BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Lalan Candra Gunawan BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang

  mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Sarwono, 2007).

  Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh kearah kematangan. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Santrock, 2003).

  Pada awal usia remaja putri terjadi berbagai perkembangan, pematangan alat dan fungsi reproduksi secara berangsur-angsur sampai mereka memasuki usia dewasa muda. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik seperti tubuh menjadi lebih tinggi dan otot tubuh menjadi lebih membesar, timbulnya jerawat wajah, tumbuh bulu diketiak dan kemaluan, tumbuhnya payudara, terjadi perubahan suara dan yang terpenting adalah datangnya haid, sebagai tanda bahwa organ reproduksinya mulai berfungsi. Perubahan ini kadang-kadang menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa dirinya menjadi lain dan remaja bingung, karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dan tidak mendapat informasi yang memadai (Sarwono, 2007).

  1 Perilaku asertif sangat penting bagi remaja awal, karena apabila seorang remaja tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau bahkan tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun tidak, remaja awal ini akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan cenderung tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain. Alasan seorang remaja awal tidak dapat berperilaku asertif adalah karena mereka belum menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Remaja awal dipilih, karena pada masa ini terdapat keraguan akan identitas diri sebagai seorang remaja awal karena pada masa ini individu telah merasa dewasa namun masih ada orang-orang disekelilingnya yang menyebutnya “anak remaja”.

  Perilaku asertif dibutuhkan oleh remaja awal, terlebih apabila seorang remaja awal berada dalam lingkungan yang kurang baik seperti lingkungan perokok atau pecandu narkoba, pada satu sisi sorang remaja tidak ingin kehilangan teman dan pada sisi lainnya seorang remaja tidak ingin terjerumus pada hal-hal negatif (Awaluddin, 2008).

  Cawood (1988) menyebutkan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak- hak individu tanpa kecemasan yang tidak beralasan. Alberti & Emmons (2002) memberikan pengertian bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain.

  Muhammad (2003), berpendapat ada beberapa keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif, yaitu keinginan kebutuhan dan perasaan individu untuk dimengerti oleh orang lain. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati karena kedua belah pihak merasa dihargai dan didengar. Ini sekaligus keuntungan bagi individu sebab akan membuat individu di posisi sebagai pihak yang sering meminimalkan konflik atau perselisihan. Selain itu, individu tersebut merasa mengendalikan hidupnya sendiri, dan akan berdampak pada rasa percaya diri dan keyakinan yang bisa terus meningkat.

  Data akhir tahun 2012 yang dihimpun Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukan angka memprihatinkan, sebanyak 82 pelajar tewas dari 147 kasus tawuran sepanjang tahun 2012 (Kuwado, 2012). Tawuran sendiri merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok/sekumpulan siswa SMP/SMA. Di Indonesia sendiri tawuran telah menjadi tradisi, atau bahkan menjadi budaya seorang pelajar. Prilaku menyimpang ini biasanya diakbatkan oleh masalah sepele atau bisa saja disebabkan oleh hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok. Dayakisni dan Novalia (2013) dalam penelitianya menyatakan bahwa ada hubungannya perilaku asertif dengan kecendrungan menjadi korban bullying.

  Jika remaja berperilaku asertif, maka bisa menyatakan kebutuhannya secara jujur, langsung, dan berusaha menghargai hak pribadi dan orang lain.

  Ketika masalah timbul, remaja yang berperilaku asertif akan menghadapi masalah yang timbul dan berusaha mengatasinya. Cara mengatasi masalah secara asertif dilakukan dengan cara pengungkapan yang jujur, langsung, tidak berusaha menjauhi, dan tetap menghargai hak pribadi maupun diri sendiri. Perilaku ini menghasilkan suatu evaluasi terhadap diri sendiri yang menyenangkan yang dapat mendorong terjadinya persetujuan terhadap diri sendiri yang bisa jadi dapat meningkatkan rasa percaya diri.

  Studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes diketahui bahwa perilaku siswa sangat beragam. Pada saat jam istirahat, ada siswa yang berkelompok baik remaja putri maupun putra bersama-sama namun ada juga yang hanya remaja putri saja atau remaja putra saja. Selain itu juga ada yang terlihat menyendiri. Dalam kelompok tersebut, ada siswa yang terlihat sangat mendominasi dalam pembicaraan dan ada yang bersifat pasief. Ekspresi remaja juga bervariasi, ada yang terlihat tertawa bebas dan ada yang hanya tersenyum saja tanpa mengeluarkan suara. Informasi yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling bahwa perilaku siswa di SMA Negeri 1 Salem variatif. Pada saat kegiatan bimbingan dan konseling, ada siswa yang berani terbuka menyampaikan permasalahan yang dihadapinya, namun lebih banyak yang bersikap pasif.

  Hasil wawancara dengan 10 orang siswa dengan menanyakan tentang keberanian menolak ajakan teman diperoleh jawaban 4 orang (40,0%) menyatakan berani, 4 orang (40,0%) menyatakan tidak berani dan 2 orang (20,0%) menyatakan sesekali berani. Pertanyaan tentang kebiasaan membicarakan diri sendiri diperoleh jawaban 6 orang (60,0%) menyatakan sering, 4 orang (40,0%) menyatakan sesekali. Pertanyaan tentang sikap pada saat menghadapi masalah diperoleh jawaban sebanyak 4 orang (40,0%) menyatakan biasa saja, 4 orang (40,0%) menyatakan menghadapi dengan tenang dan 2 orang (20,0%) menyatakan tergantung masalahnya. Pertanyaan tentang ajakan untuk tawuran atau melakukan kekerasan diperoleh jawaban sebanyak 3 (30%) orang menyatakan tidak mau atau menolak ajakan dan 4 (40%) orang menyatakan mau mengikuti ajakan dan 3 (30%) orang yang menyatakan sesekali mengikuti ajakan.

  Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang hubungan konsep diri dan lingkungan pergaulan teman sebaya dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  B. Perumusan Masalah

  Pada awal usia remaja putri terjadi berbagai perkembangan, pematangan alat dan fungsi reproduksi secara berangsur-angsur sampai mereka memasuki usia dewasa muda. Perubahan ini kadang-kadang menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa dirinya menjadi lain dan remaja bingung. Perilaku remaja di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes berbeda-beda yang dapat disebabkan karena konsep diri, lingkungan dan pergaulan teman sebaya.

  Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Adakah hubungan konsep diri, lingkungan dan pergaulan teman sebaya dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Mengetahui hubungan konsep diri, lingkungan dan pergaulan teman sebaya dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

2. Tujuan Khusus a.

  Untuk mengidentifikasi konsep diri siswa di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  b.

  Untuk menerapkan pengetahuan teori ke dalam praktek dan untuk memperdalam pengetahuan tentang perilaku remaja, khususnya tentang perilaku asertif.

  Bagi Universitas Hasil penelitian dapat dijadikan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan topik yang berkaitan dengan perilaku remaja.

  Mengetahui hubungan pergaulan teman sebaya dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  g.

  Mengetahui hubungan lingkungan dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  f.

  Mengetahui hubungan konsep diri dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  e.

  Mengetahui perilaku asertif siswa di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  d.

  Untuk mengidentifikasi pergaulan teman sebaya siswa di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

  c.

  Untuk mengidentifikasi lingkungan siswa di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.

D. Manfaat Penelitian 1.

2. Bagi Penulis

3. Bagi sekolah

  Dapat dijadikan bahan masukan bagi sekolah, khususnya bagi guru bimbingan dan konseling dalam memberikan bantuan profesional bagi siswa.

E. Keaslian Penelitian

  Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu:

  1. Penelitian Liza dan Elvi (2005) yang berjudul ”Perbedaan Asertivitas Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua”. Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Kesimpulan penelitian ada perbedaan yang signifikan dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua (p=0,00). Subjek dengan pola asuh authoritative lebih asertif daripada subjek dengan pola asuh authoritarian, permissive dan uninvolved.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas yang diteliti yaitu konsep diri, lingkungan dan pergaulan teman sebaya. Persamaan penelitian adalah pada variabel asertif dan sasaran penelitian siswa SMA.

  2. Penelitian Retno (2011) berjudul ”Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Asertif Korban Bullying”. Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross

  sectional . Kesimpulan penelitian yaitu ada hubungan signifikan antara konsep

  diri dengan perilaku asertif (p=0,00). Konsep diri pada korban bullying ditemukan memegang peranan penting dalam rekonstruksi perilaku asertif. Konsep diri positif menghasilkan perilaku asertif, sedangkan konsep diri negatif menghasilkan perilaku pasif.

  2. Penelitian Ronald M. Weigel (2006) berjudul ”Demographic factors affecting assertive and defensive behavior in preschool children: An ethological study”. Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Kesimpulan penelitian identitas etnis, jumlah orang tua di rumah, usia, dan jenis kelamin berpengaruh terhadap perilaku asertif.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas yang diteliti yaitu lingkungan dan pergaulan teman sebaya.

  4. Penelitian Dayakisni dan Novalia (2013) berjudul “Perilaku asertif dan kecendrungan menjadi korban bullying”. Jenis penelitian ini kuantitatif korelasional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku asertif dengan kecenderungan menjadi korban bullying. Pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling populasi dan metode analisa data yang digunakan adalah teknik korelasi product moment. Penelitian ini mempunyai persamamaan pada metode penelitian yaitu jenis penelitian menggunakan korelasional dan mempunyai perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada teknik pengambilan sampel sampling populasi sedangkan peneliti menggunakan teknik proportional random sampling