MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

  Seri Lembar Informasi | Pencemaran Udara | November 2018 #3 Oleh: Margaretha Quina

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

  Seri Lembar Informasi |

  Pencemaran Udara |

  November 2018 #3

  ICEL

Oleh: Margaretha Quina

  

MEMASTIKAN PEMENUHAN

KEWAJIBAN PENGENDALIAN

PENCEMARAN UDARA DARI

SUMBER BERGERAK:

TRANSPORTASI

  KPBB

  Peningkatan laju pertumbuhan armada transportasi ini tidak jarang membutuhkan intervensi pada skala yang lebih tinggi dibandingkan pengendalian sumber pencemar obilitas kita sehari-hari merupakan salah satu sumber emisi yang tidak kita sadari. Berbagai data yang ada menunjukkan bahwa kontributor utama buruknya kualitas udara kota-kota besar di Indonesia adalah sektor transportasi. Di Jakarta, sektor ini berkontribusi 47% (rata-

  M 1

rata) untuk keseluruhan parameter. Dalam pengendalian pencemaran, kendaraan bermotor yang

menghasilkan emisi yang tidak tetap lokasinya ini termasuk sebagai sumber bergerak, dan dengan

demikian pengendaliannya termasuk dalam pengendalian sumber bergerak.

  

Mengendalikan sumber bergerak, khususnya pada sektor transportasi, membutuhkan strategi yang

multi-sektoral. Di satu sisi, pembebanan kewajiban kepada pencemar individual (seperti kendaraan

pribadi) perlu dilakukan dan diawasi kepatuhannya untuk armada yang telah ada sekarang. Di sisi lain,

pertumbuhan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat akan menyebabkan meningkatnya

mobilitas dan penggunaan transportasi, pribadi maupun publik, yang secara kumulatif meningkatan

beban emisi. Peningkatan laju pertumbuhan armada transportasi ini tidak jarang membutuhkan

2

intervensi pada skala yang lebih tinggi dibandingkan pengendalian sumber pencemar. Bukan tidak

mungkin jika sekalipun seluruh kewajiban yang dibebankan pada sumber pencemar individual telah

ditaati dengan baik, beban emisi secara kumulatif masih meningkat. Penaatan pada sumber pencemar

individual, dengan demikian, adalah hal terkecil yang dapat dilakukan segera oleh pemerintah. 1 Untuk memudahkan fokus, lembar informasi ini hanya akan membahas mengenai kewajiban yang telah 2 KPBB (2017) Breathe Easy Jakarta Stakeholder Workshop, dipresentasikan di Jakarta, 24-25 Januari 2017.

  

Dengan intervensi yang tepat sasaran, pengurangan beban emisi dari berbagai sumber bergerak dapat dikurangi hingga

90%. Contohnya, di Amerika Serikat, di bawah Clean Air Act, strategi pengurangan emisi dari sumber bergerak telah mencapai

keberhasilan menurunkan emisi dari berbagai sumber bergerak hingga lebih dari 90% di berbagai kasus. Instrumen yang digunakan

merupakan kombinasi antara: (a) penetapan standard emisi pada sumber bergerak yang memaksa inovasi pada industri otomotif

untuk menemukan teknologi pengendali pencemaran udara yang disyaratkan peraturan; (b) penetapan standard bahan bakar;

(c) kebijakan yang menetapkan sasaran peralihan bahan bakar, seperti kendaraan rendah atau nir-emisi, standard corporate

average fuel economy (CAFE standard); dan (d) pengurangan laju penggunaan sumber bergerak, misal dengan perbaikan sistem

th transporatasi publik. Lih: Domike & Zacaroli, Ed. (2016) The Clean Air Act Handbook, 4 Edition (ABA: Chicago), hlm. 372.

PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

  

dibebankan peraturan perundang-undangan terhadap sumber bergerak, melalui subjek produsen/

importir dan pengendara. Selain membahas mengenai kewajibannya, lembar informasi ini juga akan

menjelaskan mengenai bagaimana pengawasan dan penegakan hukum diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Diharapkan, dengan memahami kewajiban ini serta logika hukum dibaliknya, kita

semua sebagai sumber pencemar dapat membuat keputusan yang lebih bijak dalam menaati regulasi

yang dibuat dalam pengendalian sumber bergerak.

  Pengaturan Sumber Bergerak di Indonesia

Dalam kerangka pengendalian pencemaran udara Indonesia, sumber bergerak didefinisikan sebagai

3

“sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.”

  

Dalam praktek, sumber bergerak terbagi dalam dua kategori besar. Kategori pertama adalah kendaraan

di jalan raya, baik pribadi (misal mobil dan motor) maupun transportasi publik (misal bus). Regulasi

kita mengenai kategori ini sebagai “sumber bergerak.” Kategori kedua mencakup kendaraan non-jalan

raya, baik transportasi (misal pesawat, kereta api, kapal laut), maupun non-transport (misal peralatan

4 5 Regulasi kita mengenal kategori ini sebagai “sumber bergerak spesifik.” pertanian dan konstruksi).

  2 Kategori Sumber bergerak: Kendaraan Regulasi kita mengenai kategori ini sebagai “sumber bergerak di Jalan Raya

  Sumber bergerak : baik pribadi (misal

  “sumber emisi yang mobil dan motor) bergerak atau tidak maupun transportasi publik (misal bus). tetap pada suatu tempat yang berasal

  Regulasi kita mengenai kategori ini Kendaraan dari kendaraan sebagai “sumber bergerak spesifik

  Non Jalan Raya bermotor.” baik transportasi (misal pesawat, kereta api, kapal laut), maupun non-transport (misal peralatan pertanian dan konstruksi).

  3 4 Pasal 1 angka 12 PP No. 41 Tahun 1999.

  M. Zakaria, Kementerian Lingkungan Hidup, “Dampak Emisi Kendaraan terhadap Lingkungan,” disampaikan pada AAI Summit 5 dan Seminar Internasional Mobil Listrik, Ditjen DIKTI, Kemendikbud, Bali, 25 November 2013.

  

Dalam definisi di PP No. 41 Tahun 1999, sumber bergerak spesifik adalah “sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada

suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya.” Lih: Pasal 1 angka 13 PP No.

41 Tahun 1999.

  

Terdapat beberapa instrumen kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam pengendalian sumber

bergerak, sebagai berikut:

  1. Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor 6

  2. Pengawasan terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang 7 dan pemeriksaan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama, pemeriksaan emisi gas buang kendaaraan bermotor di jalan

  3. Pengadaan bahan bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional Berikut penjabaran instrumen-instrumen ini secara detail: Instrumen 1: Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor (sekarang “baku mutu emisi gas buang”)

  Dalam regulasi Indonesia, standard emisi untuk sumber bergerak dinamakan “ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor.” Ambang batas ini ditentukan berbeda untuk kendaraan tipe baru (yang akan dan sedang diproduksi) dan tipe lama (yang telah beredar di pasaran). Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan

mempertimbangkan parameter dominan dan kritis, kualitas bahan bakar dan bahan baku, serta

teknologi yang ada. 8 Di Indonesia, ambang batas emisi gas buang kendaraan yang kini berlaku diatur dalam peraturan sebagai berikut:

  1. Kendaraan roda empat atau lebih tipe baru dan sedang diproduksi.

  Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori M, N dan O (roda 4 atau lebih), peraturan terkini yang berlaku adalah PermenLH No. 20 Tahun 2017. 9 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/ atau importir kendaraan untuk produksi tipe baru (akan diproduksi atau diimpor) sejak diundangkan tanggal 7 April 2017. Sementara, untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi pada saat peraturan ini diundangkan, diberikan masa peralihan selama 18 (delapan belas) bulan untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, CNG dan LGP; atau 4 (empat) tahun untuk kendaraan bermotor berbahan bakar diesel. Peraturan ini mengacu pada standar Euro 4, menggantikan pengaturan untuk kendaraan bermotor kategori M, N 6 Pasal 8 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. 7 Pasal 31 PP No. 41 Tahun 1999. 8 Pasal 8 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. 9 PermenLH No. 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N dan Kategori O.

  PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN dan O yang diatur dalam PermenLH No. 4 Tahun 2009, yang mengacu pada standar Euro 2.

  2. Kendaraan roda dua tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3 (roda dua dengan kapasitas silinder > 50 cm3 atau kecepatan maksimum > 50 km/jam), peraturan terkini 10 yang berlaku adalah PermenLH No. 23 Tahun 2012 dan PermenLH 11 No. 10 Tahun 2012. Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/atau importir kendaraan bermotor tipe baru kategori L3 sejak diundangkan tanggal 1 Agustus 2013. Sedangkan, untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi 12 kategori L3, diberikan waktu peralihan selama 2 (dua) tahun. PermenLH No. 10 Tahun 2012 menggantikan PermenLH No. 4 Tahun 2009 selama terkait dengan pengaturan baku mutu 13 emisi kategori L3 (Lampiran I huruf A nomor 1 huruf c dan d).

  3. Kendaraan roda dua kecil (moped) dan roda tiga tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L1 (roda dua dengan kapasitas silinder < 50 cm3 atau kecepatan maksimum < 50 km/jam) serta kategori L2, L4 dan L5 (roda 3), peraturan terkini yang berlaku 14 adalah PermenLH No. 4 Tahun 2009. Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/atau importir kendaraan bermotor tipe baru kategori L1, L2, L4 15 dan L5 sejak ditetapkan tanggal 25 Maret 2009, tanpa masa peralihan. PermenLH No. 4

  Tahun 2009 mengacu pada standar Euro 2, menggantikan dan mencabut PermenLH No. 141 16 Tahun 2003.

  4. Kendaraan bermotor tipe lama. Untuk kendaraan bermotor tipe lama, baik roda dua maupun roda empat atau lebih, peraturan yang 17 10 berlaku sudah cukup usang, yaitu KepmenLH No. 5 Tahun 2006.

  

PermenLH No. 23 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang

Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. Perubahan yang ada dalam PermenLH ini hanya bersifat korektif, tampaknya karena

11 ada kesalahan pengetikan metode uji pada Lampiran 1 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 12 PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3.

  Pasal 9 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa “untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, Permen ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2015.” 13 Pasal 10 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa “Pada saat Permen ini mulai berlaku, PermenLH No. 4 Tahun 2009

tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dinyatakan tetap berlaku, kecuali Lampiran I huruf A

14 nomor 1 huruf c dan huruf d.” 15 PermenLH No. 4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru.

  

PermenLH No. 4 Tahun 2009 hanya memberikan masa peralihan bagi kendaraan bermotor tipe baru kategori M, N dan O, namun

16 tidak memberikan masa peralihan bagi semua kategori L. Lih: Pasal 4 PermenLH No. 4 Tahun 2009.

  

PermenLH No. 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor

17 yang Sedang Diproduksi (Current Production).

  KepmenLH No. Kep05/MENLH/2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama.

  Kewajiban untuk memenuhi baku mutu emisi gas buang ini dikenakan bagi “kendaraan bermotor lama” tanpa spesifikasi subjek hukum yang harus memastikan pemenuhan

18

kewajiban ini (misal: pemilik kendaraan). Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi kendaraan bermotor lama sejak ditetapkan tanggal 1 Agustus 2006, tanpa 19 masa peralihan. Akan tetapi, dalam penormaan BME gas buang, peraturan ini membedakan nilai BME gas buang berdasarkan tahun pembuatan kendaraan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu untuk kendaraan yang dibuat sebelum 2007, pada 2007 atau setelahnya, sebelum 2010, 20 dan pada 2010 atau setelahnya. Peraturan ini menggantikan dan mencabut KepmenLH No. 21 Kep-35/MENLH/10/1993.

  

Penjabaran lebih lengkap mengenai peraturan-peraturan di atas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Keterangan mengenai masing-masing kategori kendaraan dapat dilihat pada Lampiran 2.

  

Peninjauan kembali ambang batas dapat dilakukan setelah 5 (lima) tahun, yang memungkinkan

22

ambang batas diketatkan dari waktu ke waktu seiring perkembangan teknologi melalui kajian yang

23 Akan tetapi, semua peraturan yang dijabarkan di atas mempertimbangkan faktor-faktor di atas.

menerjemahkan kebolehan ini dalam bentuk suruhan, di mana semuanya memuat ketentuan agar

24

peraturan tersebut “ditinjau kembali” atau “dievaluasi” paling lama setiap 5 (lima) tahun. Dengan melihat

ketentuan ini, baku mutu emisi gas buang pada 3 (tiga) dari 4 (empat) kategori di atas seharusnya telah

ditinjau kembali, yaitu baku mutu emisi untuk kendaraan roda dua (kategori L3), kendaraan roda dua

kecil (kategori L1) dan roda tiga (kategori L2, L4 dan L5) tipe baru dan sedang diproduksi; serta untuk

kendaraan bermotor tipe lama (semua kategori).

  18 Pasal 4 ayat (1) dan (2) KepmenLH No. 5 Tahun 2006 menyatakan “setiap kendaraan bermotor lama” wajib memenuhi ambang 19 batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama dan melakukan uji emisi sesuai dengan peraturna perundang-undangan. 20 Pasal 13 KepmenLH No. 5 Tahun 2006. 21 Lih: Lampiran 1 KepmenLH No. 5 Tahun 2006. Lih. juga Lampiran 1.

  

Pasal 12 PermenLH No. 5 Tahun 2006 menyatakan bahwa “dengan berlakunya Permen ini maka Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. KEP-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dinyatakan tidak berlaku.” 22 23 Pasal 8 ayat (3) PP No. 41 Tahun 1999. 24 Pasal 9 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999 Ketentuan ini dirumuskan dengan kalimat yang berbeda-beda, namun intinya sama. PermenLH No. 10 Tahun 2012 dalam Pasal

8 menyatakan, “Peraturan Menteri ini ditinjau kembali paling lama 5 (lima) tahun,” dan bahasa yang sama ditemukan dalam Pasal

  

10 PermenLH No. 4 Tahun 2009. KepmenLH No. 5 Tahun 2006 dalam Pasal 11 menyatakan “Ambang batas emisi gas buang

kendaraan bermotor lama dievaluasi sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.” Ketentuan yang paling detail ditemukan

dalam produk hukum terbaru, yaitu PermenLHK No. 20 Tahun 2017, yang selain memuat suruhan untuk melakukan “kaji ulang

baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru” juga mengatur lebih rinci mengenai evaluasi penaatan ketentuan

BME gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan memandatkan hasil evaluasi tersebut sebagai dasar kaji ulang BME gas buang

kendaraan bermotor tipe baru dalam Pasal 6.

PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

  Instrumen 2: Uji Tipe Emisi dan Uji Emisi Berkala Kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama yang mengeluarkan emisi gas buang wajib memenuhi ambang batas emisi gas 25 buang kendaraan bermotor. Akan tetapi, dengan membebankan kewajiban pada “kendaraan bermotor,” PP No. 41 Tahun 1999 tidak menjelaskan siapakah yang bertanggungjawab untuk memastikan kendaraan memenuhi

ambang batas ini: apakah produsen, pedagang (baik impor ataupun penyalur domestik), atau

pengendara. Hal ini diperjelas dalam PermenLH yang mengatur ambang batas emisi yang diterbitkan

26

kemudian, dengan membebankan kewajiban melakukan uji emisi pada produsen, begitu juga dengan

27 kewajiban mengumumkan hasil uji emisinya.

  

Bagi kendaraan tipe baru , penaatan terhadap kewajiban pemenuhan ambang batas emisi dilakukan

28

dengan uji tipe emisi. Kendaraan tipe baru wajib menjalani uji tipe emisi, dan hanya jika telah lolos uji

29

emisi maka kendaraan tipe baru mendapatkan tanda lulus uji tipe emisi. Tanda lulus uji tipe emisi ini

30 merupakan persyaratan untuk persyaratan jalan kendaraan.

  

PP No. 41 Tahun 1999 mengatur pelaksana uji tipe emisi ini adalah instansi yang bertanggung jawab di

31

bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Hasil uji tipe emisi ini lebih lanjut disampaikan kepada Menteri

32 LHK dan produsen/importir. Lebih lanjut, produsen/importir wajib mengumumkan nilai dari setiap 33 parameter hasil uji tersebut.

  

Akan tetapi, pada prakteknya, tidak semua norma ini diterjemahkan secara rigid mengikuti PP No. 41

Tahun 1999 dalam peraturan turunannya. Sebagaimana ditentukan dalam beberapa peraturan turunan

25

yang mengatur uji emisi pada kendaraan tipe baru, subjek hukum yang melakukan uji tipe emisi pada

26 Pasal 33 PP No. 41 Tahun 1999. 27 Pasal 2 PermenLHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017. 28 Pasal 4 PermenLHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017. 29 Pasal 34 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. 30 Pasal 34 yat (2) PP No. 41 Tahun 1999.

  Pengaturan mengenai hal ini tidak seragam. Untuk tipe baru kategori M, N dan O, persyaratan dimaksud merujuk pada “sertifikat

uji tipe kendaraan bermotor. Untuk tipe baru kategori L3, tidak diatur sama sekali. Sementara untuk tipe baru kategori L1, L2,

L4 dan L5, disebut “persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.” Lih: Lampiran 1, PermenLHK No. 20 Tahun 2017,

31 PermenLH No. 10 Tahun 2012, dan PermenLH No. 4 Tahun 2009, kolom “ketentuan lain.”

  

Pasal 34 ayat (4) PP No. 41 Tahun 1999. Akan tetapi, dalam peraturan turunannya, tidak selalu jelas siapa instansi yang berwenang

melakukan uji emisi. Untuk tipe baru kategori M, N dan O instansi pelaksana uji emisi tidak disebutkan sama sekali. Untuk tipe baru

kategori L3, hanya merujuk pada peraturan mengenai pelaksanaan uji emisi. Untuk tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5, merujuk

pada “instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan darat. Lih: Lampiran 1, PermenLHK No. 20 Tahun 2017,

32 PermenLH No. 10 Tahun 2012, dan PermenLH No. 4 Tahun 2009, kolom “ketentuan lain.”

  

Pasal 35 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. Dalam peraturan turunannya, penyampaian langsung menunjuk “Menteri,” dalam hal

33

ini MenteriLHK. Penyampaian kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan hanya ada dalam PermenLH No. 4 Tahun 2009.

  

Pasal 35 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. Kewajiban ini hanya ada untuk tipe baru kategori M, N dan O. Untuk L3, tidak diatur

sama sekali siapa yang harus mengumumkan. Namun, untuk L1, L2, L4 dan L5, pengumuman justru dibebankan kepada Menteri.

  34

kendaraan tipe baru diperjelas yaitu produsen dan/atau importir. Mereka juga harus menanggung biaya

yang ditimbulkan dari pelaksanaan uji emisi ini. Hal-hal lain yang berbeda dapat dilihat di catatan kaki

dari setiap norma yang dijelaskan di atas serta pada Lampiran 1, kolom “ketentuan lain.”

Bagi kendaraan tipe lama , penaatan terhadap kewajiban pemenuhan ambang batas emisi dilakukan

35

dengan uji emisi berkala. Berbeda dengan uji tipe emisi bagi kendaraan baru, pelaksana uji emisi

berkala untuk kendaraan tipe lama ini adalah Bupati/Walikota, dengan koordinasi oleh Gubernur dan

pembinaan oleh Menteri.

  

Ketentuan ini pada prakteknya tidak terlepas dari pengaturan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan,

yang membebankan kewajiban untuk “mencegah terjadinya pencemaran udara” kepada pemilik dan/atau

36

pengemudi, serta mewajibkan “setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan” untuk memenuhi

37

persyaratan ambang batas emisi gas buang. Lolos atau tidak lolosnya kendaraan terhadap uji emisi

berkala menentukan kepatuhan pengendara terhadap peraturan lalu lintas. Pada PP No. 41 Tahun

38 1999, ketidakpatuhan ini juga membawa konsekuensi pidana spesifik, akan tetapi dalam peraturan

lalu lintas terbaru konsekuensi pidana ini dihapuskan dan menjadi bagian dari ancaman pidana atas

tindakan mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi

39

persyaratan laik jalan. Apabila kendaraan tipe lama tidak memenuhi ambang batas emisi karena

kerusakan tertentu, maka pemilik dan/atau pengemudi kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan

umum wajib melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran

40 udara dan kebisingan tersebut.

  

Evaluasi penaatan BME. Selain kewajiban yang dibebankan kepada produsen dan/atau importir,

terdapat juga kewajiban yang dibebankan kepada Menteri LHK untuk melakukan evaluasi terhadap

41

penaatan kententuan BME gas buang kendaraan bermotor tipe baru. Selain tipe baru, Menteri juga

34

mendapatkan rekapitulasi hasil uji emisi berkala dari Gubernur, yang seharusnya juga digunakan untuk

35 Lih: Bagian “subjek hukum” pada Lampiran 1. 36 Pasal 36 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999.

  Pasal 211 UU No. 22 Tahun 2009 membebankan kewajiban bagi “setiap pemilik dan/atau pengemudi kendaraan bermotor” dan 37 “perusahaan angkutan umum” untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.

  Pasal 210 UU No. 22 Tahun 2009 mewajibkan “setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan” untuk memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Namun, hal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 38 Pasal 56 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999 menyatakan “Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 33 yang berkaitan dengan

kendaraan bermotor lama, Pasal 36 ayat (1), Pasal 40 yang berkaitan dengan kendaraan bermotor lama, dan Pasal 43 ayat (1) PP

ini yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau ambang batas kebisingan, diancam dengan pidana

39 sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  

Pasal 286 UU No. 22 Tahun 2009 mengatur bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau

lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) jo. Pasal 48 ayat (3)

40 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

  

Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 memberikan pengemudi ancaman hukuman pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau

41 denda senilai Rp 2 juta. Ketentuan pidana ini diperberat dalam UU No. 22 Tahun 2009.

  Pasal 6 PermenLH No. 20 Tahun 2017, Pasal 6 PermenLH No. 10 Tahun 2012.

PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

  42

evaluasi penaatan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama. Hasil evaluasi ini terkait

dengan kaji ulang BME gas buang, sebagaimana dijelaskan dalam “Instrumen 1” di atas. Pada beberapa

43 peraturan, hasil evaluasi ini harus diumumkan kepada masyarakat.

  Instrumen 3:

Pengadaan BBM bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah

sesuai standar internasional

  Sekalipun disebutkan sebagai salah satu bentuk penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak, pengadaan BBM bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional tidak dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 41 Tahun 1999. Peraturan mengenai bahan bakar minyak ini merupakan ranah dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Hingga saat ini telah ada beberapa peraturan relevan yang ditujukan untuk mengadakan BBM yang lebih bersih,

yang terus diperbarui seiring perkembangan teknologi, misal standar dan mutu (spesifikasi) BBM yang

44 45 46

dipasarkan di dalam negeri untuk jenis bensin (gasoline) RON 98, bensin 90, bensin 88, minyak solar

47 48 49 48, minyak bakar, minyak diesel.

  

Semua peraturan tersebut mengatur kadar sulfur maksimum dan melarang injeksi timbal pada bahan

bakar. Kadar sulfur maksimum untuk solar 48 adalah 2.500 ppm, dan solar 51 telah dibatasi pada 500

  50

ppm sejak 2006. Untuk bensin, kadar sulfur ditentukan pada 500 ppm. Agar dapat beredar di pasaran,

semua bahan bakar tersebut harus lolos pengujian, dan tunduk pada pengawasan yang dilakukan

51 Kementerian ESDM.

  42 43 Pasal 9 ayat (1) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 44 Pasal 6 ayat (3) PermenLH No. 10 Tahun 2012.

  Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 0177.K/10/DJM.T/2018 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) 45 Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Gasoline) RON 98 Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

  

Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 313.K/10/DJM.T/2013 tentang Standar dan Mutu (spesifikasi) BBM

46 jenis Bensin 90 yang Dipasarkan di Dalam Negeri.

  

Keputusan Dirjen Migas No: 933.K/10/DJM.S/2013 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 88

Yang di Pasarkan di Dalam Negeri. 47 Keputusan Dirjen Migas No: 978.K/10/DJM.S/2013 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar 48 48 Yang dipasarkan di Dalam Negeri.

  

Keputusan Dirjen Migas No. 14496 K/14/DJM/2008 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak

49 Bakar Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

  

Keputusan Dirjen Migas No. 14499 K/14/DJM/2008 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak

50 Diesel Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

  

Indonesia juga telah merencanakan pengetatan solar secara menyeluruh ke 500 ppm pada 2021 dan 50 ppm pada 2025. Lih:

51

Keputusan Dirjen Migas No. 8757. K/24/DJM/2006 Tentang Tata Cara Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, LPG,

Hasil Olahan, dan Bahan Bakar Lain.

  Instrumen Lain Selain instrumen-instrumen di atas, secara global telah terdapat beberapa alternatif alat kebijakan lain dalam pengendalian pencemaran dari sumber bergerak, antara lain:

  1. Standar bahan bakar bersih untuk mengakomodir penurunan emisi/km dari kendaraan;

  2. Pergantian bahan bakar (misal: persyaratan campuran bahan bakar nabati,

penggunaan bahan bakar gas atau non-fosil, insentif bagi kendaraan rendah

emisi, standard CAFÉ)

3. Pengurangan laju penggunaan sumber bergerak (misal: penataan ruang, desain mobilitas rendah emisi, angkutan massal).

  Lihat juga kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk sumber bergerak dalam Lembar Informasi 2 (Lampiran 4 dan Lampiran 3) dan kerangka umum pengendalian pencemaran udara di Indonesia dalam Lembar Informasi 1.

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN

  LAMPIRAN Memastikan Pemenuhan Kewajiban Pengendalian

  Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak: Transportasi

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN

  

Lampiran 1: Peraturan terkait Baku Mutu Emisi (Ambang Batas Emisi) Gas Buang Kendaraan dan Teknis

Uji Emisi

Peraturan Objek pengaturan dan subjek yang diatur Kewajiban yang diatur Ketentuan lain PermenLH No. 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N dan Kategori O

  Peraturan dapat

  Objek yang diatur adalah kendaraan Kategori M, N dan O, yang didefinisikan sebagai kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih dengan penggerak motor bakar penyalaan kompresi sesuai dengan SNI 09-1825-2002. 52 Kendaraan kategori M, N, O yang diatur mencakup yang diproduksi di Indonesia maupun diimpor dalam keadaan utuh ataupun tidak utuh, baik tipe baru 53 atau yang sedang diproduksi. 54 Produsen dan/atau importir 55 kendaraan diberi kewajiban sebagai berikut: a.

  Memenuhi ketentuan baku mutu emisi gas buang sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, 56 melalui pengujian emisi gas buang sesuai ketentuan peraturan ini. 57 b. Mengumumkan hasil uji emisi kepada masyarakat melalui media cetak dan/atau elektronik, ketika telah memperoleh hasil uji emisi. 58 Dalam hal BME, nilai BME yang ditentukan dalam PermenLH ini dibedakan berdasarkan kategori dan sub-kategori kendaraan yang berbeda (lih: Lampiran 2). Selain berdasarkan kategori kendaraannya, baku mutu

  PermenLHK ini juga mengatur mengenai pelaksanaan pengujian emisi gas buang, dan menempatkan hasil uji emisi sebagai dasar diterbitkannya sertifikat uji tipe kendaraan bermotor. 59 PermenLHK No. 20 Tahun 2017 tidak mengatur siapa instansi pelaksana uji emisi untuk kendaraan tipe baru kategori M, N dan O. Namun, peraturan ini mengatur bagaimana uji emisi dilakukan, mencakup: (a) otoritas pengujiannya (laboratorium terakreditasi); (b) metode uji yang digunakan; dan (c) syarat spesifikasi bahan bakar yang digunakan. 60 Peraturan ini menentukan pelaporan dan pengumuman hasil uji emisi, berikut format dan isinya

  Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir kendaraan, 63 yang dalam

  PermenLH ini disebut dengan terminologi “usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor.” Kewajiban antara produsen dan/atau importir kendaraan “tipe baru” dan “yang sedang diproduksi” adalah sama, 52 SNI ini mengatur sistem penggolongan / pengklasifikasian kendaraan bermotor. 53 Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PermenLH No. 20 Tahun 2017, “kendaraan bermotor tipe baru” didefinisikan sebagai “kendaraan bermotor yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang akan diproduksi atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI

  dalam ke adaan utuh atau tidak utuh.” 54 Berdasarkan Pasal 1 angka 3 PermenLH No. 20 Tahun 2017, “kendaraan bermotor yang sedang diproduksi” adalah kendaraan

bermotor dengan tipe dan jenis yang sama dan sedang diproduksi, diproduksi ulang, atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI dalam keadaan utuh atau tidak utuh, tanpa perubahan desain mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor. 55 Dalam PermenLH No. 20 Tahun 2017, subjek hukum yang dikenakan kewajiban adalah “usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor,” yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 24 sebagai “usaha dan/atau kegiatan yang memproduksi kendaraan

bermotor dan/atau memasukkan kendaraan bermotor dalam keadaan utuh atau dalam keadaan tidak utuh.” Definisi ini mencakup importir. 56 Pasal 2 ayat (1) PermenLH No. 20 Tahun 2017. 57 Pasal 3 ayat (1) dan (2) PermenLH No. 20 Tahun 2017. 58 Pasal 4 ayat (1) s.d. (3) PermenLH No. 20 Tahun 2017. 59 Lih: Pasal 5 PermenLH No. 20 Tahun 2017. 60 Pasal 3 PermenLH No. 20 Tahun 2017. 63 Pasal 2 PermenLH No. 20 Tahun 2017 mewajibkan “setiap usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor tipe baru” untuk memenuhi ketentuan baku mutu emisi gas buang yang tercantum dalam Lampiran 1 PermenLH ini. Sementara untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi, pengaturannya merujuk pada Pasal 8 ayat (1) PermenLH No. 20 Tahun 2017. kecuali untuk waktu berlakunya. 64 Produsen dan/atau importir kendaraan yang sedang diproduksi diberikan masa peralihan. emisi juga dibedakan berdasarkan bahan bakarnya, yaitu bensin, gas (LPG/CNG), solar (untuk mesin diesel); serta dibedakan pula mode- nya (TEST, ESC TEST, ETC TEST).

  Penetapan nilai BME dalam peraturan ini mengacu pada standar Euro 4. masing-masing. 61 Peraturan ini mengatur juga mengenai hubungan antara hasil uji emisi dengan sertifikat uji tipe kendaraan bermotor. 62 Sertifikat uji tipe kendaraan bermotor, yang diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

  PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3 Peraturan dapat

  Objek yang diatur adalah kendaraan roda dua kategori L3, yaitu kendaraan bermotor tipe baru beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 50 (lima puluh) cm 3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 (lima puluh) km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. 65 Kendaraan bermotor kategori L3 yang diatur mencakup kendaraan tipe baru, yang dalam definisinya mencakup kendaraan bermotor: (a) yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang siap diproduksi dan akan dipasarkan;

  atau

  (b) yang sudah beroperasi di jalan tetapi akan diproduksi dengan perubahan desain mesin dan/atau sistem transmisinya; atau (c) yang diimpor dalam keadaan utuh tetapi belum beroperasi di jalan wilayah NKRI. 66 Produsen dan/atau importir 67 kendaraan diberi kewajiban sebagai berikut: a.

  Memenuhi baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor; b. Melakukan uji emisi kendaraan bermotor tipe baru kategori L3;

  Baku mutu emisi gas buang yang diatur dalam peraturan ini dibedakan berdasarkan metode ujinya, yaitu: (a) UN Regulation 40 dan EU Directive 2002/51/EC; atau (b) EMTC. Dalam PermenLH No.

  10 Tahun 2012, penulisan metode uji ini salah ketik, sehingga diperbaiki dalam PermenLH No. 23 Tahun 2012. Tidak ada perubahan

  PermenLH No. 10 Tahun 2012 mendelegasikan pengaturan mengenai pelaksanaan uji emisi pada pejabat yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasana lalu lintas dan angkutan jalan mengenai uji tipe kendaraan bermotor tipe baru. 68 Sementara, peraturan ini hanya mengatur mengenai (a) otoritas pengujiannya (laboratorium terakreditasi) 69 dan (b) metode ujinya, 70 tanpa mengatur spesifikasi bahan bakar yang digunakan dalam pengujian. Peraturan ini juga menentukan pelaporan hasil uji emisi oleh pejabat yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan berikut isi laporannya, 71 akan 64 Lih: instrumen 1 angka 1, lih. juga: Ibid. 61 Untuk pelaporan, lih. Pasal 3 ayat (3) dan untuk pengumuman, lih. Pasal 4 PermenLH No. 20 Tahun 2017. Untuk pelaporan kepada

Menteri, tidak jelas siapa subjek yang dibebankan kewajiban. Untuk pengumuman, kewajiban dibebankan kepada produsen dan/atau

  importir. 62 Pasal 5 PermenLH No. 20 Tahun 2017. 65 Pasal 1 angka 4 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 66 Pasal 1 angka 2 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 67 Lih. Pasal 1 angka 6, lih. juga : bagian “subjek hukum.” 68 Pasal 4 ayat (1) PermenLH No. 10 Tahun 2012. 69 Pasal 5 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 70 Pasal 4 ayat (2) s.d. (4) PermenLH No. 10 Tahun 2012. 71 Pasal 5 PermenLH No. 10 Tahun 2012.

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN

  Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi “penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.” 72 Kewajiban antara produsen dan/atau importir kendaraan “tipe baru” dan “yang sedang diproduksi” adalah sama, kecuali untuk waktu berlakunya. 73 Produsen dan/atau importir kendaraan yang sedang diproduksi diberikan masa peralihan. substantif pada PermenLH No. 23 Tahun 2012.

  Lihat juga: PermenLH No. 23

  Tahun 2012 tentang Perubahan atas PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. Peraturan

  tetapi tidak membebankan kewajiban pengumuman bagi produsen dan/atau importir. Tidak diatur juga mengenai hubungan antara uji emisi dengan prasyarat jalan dalam kelalulintasan.

  PermenLH No. 04 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Peraturan dapat

  PermenLH ini telah digantikan oleh PermenLH No. 20 Tahun 2017 untuk Kategori M, N, dan O; serta PermenLH No. 10 Tahun 2012 jo. PermenLH No. 23 Tahun 2013 untuk Kategori L3. Dengan demikian, objek pengaturan yang masih berlaku untuk kendaraan tipe baru adalah Kategori L1, L2, L4 dan L5. Secara umum, kendaraan bermotor tipe baru kategori L didefinisikan sebagai “kendaraan bermotor tipe baru beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan penggerak motor bakar cetus api dan penggerak motor bakar penyalaan kompresi (2 langkah atau 4 langkah) sesuai SNI 09-1825-2002.

  Penjelasan lebih lanjut untuk Produsen dan/atau importir diwajibkan untuk: a.

  Melakukan uji tipe emisi; 75 b. Memenuhi ambang batas emisi gas buang; 76 Produsen dan/atau importir yang telah memperoleh sertifikat uji tipe kendaraan bermotor wajib mengumumkan hasil uji tipe emisi kendaraan bermotor tipe baru. 77 Selain berdasarkan kategorisasi kendaraan bermotor, nilai BME dalam peraturan ini juga dibedakan

  PermenLH No. 4 Tahun 2009 mengatur bahwa instansi yang melaksanakan uji emisi adalah instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan darat. 78 Peraturan ini juga mengatur mengenai: (a) otoritas pengujian yang berwenang (laboratorium terakreditasi); 79 (b) metode pengujian; 80 dan (c) spesifikasi bahan bakar referensi yang digunakan dalam pengujian. 81 Peraturan ini juga menentukan pelaporan hasil uji emisi kepada Menteri berikut isinya, yang mana diwajibkan bagi instansi yang 72 Dalam PermenLH No. 10 Ta

  hun 2010, subjek hukum yang dikenakan kewajiban adalah “penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan,” yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 6 sebagai “orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum

yang memproduksi kendaraan bermotor tipe baru dan/atau melakukan impor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh atau dalam

keadaan tidak utuh.” 73 Pasal 9 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa “untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, Permen ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agu stus 2015.” 75 Pasal 3 ayat (1) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 76 Ibid. 77 Pasal 7 PermenLH No. 4 Tahun 2009. 78 Permohonan uji tipe emisi oleh produsen atau importir juga ditujukan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Lih: Pasal 5 ayat (1) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 79 Pasal 5 ayat (1) huruf b PermenLH No. 4 Tahun 2009. 80 Pasal 3 ayat (4) PermenLH No. 4 Tahun 2009 jo. Lampiran I. 81 Pasal 6 PermenLH No. 4 Tahun 2009.

  kategori L1, L2, L4 dan L5 dapat melihat pada Lampiran 2. 74 berdasarkan: (a) bahan bakar (bensin, solar, LPG/CNG); (b) penggerak motor bakar (cetus api, penyalaan kompresi); dan (c) mode (TEST, IDLE TEST).

  Penetapan nilai BME untuk kategori M, N dan O dalam peraturan ini mengacu pada standar Euro 2. bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan serta laboratorium. 82 Juga diatur pengumuman hasil uji oleh Menteri. 83 Selain itu, peraturan ini mengatur juga mengenai hubungan uji tipe emisi sebagai bagian dari persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor. 84 Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi “penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor.” 85 Dalam hal pembebanan kewajiban bagi subjek hukum, peraturan ini tidak membedakan norma yang berlaku bagi produsen dan/atau importir tipe baru dengan yang sedang diproduksi.

  KepmenLH No. Kep05/MENLH/2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama Peraturan dapat

  Objek yang diatur adalah kendaraan bermotor yang sudah diproduksi, dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi di Indonesia. 86 Jika melihat pengaturan pada lampirannya, tidak semua ambang batas kendaraan bermotor lama diatur dalam peraturan, melainkan hanya kendaraan bermotor di jalan raya (roda dua, roda empat atau lebih), yang mencakup motor penggerak dan berat kendaraan. 87 Selain berdasarkan kategorisasi jenis kendaraan, penormaan

  Tidak memberikan kewajiban baru atau menunjuk subjek yang lebih spesifik, melainkan hanya menegaskan kewajiban bagi “setiap kendaraan bermotor lama” untuk: a. memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama; dan b. melakukan uji emisi. Selebihnya membebankan suruhan pelaksanaan uji emisi

  PermenLH No. 5 Tahun 2006 mengatur bahwa instansi yang bertanggung jawab melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor lama adalah Bupati/Walikota untuk kendaraan yang terdaftar di daerahnya; 91 serta mengumumkan hasil uji emisi kepada masyarakat minimal 1 (satu) tahun sekali. 92 Bupati/Walikota juga diberikan suruhan untuk melakukan evaluasi 74 Untuk ketegori M, N, dan O, valid sepanjang berlaku pada tahun 2009 s.d. 2017 (delapan tahun), sementara untuk kategori L3 valid