Produk Hukum • Info Hukum 76 kepmen kp 2016
KEPUTUSAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76/KEPMEN-KP/2016
TENTANG
RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA 572
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 7 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009, perlu menyusun Rencana Pengelolaan Perikanan
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 572;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan
tentang
Rencana
Pengelolaan
Perikanan
Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 572;
Mengingat
: 1. Undang-Undang
Nomor
31
Tahun
2004
tentang
Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5073);
2. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 8);
3. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
-2-
Tahun 2015 Nomor 111);
4. Keputusan
Presiden
Nomor
121/P
Tahun
2014
tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet
Kerja Periode Tahun 2014-2019, sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun
2016 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja
Periode Tahun 2014-2019;
5. Peraturan
Menteri
PER.29/MEN/2012
Kelautan
tentang
dan
Pedoman
Perikanan
Nomor
Penyusunan
Rencana
Pengelolaan Perikanan di Bidang Penangkapan Ikan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 46);
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMENKP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
503);
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMENKP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan
dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1227);
8. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMENKP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG
RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 572.
KESATU
: Menetapkan Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia 572, yang selanjutnya disebut
RPP WPPNRI 572 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KEDUA
: RPP
WPPNRI
merupakan
572
acuan
sebagaimana
bagi
dimaksud
Pemerintah,
diktum
pemerintah
KESATU
daerah,
dan
pemangku kepentingan dalam melaksanakan pengelolaan perikanan
-3-
di WPPNRI 572.
KETIGA
: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2016
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SUSI PUDJIASTUTI
Lembar Pengesahan
JABATAN
PARAF
Kabag PUU I
-4-
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76/KEPMEN-KP/2016
TENTANG
RENCANA
PENGELOLAAN
PERIKANAN
WILAYAH
PENGELOLAAN
PERIKANAN
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA 572
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya ikan di WPPNRI 572 merupakan
kekayaan alam yang terkandung di dalam air dan oleh sebab itu sudah seharusnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sumber daya ikan tersebut harus didayagunakan untuk mendukung terwujudnya
kedaulatan pangan khususnya pasokan protein ikan yang sangat bermanfaat untuk
mencerdaskan anak bangsa. Indonesia harus memastikan kedaulatannya dalam
memanfaatkan sumber daya ikan di WPPNRI 572. Kedaulatan tersebut juga akan
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap potensi penyerapan tenaga
kerja di atas kapal, belum termasuk tenaga kerja pada unit pengolahan ikan, dan
kegiatan pendukung lainnya di darat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, disebutkan bahwa perikanan adalah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya
dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua
upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan
implementasi, serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di
bidang perikanan, yang dilakukan oleh Pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan
untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan
-5-
yang telah disepakati. Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa pengelolaan
perikanan merupakan aspek yang sangat penting untuk mengupayakan agar
sumber daya ikan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
WPPNRI 572 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera
dan Selat Sunda, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di
Indonesia. Estimasi potensi sumber daya ikan di WPPNRI 572 mencapai 1,228,601
ton/tahun.
Dalam Article 6.2 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), FAO
1995 mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan harus menjamin kualitas,
keanekaragaman, dan ketersediaan sumber daya ikan dalam jumlah yang cukup
untuk generasi saat ini dan generasi yang akan datang, dalam konteks mewujudkan
ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan. Hal
tersebut sejalan dengan cita-cita nasional Indonesia. Mengingat tingginya potensi
sumber daya ikan di WPPNRI 572, maka Indonesia harus melakukan upaya
maksimum agar potensi sumber daya ikan di WPPNRI 572 dimanfaatkan oleh
Negara Republik Indonesia dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
pemangku kepentingan lainnya harus bersama-sama melakukan upaya pengelolaan
sumber daya ikan dan lingkungannya yang berkelanjutan di WPPNRI 572. Dalam
upaya pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, maka Pemerintah, pemerintah
daerah, dan pemangku kepentingan lainnya harus bersama-sama mewujudkan citacita nasional sebagaimana diuraikan di atas. Hal ini penting, mengingat dalam
Article 6.1 CCRF, FAO 1995, hak untuk menangkap ikan (bagi pelaku usaha) harus
disertai dengan kewajiban menggunakan cara-cara yang bertanggung jawab, untuk
memastikan efektivitas pelaksanaan tindakan konservasi dan pengelolaan sumber
daya ikan.
Mengacu pada tugas, fungsi, dan wewenang yang telah dimandatkan oleh
peraturan perundang-undangan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan dan
penjabaran dari misi pembangunan nasional, maka upaya untuk mewujudkan
pembangunan kelautan dan perikanan yang menitikberatkan pada kedaulatan
(sovereignty), keberlanjutan (sustainability), dan kesejahteraan (prosperity) harus
melalui proses terencana, terpadu, dan berkesinambungan.
Oleh karena itu dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan telah
mengacu pada misi pembangunan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui
prinsip pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (Ecosystem Approach
to Fisheries Management/EAFM) yang dirancang oleh FAO (2003). Pendekatan
-6-
dimaksud mencoba menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam
pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumber daya
ikan,
dan
lain-lain)
dengan
mempertimbangkan
ilmu
pengetahuan
dan
ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, manusia, dan interaksinya dalam
ekosistem
perairan
melalui
sebuah
pengelolaan
perikanan
yang
terpadu,
komprehensif, dan berkelanjutan.
B. Maksud dan Tujuan
RPP WPPNRI 572 dimaksudkan dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya di WPPNRI 572 sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan.
Tujuan RPP WPPNRI 572 sebagai arah dan pedoman bagi Pemerintah,
pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber daya ikan dan lingkungannya di WPPNRI 572.
C. Visi Pengelolaan Perikanan
Visi pengelolaan perikanan di WPPNRI 572 yaitu mewujudkan pengelolaan
perikanan yang berkedaulatan dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat
perikanan Indonesia pada umumnya dan masyarakat pesisir pada khususnya.
D. Ruang Lingkup dan Wilayah Pengelolaan
1. Ruang lingkup RPP ini meliputi:
a. status perikanan; dan
b. rencana strategis pengelolaan di WPPNRI 572.
2. Wilayah Pengelolaan
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
18/PERMEN-KP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, WPPNRI 572 mencakup wilayah perairan Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda. Letak geografis WPPNRI 572 sebagaimana
tercantum pada Gambar 1.
-7-
Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan perairan Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda
Sumber:
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2014
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
Secara administratif daerah provinsi yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab melakukan pengelolaan sumber daya ikan di WPPNRI 572 terdiri
dari 6 (enam) pemerintah provinsi yang meliputi Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera
Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan
Provinsi Banten, sedangkan dalam bidang pemberdayaan nelayan kecil,
pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) menjadi
kewenangan dari 35 daerah kabupaten/kota yang meliputi Kabupaten Simeuleu,
Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat,
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Nagan Raya,
Kabupaten Aceh Jaya, Kota Banda Aceh, Kabupaten Sabang, Kabupaten Nias,
Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli
Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Sibolga, Kabupaten Pesisir Selatan,
Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pariaman, Kabupaten Bangkulu
Selatan, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kaur, Kabupaten Seluma,
Kabupaten Mukomuko, Kota Bengkulu, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten
Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Tanggamus, Kota Serang,
Kabupaten Cilegon, dan Kabupaten Pandeglang.
-8-
BAB II
STATUS PERIKANAN
A. Potensi, Komposisi, Distribusi, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan
Kelompok sumber daya ikan yang dapat diestimasi potensinya di perairan
WPPNRI 572 ini terdiri dari 9 (sembilan) kelompok, yaitu:
1. ikan pelagis kecil;
2. ikan pelagis besar;
3. ikan demersal;
4. ikan karang;
5. udang penaeid;
6. lobster;
7. kepiting;
8. rajungan; dan
9. cumi-cumi.
Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan
(Komnas KAJISKAN) yang dilaksanakan pada tahun 2016, estimasi potensi
kelompok sumber daya ikan di WPPNRI 572 sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572
No
Kelompok Sumber Daya Ikan
1 Ikan pelagis kecil
2 Ikan pelagis besar
3 Ikan demersal
4 Ikan karang
5 Udang penaeid
6 Lobster
7 Kepiting
8 Rajungan
9 Cumi cumi
Total
Potensi
(ton/tahun)
412,945
364,830
366,066
48,098
8,249
1,297
11,582
0,955
14,579
1,228,601
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang
Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia
Pada Tabel 1 terlihat bahwa 5 (lima) kelompok sumber daya ikan di WPPNRI
572 adalah ikan pelagis kecil sebesar 412,945 ton/ tahun, ikan demersal sebesar
366,066 ton/tahun, ikan pelagis besar sebesar 364,830 ton/tahun, ikan karang
sebesar 48,098 ton/tahun, dan cumi-cumi sebesar 14,579 ton/tahun.
Berdasarkan urutan tersebut di atas, berikut ini diuraikan perkembangan hasil
tangkapannya di WPPNRI 572.
1. Ikan pelagis kecil
-9-
Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan
kembung (Rastrelliger sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan selar (Selar
sp), ikan teri (Stolephorus spp.), dan ikan layang (Decapterus spp.).
Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada periode tahun 2005
-2014 sebagaimana tercantum pada Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil pada periode
tahun 2005 2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 2 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada
periode Tahun 2005-2014 berkisar antara 152,681 – 204,496 ton/tahun dengan
rata-rata 186,358 ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan pelagis kecil di
WPPNRI 572 sebesar 412,945 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.62 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi fully-exploited. Selanjutnya
disarankan agar upaya penangkapan
ikan pelagis kecil di WPPNRI 572
dipertahankan dengan monitor ketat.
2. Ikan demersal
Hasil tangkapan ikan demersal di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan
kuwe (Caranx sexfasciatus), ikan manyung (Netuma spp.), kakap merah
(Lutjanus sp.), kakap putih (Lates calcarifer), kurisi (Nemipteridae), dan swanggi
(Priacanthus tayenus).
Perkembangan hasil tangkapan ikan demersal pada periode Tahun 2005-
- 10 -
2014 sebagaimana tercantum pada Gambar 3.
Gambar 3. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Demersal pada Periode Tahun 2005-2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 3 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan demersal pada
periode Tahun 2005-2014 berkisar antara 115,057-178,400 ton/tahun dengan
rata-rata 146,150 ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan demersal di
WPPNRI 572 sebesar 366,066 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.53 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi fully-exploited. Selanjutnya
disarankan
agar
upaya
penangkapan
ikan
demersal
di
WPPNRI
572
dipertahankan dengan monitor ketat.
3. Ikan pelagis besar
Hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan madidihang (Thunus albacore), ikan
tongkol komo (Euthynnus affinis), dan ikan tenggiri (Scomberomorus spp.).
Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis besar pada periode Tahun
2005-2014 sebagaimana tercantum pada Gambar 4.
- 11 -
Gambar 4. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Besar pada periode Tahun 20052014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 4 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis besar pada
periode tahun 2005-2014 berkisar antara 89,990-196,457 ton/tahun dengan ratarata 132,857 ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan pelagis besar di
WPPNRI 572 sebesar 364,830 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 1.29 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi over-exploited. Selanjutnya
disarankan agar upaya penangkapan ikan pelagis besar di WPPNRI 572 harus
dikurangi.
4. Ikan karang
Hasil tangkapan ikan karang di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan ekor
kuning (Caesio cuning), ikan kerapu karang (Epinephelus spp.), dan ikan kerapu
lumpur (Epinephelus coioides).
Perkembangan hasil tangkapan ikan karang pada periode tahun 20052014 sebagaimana tercantum pada Gambar 5.
- 12 -
Gambar 5. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan karang pada Periode Tahun 20052014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 5 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan karang pada periode
tahun 2005-2014 berkisar antara 9,302-22,600 ton/tahun dengan rata-rata 14,729
ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan karang di
WPPNRI 572 sebesar 48,098 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.30 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi moderate. Selanjutnya
disarankan agar upaya penangkapan ikan karang di WPPNRI 572 dapat ditambah.
5. Cumi-cumi
Perkembangan hasil tangkapan cumi-cumi pada periode Tahun 2005-2014
sebagaimana tercantum pada Gambar 6.
- 13 -
Gambar 6. Perkembangan hasil tangkapan cumi-cumi pada periode tahun 2005-2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 6 terlihat bahwa hasil tangkapan cumi-cumi pada periode
tahun 2005-2014 berkisar antara 4,273-9,010 ton/tahun dengan rata-rata 6,334
ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi cumi-cumi di WPPNRI
572 sebesar 14,579 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.40 yang berarti tingkat
pemanfaatan berada pada kondisi moderate. Selanjutnya disarankan agar upaya
penangkapan cumi-cumi di WPPNRI 572 dapat ditambah.
Secara keseluruhan, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPPNRI
572 sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572
No
Keterangan
Kelompok SDI
Tingkat Pemanfaatan
1. Ikan pelagis kecil
Fully–exploited
0.62
2. Ikan pelagis besar
Over–exploited
1.29
3. Ikan demersal
Fully–exploited
0.53
4. Ikan karang
Moderate
0.30
5. Udang penaeid
Over–exploited
1.60
6. Lobster
Over–exploited
1.10
7. Kepiting
Fully–exploited
0.71
8. Rajungan
Over–exploited
1.06
9. Cumi-cumi
Moderate
0.40
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang
Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di
WPPNRI 572 sebagian besar berada pada status over-exploited, kecuali ikan
demersal, ikan pelagis kecil, dan kepiting berstatus fully-exploited, serta ikan
karang dan cumi-cumi berstatus moderate.
B. Lingkungan Sumber Daya Ikan
WPPNRI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan
Selat Sunda. Di perairan Barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2º LS, ratarata bulanan kecepatan angin terlihat lemah hampir sepanjang tahun, sedangkan ke
arah selatan yakni di sekitar 5º LS angin cenderung lebih kuat dan berada pada
kisaran 0,75 - 6,61 m deft. Secara musiman, angin yang bertiup di perairan barat
Sumatera pada musim timur terlihat lebih hangat dari pada musim lainnya.
Kecepatan angin muson tenggara yang bertiup selama musim timur berkisar antara
0,90 - 6,61 m deft. Secara spasial dan temporal, sebaran suhu permukaan laut (SPL)
- 14 -
di perairan barat Sumatera cenderung homogen sedangkan di perairan selatan Jawa
– Sumbawa memiliki variabilitas yang cukup tinggi.
Dinamika pergerakan massa air di perairan Barat Sumatera sangat
dipengaruhi oleh angin muson. Di perairan ini, pada bulan Desember-Maret
berkembang angin muson barat laut, sedangkan selama bulan Juni-Oktober
berkembang angin muson tenggara (Wyrtki, 1961; Robert, 1985 in Tomascik, 1997).
Dampak dari bertiupnya angin muson adalah terjadi pola pergerakan air yang
berbeda antar musim dan terjadinya upwelling. Upwelling merupakan faktor utama
yang berperan terhadap tingginya klorofil di lapisan permukaan laut lepas.
Selama Musim Peralihan I (Maret-Mei) massa air perairan barat Sumatera
lebih hangat dengan kisaran SPL 28,320 - 29,980C, sedangkan pada musim timur
massa air lebih dingin dan berada pada kisaran 25,910- 28,730 C. Selama musim
timur SPL terendah terlihat pada bulan Agustus yang mencapai 25,910 C di perairan
selatan Jawa Tengah-Jawa Timur. Sebaran SPL juga memperlihatkan adanya
pergerakan pusat sebaran SPL rendah dari selatan Jawa Timur-Bali ke arah barat
hingga mencapai perairan Barat Sumatera selama Musim Timur hingga bulan
Januari.
Keberlanjutan sumber daya ikan tangkapan sangat dipengaruhi kualitas dan
kuantitas habitat dan lingkungan. Terdapat tiga habitat utama sumber daya ikan di
daerah tropis, yakni terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Terumbu karang
tersebar di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil di WPPNRI 572, dengan berbagai
variasi luasan dan kualitas. Mangrove di Samudera Hindia terdapat di daerah
Wilayah Aceh dengan jenis Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum, Heritiera
littoralis, Nypa fruticans, Avicennia marina, di wilayah Sumatera Utara dengan jenis
Avicennia marina. Wilayah Lampung: Rhizopora mucronata, Avicennia marina,
Avicennia alba, Nypa fruticans, Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum,
Bruguiera parviflora. Padang lamun di WPPNRI 572 terdapat di wilayah Lampung
Selatan, Teluk Banten dan Selat Sunda dengan jenis Cymodocea serrulata, Enhalus
acoroides, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Thalassodendron
ciliatum, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila spinulosa.
Sebagian besar habitat sumber daya ikan di WPPNRI 572 mengalami
kerusakan yang sangat besar. Berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan dan
Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 dalam situs Direktorat Kawasan
Konservasi Jenis Ikan (KKJI), (2013), bahwa hanya 18,2% luasan ekosistem karang
yang telah dilindungi di WPPNRI 572. Sementara itu habitat mangrove yang telah
dilindungi di wilayah ini baru 11,0%. Kondisi yang berbeda dengan habitat padang
lamun, sebagian besar 89,0% telah dilindungi. Oleh karena itu, perlu program aksi
- 15 -
untuk melakukan upaya perluasan konservasi habitat sumber daya ikan dengan
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan secara lebih baik dan melakukan
rehabilitasi habitat yang telah rusak.
Penyusunan RPP ini mengintegrasikan kawasan konservasi perairan yang
merupakan implementasi prinsip pengelolaan perikanan dengan pendekatan
ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM). Kawasan
konservasi merupakan kawasan perairan yang dilindungi dikelola dengan sistem
zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan. Pengelolaan kawasan konservasi dilakukan berdasarkan rencana
pengelolaan dan sistem zonasi melalui 3 (tiga) strategi pengelolaan yaitu strategi
penguatan kelembagaan, strategi penguatan pengelolaan sumber daya kawasan, dan
strategi penguatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Saat ini kawasan konservasi perairan yang terdapat di WPPNRI 572,
sebagaimana tercantum pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Sebaran Prioritas Potensi Kawasan Konservasi Perairan di WPPNRI 572 Sumber:
Direktorat Perencanaan Ruang Laut, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut
Pada Gambar 7 terlihat bahwa kawasan konservasi perairan yang terdapat di
WPPNRI 572 tercatat sebanyak 23 kawasan konservasi yang telah ditetapkan
dengan berbagai skala luasan dan tujuan di bawah kewenangan pengelolaan
- 16 -
pemerintah daerah (Sabang, NAD Besar, NAD Jaya, Simeuleu, Nias, Nias Selatan,
Tapanuli Tengah, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Padang, Pariaman, Pulau penyu
dan Sungai Batang pelangai Pesisir Selatan, Kepulauan Mentawai, Mukomuko,
Bengkulu Utara, Kaur, Lampung Barat, Pandeglang, Agam, Solok, Tanggamus, dan
Nias Utara), 1 (satu) Taman Wisata Perairan kawasan di bawah kewenangan
pengelolaan Pusat (Pulau Pieh), 2 (dua) taman wisata alam yaitu Taman Wisata
Alam Pulau Sangiang di Provinsi Banten, Taman Wisata Alam Kepulauan Banyak di
NAD, dan 1 (satu) Cagar Alam Pulau Anak Krakatau di Provinsi Lampung.
C. Teknologi Penangkapan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.06/MEN/2010
tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia mengelompokkan alat penangkapan ikan dalam 10 (sepuluh) kelompok.
Khusus di WPPNRI 572 alat penangkapan ikan yang digunakan meliputi rawai tuna,
pukat cincin pelagis kecil, pukat cincin pelagis besar, pukat ikan, jaring insang
hanyut, dan huhate.
Jumlah kapal penangkap ikan menurut kategori kapal penangkapan ikan di
WPPNRI 572 sebagaimana tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3.
Kategori perahu/kapal
-
-
Jumlah
Size of Boats
Total
Perahu
Sub
Jumlah
Tanpa
Motor
Jukung - Dug out boat
Non
Perahu
Papan
Powered
Boat
Plank built
boat
Motor Tempel
Sub
Jumlah
Kapal
Motor -
Inboard
Motor
Ukuran
kapal
motor -
Size of
boat
-
Jumlah Kapal Penangkap Ikan di Laut Menurut Kategori Kapal
Penangkap Ikan di WPPNRI 572
Sub Total
WPPNRI 572 : Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda - Indian Ocean of Western Sumatera
and Sunda Strait
2005
2006
54.442
56.364
37.097
2007
37.097
17.707
10.689
2008
2012
2013
38.260
41.172
44.408
43.025
40.545
43.813
39.505
41.452
17.340
17.025
16.570
14.658
12.736
11.191
8.275
9.947
6.393
6.018
6.056
4.620
3.852
2.677
1.585
19.368
2009
2010
2011
2014
-
Kecil - Small
6.572
7.288
6.812
5.970
3.305
3.110
2.925
3.222
3.040
4.132
-
Sedang - Medium
Besar - Large
Outboard Motor
7.576
4.479
3.674
4.191
7.572
6.888
6.362
5.721
2.525
2.765
3.582
991
836
808
929
808
772
663
1.244
1.470
976
1.638
10.302
11.272
11.553
16.190
17.060
17.212
20.243
17.645
-
Sub Total
15.707
8.966
9.648
12.594
11.648
11.307
10.597
12.379
13.585
12.722
< 5 GT
7.854
5.306
5.668
8.362
7.600
7.453
6.951
7.868
7.363
7.609
5-10 GT
4.055
2.440
2.692
3.074
2.313
2.641
2.209
2.850
3.582
3.038
10-20 GT
2.441
452
482
417
511
445
680
787
999
884
20-30 GT
590
286
329
328
397
403
521
584
650
634
30-50 GT
268
40
64
-
181
34
28
27
75
49
50-100 GT
39
284
314
314
258
229
175
190
378
265
100 -200 GT
299
158
96
96
382
100
33
72
537
236
200-300 GT
162
-
2
2
5
2
-
-
1
3
300-500 GT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
500-1000 GT
-
-
1
1
1
-
-
1
-
4
>1000 GT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- 17 -
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap (2015)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa terdapat fluktuasi jumlah kapal penangkap ikan
dari Tahun 2005 - 2014 dengan jumlah kapal penangkap ikan di WPPNRI 572
dominan kategori motor tempel.
D. Sosial dan Ekonomi
1.
Sosial
Banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan
sumber daya ikan di WPPNRI 572, dengan karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya yang berbeda merupakan aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan
dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan di wilayah ini. Karakteristik
sosial, ekonomi, dan budaya di masing-masing provinsi akan dipaparkan lebih
lanjut.
Provinsi Aceh adalah sebuah Daerah Istimewa yang terletak di Pulau
Sumatra. Secara administratif, Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 kabupaten dan 5
(lima) kota dengan Banda Aceh sebagai ibukota provinsi.
Letak Geografis dan Astronomi Provinsi Aceh berada di bagian barat
Indonesia antara 2˚ -6˚ LU dan 95˚ -98˚ BT atau ujung utara Pulau Sumatera.
Wilayah ini terletak antara Teluk Benggal di bagian utara, selat malaka bagian
timur, Laut Hindia di sebelah barat dan Provinsi Sumatera Utara di bagian selatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh pada tahun 2014 jumlah
penduduk di Provinsi Aceh sebanyak 4.906.835 jiwa.
Hukum Adat laot adalah hukum adat yang sudah sejak lama dipergunakan
dalam keseharian masyarakat Aceh, sebenarnya hukum adat laot bukan menjadi
hal yang baru lagi, semenjak masa kerajaan Sultan Iskandar Muda, hukum adat
yang mengatur tentang tata cara pengelolaan kelautan sudah digunakan.
Lembaga Panglima Adat laot merupakan lembaga di luar kepemerintahan
yang membantu pemerintah dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan ikut
mensukseskan pembangunan kawasan, secara tidak langsung lembaga ini juga
telah membantu pelestarian adat di kehidupan masyarakat nelayan. Misalnya,
dulu larangan melaut pada hari Jumat sudah diterapkan sampai sekarang hal
tersebut terpelihara dengan rapi.
Dalam pelaksanaanya, Panglima adat laot berpegang teguh pada hukum
adat yang telah dipelihara dan dipertahankan oleh masayarakat nelayan untuk
menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan dan kehidupan nelayan di pantai.
Hukum adat laot juga berfungsi sebagai pengisi hukum nasional, misalnya dalam
hukum nasional tidak ada peraturan mengenai permasalahan nelayan yang
bersifat lokal, seperti larangan melaut pada hari raya, larangan melaut pada hari
- 18 -
kemerdekaan, maka dalam hukum adat laut hal tesebut telah diatur.
Keberadaan panglima laot dengan sumber daya yang memadai tentunya
bukan hanya dapat melakukan perlawanan terhadap penggunaan pukat harimau,
listrik, maupun bahan peledak saja yang dapat teratasi, perlawanan terhadap
penjarahan yang kerap dilakukan oleh nelayan asing pun tentunya akan dapat
dicegah. Hal ini menjadi mungkin ketika nelayan memiliki armada dan peralatan
yang kuat dan kesejahteraan yang lebih baik.
Salah satu sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar ketentuan
adat laot adalah dikenakan sanksi hukum adat dimana seluruh hasil
tangkapannya disita dan dilarang melaut minimal selama 3 (tiga) hari dan paling
lama 7 (tujuh) hari. Walaupun demikian, hukum adat tentunya tidak akan berarti
apapun apabila tidak didampinggi oleh penegak hukum yang berwenang.
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100°
Bujur Timur, yang pada tahun 2014 memiliki 25 kabupaten dan 8 kota, dan terdiri
dari 440 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara mempunyai
5.315 desa dan 693 kelurahan. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2014 jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 13.766.851 jiwa.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2, Sumatera Utara tersohor
karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona
perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta
maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit,
kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar
di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli
Selatan. Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan
sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia.
Provinsi Sumatera Barat terletak antara 0o 54 Lintang Utara dan 3o 30
Lintang Selatan serta 98o 36 dan 101o 53 Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan
dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah Utara, Provinsi Jambi di sebelah
Selatan, Provinsi Riau di sebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat.
Kondisi alam Sumatera Barat sampai saat ini masih diliputi oleh kawasan lindung
yang mencapai 45,17% dari luas keseluruhan. Daratan Sumatera Barat tidak
terlepas dari gugusan gunung dan pegunungan yang terdapat dihampir semua
kabupaten dan kota. Gunung yang paling tinggi di Sumatera Barat yaitu Gunung
Talamau dengan ketinggian 2.913 meter dari permukaan laut yang terletak di
Kabupaten Pasaman Barat.
Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 adalah
- 19 -
5.131.882 jiwa dimana 49,7% adalah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki.
Daerah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Padang yaitu mencapai
889.561 jiwa, dan yang terendah di Kota Padang Panjang yaitu hanya 50.208 jiwa.
Provinsi Sumatera Barat secara administratif terdiri dari 12 kabupaten dan 7
(tujuh) kota dengan ibukotanya adalah Kota Padang. Provinsi Sumatera Barat
memiliki luas daerah sekitar 42,297 Km2 (2,20% dari luas wilayah Republik
Indonesia). Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas, yaitu 6,011
Km2, sedangkan Kota Padang Panjang memiliki luas daerah terkecil, yakni 23 Km2.
Provinsi Sumatera Barat berdasarkan letak geografisnya tepat dilalui oleh garis
khatulistiwa tepatnya di kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman. Sumatera Barat
memiliki iklim tropis dengan rata-rata suhu udara 25,52
o
C dan rata-rata
kelembaban yang tinggi yaitu 87,03 %.
Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas
wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 1.991.933 ha atau 19.919,33
km2. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera
Barat sampai ke perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567
kilometer.
Permasalahan atau isu utama kependudukan Provinsi Bengkulu adalah
penyebarannya belum merata, hanya sekitar daerah bagian tengah dan di daerah
pantai barat sepanjang jalan provinsi, sementara bagian pedalaman merupakan
kelompok-kelompok kecil dan terpencar. Berdasarkan sensus penduduk tahun
2013, jumlah penduduk Provinsi Bengkulu sebanyak 1.814.357 jiwa, terdiri dari
925.688 jiwa laki-laki dan 888.669 jiwa penduduk perempuan.
Provinsi Lampung merupakan sebuah provinsi paling selatan di Pulau
Sumatera. Sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Ibukota provinsi berada di Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari kota
kembar Tanjung Karang dan Teluk Betung. Pelabuhan utamanya bernama
Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti
Pasar Ikan (Teluk betung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung.
Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur - Barat
berada antara: 103º 40' - 105º 50' Bujur Timur, Utara - Selatan berada antara: 6º
45'
-
3º
45'
Lintang
Selatan.
Luas
wilayah
Provinsi
Lampung
yaitu
35.376 km2 (13,659 mil²) dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar
8.026.191 jiwa.
Provinsi Banten merupakan sebuah provinsi di Pulau Jawa. Provinsi ini
dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak
- 20 -
tahun 2000 dengan ibukota provinsi berada di Kota Serang.
Wilayah Provinsi Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan
dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Banten adalah
9.160,70 km². Jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar 11.955.243 jiwa.
Provinsi Banten pada tahun 2014 terdiri dari 4 (empat) kota, 4 (empat) kabupaten,
155 kecamatan, 313 kelurahan, dan 1.238 desa.
Wilayah laut Provinsi Banten melalui Selat Sunda merupakan salah satu jalur
lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang
menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara
misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Provinsi Banten
merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Apabila dikaitkan posisi
geografis dan pemerintahan, maka wilayah Provinsi Banten terutama daerah
Tangerang Raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang
Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah
Provinsi Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki
beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk
menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan
untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.
Banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan
sumber daya ikan di WPPNRI 572, dengan karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya yang berbeda merupakan aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan
dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan di wilayah ini.
Mengingat cukup banyaknya stakeholders yang memanfaatkan sumber
daya ikan di perairan Samudera Hindia, maka keadaan ini dapat menimbulkan
permasalahan yang cukup kompleks dalam pengelolaan sumber daya ikan.
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal yang cukup luas
merupakan salah satu variabel yang harus dijadikan pertimbangan utama dalam
penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya ikan di perairan ini.
Berdasarkan uraian kondisi sosial tersebut, dapat digambarkan jumlah
nelayan di WPPNRI 572 sebagaimana tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Nelayan yang Berdomisili di Provinsi sekitar WPPNRI 572
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Jumlah Nelayan (orang)
163.882
153.051
144.674
157.534
139.106
135.131
- 21 -
Pada Tabel 4 terlihat bahwa jumlah nelayan yang berdomisili di WPPNRI
572 dari tahun 2009 - 2014 secara umum perkembangannya fluktuatif dengan
jumlah tertinggi pada tahun 2009 sebesar 163.882 orang dan terendah pada
tahun 2014 sebesar 135.131 orang.
2. Ekonomi
Untuk mengetahui pendapatan nelayan di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera
Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan
Provinsi Banten, maka dapat diadakan survei kepada nelayan di 6 (enam) provinsi
yang masuk ke dalam WPPNRI 572, mengingat data pendapatan nelayan di
WPPNRI 572 belum tersedia. Adapun data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
tentang nilai tukar nelayan dan pengeluaran rumah tangga nelayan yang tersedia
saat ini masih perlu untuk disempurnakan, agar dapat diketahui secara pasti
tingkat pendapatan nelayan di WPPNRI 572. Meskipun demikian, mengacu pada
informasi sementara yang didapat, diketahui bahwa upah minimum awak kapal
perikanan berkewarganegaraan Indonesia seharusnya sesuai dengan Upah
Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku di 6 (enam) Provinsi sebagaimana
tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Upah Minimum di WPPNRI 572
NO
1
2
3
4
5
6
Sumber:
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Bengkulu
Lampung
Banten
UMP 2015 (Rp)
1.900.000,00
1.625.000,00
1.615.000,00
1.500.000,00
1.581.000,00
1.600.000,00
UMP 2016 (Rp)
2.118.500,00
1.811.875,00
1.800.725,00
1.605.000,00
1.763.000,00
1.784.000,00
Keputusan Gubernur Aceh, Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Keputusan
Gubernur Sumatera Barat, Keputusan Gubernur Bengkulu, Keputusan Gubernur
Lampung, dan Keputusan Gubernur Banten
Pada tabel 5 terlihat bahwa pada tahun 2015, UMP yang berada pada
WPPNRI 572 berkisar antara Rp1.500.000,00 hingga Rp1.900.000,00 UMP
terendah terdapat di Provinsi Bengkulu dan tertinggi di Provinsi Aceh, sedangkan
pada tahun 2016 UMP yang berada pada WPPNRI 572 berkisar antara
Rp1.605.000,00 hingga Rp2.118.500,00 UMP terendah terdapat di Provinsi
Bengkulu dan tertinggi di Provinsi Aceh.
Kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPPNRI 572 berbasis di
beberapa pelabuhan perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan
Perikanan Nusantara, Pelabuhan Perikanan Pantai, dan Pangkalan Pendaratan
Ikan, sebagaimana tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Pelabuhan Perikanan di WPPNRI 572
- 22 -
No
1.
2.
3.
4
Sumber:
Kelas Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Total
Jumlah
1
1
6
172
180
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45/KEPMEN-KP/2014 Tentang
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional
Pada Tabel 6 terlihat bahwa saat ini terdapat sebanyak 180 pelabuhan
perikanan di WPPNRI 572 untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di
wilayah tersebut, yang terdiri dari 1 PPS, 1 PPN, 6 PPP, dan 172 PPI.
E. Kelompok Jenis Ikan Prioritas Yang Akan Dikelola
Berdasarkan kelompok jenis ikan yang terdapat di WPPNRI 572 yang akan
dilakukan pengelolaan meliputi seluruh kelompok jenis ikan. Namun pada Rencana
Pengelolaan Perikanan (RPP) ini, kelompok jenis ikan yang prioritas dikelola adalah
kelompok jenis ikan pelagis kecil dan ikan demersal. Proses penentuan jenis ikan
yang prioritas dikelola dilakukan melalui identifikasi jenis ikan hasil tangkapan,
inventarisasi jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis alat penangkapan
ikan, dan analisis komposisi ikan hasil tangkapan menurut jenis alat penangkapan
ikan.
1. Identifikasi Jenis Ikan Hasil Tangkapan di WPPNRI 572
Hasil identifikasi terhadap jenis ikan hasil tangkapan di WPPNRI 572,
menunjukkan bahwa terdapat 39 jenis ikan dominan sebagaimana tercantum
pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis Ikan Hasil Tangkapan Dominan di WPPNRI 572
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jenis ikan hasil tangkapan
Nama jenis
Nama ilmiah
Kembung
Rastrelliger spp.
Teri
Stolephorus spp.
Selar
Selar spp.
Cakalang
Katsuwonus pelamis
Ikan lainnya
Tembang
Sardinella fimbriata
Layang
Decapterus spp.
Tongkol komo
Euthynnus affinis
Tongkol krai
Auxis tharzad
Kuwe
Caranx sexfasciatus
Tongkol abu-abu
Thunnus tonggol
Tenggiri
Scomberomorus spp.
Peperek
Leiognathus spp.
Kontribusi
(%)
7,36
6,75
6,28
5,45
4,42
4,33
3,97
3,65
3,63
3,30
2,99
2,80
2,20
- 23 -
No.
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Jenis ikan hasil tangkapan
Madidihang
Layur
Tetengkek
Kakap merah
Manyung
Udang dogol
Kurisi
Kerapu karang
Cumi-cumi
Udang putih
Tenggiri papan
Bawal hitam
Kakap putih
Beloso/Buntut kerbo
Tuna mata besar
Cucut lanyam
Swanggi/Mata besar
Ekor kuning/Pisang-pisang
Kuro/Senangin
Thunnus albacores
Trichiurus savala
Megalaspis cordyla
Lutjanus sp.
Netuma thalassina
Metapenaeus ensis
Nemipterus sp.
Epinephelus spp.
Loligo spp.
Penaeus merguiensis
Acanthocybium sp.
Formio niger
Lates calcarifer
Saurida tumbil
Thunnus obesus
Carcharinus limbatus
Priachantus tayenus
Caesio spp.
Eleutheronema
tetradactylum
Geres punctatus
Pampus argenteus
Upeneus mullocensin
Dussumieria sp.
Himantura undulata
Lethrinus spp.
Valamugil seheli
Psettodes erumei
Scomberoides sp.
Kontribusi
2,19
1,98
1,94
1,77
1,74
1,62
1,49
1,35
1,31
1,29
1,23
1,22
1,16
1,04
0,98
0,93
0,91
0,88
0,87
Kapas-kapas
Bawal putih
Biji nangka
Japuh
Pari kembang/ Pari macan
Lencam
Belanak
Udang lainnya
Sebelah
Daun bambu/Talang-talang
Total komulatif kontribusi
0,87
0,81
0,79
0,76
0,74
0,71
0,66
0,65
0,64
0,63
90,29
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap 2015
Pada Tabel 7 terlihat bahwa hasil tangkapan di WPPNRI 572 yang dominan,
yaitu Kembung, teri, selar, cakalang, dan tembang.
2. Inventarisasi
Jumlah
Armada
Penangkapan
Ikan
Menurut
Jenis
Alat
Penangkapan Ikan
Inventarisasi jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis alat
penangkapan ikan sebagaimana tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Kategori Kapal Penangkap Ikan
di WPPNRI 572
No
1
2
Alat Penangkapan Ikan
Jaring Lingkar
Jaring lingkar bertali kerut
Penggaruk
Penggaruk berkapal
Jumlah (unit)
884
884
106
106
- 24 -
No
3
4
5
6
Alat Penangkapan Ikan
Jaring Angkat
Anco
Bagan berperahu
Bouke ami
Bagan tancap
Alat yang Dijatuhkan
Jala jatuh berkapal
Jala tebar
Jaring Insang
Jaring Insang Tetap
Jaring Insang Hanyut
Jaring insang lingkar
Jaring insang berpancang
Jaring insang berlapis
Perangkap
Bubu
Jermal
Sero
Muro ami
7 Pancing
Jumlah (unit)
2.236
15
1.255
202
764
873
873
23.308
9,255
10.085
596
3.372
2.481
2.361
70
50
28.518
Pancing ulur
8.948
Pancing berjoran
7.536
Huhate
127
Squid angling
584
Rawai dasar
Rawai tuna
Rawai cucut
Tonda
8 Alat Penjepit dan Melukai
Tombak
Panah
Ladung
5.133
578
3.364
2.248
727
444
283
59.133
Total
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Tabel 8 terlihat bahwa jumlah kapal yang beroperasi di WPPNRI 572
sebanyak 59.133 unit, dengan 8 (delapan) kelompok jenis alat penangkapan ikan.
Berdasarkan tabel tersebut, juga dapat diketahui bahwa terdapat 2 (dua)
kelompok jenis alat penangkapan ikan yang dominan yaitu pancing dan jaring
insang dengan jumlah kapal sebanyak 51.826 unit. Oleh sebab itu, kelompok jenis
ikan yang akan dikelola adalah jenis ikan yang dominan tertangkap dengan 2 (dua)
kelompok jenis alat penangkapan ikan di atas.
3. Analisis Komposisi Jenis Ikan Hasil Tangkapan Menurut Jenis Alat Penangkapan
- 25 -
Ikan
Komposisi jenis ikan dianalisis berdasarkan jumlah ikan hasil tangkapan
dominan dari 2 (dua) kelompok jenis alat penangkapan ikan, yaitu pancing dan
jaring insang.
a. Pancing
Komposisi hasil tangkapan pancing sebagaimana tercantum pada Tabel
9.
Tabel 9. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Pancing
Alat
Penangkapan
Ikan
Spesies
Nama Ikan
Big eye
Yellowfin
Longline (Rawai
Tuna)
Albacore
Marlin
Meka
Bottom Long
Line ( Pancing
Rawai Dasar)
Selain Pantai
Utara Jawa
25
32.5
15
-
Ikan Lainnya
-
12.5
Kakap
Lutjanidae
30
Hemigalidae
3
5
15
spp.
Nemipteridae
Rhinobatidae
15
10
10
Kuwe,Selar
Manyung
Cucut
Kerapu
Kurisi
Pari
Pole And Line
Cakalang
(Huhate)
Yellowfin
Ikan Lainnya
Kakap Merah
Demersal
Thunnus
obesus
Thunnus
albacares
Thunnus
alalunga
Makaira
Mazara
10
5
Remang
Ikan Lainnya
Hand Line
Nama Ilmiah
Komposisi hasil
tangkapan (%)
Kerapu Sunu
Kurisi
Lencam
Swanggi
Hand Line Tuna Cakalang
Tongkol
Baby
Caranx
sexfasciatus
Netuma spp.
Epinephelus
Congresox
Talabon
Katsuwonus
pelamis
Thunnus
albacares
5
7
75
Lutjanidae
20
5
19
Nemipteridae
Lethrinus spp.
17
25
21
Epinephelus
spp.
Priacanthus
tayenus
Katsuwonus
pelamis
Auxis thazard
Katsuwonus
17
61
10
29
- 26 -
Sumber:
Komposisi hasil
Spesies
Alat
Tuna/Cakalang
Keputusan Menteri Kelautan dan
Produktivitas Kapal Penangkap Ikan
pelamis
Perikanan
Nomor
61/KEPMEN-KP/2014
tentang
Pada Tabel 9 terlihat bahwa komposisi ikan hasil tangkapan dengan
menggunakan alat penangkapan ikan pancing yaitu ikan pelagis besar, ikan
demersal, dan ikan karang.
b. Jaring Insang
Komposisi hasil tangkapan jaring insang sebagaimana tercantum pada
Tabel 10.
Tabel 10. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang
Alat
penangkapan
ikan
Jaring Insang
(Gill Net)
Pantai
Jaring Insang
(Gill Net)
Dasar
Jaring Insang
(Gill Net )
Nama Ikan
Spesies
Nama Ilmiah
Komposisi hasil
tangkapan (%)
Tongkol
Tenggiri
Cucut
Bawal Hitam
Kakap
Pari
Tetengkek
Ikan Lainnya
Tongkol
Tenggiri
Cucut
Bawal Hitam
Kakap
Pari
Tetengkek
Ikan Lainnya
Auxis thazard
Scomberomorus spp.
Megalaspis Cordyla
-
30
15
10
10
5
7
5
18
30
15
10
10
5
7
5
18
Cucut
Hemigalidae
25
Pari
Rhinobatidae
75
Cakalang
Tongkol
Katsuwonus pelamis
Auxis thazard
Thunnus albacares
Scomberomorus spp.
40
10
20
5
5
Hemigalidae
Formio niger
Lutjanidae
Rhinobatidae
Megalaspis Cordyla
Auxis thazard
Scomberomorus spp.
Hemigalidae
Formio niger
Lutjanidae
Rhinobatidae
Dasar (Cucut Pari)/Liong
Bun
Jaring Insang
(Gill Net)
Oceanik
Yellowfin
Tenggiri
Cucut
Hemigalidae
- 27 -
Alat
Ikan Lainnya
Komposisi hasil
20
100
Spesies
Total
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61/KEPMEN-KP/2014 tentang
Produktivitas Kapal Penangkap Ikan
Pada Tabel 10 terlihat bahwa komposisi ikan hasil tangkapan dengan
menggunakan alat penangkapan ikan jaring insang yaitu ikan pelagis besar,
ikan demersal, dan ikan pelagis kecil.
Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, maka untuk tahap awal
ditetapkan satuan pengelolaan perikanan dalam RPP WPPNRI 572 adalah
ikan pelagis kecil dan ikan demersal.
F. Tata Kelola
Secara nasional, kebijakan pengelolaan perikanan ditetapkan oleh Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk oleh pemerintah
provinsi sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kemeterian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
mempunyai unit kerja eselon I yang mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Sekretariat Jenderal (Setjen) mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan KKP;
2. Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
ruang laut, pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau kecil;
3. Direktorat
Jenderal
Perikanan
Tangkap
(DJPT)
mempunyai
tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
perikanan tangkap;
4. Direktorat
Jenderal
Perikanan
Budidaya
(DJPB)
mempunyai
tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
perikanan budidaya;
5. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(DJPDSPKP) mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang penguatan daya saing dan sistem logistik produk kelautan
dan perikanan serta peningkatan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan;
6. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DJPSDKP)
mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
- 28 -
bidang pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP)
mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang
kelautan dan perikanan;
8. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP) mempunyai tugas menyelenggarakan
pengembangan sumber da
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76/KEPMEN-KP/2016
TENTANG
RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA 572
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 7 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009, perlu menyusun Rencana Pengelolaan Perikanan
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 572;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan
tentang
Rencana
Pengelolaan
Perikanan
Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 572;
Mengingat
: 1. Undang-Undang
Nomor
31
Tahun
2004
tentang
Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5073);
2. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 8);
3. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
-2-
Tahun 2015 Nomor 111);
4. Keputusan
Presiden
Nomor
121/P
Tahun
2014
tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet
Kerja Periode Tahun 2014-2019, sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun
2016 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja
Periode Tahun 2014-2019;
5. Peraturan
Menteri
PER.29/MEN/2012
Kelautan
tentang
dan
Pedoman
Perikanan
Nomor
Penyusunan
Rencana
Pengelolaan Perikanan di Bidang Penangkapan Ikan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 46);
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMENKP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
503);
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMENKP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan
dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1227);
8. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMENKP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG
RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 572.
KESATU
: Menetapkan Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia 572, yang selanjutnya disebut
RPP WPPNRI 572 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KEDUA
: RPP
WPPNRI
merupakan
572
acuan
sebagaimana
bagi
dimaksud
Pemerintah,
diktum
pemerintah
KESATU
daerah,
dan
pemangku kepentingan dalam melaksanakan pengelolaan perikanan
-3-
di WPPNRI 572.
KETIGA
: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2016
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SUSI PUDJIASTUTI
Lembar Pengesahan
JABATAN
PARAF
Kabag PUU I
-4-
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76/KEPMEN-KP/2016
TENTANG
RENCANA
PENGELOLAAN
PERIKANAN
WILAYAH
PENGELOLAAN
PERIKANAN
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA 572
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya ikan di WPPNRI 572 merupakan
kekayaan alam yang terkandung di dalam air dan oleh sebab itu sudah seharusnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sumber daya ikan tersebut harus didayagunakan untuk mendukung terwujudnya
kedaulatan pangan khususnya pasokan protein ikan yang sangat bermanfaat untuk
mencerdaskan anak bangsa. Indonesia harus memastikan kedaulatannya dalam
memanfaatkan sumber daya ikan di WPPNRI 572. Kedaulatan tersebut juga akan
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap potensi penyerapan tenaga
kerja di atas kapal, belum termasuk tenaga kerja pada unit pengolahan ikan, dan
kegiatan pendukung lainnya di darat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, disebutkan bahwa perikanan adalah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya
dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua
upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan
implementasi, serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di
bidang perikanan, yang dilakukan oleh Pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan
untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan
-5-
yang telah disepakati. Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa pengelolaan
perikanan merupakan aspek yang sangat penting untuk mengupayakan agar
sumber daya ikan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
WPPNRI 572 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera
dan Selat Sunda, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di
Indonesia. Estimasi potensi sumber daya ikan di WPPNRI 572 mencapai 1,228,601
ton/tahun.
Dalam Article 6.2 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), FAO
1995 mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan harus menjamin kualitas,
keanekaragaman, dan ketersediaan sumber daya ikan dalam jumlah yang cukup
untuk generasi saat ini dan generasi yang akan datang, dalam konteks mewujudkan
ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan. Hal
tersebut sejalan dengan cita-cita nasional Indonesia. Mengingat tingginya potensi
sumber daya ikan di WPPNRI 572, maka Indonesia harus melakukan upaya
maksimum agar potensi sumber daya ikan di WPPNRI 572 dimanfaatkan oleh
Negara Republik Indonesia dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
pemangku kepentingan lainnya harus bersama-sama melakukan upaya pengelolaan
sumber daya ikan dan lingkungannya yang berkelanjutan di WPPNRI 572. Dalam
upaya pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, maka Pemerintah, pemerintah
daerah, dan pemangku kepentingan lainnya harus bersama-sama mewujudkan citacita nasional sebagaimana diuraikan di atas. Hal ini penting, mengingat dalam
Article 6.1 CCRF, FAO 1995, hak untuk menangkap ikan (bagi pelaku usaha) harus
disertai dengan kewajiban menggunakan cara-cara yang bertanggung jawab, untuk
memastikan efektivitas pelaksanaan tindakan konservasi dan pengelolaan sumber
daya ikan.
Mengacu pada tugas, fungsi, dan wewenang yang telah dimandatkan oleh
peraturan perundang-undangan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan dan
penjabaran dari misi pembangunan nasional, maka upaya untuk mewujudkan
pembangunan kelautan dan perikanan yang menitikberatkan pada kedaulatan
(sovereignty), keberlanjutan (sustainability), dan kesejahteraan (prosperity) harus
melalui proses terencana, terpadu, dan berkesinambungan.
Oleh karena itu dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan telah
mengacu pada misi pembangunan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui
prinsip pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (Ecosystem Approach
to Fisheries Management/EAFM) yang dirancang oleh FAO (2003). Pendekatan
-6-
dimaksud mencoba menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam
pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumber daya
ikan,
dan
lain-lain)
dengan
mempertimbangkan
ilmu
pengetahuan
dan
ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, manusia, dan interaksinya dalam
ekosistem
perairan
melalui
sebuah
pengelolaan
perikanan
yang
terpadu,
komprehensif, dan berkelanjutan.
B. Maksud dan Tujuan
RPP WPPNRI 572 dimaksudkan dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya di WPPNRI 572 sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan.
Tujuan RPP WPPNRI 572 sebagai arah dan pedoman bagi Pemerintah,
pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber daya ikan dan lingkungannya di WPPNRI 572.
C. Visi Pengelolaan Perikanan
Visi pengelolaan perikanan di WPPNRI 572 yaitu mewujudkan pengelolaan
perikanan yang berkedaulatan dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat
perikanan Indonesia pada umumnya dan masyarakat pesisir pada khususnya.
D. Ruang Lingkup dan Wilayah Pengelolaan
1. Ruang lingkup RPP ini meliputi:
a. status perikanan; dan
b. rencana strategis pengelolaan di WPPNRI 572.
2. Wilayah Pengelolaan
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
18/PERMEN-KP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, WPPNRI 572 mencakup wilayah perairan Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda. Letak geografis WPPNRI 572 sebagaimana
tercantum pada Gambar 1.
-7-
Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan perairan Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda
Sumber:
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2014
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
Secara administratif daerah provinsi yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab melakukan pengelolaan sumber daya ikan di WPPNRI 572 terdiri
dari 6 (enam) pemerintah provinsi yang meliputi Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera
Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan
Provinsi Banten, sedangkan dalam bidang pemberdayaan nelayan kecil,
pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) menjadi
kewenangan dari 35 daerah kabupaten/kota yang meliputi Kabupaten Simeuleu,
Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat,
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Nagan Raya,
Kabupaten Aceh Jaya, Kota Banda Aceh, Kabupaten Sabang, Kabupaten Nias,
Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli
Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Sibolga, Kabupaten Pesisir Selatan,
Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pariaman, Kabupaten Bangkulu
Selatan, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kaur, Kabupaten Seluma,
Kabupaten Mukomuko, Kota Bengkulu, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten
Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Tanggamus, Kota Serang,
Kabupaten Cilegon, dan Kabupaten Pandeglang.
-8-
BAB II
STATUS PERIKANAN
A. Potensi, Komposisi, Distribusi, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan
Kelompok sumber daya ikan yang dapat diestimasi potensinya di perairan
WPPNRI 572 ini terdiri dari 9 (sembilan) kelompok, yaitu:
1. ikan pelagis kecil;
2. ikan pelagis besar;
3. ikan demersal;
4. ikan karang;
5. udang penaeid;
6. lobster;
7. kepiting;
8. rajungan; dan
9. cumi-cumi.
Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan
(Komnas KAJISKAN) yang dilaksanakan pada tahun 2016, estimasi potensi
kelompok sumber daya ikan di WPPNRI 572 sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572
No
Kelompok Sumber Daya Ikan
1 Ikan pelagis kecil
2 Ikan pelagis besar
3 Ikan demersal
4 Ikan karang
5 Udang penaeid
6 Lobster
7 Kepiting
8 Rajungan
9 Cumi cumi
Total
Potensi
(ton/tahun)
412,945
364,830
366,066
48,098
8,249
1,297
11,582
0,955
14,579
1,228,601
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang
Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia
Pada Tabel 1 terlihat bahwa 5 (lima) kelompok sumber daya ikan di WPPNRI
572 adalah ikan pelagis kecil sebesar 412,945 ton/ tahun, ikan demersal sebesar
366,066 ton/tahun, ikan pelagis besar sebesar 364,830 ton/tahun, ikan karang
sebesar 48,098 ton/tahun, dan cumi-cumi sebesar 14,579 ton/tahun.
Berdasarkan urutan tersebut di atas, berikut ini diuraikan perkembangan hasil
tangkapannya di WPPNRI 572.
1. Ikan pelagis kecil
-9-
Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan
kembung (Rastrelliger sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan selar (Selar
sp), ikan teri (Stolephorus spp.), dan ikan layang (Decapterus spp.).
Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada periode tahun 2005
-2014 sebagaimana tercantum pada Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil pada periode
tahun 2005 2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 2 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada
periode Tahun 2005-2014 berkisar antara 152,681 – 204,496 ton/tahun dengan
rata-rata 186,358 ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan pelagis kecil di
WPPNRI 572 sebesar 412,945 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.62 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi fully-exploited. Selanjutnya
disarankan agar upaya penangkapan
ikan pelagis kecil di WPPNRI 572
dipertahankan dengan monitor ketat.
2. Ikan demersal
Hasil tangkapan ikan demersal di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan
kuwe (Caranx sexfasciatus), ikan manyung (Netuma spp.), kakap merah
(Lutjanus sp.), kakap putih (Lates calcarifer), kurisi (Nemipteridae), dan swanggi
(Priacanthus tayenus).
Perkembangan hasil tangkapan ikan demersal pada periode Tahun 2005-
- 10 -
2014 sebagaimana tercantum pada Gambar 3.
Gambar 3. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Demersal pada Periode Tahun 2005-2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 3 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan demersal pada
periode Tahun 2005-2014 berkisar antara 115,057-178,400 ton/tahun dengan
rata-rata 146,150 ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan demersal di
WPPNRI 572 sebesar 366,066 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.53 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi fully-exploited. Selanjutnya
disarankan
agar
upaya
penangkapan
ikan
demersal
di
WPPNRI
572
dipertahankan dengan monitor ketat.
3. Ikan pelagis besar
Hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan madidihang (Thunus albacore), ikan
tongkol komo (Euthynnus affinis), dan ikan tenggiri (Scomberomorus spp.).
Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis besar pada periode Tahun
2005-2014 sebagaimana tercantum pada Gambar 4.
- 11 -
Gambar 4. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Besar pada periode Tahun 20052014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 4 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis besar pada
periode tahun 2005-2014 berkisar antara 89,990-196,457 ton/tahun dengan ratarata 132,857 ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan pelagis besar di
WPPNRI 572 sebesar 364,830 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 1.29 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi over-exploited. Selanjutnya
disarankan agar upaya penangkapan ikan pelagis besar di WPPNRI 572 harus
dikurangi.
4. Ikan karang
Hasil tangkapan ikan karang di WPPNRI 572 antara lain adalah ikan ekor
kuning (Caesio cuning), ikan kerapu karang (Epinephelus spp.), dan ikan kerapu
lumpur (Epinephelus coioides).
Perkembangan hasil tangkapan ikan karang pada periode tahun 20052014 sebagaimana tercantum pada Gambar 5.
- 12 -
Gambar 5. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan karang pada Periode Tahun 20052014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 5 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan karang pada periode
tahun 2005-2014 berkisar antara 9,302-22,600 ton/tahun dengan rata-rata 14,729
ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan karang di
WPPNRI 572 sebesar 48,098 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.30 yang
berarti tingkat pemanfaatan berada pada kondisi moderate. Selanjutnya
disarankan agar upaya penangkapan ikan karang di WPPNRI 572 dapat ditambah.
5. Cumi-cumi
Perkembangan hasil tangkapan cumi-cumi pada periode Tahun 2005-2014
sebagaimana tercantum pada Gambar 6.
- 13 -
Gambar 6. Perkembangan hasil tangkapan cumi-cumi pada periode tahun 2005-2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Gambar 6 terlihat bahwa hasil tangkapan cumi-cumi pada periode
tahun 2005-2014 berkisar antara 4,273-9,010 ton/tahun dengan rata-rata 6,334
ton/tahun.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi cumi-cumi di WPPNRI
572 sebesar 14,579 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.40 yang berarti tingkat
pemanfaatan berada pada kondisi moderate. Selanjutnya disarankan agar upaya
penangkapan cumi-cumi di WPPNRI 572 dapat ditambah.
Secara keseluruhan, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPPNRI
572 sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572
No
Keterangan
Kelompok SDI
Tingkat Pemanfaatan
1. Ikan pelagis kecil
Fully–exploited
0.62
2. Ikan pelagis besar
Over–exploited
1.29
3. Ikan demersal
Fully–exploited
0.53
4. Ikan karang
Moderate
0.30
5. Udang penaeid
Over–exploited
1.60
6. Lobster
Over–exploited
1.10
7. Kepiting
Fully–exploited
0.71
8. Rajungan
Over–exploited
1.06
9. Cumi-cumi
Moderate
0.40
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang
Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di
WPPNRI 572 sebagian besar berada pada status over-exploited, kecuali ikan
demersal, ikan pelagis kecil, dan kepiting berstatus fully-exploited, serta ikan
karang dan cumi-cumi berstatus moderate.
B. Lingkungan Sumber Daya Ikan
WPPNRI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan
Selat Sunda. Di perairan Barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2º LS, ratarata bulanan kecepatan angin terlihat lemah hampir sepanjang tahun, sedangkan ke
arah selatan yakni di sekitar 5º LS angin cenderung lebih kuat dan berada pada
kisaran 0,75 - 6,61 m deft. Secara musiman, angin yang bertiup di perairan barat
Sumatera pada musim timur terlihat lebih hangat dari pada musim lainnya.
Kecepatan angin muson tenggara yang bertiup selama musim timur berkisar antara
0,90 - 6,61 m deft. Secara spasial dan temporal, sebaran suhu permukaan laut (SPL)
- 14 -
di perairan barat Sumatera cenderung homogen sedangkan di perairan selatan Jawa
– Sumbawa memiliki variabilitas yang cukup tinggi.
Dinamika pergerakan massa air di perairan Barat Sumatera sangat
dipengaruhi oleh angin muson. Di perairan ini, pada bulan Desember-Maret
berkembang angin muson barat laut, sedangkan selama bulan Juni-Oktober
berkembang angin muson tenggara (Wyrtki, 1961; Robert, 1985 in Tomascik, 1997).
Dampak dari bertiupnya angin muson adalah terjadi pola pergerakan air yang
berbeda antar musim dan terjadinya upwelling. Upwelling merupakan faktor utama
yang berperan terhadap tingginya klorofil di lapisan permukaan laut lepas.
Selama Musim Peralihan I (Maret-Mei) massa air perairan barat Sumatera
lebih hangat dengan kisaran SPL 28,320 - 29,980C, sedangkan pada musim timur
massa air lebih dingin dan berada pada kisaran 25,910- 28,730 C. Selama musim
timur SPL terendah terlihat pada bulan Agustus yang mencapai 25,910 C di perairan
selatan Jawa Tengah-Jawa Timur. Sebaran SPL juga memperlihatkan adanya
pergerakan pusat sebaran SPL rendah dari selatan Jawa Timur-Bali ke arah barat
hingga mencapai perairan Barat Sumatera selama Musim Timur hingga bulan
Januari.
Keberlanjutan sumber daya ikan tangkapan sangat dipengaruhi kualitas dan
kuantitas habitat dan lingkungan. Terdapat tiga habitat utama sumber daya ikan di
daerah tropis, yakni terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Terumbu karang
tersebar di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil di WPPNRI 572, dengan berbagai
variasi luasan dan kualitas. Mangrove di Samudera Hindia terdapat di daerah
Wilayah Aceh dengan jenis Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum, Heritiera
littoralis, Nypa fruticans, Avicennia marina, di wilayah Sumatera Utara dengan jenis
Avicennia marina. Wilayah Lampung: Rhizopora mucronata, Avicennia marina,
Avicennia alba, Nypa fruticans, Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum,
Bruguiera parviflora. Padang lamun di WPPNRI 572 terdapat di wilayah Lampung
Selatan, Teluk Banten dan Selat Sunda dengan jenis Cymodocea serrulata, Enhalus
acoroides, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Thalassodendron
ciliatum, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila spinulosa.
Sebagian besar habitat sumber daya ikan di WPPNRI 572 mengalami
kerusakan yang sangat besar. Berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan dan
Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 dalam situs Direktorat Kawasan
Konservasi Jenis Ikan (KKJI), (2013), bahwa hanya 18,2% luasan ekosistem karang
yang telah dilindungi di WPPNRI 572. Sementara itu habitat mangrove yang telah
dilindungi di wilayah ini baru 11,0%. Kondisi yang berbeda dengan habitat padang
lamun, sebagian besar 89,0% telah dilindungi. Oleh karena itu, perlu program aksi
- 15 -
untuk melakukan upaya perluasan konservasi habitat sumber daya ikan dengan
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan secara lebih baik dan melakukan
rehabilitasi habitat yang telah rusak.
Penyusunan RPP ini mengintegrasikan kawasan konservasi perairan yang
merupakan implementasi prinsip pengelolaan perikanan dengan pendekatan
ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM). Kawasan
konservasi merupakan kawasan perairan yang dilindungi dikelola dengan sistem
zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan. Pengelolaan kawasan konservasi dilakukan berdasarkan rencana
pengelolaan dan sistem zonasi melalui 3 (tiga) strategi pengelolaan yaitu strategi
penguatan kelembagaan, strategi penguatan pengelolaan sumber daya kawasan, dan
strategi penguatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Saat ini kawasan konservasi perairan yang terdapat di WPPNRI 572,
sebagaimana tercantum pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Sebaran Prioritas Potensi Kawasan Konservasi Perairan di WPPNRI 572 Sumber:
Direktorat Perencanaan Ruang Laut, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut
Pada Gambar 7 terlihat bahwa kawasan konservasi perairan yang terdapat di
WPPNRI 572 tercatat sebanyak 23 kawasan konservasi yang telah ditetapkan
dengan berbagai skala luasan dan tujuan di bawah kewenangan pengelolaan
- 16 -
pemerintah daerah (Sabang, NAD Besar, NAD Jaya, Simeuleu, Nias, Nias Selatan,
Tapanuli Tengah, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Padang, Pariaman, Pulau penyu
dan Sungai Batang pelangai Pesisir Selatan, Kepulauan Mentawai, Mukomuko,
Bengkulu Utara, Kaur, Lampung Barat, Pandeglang, Agam, Solok, Tanggamus, dan
Nias Utara), 1 (satu) Taman Wisata Perairan kawasan di bawah kewenangan
pengelolaan Pusat (Pulau Pieh), 2 (dua) taman wisata alam yaitu Taman Wisata
Alam Pulau Sangiang di Provinsi Banten, Taman Wisata Alam Kepulauan Banyak di
NAD, dan 1 (satu) Cagar Alam Pulau Anak Krakatau di Provinsi Lampung.
C. Teknologi Penangkapan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.06/MEN/2010
tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia mengelompokkan alat penangkapan ikan dalam 10 (sepuluh) kelompok.
Khusus di WPPNRI 572 alat penangkapan ikan yang digunakan meliputi rawai tuna,
pukat cincin pelagis kecil, pukat cincin pelagis besar, pukat ikan, jaring insang
hanyut, dan huhate.
Jumlah kapal penangkap ikan menurut kategori kapal penangkapan ikan di
WPPNRI 572 sebagaimana tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3.
Kategori perahu/kapal
-
-
Jumlah
Size of Boats
Total
Perahu
Sub
Jumlah
Tanpa
Motor
Jukung - Dug out boat
Non
Perahu
Papan
Powered
Boat
Plank built
boat
Motor Tempel
Sub
Jumlah
Kapal
Motor -
Inboard
Motor
Ukuran
kapal
motor -
Size of
boat
-
Jumlah Kapal Penangkap Ikan di Laut Menurut Kategori Kapal
Penangkap Ikan di WPPNRI 572
Sub Total
WPPNRI 572 : Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda - Indian Ocean of Western Sumatera
and Sunda Strait
2005
2006
54.442
56.364
37.097
2007
37.097
17.707
10.689
2008
2012
2013
38.260
41.172
44.408
43.025
40.545
43.813
39.505
41.452
17.340
17.025
16.570
14.658
12.736
11.191
8.275
9.947
6.393
6.018
6.056
4.620
3.852
2.677
1.585
19.368
2009
2010
2011
2014
-
Kecil - Small
6.572
7.288
6.812
5.970
3.305
3.110
2.925
3.222
3.040
4.132
-
Sedang - Medium
Besar - Large
Outboard Motor
7.576
4.479
3.674
4.191
7.572
6.888
6.362
5.721
2.525
2.765
3.582
991
836
808
929
808
772
663
1.244
1.470
976
1.638
10.302
11.272
11.553
16.190
17.060
17.212
20.243
17.645
-
Sub Total
15.707
8.966
9.648
12.594
11.648
11.307
10.597
12.379
13.585
12.722
< 5 GT
7.854
5.306
5.668
8.362
7.600
7.453
6.951
7.868
7.363
7.609
5-10 GT
4.055
2.440
2.692
3.074
2.313
2.641
2.209
2.850
3.582
3.038
10-20 GT
2.441
452
482
417
511
445
680
787
999
884
20-30 GT
590
286
329
328
397
403
521
584
650
634
30-50 GT
268
40
64
-
181
34
28
27
75
49
50-100 GT
39
284
314
314
258
229
175
190
378
265
100 -200 GT
299
158
96
96
382
100
33
72
537
236
200-300 GT
162
-
2
2
5
2
-
-
1
3
300-500 GT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
500-1000 GT
-
-
1
1
1
-
-
1
-
4
>1000 GT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- 17 -
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap (2015)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa terdapat fluktuasi jumlah kapal penangkap ikan
dari Tahun 2005 - 2014 dengan jumlah kapal penangkap ikan di WPPNRI 572
dominan kategori motor tempel.
D. Sosial dan Ekonomi
1.
Sosial
Banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan
sumber daya ikan di WPPNRI 572, dengan karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya yang berbeda merupakan aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan
dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan di wilayah ini. Karakteristik
sosial, ekonomi, dan budaya di masing-masing provinsi akan dipaparkan lebih
lanjut.
Provinsi Aceh adalah sebuah Daerah Istimewa yang terletak di Pulau
Sumatra. Secara administratif, Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 kabupaten dan 5
(lima) kota dengan Banda Aceh sebagai ibukota provinsi.
Letak Geografis dan Astronomi Provinsi Aceh berada di bagian barat
Indonesia antara 2˚ -6˚ LU dan 95˚ -98˚ BT atau ujung utara Pulau Sumatera.
Wilayah ini terletak antara Teluk Benggal di bagian utara, selat malaka bagian
timur, Laut Hindia di sebelah barat dan Provinsi Sumatera Utara di bagian selatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh pada tahun 2014 jumlah
penduduk di Provinsi Aceh sebanyak 4.906.835 jiwa.
Hukum Adat laot adalah hukum adat yang sudah sejak lama dipergunakan
dalam keseharian masyarakat Aceh, sebenarnya hukum adat laot bukan menjadi
hal yang baru lagi, semenjak masa kerajaan Sultan Iskandar Muda, hukum adat
yang mengatur tentang tata cara pengelolaan kelautan sudah digunakan.
Lembaga Panglima Adat laot merupakan lembaga di luar kepemerintahan
yang membantu pemerintah dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan ikut
mensukseskan pembangunan kawasan, secara tidak langsung lembaga ini juga
telah membantu pelestarian adat di kehidupan masyarakat nelayan. Misalnya,
dulu larangan melaut pada hari Jumat sudah diterapkan sampai sekarang hal
tersebut terpelihara dengan rapi.
Dalam pelaksanaanya, Panglima adat laot berpegang teguh pada hukum
adat yang telah dipelihara dan dipertahankan oleh masayarakat nelayan untuk
menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan dan kehidupan nelayan di pantai.
Hukum adat laot juga berfungsi sebagai pengisi hukum nasional, misalnya dalam
hukum nasional tidak ada peraturan mengenai permasalahan nelayan yang
bersifat lokal, seperti larangan melaut pada hari raya, larangan melaut pada hari
- 18 -
kemerdekaan, maka dalam hukum adat laut hal tesebut telah diatur.
Keberadaan panglima laot dengan sumber daya yang memadai tentunya
bukan hanya dapat melakukan perlawanan terhadap penggunaan pukat harimau,
listrik, maupun bahan peledak saja yang dapat teratasi, perlawanan terhadap
penjarahan yang kerap dilakukan oleh nelayan asing pun tentunya akan dapat
dicegah. Hal ini menjadi mungkin ketika nelayan memiliki armada dan peralatan
yang kuat dan kesejahteraan yang lebih baik.
Salah satu sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar ketentuan
adat laot adalah dikenakan sanksi hukum adat dimana seluruh hasil
tangkapannya disita dan dilarang melaut minimal selama 3 (tiga) hari dan paling
lama 7 (tujuh) hari. Walaupun demikian, hukum adat tentunya tidak akan berarti
apapun apabila tidak didampinggi oleh penegak hukum yang berwenang.
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100°
Bujur Timur, yang pada tahun 2014 memiliki 25 kabupaten dan 8 kota, dan terdiri
dari 440 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara mempunyai
5.315 desa dan 693 kelurahan. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2014 jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 13.766.851 jiwa.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2, Sumatera Utara tersohor
karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona
perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta
maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit,
kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar
di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli
Selatan. Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan
sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia.
Provinsi Sumatera Barat terletak antara 0o 54 Lintang Utara dan 3o 30
Lintang Selatan serta 98o 36 dan 101o 53 Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan
dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah Utara, Provinsi Jambi di sebelah
Selatan, Provinsi Riau di sebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat.
Kondisi alam Sumatera Barat sampai saat ini masih diliputi oleh kawasan lindung
yang mencapai 45,17% dari luas keseluruhan. Daratan Sumatera Barat tidak
terlepas dari gugusan gunung dan pegunungan yang terdapat dihampir semua
kabupaten dan kota. Gunung yang paling tinggi di Sumatera Barat yaitu Gunung
Talamau dengan ketinggian 2.913 meter dari permukaan laut yang terletak di
Kabupaten Pasaman Barat.
Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 adalah
- 19 -
5.131.882 jiwa dimana 49,7% adalah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki.
Daerah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Padang yaitu mencapai
889.561 jiwa, dan yang terendah di Kota Padang Panjang yaitu hanya 50.208 jiwa.
Provinsi Sumatera Barat secara administratif terdiri dari 12 kabupaten dan 7
(tujuh) kota dengan ibukotanya adalah Kota Padang. Provinsi Sumatera Barat
memiliki luas daerah sekitar 42,297 Km2 (2,20% dari luas wilayah Republik
Indonesia). Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas, yaitu 6,011
Km2, sedangkan Kota Padang Panjang memiliki luas daerah terkecil, yakni 23 Km2.
Provinsi Sumatera Barat berdasarkan letak geografisnya tepat dilalui oleh garis
khatulistiwa tepatnya di kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman. Sumatera Barat
memiliki iklim tropis dengan rata-rata suhu udara 25,52
o
C dan rata-rata
kelembaban yang tinggi yaitu 87,03 %.
Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas
wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 1.991.933 ha atau 19.919,33
km2. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera
Barat sampai ke perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567
kilometer.
Permasalahan atau isu utama kependudukan Provinsi Bengkulu adalah
penyebarannya belum merata, hanya sekitar daerah bagian tengah dan di daerah
pantai barat sepanjang jalan provinsi, sementara bagian pedalaman merupakan
kelompok-kelompok kecil dan terpencar. Berdasarkan sensus penduduk tahun
2013, jumlah penduduk Provinsi Bengkulu sebanyak 1.814.357 jiwa, terdiri dari
925.688 jiwa laki-laki dan 888.669 jiwa penduduk perempuan.
Provinsi Lampung merupakan sebuah provinsi paling selatan di Pulau
Sumatera. Sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Ibukota provinsi berada di Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari kota
kembar Tanjung Karang dan Teluk Betung. Pelabuhan utamanya bernama
Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti
Pasar Ikan (Teluk betung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung.
Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur - Barat
berada antara: 103º 40' - 105º 50' Bujur Timur, Utara - Selatan berada antara: 6º
45'
-
3º
45'
Lintang
Selatan.
Luas
wilayah
Provinsi
Lampung
yaitu
35.376 km2 (13,659 mil²) dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar
8.026.191 jiwa.
Provinsi Banten merupakan sebuah provinsi di Pulau Jawa. Provinsi ini
dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak
- 20 -
tahun 2000 dengan ibukota provinsi berada di Kota Serang.
Wilayah Provinsi Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan
dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Banten adalah
9.160,70 km². Jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar 11.955.243 jiwa.
Provinsi Banten pada tahun 2014 terdiri dari 4 (empat) kota, 4 (empat) kabupaten,
155 kecamatan, 313 kelurahan, dan 1.238 desa.
Wilayah laut Provinsi Banten melalui Selat Sunda merupakan salah satu jalur
lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang
menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara
misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Provinsi Banten
merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Apabila dikaitkan posisi
geografis dan pemerintahan, maka wilayah Provinsi Banten terutama daerah
Tangerang Raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang
Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah
Provinsi Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki
beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk
menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan
untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.
Banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan
sumber daya ikan di WPPNRI 572, dengan karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya yang berbeda merupakan aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan
dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan di wilayah ini.
Mengingat cukup banyaknya stakeholders yang memanfaatkan sumber
daya ikan di perairan Samudera Hindia, maka keadaan ini dapat menimbulkan
permasalahan yang cukup kompleks dalam pengelolaan sumber daya ikan.
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal yang cukup luas
merupakan salah satu variabel yang harus dijadikan pertimbangan utama dalam
penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya ikan di perairan ini.
Berdasarkan uraian kondisi sosial tersebut, dapat digambarkan jumlah
nelayan di WPPNRI 572 sebagaimana tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Nelayan yang Berdomisili di Provinsi sekitar WPPNRI 572
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Jumlah Nelayan (orang)
163.882
153.051
144.674
157.534
139.106
135.131
- 21 -
Pada Tabel 4 terlihat bahwa jumlah nelayan yang berdomisili di WPPNRI
572 dari tahun 2009 - 2014 secara umum perkembangannya fluktuatif dengan
jumlah tertinggi pada tahun 2009 sebesar 163.882 orang dan terendah pada
tahun 2014 sebesar 135.131 orang.
2. Ekonomi
Untuk mengetahui pendapatan nelayan di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera
Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan
Provinsi Banten, maka dapat diadakan survei kepada nelayan di 6 (enam) provinsi
yang masuk ke dalam WPPNRI 572, mengingat data pendapatan nelayan di
WPPNRI 572 belum tersedia. Adapun data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
tentang nilai tukar nelayan dan pengeluaran rumah tangga nelayan yang tersedia
saat ini masih perlu untuk disempurnakan, agar dapat diketahui secara pasti
tingkat pendapatan nelayan di WPPNRI 572. Meskipun demikian, mengacu pada
informasi sementara yang didapat, diketahui bahwa upah minimum awak kapal
perikanan berkewarganegaraan Indonesia seharusnya sesuai dengan Upah
Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku di 6 (enam) Provinsi sebagaimana
tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Upah Minimum di WPPNRI 572
NO
1
2
3
4
5
6
Sumber:
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Bengkulu
Lampung
Banten
UMP 2015 (Rp)
1.900.000,00
1.625.000,00
1.615.000,00
1.500.000,00
1.581.000,00
1.600.000,00
UMP 2016 (Rp)
2.118.500,00
1.811.875,00
1.800.725,00
1.605.000,00
1.763.000,00
1.784.000,00
Keputusan Gubernur Aceh, Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Keputusan
Gubernur Sumatera Barat, Keputusan Gubernur Bengkulu, Keputusan Gubernur
Lampung, dan Keputusan Gubernur Banten
Pada tabel 5 terlihat bahwa pada tahun 2015, UMP yang berada pada
WPPNRI 572 berkisar antara Rp1.500.000,00 hingga Rp1.900.000,00 UMP
terendah terdapat di Provinsi Bengkulu dan tertinggi di Provinsi Aceh, sedangkan
pada tahun 2016 UMP yang berada pada WPPNRI 572 berkisar antara
Rp1.605.000,00 hingga Rp2.118.500,00 UMP terendah terdapat di Provinsi
Bengkulu dan tertinggi di Provinsi Aceh.
Kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPPNRI 572 berbasis di
beberapa pelabuhan perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan
Perikanan Nusantara, Pelabuhan Perikanan Pantai, dan Pangkalan Pendaratan
Ikan, sebagaimana tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Pelabuhan Perikanan di WPPNRI 572
- 22 -
No
1.
2.
3.
4
Sumber:
Kelas Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Total
Jumlah
1
1
6
172
180
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45/KEPMEN-KP/2014 Tentang
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional
Pada Tabel 6 terlihat bahwa saat ini terdapat sebanyak 180 pelabuhan
perikanan di WPPNRI 572 untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di
wilayah tersebut, yang terdiri dari 1 PPS, 1 PPN, 6 PPP, dan 172 PPI.
E. Kelompok Jenis Ikan Prioritas Yang Akan Dikelola
Berdasarkan kelompok jenis ikan yang terdapat di WPPNRI 572 yang akan
dilakukan pengelolaan meliputi seluruh kelompok jenis ikan. Namun pada Rencana
Pengelolaan Perikanan (RPP) ini, kelompok jenis ikan yang prioritas dikelola adalah
kelompok jenis ikan pelagis kecil dan ikan demersal. Proses penentuan jenis ikan
yang prioritas dikelola dilakukan melalui identifikasi jenis ikan hasil tangkapan,
inventarisasi jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis alat penangkapan
ikan, dan analisis komposisi ikan hasil tangkapan menurut jenis alat penangkapan
ikan.
1. Identifikasi Jenis Ikan Hasil Tangkapan di WPPNRI 572
Hasil identifikasi terhadap jenis ikan hasil tangkapan di WPPNRI 572,
menunjukkan bahwa terdapat 39 jenis ikan dominan sebagaimana tercantum
pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis Ikan Hasil Tangkapan Dominan di WPPNRI 572
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jenis ikan hasil tangkapan
Nama jenis
Nama ilmiah
Kembung
Rastrelliger spp.
Teri
Stolephorus spp.
Selar
Selar spp.
Cakalang
Katsuwonus pelamis
Ikan lainnya
Tembang
Sardinella fimbriata
Layang
Decapterus spp.
Tongkol komo
Euthynnus affinis
Tongkol krai
Auxis tharzad
Kuwe
Caranx sexfasciatus
Tongkol abu-abu
Thunnus tonggol
Tenggiri
Scomberomorus spp.
Peperek
Leiognathus spp.
Kontribusi
(%)
7,36
6,75
6,28
5,45
4,42
4,33
3,97
3,65
3,63
3,30
2,99
2,80
2,20
- 23 -
No.
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Jenis ikan hasil tangkapan
Madidihang
Layur
Tetengkek
Kakap merah
Manyung
Udang dogol
Kurisi
Kerapu karang
Cumi-cumi
Udang putih
Tenggiri papan
Bawal hitam
Kakap putih
Beloso/Buntut kerbo
Tuna mata besar
Cucut lanyam
Swanggi/Mata besar
Ekor kuning/Pisang-pisang
Kuro/Senangin
Thunnus albacores
Trichiurus savala
Megalaspis cordyla
Lutjanus sp.
Netuma thalassina
Metapenaeus ensis
Nemipterus sp.
Epinephelus spp.
Loligo spp.
Penaeus merguiensis
Acanthocybium sp.
Formio niger
Lates calcarifer
Saurida tumbil
Thunnus obesus
Carcharinus limbatus
Priachantus tayenus
Caesio spp.
Eleutheronema
tetradactylum
Geres punctatus
Pampus argenteus
Upeneus mullocensin
Dussumieria sp.
Himantura undulata
Lethrinus spp.
Valamugil seheli
Psettodes erumei
Scomberoides sp.
Kontribusi
2,19
1,98
1,94
1,77
1,74
1,62
1,49
1,35
1,31
1,29
1,23
1,22
1,16
1,04
0,98
0,93
0,91
0,88
0,87
Kapas-kapas
Bawal putih
Biji nangka
Japuh
Pari kembang/ Pari macan
Lencam
Belanak
Udang lainnya
Sebelah
Daun bambu/Talang-talang
Total komulatif kontribusi
0,87
0,81
0,79
0,76
0,74
0,71
0,66
0,65
0,64
0,63
90,29
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap 2015
Pada Tabel 7 terlihat bahwa hasil tangkapan di WPPNRI 572 yang dominan,
yaitu Kembung, teri, selar, cakalang, dan tembang.
2. Inventarisasi
Jumlah
Armada
Penangkapan
Ikan
Menurut
Jenis
Alat
Penangkapan Ikan
Inventarisasi jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis alat
penangkapan ikan sebagaimana tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Kategori Kapal Penangkap Ikan
di WPPNRI 572
No
1
2
Alat Penangkapan Ikan
Jaring Lingkar
Jaring lingkar bertali kerut
Penggaruk
Penggaruk berkapal
Jumlah (unit)
884
884
106
106
- 24 -
No
3
4
5
6
Alat Penangkapan Ikan
Jaring Angkat
Anco
Bagan berperahu
Bouke ami
Bagan tancap
Alat yang Dijatuhkan
Jala jatuh berkapal
Jala tebar
Jaring Insang
Jaring Insang Tetap
Jaring Insang Hanyut
Jaring insang lingkar
Jaring insang berpancang
Jaring insang berlapis
Perangkap
Bubu
Jermal
Sero
Muro ami
7 Pancing
Jumlah (unit)
2.236
15
1.255
202
764
873
873
23.308
9,255
10.085
596
3.372
2.481
2.361
70
50
28.518
Pancing ulur
8.948
Pancing berjoran
7.536
Huhate
127
Squid angling
584
Rawai dasar
Rawai tuna
Rawai cucut
Tonda
8 Alat Penjepit dan Melukai
Tombak
Panah
Ladung
5.133
578
3.364
2.248
727
444
283
59.133
Total
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015
Pada Tabel 8 terlihat bahwa jumlah kapal yang beroperasi di WPPNRI 572
sebanyak 59.133 unit, dengan 8 (delapan) kelompok jenis alat penangkapan ikan.
Berdasarkan tabel tersebut, juga dapat diketahui bahwa terdapat 2 (dua)
kelompok jenis alat penangkapan ikan yang dominan yaitu pancing dan jaring
insang dengan jumlah kapal sebanyak 51.826 unit. Oleh sebab itu, kelompok jenis
ikan yang akan dikelola adalah jenis ikan yang dominan tertangkap dengan 2 (dua)
kelompok jenis alat penangkapan ikan di atas.
3. Analisis Komposisi Jenis Ikan Hasil Tangkapan Menurut Jenis Alat Penangkapan
- 25 -
Ikan
Komposisi jenis ikan dianalisis berdasarkan jumlah ikan hasil tangkapan
dominan dari 2 (dua) kelompok jenis alat penangkapan ikan, yaitu pancing dan
jaring insang.
a. Pancing
Komposisi hasil tangkapan pancing sebagaimana tercantum pada Tabel
9.
Tabel 9. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Pancing
Alat
Penangkapan
Ikan
Spesies
Nama Ikan
Big eye
Yellowfin
Longline (Rawai
Tuna)
Albacore
Marlin
Meka
Bottom Long
Line ( Pancing
Rawai Dasar)
Selain Pantai
Utara Jawa
25
32.5
15
-
Ikan Lainnya
-
12.5
Kakap
Lutjanidae
30
Hemigalidae
3
5
15
spp.
Nemipteridae
Rhinobatidae
15
10
10
Kuwe,Selar
Manyung
Cucut
Kerapu
Kurisi
Pari
Pole And Line
Cakalang
(Huhate)
Yellowfin
Ikan Lainnya
Kakap Merah
Demersal
Thunnus
obesus
Thunnus
albacares
Thunnus
alalunga
Makaira
Mazara
10
5
Remang
Ikan Lainnya
Hand Line
Nama Ilmiah
Komposisi hasil
tangkapan (%)
Kerapu Sunu
Kurisi
Lencam
Swanggi
Hand Line Tuna Cakalang
Tongkol
Baby
Caranx
sexfasciatus
Netuma spp.
Epinephelus
Congresox
Talabon
Katsuwonus
pelamis
Thunnus
albacares
5
7
75
Lutjanidae
20
5
19
Nemipteridae
Lethrinus spp.
17
25
21
Epinephelus
spp.
Priacanthus
tayenus
Katsuwonus
pelamis
Auxis thazard
Katsuwonus
17
61
10
29
- 26 -
Sumber:
Komposisi hasil
Spesies
Alat
Tuna/Cakalang
Keputusan Menteri Kelautan dan
Produktivitas Kapal Penangkap Ikan
pelamis
Perikanan
Nomor
61/KEPMEN-KP/2014
tentang
Pada Tabel 9 terlihat bahwa komposisi ikan hasil tangkapan dengan
menggunakan alat penangkapan ikan pancing yaitu ikan pelagis besar, ikan
demersal, dan ikan karang.
b. Jaring Insang
Komposisi hasil tangkapan jaring insang sebagaimana tercantum pada
Tabel 10.
Tabel 10. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang
Alat
penangkapan
ikan
Jaring Insang
(Gill Net)
Pantai
Jaring Insang
(Gill Net)
Dasar
Jaring Insang
(Gill Net )
Nama Ikan
Spesies
Nama Ilmiah
Komposisi hasil
tangkapan (%)
Tongkol
Tenggiri
Cucut
Bawal Hitam
Kakap
Pari
Tetengkek
Ikan Lainnya
Tongkol
Tenggiri
Cucut
Bawal Hitam
Kakap
Pari
Tetengkek
Ikan Lainnya
Auxis thazard
Scomberomorus spp.
Megalaspis Cordyla
-
30
15
10
10
5
7
5
18
30
15
10
10
5
7
5
18
Cucut
Hemigalidae
25
Pari
Rhinobatidae
75
Cakalang
Tongkol
Katsuwonus pelamis
Auxis thazard
Thunnus albacares
Scomberomorus spp.
40
10
20
5
5
Hemigalidae
Formio niger
Lutjanidae
Rhinobatidae
Megalaspis Cordyla
Auxis thazard
Scomberomorus spp.
Hemigalidae
Formio niger
Lutjanidae
Rhinobatidae
Dasar (Cucut Pari)/Liong
Bun
Jaring Insang
(Gill Net)
Oceanik
Yellowfin
Tenggiri
Cucut
Hemigalidae
- 27 -
Alat
Ikan Lainnya
Komposisi hasil
20
100
Spesies
Total
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61/KEPMEN-KP/2014 tentang
Produktivitas Kapal Penangkap Ikan
Pada Tabel 10 terlihat bahwa komposisi ikan hasil tangkapan dengan
menggunakan alat penangkapan ikan jaring insang yaitu ikan pelagis besar,
ikan demersal, dan ikan pelagis kecil.
Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, maka untuk tahap awal
ditetapkan satuan pengelolaan perikanan dalam RPP WPPNRI 572 adalah
ikan pelagis kecil dan ikan demersal.
F. Tata Kelola
Secara nasional, kebijakan pengelolaan perikanan ditetapkan oleh Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk oleh pemerintah
provinsi sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kemeterian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
mempunyai unit kerja eselon I yang mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Sekretariat Jenderal (Setjen) mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan KKP;
2. Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
ruang laut, pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau kecil;
3. Direktorat
Jenderal
Perikanan
Tangkap
(DJPT)
mempunyai
tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
perikanan tangkap;
4. Direktorat
Jenderal
Perikanan
Budidaya
(DJPB)
mempunyai
tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
perikanan budidaya;
5. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(DJPDSPKP) mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang penguatan daya saing dan sistem logistik produk kelautan
dan perikanan serta peningkatan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan;
6. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DJPSDKP)
mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
- 28 -
bidang pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP)
mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang
kelautan dan perikanan;
8. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP) mempunyai tugas menyelenggarakan
pengembangan sumber da