidikan karakter setidaknya telah terdapat hal-hal
yang merupakan tujuan yang ingin dicapai pada akhirnya, dan hal itu tentunya baik untuk
diterapkan didalam kehidupan seseorang.44

B. Metode Pendidikan Karakter bagi Pemuda di GKS Kambajawa
Pengurus

Komisi

Pemuda

mengakuibelummenjadikanpendidikankaraktersebagai
41

GKS
dasar

jemaat

penyusunanprogramnya.

Hasil wawancara dengan saudara IP (inisial), 4 November 2014, 14.00 WIT.
Hasil wawancara dengan saudara IP (inisial), 4 November 2014, 14.00 WIT.
43
Hasil wawancara dengan saudari VB (inisial), 4 November 2014, 16.00 WIT.
44
Hasil wawancara dengan saudari M (inisial), 14 November 2014, 16.00 WIT.
42

11

Kambajawa,

Namun, Komisi Pemuda menyatakan sudah melakukan pendidikan karaktersecara tidak
langsung melalui pemahaman Alkitab. Sedapat mungkin pemahaman Alkitab selalu
membawa

isu

bagaimana

seorang

pemuda

itu

harus

bersikap.

Dalamsetiap

penyusunanbahanpemahaman Alkitab, Komisi Pemuda sudah memberikan tujuan khusus
yang harus dicapai oleh anggota pemuda, dimanapadaakhirnyapesertadiharapkan tidak
hanyamemahamitetapi harusmengimplementasikan apa yang dibahaspada 1 kali pemahaman
Alkitab.45 Hal ini dirasa mampu membawa pemuda mempunyai satu pandangan dan sikap
yang baru di setiap PA Pemuda. Selanjutnya, dalam proses Pemahaman Alkitab Pemuda,
selaludisediakan sesi untuk bersaksi, kesempatan ini dipakai untuk seorang pemuda bersaksi,
baik tentang kehidupan atau masalahnya dan pemuda lain menganggapi. Hal ini membuat
seorang pemuda tahu bagaimana dia harus bertindak pada satu keadaan dan memberikan
sudut pandang lain melalui tanggapan yang diterimanya.46
Di dalam Komisi Pemuda, pendidikan karakter hanya terjadi secara spontan dan
situasional. Contoh :1. pemuda ditunjuk untuk memimpin ibadah pemahaman Alkitab, baik
itu sebagai pembawa firman, operator LCD, atau pembawa doa syafaat maupun song leader,
mereka diajarkan untuk bertanggung jawab dan percaya diri dalam setiap tugas yang
dipercayakan kepada mereka. 2. Pemuda selalu dilibatkan dalam kepanitiaan suatu acara baik
yang dilaksanakan oleh Komisi Pemuda, melalui kepanitiaan ini, pengurus Komisi Pemuda
melihat bahwa para anggota Komisi Pemuda diajarkan untuk bekerja sama dan menghargai
sesama serta mampu untuk bekerja sama dalam tim. 3. Dalam perlombaan yang diikuti oleh
anggota Komisi Pemuda misalnya, mereka diajarkan untuk berlaku sportif dan mau
menerima kekalahan.
Evaluasi terhadap PA Pemuda pun tidak pernah dilakukan oleh Komisi Pemuda GKS
Kambajawa. Hal ini disebabkan setiap minggunya pemahaman Alkitab bagi pemuda selalu
menemukan tema baru. Evaluasi lebih bersifat sepintas, dimana hanya sebagai sebuah
pertanyaan untuk mengawali sebuah kotbah atau pemahaman Alkitab apabila tema pada saat
itu mempunyai hubungan atau kesamaan dengan tema minggu sebelumnya. Setiap pemuda
yang hadir dalam setiap kegiatan selalu dianggap telah mengerti dan mempunyai komitmen
untuk melakukan apa yang telah mereka pelajari dalam satu pertemuan.
Evaluasi ini juga mengalami kendala karena setiap minggunya seorang pemuda tidak
pasti mengikuti ibadah PA Pemuda. Kehadiran yang naik-turun ini disebabkan banyak hal,
baik itu disebabkan banyaknya tugas dalam rumah mereka (mengingat sebagian pemuda
45

Hasil wawancaradengan saudari VB (inisial), 4 November 2014, 16.00 WIT.
Hasil wawancara dengan saudara T (inisial), 31 Oktober 2014, 18.00 WIT.

46

12

merupakan „anak tinggal‟ dimana mereka tidak tinggal dirumah orang tua kandungnya, tetapi
bersama keluarga mereka yang setidaknya mewajibkan mereka untuk membantu pekerjaan
dalam rumah), waktu selesai ibadah yang dinilai terlalu malam dan jarak yang jauh dari
rumah ke Gereja.
C. Pandangan Majelis Jemaat akan Pembangunan Karakter Pemuda di GKS
Kambajawa

Majelis GKS Jemaat Kambajawa beranggapan bahwaPemahaman Alkitab yang
dilakukan oleh Komisi Pemuda setiap Sabtu pukul 17.00 WIT sebenarnya telah menjadi
salah satu cara pendidikan karakter. Didalam pemahaman Alkitab tersebut, pemuda diajarkan
tentang bagaimana menjadi seorang Kristen, sedangkan didalam kekristenan itu sendiri sudah
terkandung karakter-karakter yang baik. Hukum kasih adalah dasar bagaimana seharusnya
seorang Kristiani bertindak, bukan saja kepada sesama orang Kristen tetapi kepada orang di
luar dari agama Kristen. Hal ini mau tidak mau menjadikan seseorang harus berkarakter baik
kepada semua orang, karena hanya dengan karakter yang baik, manusia dimampukan untuk
mengasihi. Berdasarkan kenyataan tersebut, pendidikan karakter bisa dikatakan sangat
berpengaruh untuk mengubah karakter seseorang.47Selain itu, pendidikan karakter pun turut
berpengaruh kepada dasar dari kehidupan seseorang.48
Dari pandangan majelis jemaat GKS Kambajawa, pendidikan karakter di GKS Jemaat
Kambajawa, diakui memang belum diberlakukan secara terstruktur, tetapi berlangsung secara
spontan (tidak sistematis) dan situasional. Contoh, pemuda selalu dilibatkan dalam kegiatankegiatan Gereja. Mereka kerapkali diajak untuk terlibat dan memiliki peran penting dalam
kegiatan-kegiatan tersebut. Misalnya dalam retreat komisi perempuan, pemuda dipanggil
untuk membantu, pemuda diajak untuk bersama-sama melakukan penginjilan ke kampungkampung bersama Komisi Pekabaran Injil, juga dalam acara perayaan natal atau beberapa
acara lainnya, mereka biasanya diikutsertakan untuk membantu. Hal-hal diatas diakui secara
tidak langsung merupakan bentuk dari keterlibatan pihak Gereja untuk membentuk karakter
para pemuda. 49

47

Hasil wawancara dengan bapak UN (inisial), 14 November 2014, 10.00 WIT.
Hasil wawancara dengan ibu YDG(inisial), 5 November 2014, 17.00 WIT.
49
Hasil wawancara dengan bapak UN (inisial), 14 November 2014, 10.00 WIT.
48

13

IV.

Tinjauan Kritis terhadap Upaya Komisi Pemuda GKS Kambajawa

dalam Pembangunan/Pendidikan Karakter
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, penulis mencoba menganalisa
pelaksanaan pendidikan karakter di GKS Kambajawa yang menurut penulis belum
dilaksanakan dengan baik. Penulis berasumsi demikian karena program-program yang
dimiliki Komisi Pemuda tidak berfokus pada pendidikan karakter. Kegiatan rutin pemuda
hanya berfokus pada pendalaman iman Kristiani saja sedangkan kegiatan untuk
pembangunan karakter pemuda hanya dilakukan secara tidak langsung bersamaan dengan
pendalaman iman. Menurut penulis, sesungguhnya GKS Kambajawa telah memahami bahwa
pemuda adalah tulang punggung Gereja yang kelak memikul tanggung jawab pelayanan
Gereja, tetapi mereka kurang memberi perhatian khusus pada pendidikan karakter pemuda.
Sesuai dengan tahap perkembangannya, pemuda sudah mulai serius untuk
membangun keyakinannya sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Secara
mental, kemampuannya beralasan semakin meningkat, menyukai perdebatan dan adu
argumen, kreatif dan idealis, penilaiannya berkembang, daya imajinasinya cenderung berada
dibawah. Dalam fase perkembangan ini, pemuda jelas masih membutuhkan perhatian dan
pengarahan dari Gereja dan lingkungan sekitar mereka. Penulis melihat bahwa GKS
Kambajawa memberikan kebebasan yang seluasnya kepada pemuda. Hal ini terlihat jelas dari
pemberian kebebasan kepada komisi muda untuk membuat bahan ajar dalam ibadah
pendalaman Alkitab (perlu diketahui bahwa bahan ajar pemahaman Alkitab tidak disediakan
oleh Sinode GKS sehingga setiap Gereja harus menyiapkannya sendiri), penyusunan kegiatan
dan sebagainya. Sebenarnya hal ini cukup baik karena Komisi Pemuda diajarkan untuk
memiliki tanggung jawab, tetapi perlu diingat bahwa pemuda masih membutuhkan
pengarahan dari Gereja.50 Contoh sederhana yang seharusnya dilakukan adalah pendeta turut
campur tangan dalam penentuan bahan ajar pemuda karena setidaknya Pendeta dipandang
lebih bisa mendalami apa yang dibutuhkan pemuda berkaitan dengan pendidikan karakter dan
masalah keimanan. Pendeta dapat memposisikan dirinya sebagai pengajar pendidikan
karakter ketika campur tangan dalam penyusunan bahan ajar. Campur tangan ini akan
mewujudkan pernyataan Kenneth bahwa Gereja sudah seharusnya menyadari bahwa pemuda
bagaikan berada di persimpangan jalan. Dengan memberikan perhatian kepada karakter baik
50

Kenneth O. Ganggel, Howard G Hendriks and The Christian Educations Faculty of Dallas Theological
Seminary, The Christian Educators Handbook of Theaching, (USA: Victor Books, 1989), hal. 168.

14

untuk pemuda dan dengan arahan yang tepat, ketika pemuda memutuskan untuk memilih
jalannya saat dewasa, mereka sudah memiliki „perlengkapan‟ yang baik.
Dipihak lain, terbukanya GKS Kambajawa dalam melibatkan pemuda pada acaraacara besar, menimbulkan efek positif dalam diri pemuda. Sesuai yang diharapkan, bahwa
pemuda belajar untuk bertanggung jawab dalam tugas yang dipercayakan dengan
diselesaikannya setiap tugas yang diberikan. Keterbukaan ini memberikan pemuda tempat
untuk mempraktekkan karakter bertanggung jawab, sesuai dengan teori yang dikembangkan
oleh Character Education Partnership (yang selanjutnya disingkat CEP).
Salah seorang narasumber mengatakan bahwa Gereja telah melakukan pendidikan
karakter secara spontan dengan mengajak pemuda untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pelayan Gereja, memberikan kepercayaan dalam ibadah Pemahaman Alkitab Pemuda
maupun dalam ibadah hari minggu dan sebagainya agar memberikan pemuda karakter yang
baik dalam hal ini tanggung jawab dan rasa hormat, sebenarnya tanpa disadari GKS
Kambajawa telah menerapkan pemahaman Lickona dimana dalam pembentukkan karakter
harus didasari rasa hormat dan tanggung jawab. Namun, pendidikan karakter yang spontan,
tidak dapat ditindaklanjuti jika tidak terus didukung oleh program-program Komisi Pemuda
dan Gereja. Menurut penulis, pendidikan karakter yang spontan tidaklah tepat, karena pada
hakekatnya pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai moral yang dilakukan secara
sadar dan sistematis dalam membangun karakter seseorang. Bila hanya dilakukan secara
spontan maka hasil perkembangan karakter tidak dapat diikuti secara berkelanjutan karena
hanya dilakukan secara tidak sengaja serta menyentuh hanya permukaannya. Segala ajaran
yang bersifat spontan dan situasional hanya memiliki efek sepintas yang meninggalkan
pemuda hanya „mengecap‟ apa itu pendidikan karakter, tetapi tidak bisa menikmati secara
keseluruhan atau lebih mendalam lagi.
Ketika penulis menanyakan apakah agama (dalam hal ini Gereja) mampu untuk
membentuk sebuah karakter yang baik atau mampukah agama menjadi landasan pendidikan
karakter, narasumber menjawab bahwa agama saja tidak cukup, diperlukan tambahan dari
sekolah, masyarakat, keluarga dan suatu komunitas, yang mengajarkan apa yang tidak ada
dalam agama. Hal ini sejalan dengan Thomas Lickona yang mengatakan perlunya dukungan
dari semua pihak, yang dibahas juga oleh CEP dalam penyempurnaan teori 11 Cara Efektif
untuk melakukan Pendidikan Karakter. Pernyataan tersebut sebenarnya mengidentifikasikan
bahwa iman saja tidaklah cukup. Lickona memang selalu memisahkan pendidikan karakter di
15

sekolah dari agama, dimana Lickona landaskan dari hasil penelitian Profesor Larry Nucci
(1985) yang membuktikan bahwa adanya hukum moral diluar dari agama. Iman dijadikan
satu nilai dari sekian banyak nilai. Sekali lagi penulis sampaikan bahwa pendidikan karakter
menyediakan kesempatan nara didik untuk mempraktekkan, diawasi dan ditinjau serta
dituntun sehingga mencapai karakter yang baik itu sendiri. Menurut penulis, nara didik tidak
hanya diberi pengetahuan mana yang baik dan salah, tetapi juga diarahkan sehingga dapat
mempraktekkan karakter yang baik itu sendiri dan selalu di evaluasi agar mengetahui sejauh
mana satu ajaran telah didalami dan dilakukan, satu hal yang tidak didapat dari iman yang
bersifat pribadi.
Menyinggung tentang Heri Gunawan dalam pernyataannya, bahwa pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu mempengaruhi peserta
didik.51Hal ini berhubungan erat dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Komisi
Pemuda. Kreatifitas tentu sangat mendukung hal ini. Penulis melihat kegiatan yang dilakukan
adalah kegiatan yang sama tiap tahunnya, namun hanya mengusung tema yang berbeda.
Tidak menjadi masalah apabila „eksekusinya‟ terus diperbaharui, karena hal ini akan semakin
memicu pemuda untuk semakin aktif dan menanti kegiatan-kegiatan selanjutnya. Namun,
kegiatan itu akan menjadi sesuatu yang membosankan jika kegiatan yang sama dilakukan
dengan cara yang juga sama. Komisi Pemuda memang menyadari akan hal itu, mereka sadar
bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan kreatifitas, namun hal ini
terhambat dengan kurangnya sumber daya. Kegiatan-kegiatan seharusnya menginspirasi,
mengasah kreatifitas, dan mengajarkan pemuda untuk mengembangkan diri dan moral
mereka. Mereka harus diajarkan untuk melakukan moral secara langsung (teori dan praktek).
Perhatian kepada pemuda pun harus diberikan oleh keluarga, majelis, pendeta, dan rekan
rekan pemuda sendiri. Perhatian ini akhirnya membawa pemuda kepada satu kesadaran
bahwa karakter yang baik memang mempengaruhi kehidupan seseorang.
Dari hasil wawancara dengan pemuda,52 pemuda memang belum mengetahui dengan
pasti apa itu pendidikan karakter, dan ketika dijelaskan, mereka mengakui hal itu belum
terjadi di dalam Komisi Pemuda tetapi mereka mengakui ada perubahan dalam perilaku
mereka, meskipun belum 100% berubah. Dengan „kespontanan‟ yang dilakukan, Komisi
Pemuda telah dapat mempengaruhi kehidupan pemuda, dan penulis melihat bahwa akan ada
51

Heri Gunawan, Pendidikan karakter. (Bandung : Alfabeta, 2012), hal. 24.
Wawancara dilakukan kepada Saudara T, 28 November 2014, pukul 16.00, saudara B, 28
November, pukul 18.00, dan saudari I 28 November, pukul 20.00.
52

16

hasil yang lebih baik lagi, jika segala sesuatu dapat direncanakan terlebih dahulu. Tentu
permulaan yang harus dilakukan Komisi Pemuda GKS Jemaat Kambajawa bukan langsung
melakukan pendidikan karakter terhadap pemuda, tetapi menyadarkan dan mengenalkan
betapa pentingnya karakter yang baik dalam kehidupan anggota pemuda.
GKS Kambajawa selanjutnya harus memikirkan untuk menyediakan evaluasi bagi
para anggota Komisi Pemuda, dengan demikian pemuda selalu merasa diperhatikan.
Perhatian kepada evaluasi sebenarnya sangat penting untuk melihat sejauh mana para pemuda
telah belajar dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. Evaluasi ini bisa berupa
Tanya jawab, tes kecil, aktifitas/permainan yang berhubungan dengan bahasan. Evaluasi ini
bisa dimulai dengan cara yang sederhana, misalnya selalu menyediakan minggu keempat
sebagai minggu evaluasi, yang membahas kembali pemahaman Alkitab yang telah dilewati
bersama dari minggu pertama hingga minggu ketiga dalam satu bulan.. Dengan cara tersebut
nara didik/pemuda diarahkan untuk terus mengingat pelajaran yang telah mereka dapatkan
dalam ibadah pemuda. Pada dasarnya, Komisi Pemuda harus memberi perhatian juga dalam
hal kurikulum/bahan ajar PA Pemuda, yang berkesinambungan serta berfokus pada satu titik
selama beberapa waktu (setidaknya 1 bulan), agar ketika melakukan evaluasi ini, kriteria
penilaian dapat dengan lebih mudah ditetapkan. Kegiatan ini juga tentunya akan
mempermudah pemuda untuk menerima satu ajaran atau satu tema dengan lebih mendalam
dan lebih baik karena mereka mempunyai satu fokus dalam satu waktu.
Tantangan selanjutnya bagi Komisi Pemuda adalah dengan menjangkau mereka yang
tidak aktif. Perkunjungan yang dilakukan menjadi awal yang baik untuk menarik perhatian
pemuda. Memang jumlah pemuda jemaat GKS Kambajawa belum dapat dipastikan dan
sekarang masih dalam tahap pendataan. Jika bergabung dalam Komisi Pemuda adalah tempat
berkembangnya pemuda, maka Komisi Pemuda harus bekerja keras untuk menarik minat
pemuda yang sebanyak-banyaknya untuk datang dan bergabung, sehingga membentuk satu
komunitas pemuda yang tanpa perbedaan. Dalam artian semua pemuda mendapat pendidikan
dari Gereja yang memang sesuai dengan keadaan mereka, dan membentuk mereka menjadi
pribadi dengan karakter yang lebih baik.

17

V. Penutup
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis jabarkan diatas, penulis ingin menarik kesimpulan,
bahwa pendidikan karakter menjadi satu hal yang penting dalam menentukan siapa seseorang
dikemudian hari. Kesadaran akan pentingnya karakter yang baik membawa seseorang kepada
tahap pencarian dan selanjutnya kepada tahap penerapan. Karakter yang baik tidaklah
berguna ketika hanya berada pada batasan teori, karakter yang baik memang sama seperti
iman, yang harus ditindaklanjuti dalam kehidupan nyata.
GKS Kambajawa memang telah mengetahui dengan baik apa itu pendidikan karakter,
namun mereka masih belum dapat melaksanakan pendidikan karakter tersebut. Pendidikan
Karakter adalah sesuatu yang permanen dalam kehidupan seseorang, dan GKS Kambajawa
seharusnya memberikan perhatian yang baik kepadanya. Bukan saja kepada pemuda tetapi
juga dimulai sejak dari sekolah minggu, remaja dan berlanjut di pemuda. Hal ini tidaklah
terputus tetapi merupakan satu kesinambungan. Pendidikan karakter yang spontan tersebut
tidaklah baik kepada pemuda karena pemuda hanya belajar sesuatu tetapi tidak diperhatikan
berkelanjutan.Untuk menunjang keberhasilan pendidikan karakter, maka setiap komisi dan
segala komponen GKS Kambajawa harus turut aktif memberlakukan, mendukung, dan
memberi perhatian khusus pada pendidikan karakter yang dilakukan.
Slogan GKS Kambajawa bahwa pemuda adalah tulang punggung Gereja, sudah
selayaknya membawa perhatian yang lebih, ini bukan berarti pemuda diistimewakan, tetapi
salah satu cara membentuk sebuah jemaat yang baik bagi pemuda GKS Jemaat Kambajawa
mulai dari saat ini. Pendidikan karakter kepada pemuda menjadi jalan yang baik. Perlu untuk
selalu diingat bahwapara „tulang punggung Gereja‟ ini masih membutuhkan arahan dari
orang lain, dalam hal ini Gereja pun harus turut terlibat. Membentuk sebuah karakter yang
baik dalam diri pemuda dengan melakukan pendidikan karakter memang membutuhkan
perencanaan yang matang serta didukung dengan berbagai program dan pihak yang pada
dasarnya berfungsi untuk mengontrol sejauh mana perkembangan. Penulis menyakini hal ini
dapat dcapai oleh GKS Jemaat Kambajawa melihat potensi yang didapat dari jemaat, dengan
beragam pekerjaan, salah satunya adalah guru.

18

B. Saran
a.

Untuk

Sinode

GKS

sebaiknya

mensosialisasikan

betapa

pentingnya

pendidikan/pengembangan karakter bagi jemaat dengan menyediakan tenaga yang kompeten
untuk kesempatan tersebut.
b. Menciptakan model-model